Anda di halaman 1dari 17

Definisi Sehat Jiwa, Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa

1. Pengertian Sehat jiwa

a. Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup,
dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri
dan orang lain

b. Kesehatan jiwa adalah suatu kondiri yang memungkinkan perkembangan optimal bagi individu
secara fisik,intelektual dan emosional sepanjang hal itu tidak bertentangn dengan kepentingan orang
lain (WHO)

c. Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes RI (1991) adalah kondisi yang memungkinkan
berkembangnya fisik,intelektual dan emosional seseorang secara oftimal sehingga ia mampu
tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungannya secara wajar dengan harkat martabat manusia

d. Kesehatan jiwa deselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal baik
intelektual maupun emosional (pasal 24,UU tentang kesehatan,1992).Upaya peningkatan kesehatan
jiwa dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal,baik intelektual maupun emosional
melalui pendekatan peningkatan kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan,agar seseorang dapat tetap atau kembali hidup secara harmonis,baik dalam lingkungan
keluarga,lingkungan kerja dan atau dalam lingkungan masyarakat.

e. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahera yang memungkinkan hidup harmonis dan
produktif sebagai bagian yang utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua
segi kehidupan manusia.

Ciri-ciri sehat jiwa adalah :

a. Bersikap positif terhadap diri sendiri

b. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai aktualisasi diri.

c. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada dirinya

d. Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang diambil

e. Mempunyai persepsi yang realistis dan menghargai perasaan perasaan serta sikap orang lain

f. Mampu menyuaikan diri dengan lingkungan

Ciri – ciri individu yang sehat jiwa meliputi menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu
menghadapi stress kehidupan yang wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan
hidupnya dapat berperan serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada
dirinya dan merasa nyaman bersama orang lain.

2. Masalah Psikososial

Masalah psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat
psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap berpotensi cukup
besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa, atau (gangguan kesehatan) secara nyata,
atau sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.

Ciri-ciri masalah psikososial, yaitu :

a. Cemas, hawatir berlebihan, takut


b. Mudah tersinggung

c. Sulit berkonsentrasi

d. Bersifat ragu-ragu merasa rendah diri

e. Merasa kecewa

f. Pemarah dan agresif

g. Reaksi fisik seperti jantung berdebar,, otot tegang, sakit kepala

3. Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanaan peran.

Ciri-ciri gangguan jiwa, yaitu :

a. Sedih berkepanjangan

b. Tidak bersemangat dan cenderung malas

c. Marah tanpa sebab

d. Menggantung diri

e. Tidak mengenali orang

f. Bicara kacau

g. Bicara sendiri

h. Tidak mampu merawat diri

B. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing

1. Pengertian

Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif , holistik,
dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko
gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).

Pelayanan keperawatan komprehensif adalah pelayanan yang berfokuskan pada pencegahan primer
pada anggota masyarakat yang sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang
mengalami masalah psikososial (resiko gangguan jiwa) dan pencegahan tersier pada pasien
gangguan jiwa dengan proses pemulihan.

Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan
manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.

a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag dialami anggota
masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap
kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal
yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.

b. Aspek psikologis

Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti ketakutan,
trauma,kecemasan maupun kondisi yang lebih berat yang memerlukakan pelayanan agar mereka
dapat beradaptasi dengan situasi tersebut.

c. Aspek sosial

Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak , keluarga dekat, kehilangan pekerjaan , tempat


tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai sektor terkait agar mereka
mampu mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.

d. Aspek cultural

Dikaitkan dengan tolong menolong dan kekeluargaan yang dapat digunakan sebagai sistem
pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.

e. Aspek spiritual

Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai potensi
masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang terjadi.

Pelayanan keperawatan paripurna adalah pelayanan pada semua jenjang pelayanan yaitu dari
pelayanan kesehatan jiwa spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan pelayanan kesehatan
jiwa yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh potensi dan sumber daya yang ada
dimasyarakat diupayakan agar terwujud masyarakat yang mandiri dalam memelihara kesehatannya.

2. Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa

a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan
klien).

b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam
keperawatan jiwa).

d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan


jiwa).

e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam


keperawatan jiwa).

f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam


keperawatan jiwa).

g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam


keperawatan jiwa).
h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam
keperawatan jiwa).

i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan:


dengan standar- standar perawatan).

j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi


peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional).

3. Jenis – jenis CMHN

a. Basic Course (BC) CMHN

Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)

Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan (7Dx


Keperawatan) pada klien dan keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.

b. Intermediate Course (IC) CMHN

Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)

Kegiatan :

1. Membentuk desa siaga sehat jiwa

2. Merekrut dan melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat, masalah
psikososial dan sehat jiwa.

3. Melatih perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan


mengembangkan rehabilitasi pasien gangguan jiwa.

c. Advance Course (AC) CMHN

Sasaran : individu, keluarga, staf puskesmas, kelompok formal dan informal serta masyarakat
luas

Kegiatan :

1. Manajemen keperawatan kesehatan jiwa

2. Kerjasama Lintas sektoral

1. Psycoanalytical (Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi
pada seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata tertib,
peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya penyimpangan
perilaku (deviation of Behavioral). Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya
konflik intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana
anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar berkata-
kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya pada fase oral dan
sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas pada masa dewasa. Proses terapi
pada model ini adalah menggunakan metode asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk
memperbaiki traumatic masa lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam
keadaan tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn pertanyaan-pertanyaan
untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal dengan metode hypnotic yang memerlukan
keahlian dan latihan yang khusus. Dengan cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran
dan mimpinya, sedangkan therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien.
Peran perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai keadaan-keadaan
traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu misalnya ( pernah disiksa orang tua,
pernah disodomi, diperlakukan secar kasar, diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa
pada masa anak), dengan menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust
(saling percaya).

2. Interpersonal ( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias
muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety). Ansietas
timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan dengan orang lain
(interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang didasari adnya ketakutan ditolak atau
tidak diterima oleh orang sekitarnya. Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security
(berupaya membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal Satisfaction
(menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam bergaul dengan orang lain
sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties
(berupaya melakukan sharing mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan
oleh klien saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship ( perawat
berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan oleh klien). Perawat
memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien dalam berhubungan dengan orang
lain.

3. Social ( Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa atau
penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor lingkungan yang akan memicu
munculnya stress pada seseorang ( social and environmental factors create stress, which cause
anxiety and symptom). Prinsip proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah
environment manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya
dukungan sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah pasien harus
menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat melibatkan teman sejawat,
atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan therapist berupaya : menggali system sosial klien
seperti suasana dirumah, di kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.

4. Existensial ( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau gangguan
jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan hidupnya. Individu tidak memiliki
kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri dan mengalami gangguan dalam Body imagenya.
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan
orang lain, memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai
panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara introspeksi (self
assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan kemanusiaan (conducted in group), mendorong
untuk menerima jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari
orang lain (encouraged to accept self and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah : klien
dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang berarti untuk memperlajari
dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas kelompok.
Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau
reward & punishment.

5. Supportive Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah:
factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi masalah seperti:
sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya mengalami banyak keluhan seperti :
mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki
masalah seperti : susah bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab gangguan jiwa.
Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi pada masalah-masalah yang
muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa lalu. Prinsip proses terapinya adalah
menguatkan respon coping adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu kekuatan-
kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai alternative pemecahan
masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam melakukan identifikasi coping yang dimiliki
dan yang biasa digunakan klien. Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik
dengan klien untuk menyiapkan coping klien yang adaptif.

6. Medica ( Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor sosial. Sehingga focus
penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan diagnostic, terapi somatic, farmakologik
dan teknik interpersonal. Perawat berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam
melakukan prosedur diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan jenis pendekatan
terapi yang digunakan.

C. Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas

Keperawatan kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup
mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup
menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya. Dalam mengembangkan upaya pelayanan
keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan
fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
jiwa.

Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah
satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu
psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka
berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.

1. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya

2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan

3. Berperan serta dalam pengelolaan kasus

4. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental -


penyuluhan dan konseling

5. Mengelola dan mengkoordinasikan sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan


pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan

6. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan

D. Kompetensi Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)

1. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya.


2. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.

3. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi, koordinasi


pelayanan bagi individu dan keluarga.

4. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan


sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan
sistem sosial yang paling tepat.

5. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental


melalui penyuluhan dan konseling.

6. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa
dengan masalah fisik.

7. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien,


keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.

E. Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas

Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan pada
masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam
rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer,
sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3
tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.

1. Pencegahan Primer

Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya
gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan
meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami
gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas
pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan,
program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :

1) Pendidikan menjadi orangtua

2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.

3) Memantau dan menstimulasi perkembangan

4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan

b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress

1) Stress pekerjaan

2) Stress perkawinan

3) Stress sekolah

4) Stress pasca bencana


c. Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu yang kehilangan pasangan
, pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana.
Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan

2) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.

3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan

4) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh tempat tinggal.

d. Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai


koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:

1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress

2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.

3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri seseorang.

e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara penyelesaian masalah
oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh karena itu perlu dilakukan program :

1) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh


diri.

2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.

3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.

2. Pencegahan Sekunder

Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan
dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka
kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau
memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder
adalah :

a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi dari berbagai sumber
seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan penemuan langsung.

b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang berobat
kepukesmas dengan keluhan fisik.

2) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka lanjutkan
pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.

3) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat– tempat
umum)
4) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar
pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan memonitor efek samping
pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.

5) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien
untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).

6) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera
kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal
tindak lanjut.

7) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman, melakukan
pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.

8) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan
pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi lingkungan.

9) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok


masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait
dengan kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.

10) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu
telepon berupa pelayan konseling.

11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan adalah :
pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target
pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas
pada pencegahan tersier meliputi :

1. Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber


pendidikan, dukungan masyrakat (tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat
yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

a. Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima pasien
gangguan jiwa.

b. Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien


yang melayani kekambuhan.

2. Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri berfokus pada
kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :

a. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan dan menyelesaikan masalah


dengan cara yang tepat

b. Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan keluarga dan masyarakat.


c. Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien,
keluarga dan masyarakat agar pasien produktif kembali.

d. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil keputusan untuk dirinya.

3. Program sosialisasi

a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.

b. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah


tangga, mengembangkan hobi

c. Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke tempat rekreasi.

d. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian bersama, majelis taklim, kegiatan
adat)

4. Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap
gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi
dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang dilakukan, yaitu :

a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan
jiwa, serta tentang sikap dan tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.

b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang yang berpengaruh dalam rangka
mensosialisasikan kesehatan jiwa dan gangguan jiwa.

F. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)

1. Jenis gangguan jiwa yang ditangani pada Anak

Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 % dari
sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini menjadikan masalah kesehatan jiwa
sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena merupakan tantangan yang besar dengan
kompleksitas tinggi di berbagai lapisan dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan
jiwa, sebagai berikut :

a. Gangguan kecemasan : Anak-anak dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal tertentu


atau situasi dengan rasa takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik dari kecemasan
(gugup), seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.

b. Gangguan perilaku : Anak-anak dengan gangguan ini cenderung untuk menentang aturan dan
sering mengganggu di lingkungan terstruktur, seperti sekolah.

c. Gangguan perkembangan : Anak-anak dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran mereka
memiliki masalah dalam memahami dunia di sekitar mereka.

d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan emosi dan sikap, serta perilaku yang
tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh bahkan makanan.

e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini mempengaruhi perilaku yang terkait dengan pembuangan
limbah tubuh (feses dan urin).
f. Gangguan Afektif : Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan berubahnya
suasana hati dengan cepat.

g. Skizofrenia : Ini adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.

h. Gangguan Tic : Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas yang sama
serta berulang, gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.

Beberapa penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan afektif, dan
skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Sedangkan gangguan perilaku dan
gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan belajar dan komunikasi dimulai pada masa
kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi,
gangguan tic dapat terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak
memiliki lebih dari satu gangguan.

2. Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja

a. Gangguan Cemas

Cemas (ansietas) adalah perasaan gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap
bahaya, ini berbeda dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya
yang obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama cemas merupakan suatu
bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk yang berbeda pada gangguan
psikiatrik dan gangguan medis Diagnosis mengenai cemas ditegakkanapabila gejala cemas
mendominasi dan menyebabkan distres (rasa tertekan) atau gangguan yang nyata.

b. Gangguan Depresi

Dalam perkembangan normal pun seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami
depresi, oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara
depresi yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya
membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis,
bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja
menjadi tipe primer dan sekunder.

1. Tipe primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya

2. Tipe sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan psikiatrik
sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih kacau, lebih agresif, mempunyai
lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai
ide bunuh diri, problem tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.

c. Gangguan somatoform ( Psikosomatik )

Gangguan ini lebih dikenal di masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik . Ciri uatama dari
gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai dengan
dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan
juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar
keluhannya. Pasien biasanya menolak adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun
ditemukan gejala ansietas dan depresi yang nyata.
d. Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik adalah suatu kondisi terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan
menilai realitas, yang bukan karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA.
Terdapat gejala yaitu waham , halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan
disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :

· Skizofrenia

· Gangguan mood / afektif yang disertai dengan gejala psikotik

· Gangguan waham

· Gangguan mental organik dengan gejala psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara lain
delirium,demensia )

Skizofrenia pada masa kanak dan remaja didefinisikan sama dengan skizofrenia pada masa dewasa,
dengan gejala psikotik yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi,
asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia, afek yang tumpul atau
tidak dapat diraba-rabakan.

e. Gangguan Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )


Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor
risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :

· Konflik keluarga yang berat

· Kesulitan Akademik

· Adanya komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan
depresi.

· Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua dan teman

· Impulsivitas

· Merokok pada usia terlalu muda.

Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar kemungkinan seorang remaja akan menjadi
penggunaanNAPZA.

3. Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia

a. Skizofernia

Skizofrenia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat
dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada
lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)
(Dep.Kes.1992).

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga
pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi
menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi
juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai
realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan skizofrenia
berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya
sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri
si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga.

b. Parafrenia

Parafrenia merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia),
(misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi
diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi
pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid
(curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup
perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya
banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

c. Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif)
sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara
lain:

1) Gangguan Afektif tipe Depresif

2) Gangguan Afektif tipe Manik

d. Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk
mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir
separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah
gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada
lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight)
serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang
neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan
neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Neurosis cemas dan panic

2) Neurosis obsesif kompulsif

3) Neurosis fobik

4) Neurosis histerik (konversi)

5) Gangguan somatoform

6) Hipokondriasis

G. PERKEMBANGAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS


Menangani klien yang memiliki masalah sikap, perasaan dan konflik

Pencegahan primer

Penanganan multidisiplin

Spesialisasi keperawatan jiwa

1. DULU :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung

2. SEKARANG :

a. Meningkatkan Iptek

b. Pengetahuan masyarakat tentang gangguan jiwa meningkat

c. Perlu pemahaman tentang human right

d. Penting meningkatkan mutu pelayanan dan perlindungan konsumen.

H. Perawatan Klien Gangguan Jiwa

1. Perawatan di Rumah Sakit Jiwa.

Rencana keperawatan klien di rumah sakit jiwa meliputi:

a. Rencana tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien di
rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan keluarga.Keluarga
mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses keperawatan yang direncanakan melalui
kontrak yang telah disepakati.Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar
utama untuk membantu klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi
kebutuhan dan masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang
dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga antara lain:

1) Menyertakan keluarga dalam rencana perawatan klien

2) Menjelaskan pola perilaku klien dan cara penanganannya

3) Membantu keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan masalah klien.

4) Mengadakan pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi pengalaman,mengatasi masalah


klien.

5) Melakukan terapi - keluarga.

6) Menganjurkan kunjungan keluarga yang teratur.

Persiapan Pulang: Perawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan perawatan di
rumah.Untuk itu,selama di rumah sakit perlu dilakukan persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan
segera mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan di dalam proses keperawatan.Persiapan atau
rencana pulang bertujuan untuk:

1) Menyiapkan klien dan keluarga secara fisik,psikologis dan sosial

2) Meningkatkan kemandirian klien dan keluarga.

3) Melaksanakan rentang perawatan antara rumah sakit dan masyarakat

4) Melaksanakan proses pulang yang bertahap.

b. Beberapa tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang adalah:

1) Pendidikan (edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan angka kambuh


pada klien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini ditujukan pula
untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien. Program pendidikan yang
dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus: ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan
rumah tangga,identifikasi gejala kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi
efektif,ekspresi emosi yang konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).

2) Program pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka
klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih klien kembali ke
lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan kalau perlu masyarakat dipersiapkan,
antara laian apa yang harus dilakukan klien di rumah, apa yang harus dilakukan keluarga untuk
membantu adaptasi.Kegiatan yang dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan
dievaluasi keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.

3) Rujukan. Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung


dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di
rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana pulang.

c. Rencana Perawatan di rumah.

Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada Puskesmas di
wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan jiwa.Perawat komuniti yang menangani
klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan keluarga bekerja
sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat.Perawat dapat
membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah danaftercare di Puskesmas.
Perawat membantu klien dan keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal
sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.

2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas

Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan
berperan serta dalam membuat rencana pulang, dan sebaliknya pada klien gangguan jiwa yang akan
dirujuk ke RSJ.
A. Definisi CMHN
Adalah pelayanan keperawatan yang komprehensif, holistik,dan paripurna, berfokus pada
masyarakat yang sehat jiwa, rentang terhadap stres dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan
kekambuhan.
B. Fungsi CMHN
Fungsinya adalah untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah jiwa akibat dampak
bencana.
Contoh: trauma pasca meletusnya gunung berapi atau tsunami.
C. Program CMHN
Membentuk desa siaga sehat jiwa
- Pendidikan kesehatan jiwa untuk masyarakat sehat
- Pendidikan kesehatan jiwa untuk resiko masalah psikososial
- Resiko jiwa untuk untuk mengalami gangguan jiwa
- Terapi aktivitas untuk pasien gangguan jiwa mandiri
- Rehabilitasi bagi pasien ganguuan jiwa mandiri
- Askep bagi keluarga pasien gangguan jiwa
D. Tujuan CMHN
Tujuan khusus : untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan kesehatan jiwa bagi masyarakat sehingga tercapai kesehatan
jiwa masyarakat secara optimal.
Tujuan khusus :
- Menjelaskan konsep keperawatan kesehatan jiwa komunitas
- Meningkatkan komunikasi terapeuitik dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan jiwa
- Menjelaskan peran dan fungsi perawat kesehatan jiwa dalam memberikan pelayanan keperawatan
- Bekerjasama dengan tim kesehatan dalam memberikan keperawatan sesuai dengan peran dan
fungsinya
- Menerapakan konsep pengorganisasian masyarakat dalam memberikan pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa.
- Memberikan asuhan keperawatan pada anak dan remaja dengan gangguan jiwa ( depresi dan
perilaku kekerasan)
- Memberikan asuhan keperawatan pada orang dewasa dengan gangguan jiwa ( harga diri rendah,
perilaku kekerasan, resiko bunuh diri, isolasi diri, halusinasi, waham dan defisit perawatan diri.
- Memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan jiwa ( depresi dan dimensia)
- Mendokumentasikan asuhan keperawatan jiwa komunitas

E. Askep
1. Diagnosa :
a. Primer ( orang yang sehat )
- Kurangnya pengetahuan
b. Sekunder ( resiko gangguan jiwa )
- Resiko kecemasan yang berlebih
- Harga diri rendah
- Isolasi diri
c. Tersier ( pemulihan )
- Perilaku kekerasan
- Isolasi sosial
2. Intervensi :
a. Primer
- Melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
- Melakukan promosi kesehatan
- Memberikan dukungan sosial pada anak yatim piatu, kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan,
kehilangan rumah / tempat tinggal
- Memberi tahu kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa
b. Sekunder
- Mengecek kesehatan secara rutin
- Melakukan pengobatan secara teratur
c. Tersier
- Pendidikan kepada keluarga
- Mengajak bercakap-cakap pasien gangguan jiwa
- Membuat jadwal untuk pasien agar tidak kambuh
- Membawa ke Puskesmas apabila obat telah habis

Anda mungkin juga menyukai