Anda di halaman 1dari 3

Adriansyah kusuma wardani (195030002)

Juliana fajar firdaus (195030025)

“Menjadi Tua di Hari yang senja”

Sebuah sajian puisi teatrikal sekaligus tribute untuk para sastrawan Indonesia pada periode 1900-
1933.

Monolog adriansyah (195030002)

MENGELUH I

(Rustam effendi)

Bukanlah beta berpijak bunga,


Melalui hidup menuju makam
Setiap saat disimbur sukar,
Bermandi darah dicucurkan dendam.
Menangis mata melihat makhluk,
Berharta bukan berhak pun bukan
Inilah nasib negeri ‘nanda,
Memerah madu menguruskan badan.
Ba’mana beta bersuka cita,
Ratapan ra’yat riuhan gaduh,
Membobos masuk menyatu kalbuku.
Ba’mana boleh berkata beta,
Suara sebat sedanan rusuh,
Menghimpit madah, gubahan cintaku.

MENGELUH II

Bilakah bumi bertabur bunga,


Disebarkan tangan yang tiada terikat,
Dipetik jari, yang lemah lembut,
Ditandai sayap kemerdekaan ra’yat?
Bilakah lawang bersinar Bebas,
Ditinggalkan dera yang tiada berkata?
Bilakah susah yang beta benam,
Dihembus angin, kemerdekaan kita?
Di sanalah baru bermohon beta,
Supaya badanku berkubur bunga,
Bunga bingkisan, suara sa’irku.
Di situlah bersuka beta,
Pabila badanku bercerai nyawa,
Sebab menjemput Manikam bangsaku.

Mengeluh dari rustam effendi dibaca oleh adriansyah kusuma wardani (195030002)
Monolog juliana fajar firdaus (195030025)

KEPADA YANG BERGURAU

(Rustam effendi)

O Engkau cucu Adam


Yang bermain di taman bunga, berteduh di bawah bahgia.
Alangkah senang sentosamu,
Menyedapi buah yang lezat, bertangkai di Pohon Asmara
O Engkau Ratna alam,
Yang bertilam kesuma nyawa, disimbur Asmara juwita,
Soraikan gelak suaramu,
Dipeluki tangan yang lembut, dicium, di riba Permata.
O Engkau makhluk Tuhan,
Sepatah madah tolong dengarkan, tolong pikirkan,
Sekalipun tuan dalam bergurau.
Jauh bersunyi tolan
Seorang beta dalam berduka, tiap ketika,
Merindukan tanah dapat merdeka.
Dibaca oleh juliana fajar firdaus (195030025)

Monolog juliana fajar firdaus (195030025)

Bahasa, bangsa

(Mohammad yamin)

Selagi kecil berusia muda


Tidur si anak di pangkuan bunda,
Ibu bernyanyi, lagu dan dendang
Memuji si anak banyaknya sedang;

Berbuai sayang malam dan siang


Buaian tergantung di tanah moyang.
Terlahir di bangsa, berbahasa sendiri
Diapit keluarga kanan dan kiri.

Besar budiman di tanah Melayu


Berduka suka, sertakan sayu;
Perasaan serikat menjadi berpadu,
Dalam bahhasanya, permai merdu.

Meratap menangis bersuka raya


Dalam bahagia bala dan baya;
Bernapas kita pemanjangkan nyawa,
Dalam bahasa sambungan jiwa,
Di mana Sumatera, di situ bangsa,
Di mana Perca, di sana bahasa.

Andalasku sayang, jana-bejana,


Sejakkan kecil muda teruna,
Sampai mati berkalang tanah
Lupa ke bahasa, tiadakan pernah,
Ingat pemuda, Sumatera malang
Tiada bahasa, bangsa pun hilang

Dibaca oleh juliana fajar firdaus (195030025)

Anda mungkin juga menyukai