Anda di halaman 1dari 11

Definisi Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi jaringan tubuh terhadap invasi mikroorganisme patogen, atau
terhadap trauma karena luka, terbakar, atau bahan kimia.

Inflamasi mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi, diantaranya
adalah:

1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk


meningkatkan performa magrofag
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Klasifikasi Inflamasi

Gambar 1.1 Inflamasi akut dan inflamasi kronis

1. Inflamasi akut
Inflamasi akut adalah respon segera terhadap stimulus yang berbahaya. Respon ini
relatif singkat, hanya berlangsung beberapa jam atau hari. Hal ini terjadi karena tujuan
utamanya adalah mengirim leukosit ke tempat jejas untuk membersihkan setiap
mikroba. Pengenalan segera terhadap masuknya agen jejas akan mempunyai dua
dampak penting, yaitu:
a. Berhimpunnya antibody disekitar agen jejas
b. Emigrasi leukosit dari pembuluh darah ke jaringan yang terkena.

Selain dampak penting tersebut, inflamasi akut juga memiliki dampak negatif
yaitu inflamasi akut pada jaringan yang terbatas dan tidak dapat meluas,
menghasilkan peningkatan tekanan jeringan yang dapat merusak fungsi secara
langsung atau dapat mempengaruhi peredaran darah dan menyebabkan cedera
iskemik.

Biasanya inflamasi akut ditandai dengan lima tanda utama, yaitu:


a. Rubor (Redness) adalah kemerahan yang terjadi karena pelebaran pembuluh
darah pada jaringan yang mengalami gangguan.
b. Kalor (Heat) adalah panas akibat bertambahnya pembuluh darah, sehingga
daerah tersebut memperoleh aliran darah lebih banyak.
c. Tumor (Swelling) adalah bengkak akibat edema yaitu cairan yang berlebihan
dalam jaringan interstitial atau rongga tubuh, dapat berupa eksudat atau
transudat.
d. Dolor (Pain) adalah rasa sakit akibat penekanan jaringan karena edema serta
adanya mediator kimia pada radang akut diantaranya bradikinin serta
prostaglandin.
e. Fungsio laesa (Loss Of Function) adalah terganggunya fungsi jaringan/organ.

Penyebab Inflamasi Akut


a. Infeksi (bakteri, virus, parasit) dan toksin mikroba
b. Trauma
c. Agen fisik dan kimia
d. Nekrosis jaringan
e. Benda asing (serpihan, kotoran, dan jahitan)
f. Reaksi imun (reaksi hipersensitivitas).

Beberapa aksi mediator-mediator yang berada di sekitar pembuluh darah kecil


juga menarik plasma dan leukosit dari dalam pembuluh darah untuk keluar menuju
agen tersebut berada. Leukosit yang sudah keluar tersebut diaktifkan aoleh agen
perusak dan secara lokal oleh produk mediatormediator untuk menghilangkan agen
tersebut dengan fagositosis. Efek samping dari aktivasi leukosit adalah rusaknya
beberapa jaringan normal tubuh.
Proses Terjadinya Inflamasi Akut
1. Perubahan vascular
Urutan peristiwa yang terjadi adalah sebagai berikut :
a. Mula-mula terjadi vasokonstriksi yaitu penyempitan pembuluh darah terutama
pembuluh darah kecil (arteriol).
b. Kemudian akan terjadi vasodilatasi yang dimulai dari pembuluh arteriol yang
tadinya menyempit lalu diikuti oleh bagian lain pembuluh darah itu. Akibat
dilatesi itu,maka aliran darah akan bertambah sehingga pembuluh darah itu
penuh berisi darah dan tekanan hidrostatiknya meningkat, yang selanjutnya
dapat menyebabkan keluarnya cairan plasma dari pembuluh darah itu.
c. Aliran darah menjadi lambat. Karena permeabilitas kapiler juga bertambah,
maka cairan darah dan protein akan keluar dari pembuluh darah dan
mengakibatkan darah menjadi kental.
d. Marginasi leukosit.

Berdasarkan perbedaan intensitas jejas, maka reaksi yang terjadi dapat


dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Reaksi yang terjadi segera dan hanya berlangsung sebentar, akibat jejas ringan
dan hanya mengenai pembuluh kapiler.
2. Reaksi segera dan menetap, akibat jejas keras dan mengenai semua pembuluh
darah.
3. Reaksi lambat dan menetap, akibat jejas ringan tetapi terus-menerus.

2. Reaksi selular
Pada fase awal yaitu 24 jam pertama, sel yang paling banyak bereaksi ialah sel
neutrofil atau leukosit PMN. Setelah fase awal yang bisa berlangsung selama 48
jam, mulailah sel makrofag dan sel yang berperan dalam system kekebalan tubuh
seperti limfosit dan sel plasma beraksi. Urutan kejadian yang dialami oleh leukosit
adalah sebagai berikut:
a. Penepian, leukosit bergerak ketepi pembuluh(margination)
b. Pelekatan, leukosit melekat pada dinding pembuluh darah(sticking).
c. Diapedesis, leukosit keluar dari pembuluh darah (emigrasi)
d. Fagositosis, leukosit menelan bakteri dan debris jaringan.
Sel-sel yang terlibat pada Inflamasi akut
Neutrofil polimorfisme dalam lesi inflamasi adalah fagositik aktif. Emigrasi
monosit tidak seaktif saat pertama, tetapi mereka cepat berubah menjadi lebih besar,
makrofag yang lebih aktif.
Polimorf dan makrofag memainkan peran vital dalam infeksi mikroba.
Kebanyakan infeksi bakterial, bakteri-bakteri tersebut dieliminas dengan cepat oleh
fagositosis dan mekanisme proteksi.

Neutrofil polimorf bergerak aktif, kaya akan enzim lisosom, dan merespon pada
relatif sitmulis kemotaktk pada reaksi inflamasi. Mereka kaya akan glikogen, dan
sistem enzim sistem enzim yang memberikan energi untuk motilitasnya dan
fagositosis oleh glikolisis. Pada kondisi rendah oksigen, poliform ini memnggunakan
eksudat inflamasi untuk melakukan fungsinya.

Monosit, motilitas dan fagositiknya kurang aktif dibanding polimorf. Setelah


keluar ke lesi inflamasi, monosit ini akan berubah menjadi makrofag dan melibatkan
pada kenaikan enzim lisosom, aktifitas metabolik, motilitas, dan fagositik dan
kapasitas mikrobisidal. Seperti polimorf, mereka memiliki sistem enzim yang
menyuplai energi untuk peningkatan aktifitas oleh glikolisis anaerob, tetapi
perbedaannya hanya memiliki penyimpanan glikogen yang kecil dan harus
menggunakan glikogen yang dihasilkan oleh polimof atau glukosa yang berada pada
eksudat untuk dijadikan sebagai sumber energi. Makrofag dapat menelan dan
menghancuran debris inflamasi dan dapat membungkus dan membentuk squester
pada material seperti benda asing dan mikroorganisme dalam waktu yang lama yang
kemudian dapat mensintesis membran plasma, enzim lisosom, dan lisosom.

Stadium Inflamasi akut


1. Respon neurologis : Melibatkan sistem saraf simpatis yang
menyebabkan pembuluh darah berkontriksi.
2. Respon Vaskuler terbagi menjadi tiga, yaitu: Vasodilatasi, edema dan
pain.
3. Respon seluler:
a. Marginasi dan pavementing leukosit
b. Emigrasi: rolling, aktivasi, adesi dan transmigrasi
Gambar 1.2 Emigrasi leukosit

c. Kemotaksis: proses pengikatan kemotaktik agen dengan


permukaan leukosit yang spesifik, karena peningkatan kalsium
sitosolik dan aktivasi GTP ase.
d. Fagositosis

G
ambar 1.3 Fagositosis
4. Inflamatori eksudasi yang terbagi menjadi serous dan fibrous
5. Resolusi
a. Totally healed
b. Terbentuk jaringan parut dan pus mengalami inflamasi kronis.

2. Inflamasi Kronis
Inflamasi kronis adalah respon terhadap stimulus yang tidak terlalu kuat tetapi
lebih persisten , berlangsung lama yang ditandai oleh pembentukan jaringan ikat baru
dan merupakan kelanjutan bentuk akut atau bentuk derajat rendah yang
berkepanjangan.

Berbeda dengan radang akut, radang kronik ditandai dengan hal-hal sebagai
berikut: Infiltrasi sel-sel mononuklear meliputi sel limfosit, sel plasma dan makrofag
yang predominan. Destruksi jaringan, yang sebagian besar diatur oleh sel-sel radang.
Repair (perbaikan) melibatkan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan
fibrosis (pembentukan jaringan parut).

Penyebab Inflamasi kronis


a. Infeksi virus. Infeksi intrasel apapun secara khusus memerlukan limfosit dan
makrofag untuk mengidentifikasi dan mengeradikasi sel yang terinfeksi.
b. Infeksi mikroba persisten. Pajanan mikroba yang patogenisitasnya lemah
namun berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan
hipersensitivitas lambat yang berpuncak pada reaksi granulomatosa (salah satu
contoh radang kronik). Contohnya pada infeksi Treponema pallidum.
c. Pajanan yang lama terhadap agen yang berpotensi toksik. Agen-agen asing
dapat menyebabkan radang kronik apabila terpajan dalam jangka waktu yang
lama. Agen tersebut dapat berupa agen endogen (seperti jaringan adiposa yang
nekrotik, kristal asam urat, tulang) dan dapat berupa agen eksogen (seperti
materi silika yang terinhalasi atau serabut benang yang tertanam).
d. Penyakit autoimun. Respons imun terhadap antigen dan jaringan tubuh sendiri
yang berlangsung secara terus menerus dapat menyebabkan radang kronik,
contohnya adalah penyakit arthritis rheumatoid atau sklerosis multipel.
e. Penyakit spesifik yang etiologinya tidak diketahui. Contohnya kolitis ulseratif
(penyakit radang kronik usus).
f. Penyakit granulomatosa primer. Seperti penyakit Crohn, sarkoidosis, reaksi
terhadap berilium.

Proses Terjadinya Inflamasi Kronis


1. Dapat terjadi setelah radang akut, baik karena rangsang pencetus yang terus-
menerus ada, maupun karena gangguan penyembuhan.
2. Adanya radang akut yang berulang
3. Radang kronik yang mulai secara perlahan tanpa didahului radang akut klasik
akibat dari :
a. Infeksi persisten oleh mikroba interseluler yang mempunyai toksisitas rendah
tapi sudah mencetuskan reaksi imunologik.
b. Kontak dengan bahan yang tidak dapat hancur (zat nondegradable) silikosis &
asbestosis pada paru.
c. Reaksi imun terhadap jaringan tubuh itu sendiri (autoimun).

Sel-sel yang terlibat Inflamasi kronis


Penampilan utama pada inflamasi kronik adalah persistensi, dan hasil dari
interaksi kompleks antara sel-sel yang dimasukkan ke dalam daerah inflamasi dan
diaktifasikan pada daerah tersebut. Reaksi inflamasi kronik tidak dapat lepas dari sel-
sel dan respon biologi serta fungsi-fungsi mereka, antara lain Makrofag.

Makrofag adalah sel yang dominan terdapat pada inflamasikronik, merupakan sel-
sel pada jaringan yang berasal dari perubahan monosit setelah melakukan emigrasi
dari aliran darah. Makrofag secara normal menyebar secara merata paling banyak di
jaringan ikat, dan juga ditemukan pada organ seperti hati (dimana disebut sel Kupfer),
limpa, dan nodus limfatikus (disebut sinus histiosit), sistem saraf pusat (sel
mikroglial), dan paru-paru (makrofag alveolar). Semua ini disebut sebagai Sistem
fagosit mononuklear, atau dahulu sering disebut Sistem reticulo-endothelial. Pada
semua jaringan, makrofag bekerja sebagai penyaring partikel penyebab masalah,
mikroba, dan sel tua, yang bekerja baik seperti sentinel untuk memperingatkan
komponen spesifik dari sistem imun adaptif (Limfosit T dan B) untuk menstimuli
cedera.
Limfosit, Sel Plasma, Eosinofil, dan Sel Mast
Limfosit bergerak ke beberapa stimulus baik imun spesifik (seperti infeksi)
maupun inflamasi non imun mediated (contohnya oleh karena infark atau trauma
jaringan). Kedua limfosit T dan B bermigrasi ke dalam jaringan inflamasi
menggunakan beberapa dari molekul beradesi sama dan kemokin yang memasukkan
leukosit. Limfosit dan makrofag berinteraksi pada jalur bidirectional dan interaksinya
berperan penting pada inflamasi kronik. Makrofag menampilkan antigen untuk sel-sel
T, memeprcepat molekul membran (disebut kostimulator) dan memproduksi sitokin
(notably IL-12) yang menstimulasi respon sel T. Limfosit T yang sudah diaktifkan,
pada gilirannya, menghasilkan sitokin, dan salah satu dari IFN-γ, yang merupakan
aktivator kuat dari makrofag, mempromosikan presentasi antigen dan sitokin yang
lebih banyak. Hasilnya adalah sebuah siklus reaksi seluler yang menyulut dan
menopang terjadinya inflamasi kronik. Sel plasma berkembang dari limfosit B yang
diaktifkan dan memproduksi antibodi untuk melawan antigen persisten pada daerah
inflamasi atau melawan komponen jaringan yang berubah. Pada reaksi inflamasi
kronik yang kuat, akumulasi limfosit, selsel presnting antigen, dan sel plasma
menganggap tampilan morfologi dari organ limfoid, dan limfonodi yang sama, terdiri
dari bentuk baik germinal tengah. Pola organogenesis dari limfoid kadang terlihat
seperti sinovium pada pasien artritis rheumatoid lama.

Eosinofil ditemukan pada inflamasi pada daerah yang terinfeksi parasit, alergi.
Pengrekrutannya dikendalikan oleh molekul adesi yang seperti digunakan di neutrofil,
dan kemokin spesifik dari leukosit atau sel epitel. Granula eosinofil terdiri dari
banyak protein dasar, diisi oleh protein kationik tinggi yaitu toksik sampai parasit
tetapi juga sel epitel nekrosis.

Sel Mast adalah sel sentenil yang didistribusikan secara luas di jaringan ikat, dan
berpartisipasi pada respon inflamasi akut dan kronik. Pada individu atopik (individu
yang cenderung memiliki reaksi alergi), sel mast bersama dengan antibodi Ig E
spesifik untuk antigen tertentu di lingkungan. Ketika antigen bertemu, sel mas yang
beselubung Ig E dipicu oleh keluarnya histamin dan metabolisme AA yang
memperoleh perubahan pembuluh darah dari inflamasi akut. Sel mast yang
berlengankan Ig E merupakan pemeran utama pada reaksi alergi, termasuk syok
anafilaktik. Sel mast juga menguraikan sitokin seperti TNF, kemokin dan berperan
pada peran menguntungkan dari beberapa infeksi.

Ciri – ciri Inflamasi Kronis


Inflamasi kronik memiliki beberapa perbedaan dengan peradangan akut, yang
dimanifestasikan oleh peribahan vaskular, edema, dan infiltrasi neutrophil. P
eradangan kronis dicirikan oleh:
1. Infiltrasi sel mononuklear, meliputi makrofag, limfosit, dan sel plasma.
2. Kehancuran jaringan, yang disebabkan oleh agen yang terus menerus mengganggu
atau oleh sel-sel inflamasi.
3. Usaha-usaha penyembuhan oleh jaringan penghubung penggantian jaringan yang
rusak, dilakukan dengan poliferasi pembuluh darah kecil (angiogenesis), dan
khususnya fibrosis.
KESIMPULAN
PERBEDAAN INFLAMASI AKUT DAN KRONIS

Inflamasi Akut Inflamasi Kronis


Penyebab Patogen, Jaringan rusak Inflamasi akut persisten,
benda asing, reaksi autoimun
Sel yang terlibat Neutrofil, sel mononuclear Sel mononuclear (monosit,
(monosit, makrofag) makrofag, sel plasma,
limfosit)
Onset Segera Lambat
Durasi Beberapa hari (sebentar) Bebearapa bulan-tahun
(lama)
Proses terjadinya 1. Persiapan berbagai 1. Dapat terjadi setelah
bentuk fagosit pada sel radang akut, baik karena
yang mengalami rangsang pencetus yang
kerusakan terus-menerus ada,
2. Terbentuk berbagai maupun karena
antibody gangguan penyembuhan.
3. Terjadi edema sebagai 2. Adanya radang akut
bentuk untuk yang berulang
menetralkan dan 3. Radang kronik yang
mencairkan iritan mulai secara perlahan
4. Pembentukan jaringan tanpa didahului radang
fibrin, granulasi dan akut klasik
fibrosis untuk membatasi
daerah kerusakan
5. Proses penyembuhan
Daftar Pustaka

Dorland N. Kamus kedokteran Dorland. 29th Ed. Albertus A, editor. Jakarta: EGC; 2010. p.
400

Harty F.J. Ongston R. Kamus Kedokteran Gigi. Alih bahasa: Sumawinata N. Jakarta:
EGC:2014. p. 167

Khotimah S.N. Muhtadi A. Review artikel: beberapa tumbuhan yang mengandung senyawa
aktif antiinflamasi. Vol. 4. No. 4. Sumedang: Universitas Padjajaran

Rosdiana YE. Inflamasi akut. Available from URL: https://www.slideshare.net/Kampus-


Sakinah/inflamasi-akut.html. Accesssed August 29, 2017.

Syaifuddin A. Inflamasi dan biofilm. Denpasar: Universitas Udayana; 2013. p. 12-9

Anda mungkin juga menyukai