Hermeneutika
Hermeneutika
Adapun proses Hermeutika itu (menhayati dari dalam jalan pikiran orang
lain), tidak hanya berguna untuk menafsirkan teks-teks atau maksud seseorang
lawan bicara. Bermakna sekali menghayati dalam jalan pikiran orang lain. kalau
ingin mengerti kenapa ia harus berbuat begini dan begitu. Sebuah contoh
sederhana dapat menerangkan hal itu. Bayangkan sekelompok pramuka berkemah
di pegunungan. Kita mengamati bagaimana sore hari para pramuka itu keluar dari
tenda-tenda mencari kayu bakar. Tidak sukarlah menerangkan perbuatan para
pramuka itu lewat jalan menghayati dari dalam jalan pikiran kita. Dapat
disimpulakan menurut tiga pertanyaan:
Berbagai unsur dalam tiga pernuataan ini dapat dikaitkan sebagai berikut:
1) A --- B
2) C --- D
3) B --- C
Jelas bahwa (3) merupakan langkah utama dalam penalaran ini, karena
lewat (3) diadakan kaitan antara fakta (A,B,C,D) yang disebutkan dalam (1) dan
(2) dan yang lepas yang satu dari yang lain. secara khusus diadakan hbungan
antara pengamatan kita (yakni melihat A dan D). Karema kaitan itu, kita dapat
mengatakan bahwa udara dingin merupakan sebab dari perbuatan pramuka itu.
Perbuatannya kini diterangkan. Dalam rekonstruksi ini ada dua hal yang menyita
perhatian. Pertama dalam penalaran ini kita meninggalkan apa yang obyektif
“dari luar” dapat dinikmati. Kita hanya melihat A dan D, bukan B dan C. Kedua
kita melihat bahwa kaitanyang diadakan antara (1) dan (2) berdasarkan (3) yakni
kita naik bandung pada pengalaman kita sendiri. Kita pernah merasakan sendiri
udara dingin dan pegunungan yang menyebabkan kita duduk dekat pada api atau
perapian.
Singkatnya sama seperti dalam debat dengan lawan bicara kita atau
dengan seorang pengarang pada masa silam kita naik banding pada pengalaman.
Kita sendiri agar kita masuk dalam kulit orang lain, disini untuk menerangkan
mengapa seseorang melakukan sejumlah perbuatan. Karena seseorang peneliti
sejarah kurang beruntung tentang perbuatan pelaku-pelaku dalam sejarah
misalnya (Sulatan Agung atau Diponegoro) atau sekelompok orag misalnya
(Pemberontakan rakyat di Banten pada akhir abad yang lalu) maka masuk akal
bahwa bentuk Hermeneutika ini ada pentingnya bagi gerakan sejarah. Maka dari
itu istilah Hermeneutika dapat dipergunakandalam dua arti:
Penafsiran tentang masa silam (1) Bahan Sejarah (2) Masa silam sendiri(3)
Penafsiran teks terpusat pada jalan dari (2) ke (1), sedangkan penjelasan
Hermeutika menempuh jalan (2) ke (3). Maka istilah, bahwa titik perbandingan
bagi CLM bukan penafsiran teks, melainkan penjelasan Hermeneutis. Smaa
seperti CLM, maka penjelasan Hermeneutis ingin memberi jawaban tehadap suatu
pernyataan mengapa membandingkan CLM dengan teori Hermeneutis mengenai
penafsiran teks tak ada gunanya.
Karya Dilthey yang bagi kita penting ialah buku yang ditulisnya pada
1911. De Aufbau Der Geschichtlichm Welt In Den Geisteswissenchaften (susunan
dunia sejarah menurut ilmu-ilmu sejarah) karna Dilthey sering mengulangi
pendapat-pendapatnya. Lagi pula menulis dengan gaya yang tidak jelas, maka
buku ini bukan bacaan waktu senggang. Seperti diatas telah kami singgung maka
sambil megikuti jejak Kant, Dilthey mempersoalkan sifat pengalaman kita
mengenai kenyataan historis, serta mengenai sifat pengetahuan kita mengenai
masa silam. Ide-ide Dilhey mengenai tiga konsep inti iyalah Erlebnis, Ausdruck,
dan Verestehn. Dalam uraian-uraian di bawah ketiga konsep tersebut akan
diterangkan ketika kita mengetahui pendapat Dilthey mengenai sifat pengalaman
historis kita, makapertama-tama kita perhatikan bagaimana menurut dilthey
pertama-tama kita mengalami dunia kita ini. seyiap engalaman baru demikian
Dilthey menurut isinya turut ditentukan oleh semua pengalaman yang pada
sampai saat itu telah kita miliki, sebaliknya pengalaman baru itu memiliki arti dan
penafsiran baru kepada pengalaman-pengalaman lama. Apa yang sedang kualami,
kilhat dalam cahaya masa silamku, cara kubayangkan masa silamku tergantung
pada pengalaman hidupku yang sekarang ku peroleh. Ada pengaruh timbal balik
terus menerus antara pengalaman baru dan lama. Justru proses timbal balik itu
adalah pengalaman dalam arti sejati oleh Dilthey. Disebut Erlobnis. Dalam
analisis Dilthey Erlobnisitu kita melihat pengaruh interpretasi teks yang
merupakan awal Hermeneutika. Mengenai penafsiran teks-teks Schleirmacher
mengatakan bahwa bagian-bagian hedaknyakita tempatkan dalam keseluruhan
teks, sedangkan keseluruhan teks hendaknya dimengerti dengan bertitik tolak
pada bagian-bagian. Dalam kegiatan denga Erlebnis, Dilthey sebetulnya
mengatakan hal yang sama. Di kemudian hari Dilthey akan menekankan lagi
kesejajaran antara penafsiran teks dan struktur Erlubnis kita. Pengaruh timbal
bailik itu kemudian oleh Dilthey disubsantikan, dijadikan probadi individu. Sifat
has seseorang pribadi kentara dari cara ia membuat keterkaitan antara pengalaman
lama dan baru menurut proses timbal balik itu. Singkatnya cara kita memberi
reaksi terhadap kenyataan merupakan ciri khas dalam kepribadian kita. Kesatuan
atau kebertautan dalam proses timbal balik itu, mewujudkan sifat dan struktur
pengalaman hidup kita, maka dari itu, tidak mengherankan dilthey sering
dinamakan seorang filsuf kehidupan, karena ia demikian erminat terhadap
pertanyaan bagaimana kita selaku manusia yang hidup mengalami kenyataan.
Tidak perlu dijelaskan bahwa proses Verstehem itu tidak dapat diterapkan
pada bidang ilmu eksakta. Seperti telah kamu katakan diatas maka tak masuk akal
bila kita ingin memasuki kulit bahan-bahan yang diteliti aleh ahli kimia atau ahli
ilmu alam. Maka dari itu Dilthey melawankanVerstehem yang berlakudalam
ilmu-ilmu budaya dalam Erklaren (menerangkan) tang berlaku dalam ilmu-ilmu
alam yang berdasarkan pola-pola hukum umum. Erklaren selalu terbatas pada
gejala-gejala yang secara lahiria dapat diamati. Sedangkan seorang peneliti
sejarah mampu menyelami batin kenyataan Historis. Bentuk pengetahuan yang
diperoleh lewat Verstehen lebih kengkap dari pada erklaren, atau dengan
mengunakan sebuah kiasan ilmu alam hanya dapat melihat bayangan-bayangan,
tetapi seorang peneliti sejarah dapat melihat baik bayangan maupun yang
menyebabkan bayangan itu.
Sambil mengikuti jalan fikir dilthey kita tebrntur suatu masalah. Verstehen
itu baru mungkin bila sebelumnya kita sudah tau sedikit mengenai dunia
pengalaman seseorang pelaku sejarah. Andaikata dunia pengalaman itu bagi kita
asing sama sekali bagaimana proses Verstehen itu dapat dijalankan. Selanjutnya
bila ide-ide Dilthey itu benar makapengetahuan awalpun baru mungkin lewat
proses Verstehn Hemeneulis. Kesukaran ini dijawab oleh Dilthey sebagai berikut:
Verstehn itu tidak terjadi secara mendadak. Pengertian kita mengenai dunia
pengaaman dan kehidupan seseorang tokoh historis merupakan suatu proses yang
berlangsung terus menerus yang mungkin diperdalam dan diperhalus. Ada gerak
timbal balik antara Erlebnisdengan dunia pengalaman yang disebut lingkaran
Hermeneutis. Dalam segala proses untuk mengetahui pengetahuan, juga dalam
ilmu Eksakta terdapat lingkaran Hermeutis itu.
Kita memasuki dunia Hermeutika Jerman dewasa ini dengan karya Hans
George Gadamer yang dilahirkan pada tahun 1900 di Heidelberg. Pada tahun
1960. Gardmer menerbitkan Waherheit und Methode (Kebenaran dan Metode)
salah satu karya filsafat yang paling monumental pada abad ini. buku ini yang
luarbiasa kaya yang aneka ragam isinya, tidak hanya suatu tahap dalam sejarah
Hermeutika. Baik dalam bidang sejarah filsafat, namun dalam lapangan filsafat
bahasa. Karya ini memaparkan pandangan-pandangan baru yang menakjubkan.
Karya Borty, Philosopy and the Mirror of Nature (1980) yang dianggap
Rvolusioner, sebetulnya banyak berhutang budi pada pandangan Gadamer dalam
bidang filsafah bahasa. Tetapi di bawah ini kita memusatkan diri pada
Hermeneustika sepeti dikembangkan oleh Gardmer dan yang lebih
memperhatikan penafsiran teks-teks dari pada penafsiran perbuatan manusia.
Maka dari itu konsep pengalaman harus di tinjau kembali. Dalam bidang
sains. Pengalaman atau empiris dapat didefinisikan sebagai pengalaman sebagai
data-data yang ada dalam kenyataan. Pengalaman itu lalu dituangkan dalam
bahasa. Kia memperoleh kesan seolah-olah ada tiga bidang yang paralel yakni
dunia, bahasa dan ditenga-tengah pengalaman dipandang sebagai cermin.
Sebaliknya pandangan Gradmer dapat diumpamakan dengan seutas tali yang
terjadi karena dunia, bahasa, dan peninggalan dipintal. Gradamer menolak untuk
memisahkan dunia dan bahasa. Maka dari itu bahasa, kenyataan, pengalaman
menyatu. Pengalaman tidak mencerminkan dunia dalam bidang paralel yang di
sebut bahasa melainkan terus-menerus terarah dan terhadap dunia dan bahasa.
Dalam pengalaman kita mengenal kenyataan sosial historis. Pengalaman tak
pernah merupakan suatu jepretan seperti dalam ilmu eksakta, melainkan suatu
proses mengenai waktu tertentu akibat penyatuan bahasa, kenyataan dan
pengalaman. Selama proses itu bagian-bagian yang relevan bagi pengalaman
ingatan, harapan, dan emosi kita diaktifkan menjadi pengaaman. Pengalaman kita
mengenai dunia sosio historis dapat diumpamakan dengan pengalaman
kepandaian seseorang ahli seni lukis. Bila ia berhadaoan dengan sebuah lukisan,
ia ingat akan lukisan-lukisan yang dibuat olehpelukis yang sama atau pelukis yang
sama sealiran. Ia melihat sifat-sifat atau pelukis-pelukis yang sealiran. Ia menilai
sifat-sifat estetis sebuah lukisan itu dan mempertimbangkan kesan yang dibuat
oleh lukisan itu dalam jiwanya. Proses ini jauh lebih dari pada kpengalaman kita
tentang kenyataan alam. Kalau pengalaman dimengerti demikian maka suatu
penelitian dari sudut teori pengetahuan terhadap pengetahuan. Seperti dianjurkan
oleh kant dan Dilthey, tidak mungkin. Maka dari itu Hermeneutika ala Dilthey
yang menitikberatkan ilmu pengetahuan harus ditolak. Teori pengetahuan dan
Hermeneutika serupa itu mengandaikan bahwa kenyataan dan pengalaman
mengenai kenyataan dapat dipisahkan dan ini ternyata tidak mungkin. Oleg karna
itu Gadamer mengusulkan untuk meneliti pendalaman Hermeneutis sendiri
sebagai salah satu unsur atau kategori dalam eksistensi manusia. Ontologi
Hemeneutis hendaknya menggantikan teori pengetahuan Hermeneutis. Kita juga
memusingkan diri dengan pertanyaan dari teori pengetahuan, bagaimana kita
dapat memperoleh pengetahuan mengenai masa depan, melainkan bagaimana
pengetahua dan pengalaman dari masa silam merupakan bagian dari eksistensi
manusia. Karna pengertian teori pengetahuan dan metode erat hubungannya.
Maka Gadamer juga menyangkal bahwa terdapat suatu metode Hermeneutis.
Sepeti dengan tepat dicatat oleh K.G. Faber, judul bukunya ditulis Gadamer lebih
baik berbunyi, kebenaran dan bukan metode.
Penolakan Gadamer terhadap teori pengetahuan fan metode agar memberi
tempat kepada ontologi mempunyai konsekuensi penting yang sebetulnya
merupakan konsep pokok yang mendasari Hermeneutika. Setiap analisisi yang
didukung oleh satu teori pengetahuan dan suatu metode tertentu yang meneliti
bagaimana pengetahuan pada umumnya diperoleh dan pengetahuan sejarah pada
khususnya,berdasarkan gagasan, bahwa pengetahuan dapat diperoleh oleh seorang
subyek yang tahu. Subyek ini pada prinsipnya dapat di ganti oleh seorang subyek
lain, asal ada suatu metode tertentu untuk meraih pengetahuan untuk diterima
siapa saja. Yang penting ialah metode dan subyeknya hanya penting, sejauh iya
menerapkan metode itu. Subyek yang tahu dijadikan ekor bagi metode. Subyek
yang tahu ditanggalkan dari segala sifat-sifatnya yang khas dan dijadkan semacam
mesin yang tidak berpribadi, guna memperoleh pengetahuan. Gadamer
menekankan bahwa ini tidak hanya berlaku bagi Certasianisme, empirisme, dan
positivisme, melainkan juga bagi penganut-penganut Hermeneutika. Pada abad
ke-18 bahkan bagi Dilthey pun yang filsafat kehidupannya demikian
memperhatiakan pengalaman hidup yang khas bagi setiap individu maka,
Verstehen dan Nacherleben merupakan suatu proses yang dalam keadaan ideal
berlangsung sama bagi semua peneliti sejarah. Jadi tidak memperhatikan
individualitas si peneliti.