Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT KLIEN DENGAN


GANGGUAN JIWA NEUROTIK : CEMAS
DI POLIKLINIK JIWA RSJ Dr. AMINO GONDOHUTOMO
PROVINSI JAWA TENGAH

Disusun Oleh:

Ana N. Poceratu | Deni Widayanti

Ermi Taihuttu | Evita Galuh

Fatmah Dewi S | Finna Nayu D. Naihonam

Frian Apituley | Gemala Tania

Gito Hardani Tanaem

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN

GANGGUAN JIWA NEUROTIK: CEMAS

Pokok bahasan : Gangguan Jiwa Neurotik: Cemas


Sub pokok bahasan : Peran Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan Gangguan Jiwa
Neurotik: Cemas
Penyuluh : Profesi Ners Angkatan XIX Stikes Karya Husada 2019
Hari / tanggal : Rabu, 18 Desember 2019
Waktu : 08.00 – 09.00 WIB
Tempat : Poliklinik Jiwa Dewasa RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Sasaran : Klien & Keluarga Klien

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah dilaksanakan pendidikan kesehatan tentang peran keluarga dalam merawat
klien dengan gangguan jiwa neurotic: cemas, keluarga klien yang berkunjung di
Poliklinik Jiwa Dewasa RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
mampu memahami perannya dalam merawat klien dengan gangguan jiwa neuurotik:
cemas.

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


1. Klien dan keluarga klien memahami tentang gangguan jiwa neurotic: cemas.
2. Klien dan keluarga klien mengetahui tentang etiologi gangguan jiwa neurotic:
cemas.
3. Klien dan keluarga klien mengetahui tentang prevalensi dan presipitasi gangguan
jiwa neurotic: ansites.
4. Klien dan keluarga klien mengetahui tentang macam-macam gangguan jiwa
neurotic: cemas.
5. Klien dan keluarga klien mengetahui tentang peran keluarga dalam merawat klien
dengan gangguan jiwa neurotic: cemas.
C. STRATEGI
1. Ceramah.
2. Tanya jawab.

D. MEDIA
1. Leaflet
2. Powerpoint

E. KEGIATAN
 Moderator : Ana N. Poceratu
 Penyaji : Deni Widayanti
 Notulen : Evita Galuh
 Fasilitator :
Fatmah Dewi Setyaningrum
Ermi Taihuttu
Finna N. D. Naihonam
Frian Aputiley
Gemala Tania
Gito Hardani Tanaem

No Acara Waktu Kegiatan Penyuluhan Evaluasi

Pembukaan 5 menit  Mengucap salam Menjawab salam,


1.
 Memperkenalkan diri mendengarkan

Isi 10 menit  Menjelaskan tentang Mendengarkan


gangguan jiwa neurotic. dan
 Menjelaskan tentang memperhatikan
etiologi gangguan jiwa
neurotic.
 Menjelaskan tentang
2. prevalensi dan presipitasi
gangguan jiwa neurotic.
 Menjelaskan tentang
macam-macam gangguan
jiwa neurotic.
 Menjelaskan tentang peran
keluarga.
3. Diskusi 10 menit Tanya jawab Peserta bertanya

Penutup 5 menit  Menyimpulkan hasil Menjawab salam


penyuluhan.
4.
 Memberi saran-saran.
 Memberi salam.

F. MATERI

1. PENGERTIAN
Neurotic adalah suatu kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena
tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak sadar. Kecemasan yang timbul
dirasakan secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme pembelaan
psikologik dan muncullah gejala-gejala subjektif lain mengganggu.
Neurosis adalah suatu gangguan mental dimana individu tidakmampu
menghadapi kecemasan dan konflik dan mengalami gejala yang dirasakan
mengganggunya.
Penderita neurotic jadi sakit karena merasa tertekan dari luar dan dari dalam
serta memperlihatkan gejala-gejala yang melumpuhkan meskipun tidak begitu
berat dengan gangguan-gangguan mental yang lain. Disini neuroris dapat
didefinisikan sebagai gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh tegangan
emosi sebagai akibat dari frustasi,konflik, represi atau perasaan tak aman.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa neurotic adalah
gangguan mental ringan yang tidak memiliki dasar organic, dimana individu tidak
mampu menghadapi kecemasan dan konflik yang dialaminya secara langsung
ataudiubah oleh berbagai mekanisme pembelaan psikologik. Seseorang menjadi
neurotic karena merasa tertekan dari luar dan dari dalam, hal ini disebabkan oleh
tegangan emosi akibatkonflik frustasi ataupun perasaan tak aman.

2. ETIOLOGI, PREVALENSI, DAN PRESIFITASI


a. Sebab – sebab timbulnya gangguan neurotik adalah :
1. Tekanan social dan tekanan kultural yang sangat kuat sehingga
menyebabkan ketakutan yang disertai dengan kecemasan dengan
ketegangangan – ketegangan dalam batin sendiri yang kronis berat
sifatnya. Sehingga orang yang bersangkutan mengalami mental
breakdown.
2. Individu mengalami banyak frustasi, konflik – konflik emosional dan
konflik internal yang serius, yang sudah dimulai sejak kanak – kanak.
3. Individu sering tidak rasional sebab sering memakai defence mechanism
yang negatif dan lemahnya pertahanan diri secara fisik dan mental.
4. Pribadi sangat labil, tidak imbang dan kemauannya sangat lemah sosial
dan tekanan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab neurotik
bisa berasal dari individu itu sendiri, seperti keterbatasan individu dalam
menghadapi masalahnya, gagalnya individu untuk memecahkan persoalan
yang di hadapi. Penyebab lainnya berasal dari luar individu, seperti ada
tekanan – tekanan sosial dan kultural yang sangat kuat, adanya pengaruh
lingkungan yang buruk. S emua itu bisa menyebabkan ketakutan yang disertai
dengan kecemasan, ketegangan batin, frustasi, konflik – konflik emosional,
individu menggunakan mekanisme pertahanan diri yang negatif, yang bisa
mengakibatkan gangguan mental. Gangguan mental itu adalah perilaku
individu yang neurotik.

b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor
presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau
tekanan hidup. faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan
sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi terjadinya
stres, berapa lama terpapar dan berapa frekuensi terjadinya stres. Adapun
faktor presipitasi yang sering terjadi adalah sebagai begitu.
1. Kejadian yang menekan (Stresfull)
Ada tiga cara mengategorikan kejadian yang menekan kejadian, yaitu
aktifitas sosial, lingkungan sosial, dan keinginan sosial. Aktifitas sosial
meliputi keluarga, pekerjaaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan,
aspek legal, dan krisis komunitas. Lingkungan sosial adalah kejadian yang
dijelaskan sebagai jalan masuk dan jalan keluar. Jalan masuk adalah
seseorang yang baru memasuki lingkungan sosial. Keinginan sosial adalah
keinginan secara umum seperti pernikahan.
2. Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena kondisi kronis yang meliputi ketegangan
keluarga yang terus menerus, ketidakpuasan kerja, dan kesendirian.
Beberapa ketegangan hidup yang umum terjadi adalah perselisihan yang
dihubungkan dengan hubungan perkawinan, perubahan orang tua yang
dihubungkan dengan remaja dan anak – anak, ketegangan yang
dihubungkan dengan ekonomi keluarga, serta overload yang dihubungkan
dengan peran.

c. Prevalensi
Data profil kesehatan Indonesia tahun 2013, menunjukan bahwa 1000
penduduk terdapat 185 penduduk mengalami gangguan jiwa. Mayoritas
penderita tersebut termasuk kategori gangguan jiwa neorotik yaitu sebesar
59,5% dan sisanya termasuk depresi yaitu 40,5%.

3. KLASIFIKASI (MACAM – MACAM)


1. Gangguan Anxietas Fobik
Anxietas dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas (dari luar
individu itu sendiri) yang sebenarnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan. Kondisi lain seperti takut akan adanya penyakit (nosofobia)
dan ketakutan akan perubahan bentuk badan (dismorfofobia) yang tak realistic
dimasukan dalam klasifikasi gangguan hipokondrik. Sebagai akibatnya, objek
atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam. Secara
subjektif, fisiologik dan tampilan perilaku, anxietas fobik tidak berbeda dari
anxietas yang lain dan dapat dalam bentuk yang ringan sampai yang berat
(serangan panic).

2. Gangguan panik
Gangguan panic baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak
ditemukan adanya gangguan anxietas fobik. Untuk diagnosis pasti, harus
ditemukan adanya beberapa kali serangan anxietas berat dalam masa kira-kira
satu bulan;
 pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada
bahaya
 tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga
sebelumnya
 dengan keadaan yang relative bebas dari gejala-gejala anxietas pada
periode diantara serangan-serangan panic.

3. Gangguan cemas menyeluruh


Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hamper setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus
tertentu saja. Adapun beberapa gejala-gejala, yaitu;
 Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti diujung tanduk,
sulit konsentrasi).
 Ketegangan motoric (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai).
 Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak nafas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk


ditenangkan serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol. Ada
beberapa gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari)
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif, gangguan anxietas fobik, gangguan panic, atau gangguan obsesif-
kompulsif.

4. Gangguan campuran cemas dan depresi


Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, dimana masing-masing
tidak menunjukan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan
diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala otonomik harus
ditemukan walaupun yidak terus menerus, disamping rasa cemas atau
kekhawatiran berlebihan.
5. Gangguan obsesif kompulsif
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan
kompulsif atau kedua-duanya,harus ada hamper setiap hari selama sedikitnya
dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan atau
mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal
berikut;
 Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
 Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.
 Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal
yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari
ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti
yang dimaksud diatas).
 Gagasan, bayangan pikiran atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan.

Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan
depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukan
gejala depresif dan sebaliknya penderita gangguan depresif berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Gejala
obsesif “sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, Syndrome
Tourette atau gangguan mental organic harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut.

Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan: kebesihan (khususnya


mencuci tangan), memeriksa berulang untuk memastikan bahwa suatu situasi
yang dianggap berpotensi bahya tidak terjadi atau masalah kerapihan dan
keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang
mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya
tersebut menyita banyak waktu hingga beberapa jam dalam sehari dan kadang-
kadang berkaitan dengan ketidak mampuan mengambil keputusan dan
kelambanan.
6. Gangguan penyesuaian
Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara;
 Bentuk, isi dan berat gejalanya
 Riwayat sebelumnya dan corak kepribadian
 Kejadian, situasi yang “stressfull” atau krisis kehidupan

Adaya factor ketiga diatas harus jelas dan bukti yang kuat bahwa
gangguan tersebut tidak akan terjadi seandainya tidak mengalami hal
tersebut. Onset biasanya terjadi dalam 1bulan setelah terjsdinya kejadian
yang stressfull dan gejala-gejala biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan,
kecuali dalam hal reaksi depresif berkepanjangan.

7. Gangguan somatoform
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisikyang
berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun
sudah berkali-kali terbukti hasilnya negative dan juga sudah dijelaskan oleh
dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya.
Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan
kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan
yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan
depresi. Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien maka akan
menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak.

4. PERAN KELUARGA
Berdasarkan jurnal “Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat
Ansietas Saat Menghadapi Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa”
menunjukkan keluarga dengan klien gangguan jiwa yang merupakan tipe keluarga
inti sebagian besar mengalami ansietas sedang saat menghadapi kekambuhan
pasien gangguan jiwa yaitu sebanyak 5 (45,5%) responden, sedangkan keluarga
dengan tipe keluarga besar sebagian besar mengalami ansietas sedang saat
menghadapi kekambuhan pasien gangguan jiwa yaitu sebanyak 14 (48,3%)
responden.
Tipe keluarga merujuk tentang ukuran sebuah keluarga. Teori menurut
Friedman menyebutkan bahwa tipe keluarga berdampak pada banyaknya pola
dukungan keluarga. Sebuah keluarga besar dengan klien gangguan jiwa, akan
mendapatkan dukungan yang banyak oleh anggota keluarga yang lain saat
perawatan kekambuhan klien gangguan jiwa, dibandingkan dengan keluarga kecil.
Penelitian yang dilakukan oleh Mubarak juga menghasilkan bahwa keluarga
dengan tipe keluarga besar dapat melakukan perawatan pada anggota keluarga
yang sakit dengan baik dikarenakan kemudahan dalam memberikan bantuan
antara anggota keluarga yang lain.
Intensitas pola dukungan yang diberikan tentunya akan mempengaruhi tingkat
ansietas saat menghadapi kekambuhan klien gangguan jiwa. Keluarga dengan tipe
keluarga besar tingkat ansietasnya ringan saat klien mengalami kekambuhan
keluarga karena dapat meminta bantuan dari anggota keluarga yang lain untuk
memenuhi kebutuhan klien gangguan jiwa. Sebaliknya keluarga yang berada pada
keluarga inti tidak mendapatkan bantuan dari anggota keluarga lain, sehingga
ansietasnya tinggi saat menghadapi kekambuhan klien gangguan jiwa
G. EVALUASI

 STRUKTUR
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

 PROSES
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................

 HASIL
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

Maslim, R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas Dari PPDGJ 3. Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya: Jakarta.

Putra, D., PH, L., & Susanti, Y. 2018. Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Tingkat

Ansietas Saat Menghadapi Kekambuhan Pasien Gangguan Jiwa. Vol 02 No 01 Hal: 46-57.

ISSN 2549-2748 (Online).

Anda mungkin juga menyukai