Laporan Skenario 4 Temporomandibular Joint TMJ
Laporan Skenario 4 Temporomandibular Joint TMJ
PENDAHULUAN
1
Gejala ini bisa teratasi jika penyebab gangguan masalah TMJ bisa segera
ditemukan dan diatasi.
3.2 Skenario
Beberapa mahasiswa sedang ngobrol dan bercengkrama sambil tertawa
terbahak-bahak seperti tidak terkendali. Tiba tiba salah satu dari mahasiswa
menjerit kesakitan dan mulutnya tidak bisa menutup. Mahasiswa tersebut
kemudian di bawa ke Unit Gawat Darurat terdekat untuk mendapatkan perawatan.
Dokter jaga melakukan perawatan sementara dengan mengembalikan mandibula
pada Temporo Mandibular Joint (TMJ) Supaya mulutnya bisa menutup.
Selanjutnya dokter jaga merujuk kepada dokter gigi supaya mahasiswa tersebut
mendapatakan perawatan selanjutnya. Hasil anamnesa di peroleh bahwa
mahasiswa tersebut mempunyai kegemaran makan tebu dari kecil, sendi
rahangnya sering berbunyi kretek kretek, terasa sakit pada daerah di atas telinga
bila mengunyah, menelan sering terganggu, kadang kadang seperti nyeri bahkan
kram pada otot sekitar TMJ dan otot wajah, serta pernah migrain. Hasil
pemeriksaaan di peroleh gigi molar pertama dan kedua kedua rahang bawahnya
tinggal sisa akar , gigi anterior berdesakan, klicking pada TMJ, ditekan pada
muskulus temporalis terasa nyeri. Dokter menganjurkan untuk di buatkan restorasi
pada gigi yang sisa akar serta mengoreksi gigi yang berdesakan.
2
3.4 Tujuan Pembelajaran
Dari beberapa hal diatas, tujuan pembelajaran yang ingin kami capai, antara
lain sebagai berikut:
1. Menjelaskan tulang, sendi, otot, saraf, dan pembuluh darah yang terlibat
pada proses mastikasi.
2. Menjelaskan mekanisme mastikasi
3. Menjelaskan patologi yang terdapat pada sendi temporomandibula
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Temporo Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu bagian dari tubuh
manusia, tulang satu yang lainnya disusun atau dihubungkan oleh persendian.
Persendian dapat diartikan sebagai pertemuan antara dua atau lebih tulang
pembentuk dari rangka tubuh. Lokasi dari persendian Temporo Mandibula berada
tepat dibawah telinga kiri dan kanan. Sendi tersebut berfungsi menghubungkan
rahang bawah dan rahang atas. Sendi Temoporo Mandibula merupakan sendi
yang unik karena bilateral dan merupakan sendi yang paling kompleks. Temporo
Mandibular Joint (TMJ) merupakan salah satu sendi yang sangat aktif dan paling
sering digunakan, yaitu pada waktu berfungsi untuk berbicara, mengunyah,
menggiit, menguap dan lain-lainnya. TMJ juga memungkinkan terjadinya tiga
gerakan fungsi utama yaitu membuka dan menutup, memajukan dan
memundurkan, serta gerakan ke samping. TMJ terdiri dari beberapa bagian yang
terpenting, diantaranya :
1. Kondilus mandibula
Kondilus mandibula mempunyai letak dan posisi yang paling baik untuk
bekerja sebagai poros dari pergerakan mandibula. Kondilus orang dewasa
berbentuk elips serta kasar, dengan sumbu panjang yang bersudut ke belakang
antara lima belas sampai tiga puluh derajat terhadap bidang frontal.
Diperkirakan kedua ukuran kondilus dan angulasinya sangat individual dan
sering ada perbedaan antara kanan dan kiri. Kondilus mandibula ukuran dan
bentuknya bervariasi.
2. Diskus articularis
Letak kondilus mandibula tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang
temporal, tetapi dipisahkan oleh suatu discus yang halus yang di sebut dengan
meniscus atau discus artikularis. Discus articularis terletak antara kondilus
mandibula dan fossa glenoidalis. Discus articularis terbagi dalam tiga bagian
berdasarkan ketebalannya. Bagian tengah adalah bagian paling tipis yang di
4
sebut zona intermediate. Zona intermediate memisahkan bagian yang lebih
tebal yang disebut anterior band dan posterior band.
3. Fossa Glenoidalis
Kondilus mandibual membentuk persendian dengan bagian tulang temporal
pada dasar cranium. Bagian dari tulang temporal ini berbentuk cekungan yang
di tempati kondilus mandibula. Bagian inilah yang di kenal sebagai fossa
glenoidalis. Fossa glenoidalis cekung disebelah latero-median dan antero-
posterior. Pada bagian yang paling dalam dari fossa ini, tulangnya sangat tipis
dan tidak dapat mendukung mandibula. Fossa glenoidalis padat tetapi tipis dan
tertutup oleh jaringan lunak yang tipis sehingga struktur ini tidak dapat
menahan beban yang besar.
4. Kapsul sendi
Kapsul sendi menutupi discuss articularis. Kapsul ini pada bagian atas
menempel pada rim fossa glenoidalis dan eminensia articularis. Pada bagian
bawah menempel pada kondilus. Pada bagian posterior menempel pada zona
bilaminer. Disebelah anterior, kapsul berhubungan dengan insersi otot
pterygoideus lateralis. Disebelah medial, kapsul sendi tipis dan disebelah
lateral lebih tebal dan diperkuat oleh ligament temporomandibula.
5. Ligamen-ligamen sendi
Ligament merupakan jaringan ikat fibrous avaskuler yang kuat. Ada tiga
ligament yang berkaitan dengan TMJ, yaitu ligament temporomandibula,
ligament sphenomandibula dan ligament stylomandibula.
6. Membran synovial
Membrane ssynovial adalah membrane sekretori khusus yang menyediakan
nutrient, pelumasan dan pembersihan untuk permukaan sendi serta
menanggung beban. Permukaan articular dari sendi dilumasi dan mendapat
makanan dari cairan synovial yang dikeluarkan ke kompartemen sendi oleh
membrane synovial. Cairan synovial disekresikan dengan jumlah yang cukup
untu bekerja sebagai pelumas. Cairan itu juga membersihkan potongan –
potongan yang sudah rusak dan sel – sel katabolis keluar dari permukaan
sendi.
5
7. Otot-otot mastikasi
TMJ juga dikontrol oleh otot, terutama otot pengunyahan yang terletak
disekitar rahang dan sendi tomporomandibula. Walaupun banyak otot pada
kepala dan leher, tetapi istilah otot mastikasi biasanya menunjuk pada 4
pasang otot, yaitu otot masseter, otot temporalis, otot pterygoideus lateralis
dan pterygoideus medialis.
6
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Mapping
Juga dapat teraba facies anterior maxillae, garis besar aperture nasalis,
processus alveolaris yang membawa gigi geligi yang terletak lebih ke dalam dan
terbungkus oleh otot-otot wajah. Capu mandibulae biasanya dapat diraba tepat d
7
depan meatus acusticus externus, terutama bila cavum oris dibuka perlahan-lahan
dan ditutup.
Ramus mandibulae terletak jauh ke dalam, terbungkus oleh m. masseter
yang tebal dan di bagian belakang oleh glandula parotidea. Tepi anterior ramus
pada individu dewasa biasanya terletak di sisi luar bagian distal gigi-gigi molar
ketiga atas dan bawah. Jauh di dalam ramus terletak m. pterygoideus, pembuluh,
dan n. alveolaris inferior, n. llingualis, a. maxillaries, dan fossa pterygopalatina.
Angulus mandibulae terletak superficial dalam hubugannya dengan tonsila yang
dipisahkan oleh m. pterygoideus medialis dan constrictor superior. Sinus
maxillaris terletak pada corpus maxillae, sedangkan sinus frontalis meluas ke os.
Frontale di atas dorsum nasi dan sepertiga dalam margo supraorbitalis.
Incisura supraorbitalis (atau foramen) terletak pada pertautan sepertiga
dalam dan media dari margo supraorbitalis dan kadang-kadang dapat teraba di
bawah cutis alis mata. Foramen infraorbitale terletak seperempat sampai setengah
inci (10 mm) di bawah bagian tengah margo infraorbitalis. Foramen mentale
terletak pada corpus mandibulae di pertengahan antara tepi bawah dan tepi
alveolaris. Hubungannya terhadap gigi geligi bervariasi dari apex premolar
pertama sampai akar posterior molar pertama.
8
Gambar 3.1 Tengkorak; permukaan lateral kanan
9
Istilah Temporomandibular Disorders (TMD) diusulkan oleh Bell
pada tahun 1982, yang dapat diterima oleh banyak pakar. Gangguan sendi
rahang atau TMD adalah sekumpulan gejala klinik yang melibatkan otot
pengunyahan, sendi rahang, atau keduanya (Pedersen, 1996).
10
terhadap fungsi sendi temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot
punggung (Pedersen, 1996).
Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan
dengan tulang lain. Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah
kerja sendi temporomandibular, yaitu mempengaruhi gerak membuka dan
menutup mulut (Pedersen, 1996).
11
Gambar 3.2 Struktur TemporoMandibular Joint (TMJ)
12
M. depressor labii inferioris
M. depressor anguli oris dari corpus mandibulae
M. mentalis
13
Gambar 3.3 Otot dan Arteri Regio Facialis
14
anguli oris berjalan melintasi sudut mulut; m. levator
anguli oris masuk ke labium oris superius.
Penyilangannya terletak superficial dari penyilangan m.
buccinator. Otot radial terutama berinsersi pada cutis
tidak mencapai tepi merah labium oris, hal yang
membedakannya dari serabut bagian dalam.
c. Serabut kecil berjalan dari membrana mukosa ke
cutis di antara bundle serabut utama.
15
Gambar 3.5 Susunan otot radial labium oris
16
Kedua bagian ini melekat pada sudut medial orbita ke
ligamentum palpebrale mediale dan tulang tulang di
sekitarnya (frontale dan maxilla). Dari posisi ini, serabut
orbitalis menyebar di sekitar margo orbitalis dan melekat
sebagian pada cutis di atasnya; sedang serabut
palpebralis menyebar dalam palpebra dan melekat pada
cutis di bawah lamina tarsalis dan ligamentum
palpebrale laterale.
c. Pars lacrimalis, berjalan ke dalam ke crista
lacrimalis dari os. Lacrimale. Berfungsi untuk mengatur
ukuran saccus lacrimalis, tempat dimana air mata akan
mengalir melalui ductus nasolacrimalis ke cavum nasi
dan merupakan bagian mekanisme yang berhubungan
dengan pembersihan permukaan bola mata.
17
Gambar 3.7 Otot-otot kelopak mata kanan permukaan posterior
18
Gambar 3.9 Otot-otot dahi dan wajah permukaan anterior
19
mastoideus di atas daerah insersi sternomastoideus. M. auricularis
berinsersi pada cartilage auricularis. Pada manusia cartilage ini
rudimenter dan biasanya tidak mempunyai fungsi, dipersarafi oleh
cabang-cabang n. cranialis VII (facialis), sehingga beberapa
individu dapat menggerakkan telinganya secara sadar.
20
d. Lapisan jaringan ikat longgar
e. Pericranium yang menutupi permukaan luar cranium
21
Gambar 3.11 Perlekatan m.Masseter
22
3. m. Pterygodeus Medius (N. Mandibularis)
Origo : Facies Medialis Lamina Lateralis Procc.
Pterygodeus Os. Sphenoidale
Insertio : Tuberositas Pterygodeus Mandibulae
Fungsi : Menutup rahang
5. m. Digastricus
Origo : Venter posterior (Incisura mastoidea
ossis temporalis, tendo- antara pada
23
Cornu minus ossis hyoidei) disarafi
oleh N. Mandibularis
Insertio : Venter anterior (Fossa digastrica
mandibulae) disarafi oleh N. Facialis
Fungsi : Menurunkan rahang bawah, memfiksasi
tulang lidah.
24
Origo : Linea Mylohyoidea Mandibulae
Insertio : Os. Hyoid
Fungsi : Mengangkat dasar mulut dan lidah pada
saat menelan, menurunkan rahang bawah
25
3.6.1 Nervus Trigeminus (V)
N. trigeminus keluar dari otak di sisi spons melalui radiks motoris dan
sensoris. Radiks sensoris ini membawa ganglion trigeminalis yang terdiri
dari badan sel akson sensoris dan terletak pada lekukan os. temporal petrosa.
Radiks ini kemudian terbagi menjadi 3 cabang nervus, yaitu :
a. N. oftalmikus
3) N. nasosiliaris
26
N. nasosiliaris menyilang n. optikus dan berjalan sepanjang dinding
medial orbita untuk keluar di wajah sebagai n.infratroklearis. Saraf ini
memberi cabang n. etmodalis menuju sinus etmoidalis dan n. siliaris
longus menuju mata yang membawa serabut sensoris dari kornea.
b. N. maksilaris
c. N. mandibularis
27
Gambar 3.18 N. mandibularis (Nervus V / 3)
N. mandibularis meninggalkan ruangan tengkorak melalui foramen ovale
dan langsung terbagi menjadi beberapa cabang, yaitu :
1) N. alveolaris inferior
N. alveolaris inferior ini masuk ke foramen mandibularis untuk mensarafi
gigi sebelum memasuki wajah sebagai N. mentalis. Saraf ini memiliki
satu cabang motoris yaitu N. milohioideus, yang mempersarafi M.
milohioideus.
2) N. lingualis
N. lingualis terletak dekat mandibula, tepat di belakang molar ketiga dan
berjalan ke depan untuk mempersarafi lidah.
3) N. bukalis
N. bukalis ini membawa serabut sensoris dari wajah.
4) N. aurikulotemporalis
Saraf ini membawa serabut sensoris menuju sisi kulit kepala.
5) N. temporalis profunda
N. temporalis profunda berfungsi untuk mempersarafi M. temporalis.
28
Keluar dari otak dekat serebelum dan berjalan ke lateral menuju
meatus auditorius interna. Mencapai dinding medial telinga tengah dan
berbalik kemudian beralan ke bawah untuk keluar dari tengkorak melalui
foramen stilomastoideus. Kemudian melintasi glandua parotis, di mana saraf
ini terbagi menjadi 5 cabang (tempralis, zigomatikus, bukalis, mandibularis
marginalis, dan servikalis) yang didistribusikan ke otot-otot ekspresi wajah,
m.platisma dan bagian posterior dari m. digastrikus. Di telinga tengah
terbentuk cabang petrosus mayor yang membawa serabut parasimpatis
menuju ganglion sfenopalatina kemudian menuju glandula lakrimalis. Di
telinga tengah juga muncul korda timpani yang bergabung dengan n.
lingualis dan berjalan bersamanya.
29
dan superior, terletak jauh di dalam tiap bibir di antara musculus orbicularis
oris dan membrane mukosa. Sering kali arteri fascialis mengeluarkan
cabang nasalis lateralis untuk memperdarahi bagian samping hidung.
Arteri temporalis superficialis adalah salah satu cabang terminal dari
arteri carotis externa. Arteri ini masuk ke glandula parotidea dan keluar dari
glandula pada tepi atasnya bersama dengan nervus auriculotemporalis.
Setelah keluar dari glandula, arteri akan berjalan melintasi arcus
zygomaticus di depan auricular dimana denyutannya dapat diraba, dan
berlanjut ke atas pada fascia temporalis untuk memperdarahi kulit kepala
melalui arteri temporalis media dan ramus frontalis. Dengan masih tetap
berada di dalam glandula parotidea, arteri temporalis superficialis
mengeluarkan arteri transversa facialis. Arteri ini berjalan ke depan menuju
bagian atas pipi antara arcus zygomaticus di bagian atas dan ductus
parotideus di bagian bawah dan diikuti dengan rami zygomatici dari nervus
facialis. (Ductus parotideus terletak satu jari di bawah arcus zygomaticus).
Sejumlah arteri kecil kelihatan pada wajah disertai dengan cabang
terminal nervus trigeminus. Arteri ini beranastomosis dengan cabang arteri
facialis dan arteri transversa facialis pada jaringan yang menutupi rangka
wajah, yaitu:
a. Arteri lacrimalis, supraorbitalis, supratrochlearis, dan
infratrochlearis di sekitar tepi orbita. Arteri-arteri ini adalah
cabang dari arteri ophthalmica.
b. Arteri infraorbitalis, cabang arteri maxillaris.
c. Arteri bbucalis dan mentalis, cabang arteri maxillaries dan arteri
alveolaris inferior.
30
Gambar 3.19 Arteri superficialis kepala
31
Gambar 3.20 Arteri profunda wajah
3.7.2 Vena
Vena facialis keluar pada sudut medial mata melalui penggabungan
vena supraorbitalis dan supratrochlearis dan sebuah cabang yang
berhubungan dengan vena ophthalmica di dalam orbita (penting pada
penyebaran infeksi). Vena berjalan ke bawah pada angulus antara hidung
dan pipi dan kemudian ke bawah dan ke belakang melintasi otot wajah,
terletak di belakang arteri facialis. Sepanjang perjalanannya, vena facialis
menerima vena dari samping hidung dan bibir dan berhubungan dengan
vena mentalis dan infraorbitalis pada wajah dengan plexus pterygoideus
sampai ke ramus mandibulae. Hubungan ini terjadi melalui vena facialis
profunda yang berjalan bersama nervus buccalis cabang nervus mandibula.
Plexus pterygoideus sendiri berhubungan dengan sinus cavernosus melalui
vena emissaria. Setelah melintasi tepi bawah mandibula, venafacialis
32
bergabung pada leher dengan cabang anterior vena retromandiibularis
untuk membentuk vena facialis communis. Vena ini bergabung dengan
vena jugularis interna pada tepi anterior musculus sternocleidomastoideus
di bawah angulus mandibulae.
Vv. Temporales superficiales berjalan bersama dengan arteri
temporalis superficialis dan mendrainase kulit kepala, auricular, meatus
acusticus externus dan bagian posterior wajah. Tepat di atas arcus
zygomaticus vena ini bertemu dengan vena temporalis media mendrainase
musculus temporalis dan kemudian, tepat di bawah arcus zygomaticus,
vena transversa facialis berjalan dari sisi wajah. Vena masuk ke permukaan
atas glandula parotidea, daerah dimana vena akan bergabung dengan vv.
Maxillares, mendrainase plexus pterygoideus, untuk membentuk vena
retromandibularis. Vena ini berjalan melalui glandula dan kemudian terbagi
menjadi dua bagian, antara lain:
a. Cabang anterior, berjalan ke bawah dan ke depan untuk
menembus capsula facialis dari glandula parotidea. Di sini cabang
anterior bergabung dengan vena facialis untuk membentuk vena
facialis communis yang masuk ke vena jugularis interna.
b. Cabang posterior, berjalan ke belakang, menembus fascia yang
membungkus glandula parotidea dan bertemu pada permukaan
musculus sternocleidomastoideus dengan vena auricularis
posterior yang mendrainase kulit kepala di belakang telinga.
33
Gambar 3.21 Vena superficialis kepala
34
Gambar 3.22 Vena profunda wajah
35
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama
penguyahan yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan
pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam
mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme
pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran
makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan
saliva sebagai tahap awal dari proses digesti.
3.8.1 Membuka mulut
Seperti sudah diperkirakan, gerak membuka maksimal umumnya
lebih kecil daripada kekuatan gigitan maksimal (menutup). Muskulus
pterygoideus lateralis berfungsi menarik prosessus kondiloideus ke depan
menuju eminensia artikularis. Pada saat bersamaan, serabut posterior
muskulus temporalis harus relaks dan keadaan ini akan diikuti dengan
relaksasi muskulus masseter, serabut anterior muskulus temporalis dan
muskulus pterygoideus medialis yang berlangsung cepat dan lancar.
Keadaan ini akan memungkinkan mandibula berotasi di sekitar sumbu
horizontal, sehingga prosessus kondilus akan bergerak ke depan sedangkan
angulus mandibula bergerak ke belakang. Dagu akan terdepresi, keadaan ini
berlangsung dengan dibantu gerak membuka yang kuat dari muskulus
digastricus, muskulus geniohyoideus dan muskulus mylohyoideus yang
berkontraksi terhadap os hyoideum yang relatif stabil, ditahan pada
tempatnya oleh muskulus infrahyoidei. Sumbu tempat berotasinya
(Pedersen, 1996).
36
medialis. Caput mandibula akan tetap pada posisi ke depan pada eminensia
artikularis. Pada gerak menutup retrusi, serabut posterior muskulus
temporalis akan bekerja bersama dengan muskulus masseter untuk
mengembalikan prosesus kondiloideus ke dalam fosa glenoidalis, sehingga
gigi geligi dapat saling berkontak pada oklusi normal (Pedersen, 1996).
Pada gerak menutup cavum oris, kekuatan yang dikeluarkan otot
pengunyahan akan diteruskan terutama melalui gigi geligi ke rangka wajah
bagian atas. Muskulus pterygoideus lateralis dan serabut posterior muskulus
temporalis cenderung menghilangkan tekanan dari caput mandibula pada
saat otot-otot ini berkontraksi, yaitu dengan sedikit mendepresi caput selama
gigi geligi menggeretak. Keadaan ini berhubungan dengan fakta bahwa
sumbu rotasi mandibula akan melintas di sekitar ramus, di daerah manapun
di dekat orifisum canalis mandibular. Walaupun demikian masih
diperdebatkan tentang apakah articulatio temporomandibula merupakan
sendi yang tahan terhadap stres atau tidak. Hasil-hasil penelitian mutakhir
dengan menggunakan model fotoelastik dan dengan cahaya polarisasi pada
berbagai kondisi beban menunjukkan bahwa artikulasio ini langsung
berperan dalam mekanisme stress (Pedersen, 1996).
3.8.3 Mengunyah
Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan
kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200
pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan
untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling
makanan.
Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial
ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi
dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan menyebabkan
pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di hipotalamus,
amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan area sensori
untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan.
37
Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah,
yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi
refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang bawah
turun.
2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks
melonggarkan otot rahang memimpin untuk mengembalikan kontraksi.
3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi
juga menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot
rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal (rebound) di
lain waktu. Hal ini berulang terus menerus.
4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua
makanan, khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat
karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak tercerna di
sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum
makanan dapat dicerna.
3.8.4 Menelan
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi
dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama
38
yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang
otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga
mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi
disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari
rongga mulut sampai ke lambung. Proses menelan dapat dibagi menjadi 3
fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.
Fase Oral, pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus
makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot
pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi
dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.
Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik
Tabel 3.1 Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Mandibula n. V.2 (maksilaris) N.V : m. Temporalis, m. maseter,
m. pterigoid
39
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring
segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus
diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat
mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan
palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian
arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi
m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2
dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,
n.XII sebagai serabut efferen (motorik).
Fase Faringeal, fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh
arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul.
Pada fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian
40
uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah
nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring
inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti
oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.
41
Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3
dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume
bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai
dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.
Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang
bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan
tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai
tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif
akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring,
sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter
42
esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior,
m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.
Fase Esofageal, pada fase esofageal proses menelan berlangsung
tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-
4 cm/ detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara
teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun
karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot
rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap,
antara lain :
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke
dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang
otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk
mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg
berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg
berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah
3.8.5 Berbicara
43
Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk
menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian
penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang
berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa.
Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang
perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan.
Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei
di otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral
otak. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada
bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan
aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan
tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari
udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur
oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal
sebagai bicara. Struktur fungsional organ pengucapan, antara lain:
Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didisain
untuk memproduksi suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3
kartilago yang berpasangan dan 3 yang tidak berpasangan. Organ ini terletak
pada midline didepan cervikal vertebra ke 3 sampai c 6.
Organ ini dibagi ke dalam 3 regio:
* Vestibule
* Ventricle
* Infraglotitic
Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada
regio ventricle.
Didalam faring ini terdapat pita suara yang dapat menghasilkan
gelombang suara yang nantinya akan di modifikasi oleh resonator dan
articulator yang kemudian dihasilkan suara yang seperti kita ucapkan
sehari-hari. Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension)
dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-
otot tersebut adalah:
44
• M. Cricothyroideu : menegangkan pita suara
• M. Tyroarytenoideus (vocalis) : relaksasi pita suara
• M. Cricoarytenoideus lateralis : adduksi pita suara
• M. Cricoarytenoideus posterior : abduksi pita suara
• M. Arytenoideus transversus : menutup bagian posterior
rima glotidis
Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section
dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross
section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang, lidah,
dan velum(soft palate). Perangkap (trap-door action) yang dibuat sepasang
velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang berpartisipasi dalam
speech production- nasal tract. Nasal cavity memiliki panjang sekitar 12 cm
dan luas 60 cm3.
Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari
udara yang melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini
sebagai filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan
resonansi akustik dari vocal tract.
Voiced Sounds (Suara),contohnya huruf vokal (a,i,u,e,o), diproduksi
dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan menekan udara untuk
bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords), sehingga vocal cords
bergetar.
Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran
broad spectrum quasi-periodic yang berada di vocal tract. Ligament yang
bergetar dari vocal cords memiliki panjang 18 mm dan glottal yang secara
khusus bervariasi dalam area dari 0-20 mm2. Otot laryngeal yang mengatur
vocal folds dibagi menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik dan
turunnya pitch dari suara dikontrol oleh aksi dari tensor – crico-thyroid dan
otot vocalis. Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur
derajat getaran laryngeal.
Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut
dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses resonansi
45
dan artikulasi dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi
suara dasar disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan
bentuk berbagai cavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung.
Bentuk dari beberapa cavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam aktivitas
bagian yang dapat bergerak dari pharynx dan cavitas oral.
Cavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah cavitas
nasal, sinus, dan nasopharynx. Nasopharynx dengan cepat berubah-ubah dan
variasi ini dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari
palatum lunak.
Cavitas yang berhubungan dengan mulut adalah cavitas oral dan
oropharynx. Kedua cavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-
otot. Semua cavitas ini mengambil dan memperkuat suara fundamental yang
dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini dikenal dengan sebutan
resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan pharynx membuat
manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara resonansi oral dan
nasal yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara tiap-tiap individu.
Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh
pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam
kordinasi dengan respirasi dan phonasi
Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk
dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara
yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang ditekankan
sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk dari
gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan. Misalnya pada
kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf “p” dan “b”. Contoh lainnya
juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf “t”
dan “d”.
Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan
hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang
hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika
kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke.
46
Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja
dengan sedikit konsonan.
Disamping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat
menghasilkan dua macam suara-suara yang tak terdengar: fricative sounds
dan plosive sounds.
Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s,sh, f, dan th, yang
dihasilkan ketika traktus vokal setengah tertutup pada beberapa titik dan
udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi untuk
menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan sangat sedikit
penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak sempurna pada
kasus maloklusi atau penggunaan denture.
Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika traktus vokal
tertutup seluruhnya ( biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan
udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan tiba-tiba.
Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang terdengar,
adanya kombinasi dari dua sumber suara.
Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan
dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan
mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang respiratosy,
laringeal, dan sistem orofacial.
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen
yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral
laring ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur
posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri.
Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara
mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran
udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran
terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana
kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.
memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi mukosanya.
Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan
47
disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago
tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior
leher dan (Adam’s Apple”). Di posterior, ligamen vokalis terlekat pada
prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan
kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan
kartilago lain, yaitu kartilago krikoid.
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau
oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot-otot
dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-
otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligamen vokalis,
yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke arah
kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan
otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara,
menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan
menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass).
Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laringeal
kecil yang terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang
dapat merotasikan kartilago ini ke arah dalam atau ke arah luar atau
mendorong dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, untuk
menghasilkan berbagai konfigurasi pita suara.
48
3) Emosi dan ketegangan ini menimbulkan refleks beberapa pembuluh arteri
kepala, termasuk arteri yang memasok darah ke otak.
4) Selanjutnya, akibat dari gejala tersebut, timbul suatu keadaan dimana
pembuluh arteri tidak mampu mempertahankan tegangan pembuluh darah.
5) Tegangan pembuluh darah menyebabkan pembuluh itu mengembang dan
berdenyut secara hebat,
6) Maka terjadi serangan yang disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh
darah intrakranial sehingga aliran darah otak menurun yang dimulai di
bagian oksipital dan meluas ke anterior perlahan-lahan, melintasi korteks
serebri dan diikuti oleh vasodilatasi pembuluh darah ekstrakranial dan
menimbulkan migrain.
Gambar 3.23 Bagan urutan terjadinya nyeri kepala saat terjadi gangguan
temporomandibular joint (migrain)
49
bervariasi, mulai dari lemah dan hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam.
Bunyi ini dapat terjadi di awal, pertengahan dan akhir gerak buka dan tutup mulut.
Umumnya bunyi tersebut hanya dapat didengar oleh penderita, namun pada
beberaoa kasus, bunyi tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat didengar oleh
orang lain.
Oulette adalah orang yang pertama kali mengkategrikan bunyi TMJ dengan
cara yang obyektif. Signifikasi diagnostik dari bunyi TMJ telah lama menjadi
persoalan yang kontroversial. Diakui adanya bunyi TMJ tetapi belum ada
klasifikasi bunyi TMJ yang dibuat. Pada kenyataannya, bunyi diinterpretasikan
bervariasi dari satu penulis dengan penulis lainnya sehingga dibutuhkan
penyelidikan lebih lanjut. Dia ingin merekan bunyi yang dikelompokka dari TMJ
dan membaginya ke dalam grup-grup dalam pemeriksaan.
Setiap rekaman dianalisis pada kisaran frekuensi 40 Hz hingga 4 kHz. Hal
ini menghasilkan baik bunyi amplitudo total maupun frekuensi utama yang
menghasilkan bunyi. Bunyi yang dianalisis yang drekam dan mengkategorikan
orang yang berpartisipasi menurut kategori bunyinya. Kategori awal dari bunyi
TMJ.
Grup 1. Bunyi rekaman rendah dengan komponen yang sama baik pada
tahap membuka maupun menutup, bersamaan dengan bunyi yang dibuat oleh
gigi-gigi yang berkontak sebagai puncak tunggal atau ledakan frekuensi.
Grup 2. Kombinasi dan frekuensi rendah dan tinggi. Kebanyakan kisaran
frekuensi adalah pada 2kHz hingga 4,5 kHz.
Grup 3. Karakteristik staccato ( jenis musik yang terputus-putus tetapi jelas)
atau irregular, tiba-tiba, ledakan staccato dari energi bunyi/suara pada kisaran
frekuensi tinggi dan tendah (Amplitudo rendah yang dikatakan berhubungan
dengan bunyi klik menggerisik).
Grup 4. Sedikit atau tidak ada bunyi yang direkam, kecuali karakteristik
kontak gigi-gigi terpaku/terkunci. (Kebanyakan partisipan di dalam grup ini
memiliki perawakan yang kecil dan memiliki otot yang lunak/lembut atau lemah).
Mungkin klasifikasi yang paling signifikan dari bunyi TMJ adalah yang
dilakukan oleh David Watt, 1980. Dia menemukan klasifikasi bunyi TMJ yang
50
memperhitungkan sifat dari bunyi, (klik atau gemerisik), kualitasnya (keras atau
lunak), tergantung dari posisi relatif terhadap gerakan mandibula
(dekat/sedang/jauh), dan apakah bunyi terjadi ketika rahang membuka atau
menutup.
Klasifikasi bunyi TMJ tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Klik Halus : bunyi ini dihasilkan dari pembukaan pada lebar-
sedang (lebih besar 1 cm) sering disebut sebagai popping click (bunyi
letusan klik) oleh orang yang mengalaminya, dan seringkali juga
didengar oleh individu yang tidak menderita kelainan TMJ tetapi karena
inkoordinasi otot (otot yang tidak terkoordinasi). Bunyi-bunyi ini
biasanya berupa ledakan pendek pada frekuensi rendah dan amplitudo
rendah.
2. Gemerisik Halus : disini bunyi dihasilkan dari posisi pembukaan
mulut yang lebar (lebih dari 2 cm) bunyi seperti ruas tulang saling
bergeser satu sama lain. Bunyi ini ditemukan dominan pada wanita muda
pada saat munculnya molar ketiga. Bunyi yang dihasilakan pada
frekuensi rendah dan amplitudo rendah. Seringkali bunyi ini datang dan
pergi, dan bahkan pada posisi yang berbeda dari siklus membuka
menutup.
3. Klik Keras : bunyi TMJ ini yang terjadi pada bagian dekat tengah
pada siklus membuka (sekitar 1 cm hingga 2 cm) dappat dijelaskan
sebagai klik retakan atau bergeretak. Munculnya bunyi tersebut
menunjukkan adanya kelainan spesifik pada pada permukaan sendi.
Bunyi yang terdeteksi adalah tajam dan mengandung sejumlah puncak
amplitudo tinggi, yang berarti bahwa permukaan TMJ mengalami abrasi.
4. Gemerisik Keras : dihasilkan pada pembukaan dekat (kurang dari 1
cm) bagian/penampang penutupan dari siklus bunyi ini menyerupai
seperti melangkah di atas kerikil. Timbulnya bunyi ini menunjukkan
dengan kuat adanya perubahan arthritis pada TMJ. Klasifikasi
selanjutnya digunakan untuk tahap berikutnya dengan mengkategorikan
51
bunyi menurut posisi mandibula terhadap rahang atas. Tiga posisi rahang
terhadap terjadinya bunyi TMJ.
Klasifikasi meenurut Posisi Mandibula
1. Klik Dekat : bunyi yang terjadi pada posisi kurang 1 cm kadang
merupakan akibat arthritis. Klik ini biasanya lebih menimbulkan
masalah terhadap orangnya dibandingkan dengan klik lebar yang mana
keadaan ini sering merupakan tanda dari kerusakan pada permukaan
artikular seperti perubahan arthritis.
2. Klik Menengah : bunyi dengan amplitudo lembut atau rendah yang
dihaslkan antara 1 cm dan 2 cm seringkali disebabkan oleh pemisahan
pada permukaan sendi atau dengan pemisahan ligamen
temporomandibular di atas kutub lateral pada kondilus.
3. Klik Lebar : klik halus/lembut yang berada pada pembukaan
rahang maksimum yang mungkin tanpa symptom. Meskipun demikian
yang terjadi sebelum maksimum, lebih besar dari 2 cm, dapat merupakan
akibat pada kondilus yang dijalarkan ke band anterior pada meniskus.
Orang yang mengalami hal ini sering menderita dislokasi parsial pada
rahang ketika siklus pembukaan. Bunyi yang dihasilkan biasanya hanya
dapat didengarkan oleh orang yang mengalami masalah ini.
52
temporomandibula. Sedangkan kliking ganda adalah bunyi kliking kedua saat
menutup mulut setelah kliking tunggal terdengar pada waktu membuka mulut.
Bunyi ini terdengar saat kondilus bergerak dari zona intermediat diskus ke
posterior border.
Mekanisme kliking terjadi jika pada gerakan diskus tidak sinkron dengan
gerakan kondil. Perpindahan diskus timbul dari beberapa keadaan, salah satunya
adalah trauma terhadap sendi sehingga ligamen-ligamen yang bekerja berlawanan
degan otot pterygoideus lateralis mengalami ketegangan atau robek. Pada keadaan
ini, kontraksi otot menggerakkan diskus maju ketika kondil bergerak maju
sewaktu membuka mulut tetapi ligamen tidak dapat mempertahankan diskus, di
posisinya yang tepat saat rahang ditutup, sehingga terjadi kliking saat membuka
dan menutup mulut. Kliking dapat terjadi karena ketidakteraturan permukaan
sendi misalnya karena osteoarthritis. Bunyi kliking ada kaitannya dengan
perubahan posisi kondil dalam fossa mandibularis. Beberapa penelitian tomografi
menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kliking mempunyai letak kondil
yang retroposisi. Menurut Hasson (1986), seiring dengan meningkatnya usia,
kliking akan lebih sering ditemukan. Disamping itu, bertambahnya usia juga
mempunyai hubungan dengan bertambahnya pencabutan gigi. Perubahan pada
waktu dan kekerasan kliking disertai rasa sakit dapat menindikasikan
adanyafaktor etiologi dan progresif dari gangguan sendi temporomandibular.
53
3.11.1 Klasifikasi dan Etiologi
Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui
mekanisme traumatik atau nontraumatik. Jenis dislokasi dibedakan
berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa articularis tulang temporal,
antara lain:
1. Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi
anterior terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi
anterior biasanya terjadi akibat interupsi pada sekuens normal
kontraksi otot saat mulut tertutup setelah membuka dengan
ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat
mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi,
mengakibatkan condylus mandibularis tertarik ke anterior ke
tonjolan tulang dan keluar dari fossa temporalis. Spasme
muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid menyebabkan
trismus dan menahan condylus tidak dapat kembali ke fossa
temporalis. Dislokasi jenis ini dapat unilateral atau bilateral.
Dislokasi tersebut dibedakan menjadi akut, kronik rekuren, atau
kronik.
2. Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik,
namun biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut yang
berlebihan seperti menguap, anestesi umum, ekstraksi gigi,
muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat terjadi setelah
prosedur endoskopik.
3. Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang
sama pada pasien dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis
yang dangkal (kongenital), kehilangan kapsul sendi akibat
riwayat disloasi sebelumnya, atau sindrom hipermobilitas.
4. Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak
ditangani sehingga condylus tetap berada dalam posisinya yang
salah dalam waktu lama. Biasanya dibutuhkan reduksi terbuka.
54
5. Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat trauma fisik
langsung pada dagu. Condylus mandibularis tertekan ke posterior
ke arah mastoid. Jejas pada meatus acusticus externum akibat
condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe ini.
6. Dislokasi superior terjadi akibat trauma fisik langsung pada
mulut yang sedang berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula
pada posisi ini menjadi predisposisi pergeseran condylus ke arah
superior dan dapat mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis,
kontusio serebri, atau gangguan pendengaran. Dislokasi lateral
biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus bergeser ke
arah lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada
permukaan temporal kepala.
3.11.2 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan karena faktor fisik yang memaksa
sendi untuk bergerak lebih dari jangkauan normalnya, yang menyebabkan
kegagalan tekanan, baik pada komponen tulang sendi, ligamen dan kapsula
fibrous, atau pada tulang maupun jaringan lunak. Struktur-struktur tersebut
lebih mudah terkena bila yang mengontrol sendi tersebut kurang kuat.
Penyebab terjadinya dislokasi temporomandibular joint adalah karena:
1. Trauma
Jika disertai fraktur, keadaan ini disebut fraktur dislokasi.
2. Kongenital
Sebagian anak dilahirkan dengan dislokasi, misalnya dislokasi pangkal
paha. Pada keadaan ini anak dilahirkan dengan dislokasi sendi pangkal
paha secara klinik tungkai yang satu lebih pendek dibanding tungkai
yang lainnya dan pantat bagian kiri serta kanan tidak simetris. Dislokasi
congenital ini dapat bilateral (dua sisi). Adanya kecurigaan yang paling
kecil pun terhadap kelainan congenital ini mengeluarkan pemeriksaan
klinik yang cermat dan sianak diperiksa dengan sinar X, karena tindakan
dini memberikan hasil yang sangat baik. Tindakan dengan reposisi dan
55
pemasangan bidai selama beberapa bulan, jika kelainan ini tidak
ditemukan secara dini, tindakannya akan jauh sulit dan diperlukan
pembedahan.
3. Patologis >> Akibatnya destruksi tulang, misalnya tuberkolosis
tulang belakang.
56
BAB IV
KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat kami tarik kesimpulan bahwa sistem
mastikasi (sistem pengunyahan) makanan sangat berperan penting dalam sistem
tubuh manusia. Sistem mastikasi ini dilengkapi dengan tulang, sendi, otot, saraf,
dan pembuluh darah baik pada sistem pengunyahannya maupun pada wajah.
Adapun dari proses ini adalah proses mengunyah dan proses menelan.
Salah satu tulang dan sendi pada sistem mastikasi adalah TMJ (Temporo
Mandibula Joint). Jika TMJ ini bekerja tidak normal saat proses mastikasi, maka
dapat menimbulkan berbagai macam gangguan (patologi).
57
DAFTAR PUSTAKA
Faiz, Omar & David Moffat. 2004. At a Glance Anatomi. Jakarta : Erlangga.
Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa :
Purwanto, Boesoeseno. Jakarta : EGC
Prof. Dr. drg. HaryoMustiko Dipoyono, Ms., Sp.Pros (K). 2008. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar FKG UGM “Gangguan Nyeri Bunyi
Clicking Pada Sendi Temporomandibula”. Yogyakarta
Wim de Jong, Syamsuhidajat, R. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi dua. EGC :
Jakarta
58