Anda di halaman 1dari 56

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP

PENURUNAN NYERI PADA PASIEN GASTRITIS


DI RUANG INTERNA RSNU TUBAN

Tugas Akhir Praktika Seniora

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Program


Pendidikan Profesi Ners

Oleh:

Silvi Aprilia Yulanda Sari 17.07.3.149.073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA
TUBAN
2018

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Oleh : Silvi Aprilia Yulanda Sari 17.07.3.149.073

Judul : Efektifitas Pemberian Terapi Kompres Air Hangat


Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Gastritis Di Ruang
Interna RSNU Tuban

Telah disetujui dan diujikan dihadapan Dewan Penguji Akhir Praktika Seniora
pada tanggal 27 Juli 2018

Oleh:

Mengetahui,
Pembimbing I

Moh. Ubaidillah Faqih, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 45115065

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Tugas Akhir Praktika
Seniora yang berjudul:

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP


PENURUNAN NYERI PADA PASIEN GASTRITIS
DI RUANG INTERNA RSNU TUBAN

Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan di Program Pendidikan Profesi


Ners STIKES NU Tuban

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Silvi Aprilia Yulanda Sari 17.07.3.149.073

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Ruang Interna

Moh. Ubaidillah Faqih, S.Kep., Ns., M.Kep Ahmad Faqih Fiddin, S.Kep., Ns
NIK. 45115065 NIK.10213065

Mengetahui,
Kepala RuangInterna

Wiwik Mu’anah, Amd.Keb


NIK. 10210033

iii
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Tugas Akhir Praktika
Seniora yang berjudul:

EFEKTIFITAS PEMBERIAN KOMPRES AIR HANGAT TERHADAP


PENURUNAN NYERI PADA PASIEN GASTRITIS
DI RUANG INTERNA RSNU TUBAN

Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan di Program Pendidikan Profesi


Ners STIKES NU Tuban

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Silvi Aprilia Yulanda Sari 17.07.3.149.073

Tuban, 27 Juli 2018

TIM PENGUJI

Tanda Tangan

Ketua : Moh. Ubaidillah Faqih, S.Kep., Ns., M.Kep


NIK. 45115065

Anggota : Ahmad Faqih Fiddin, S.Kep., Ns


NIK.10213065

Mengetahui,
Ketua STIKES NU Tuban

Dr. H. Miftahul Munir, SKM, M.Kes. DIE


NIP. 19710412 199703 1 004

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................... i
Lembar Persetujuan ................................................................................................. ii
Lembar Pengesahan ............................................................................................... iii
Lembar Pengesahan ............................................................................................... iv
Daftar Isi.................................................................................................................. v
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Laporan Pendahuluan ....................................................................... 1
1.1.1 Tinjauan Teori Kasus ..................................................................................... 1
1.2 Tinjauan Medis .............................................................................................. 3
1.2.1 Tinjauan Medis Gastritis................................................................................ 3
1.2.2 Tinjauan Medis Nyeri .................................................................................. 10
1.3 Tinjauan Keperawatan ................................................................................. 30
1.4 CP (Clinical Pathway) ................................................................................. 35
1.5 Trend Issue Penelitian.................................................................................. 36
1.5.1 Kompres Air Hangat .................................................................................... 36
1.5.2 Tujuan Kompres Air Hangat ....................................................................... 36
1.5.3 Efek Terapeutik Kompres Air Hangat ......................................................... 37
1.5.4 Langkah-langkah Kompres Air Hangat ....................................................... 37
BAB 2 TINJAUAN KASUS
2.1 Pengkajian.................................................................................................... 39
2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................................ 41
2.3 Aplikasi DAR (Data, Action, Respon) ........................................................ 41
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil ............................................................................................................. 42
3.1.1 Gambaran Kasus .......................................................................................... 42
3.1.2 Analisa Kasus .............................................................................................. 43
3.2 Pembahasan ................................................................................................. 44
3.2.1 Identifikasi Skala Nyeri Pada Pasien Gastritis Sebelum Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat .................................................................................... 44

v
3.2.2 Identifikasi Skala Nyeri Pada Pasien Gastritis Setelah Diberikan Terapi
Kompres Air Hangat .................................................................................... 45
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. 48
4.2 Saran ............................................................................................................ 48
4.1.1 Saran Teoritis ............................................................................................... 48
4.1.2 Saran Praktis ................................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
vii
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Laporan Pendahuluan

1.1.1 Tinjauan Teori Kasus

Nyeri merupakan salah satu manifestasi klinis yang terjadi pada pasien

gastritis. Nyeri yang dirasakan adalah nyeri ulu hati atau nyeri epigastrium. Nyeri

merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Price, 2006). Penderita gastritis

masih sering mengeluhkan rasa nyeri meskipun sudah diberikan terapi

farmakologi, beberapa dari mereka mengeluhkan nyeri masih sering muncul.

Salah satu faktor yang dapat menimbulkan munculnya gejala gastritis adalah stres

dan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bisa meningkatkan asam lambung

(Maulidah, 2006)

Data WHO tahun 2011, angka kejadian gastritis di Indonesia cukup tinggi

dengan prevalensi 274.396 kasus(40,8%). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia

tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak

pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus

(4,9%) (Depkes, 2012). Prevalensi gastritis di Jawa Timur pada tahun 2011

mencapai 44,5% yaitu dengan jumlah 58.116 kejadian (Dinkes Jatim, 2011). Dari

data tahun 2018 ruang Interna RSNU Tuban dalam 3 bulan terkahir didapatkan

18kasus gastritis.

Nyeri gastritis terjadi karena adanya peradangan pada mukosa lambung dan

submukosa lambung yang bersifat akut, kronis akibat infeksi dari bakteri, obat-

obatan, dan bahan iritan lainnya, sehingga menyebabkan kerusakan-kerusakan

1
2

atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada lapisan tersebut. Penyebab

terjadinya gastritis salah satunya karena pola makan yang tidak teratur, hal ini

dapat menyebabkan peningkatan produksi asam lambung (Diyono, 2013).

Penatalaksanaan untuk mengurangi nyeri gastritis terdapat dua tindakan yaitu

secara farmakologis dan non-farmakologis. Salah satu intervensi keperawatan

non-farmakologis untuk mengatasi nyeri pada pasien gastritis adalah kompres air

hangat yang dapat mengurangi rasa nyeri dengan memberikan efek relaks dan rasa

hangat pada bagian tubuh yang memerlukan. Tujuan dari kompres hangat adalah

pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa

nyeri, dan memperlancar aliran darah dan memberikan ketenangan pada klien.

Pemberian aplikasi hangat pada tubuh merupakan suatu upaya untuk mengurangi

gejala nyeri akut maupun kronis (Kimin, 2009).

Dalam menurunkan intensitas nyeri pada penderita gastritis salah satunya

adalah dengan memberikan terapi kompres air hangat. Adapun terapi non-

farmakologis lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri meliputi teknik

relaksasi nafas dalam, pengalihan perhatian (audio, visual, imajinasi hal yang

menyenangkan). Dan untuk meningkatkan hasil dari terapi kompres air hangat

baik pasien maupun pihak keluarga dapat melakukan terapi kompres air hangat

ketika nyeri muncul. Kompres hangat adalah suatu bentuk terapi sederhana

penghantar hangat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan

mengurangi rasa nyeri (Hartaningsih & Turlina, 2009).Terapi ini efektif untuk

mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga

dipergunakan untuk mengurangi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2010).
3

1.2 Tinjauan Medis

1.2.1 Tinjauan Medis Gastritis

1.2.1.1 Definisi Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung

(Sudoyo, 2006). Menurut Price (2005), gastitisadalah suatu peradangan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal yang di sebabkan oleh

bakteri atau obat-obatan. Menurut Inayah (2004), gastritis adalah peradangan

permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosi. Erosi

karena perlukaan hanya pada bagian mukosa.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah

peradangan pada mukosa lambung dan submukosa lambung yang bersifat secara

akut, kronis akibat infeksi dari bakteri, obat-obatan dan bahan iritan lain, sehingga

menyebabkan kerusakan-kerusakan atau perlukaan yang menyebabkan erosi pada

lapisan-lapisan tersebut.

1.2.1.2 Klasifikasi Gastritis

1. Gastritis Akut

Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar

merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk

gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:

1) Gastritis akut erosif

Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari

pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).


4

2) Gastritis akut hemoragik

Disebut hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan

mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi erosiyang berarti

hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat,

menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut (Hirlan, 2001).

2. Gastritis Kronis

Menurut Muttaqin (2011), Gastritis kronis adalah suatu peradangan

permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun. Gastritis kronik

diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut:

1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta

perdarahan dan erosi mukosa.

2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa

pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,

serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan

jumlah sel parietal dan sel chief.

3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul

pada mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.

1.2.1.3 Etiologi Gastritis

Menurut Muttaqin (2011) penyebab dari gastritis antara lain :

1. Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid/ OAINS (indometasin,

ibuprofen, dan asam salisilat), sulfonamide, steroid, kokain, agen

kemoterapi (mitomisin,5-fluora-2-deoxyuriine), dan digitalis bersifat

mengiritasi mukosa lambung.

2. Minuman beralkohol.
5

3. Infeksi bakteri: H. pylor (paling sering), H. heilmanii,streptococci,

staphylococci, proteus spesies, clostridium spesies, E. coli, tuberculosis, dan

secondary syphilis.

4. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus.

5. Infeksi jamur:candidiasis, histoplasmosis, dan phycomycosis.

6. Stress fisik yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,

gagal napas, gagal ginjal, kerusakan susunan saraf pusat, dan refluks usus-

lambung.

7. Makanan dan minuman yang bersifat iritan . makanan berbumbu dan

minuman dengan kandungan kafein dan alkohol merupakan agen-agen

iritasi mukosa lambung.

8. Garam empedu, terjadi pada kondisi refluks garam empedu ( komponen

penting alkali untuk aktivasi enzim-enzim gastrointestinal) dari usus kecil

ke mukosa lambungsehingga menimbulkan respon peradangan mukosa.

9. Iskemia, hal ini berhubungan dengan akibat penurunan aliran darah ke

lambung.

10. Trauma langsung lambung, berhubungan dengan keseimbangan antara

agresi dan mekanisme pertahanan umtuk menjaga integritas mukosa, yang

dapat menimbulkan respon peradangan pada mukosa lambung.

1.2.1.4 Patofisiologi Gastritis

1. Gastritis Akut

Gastritis Akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat kimia obat-obatan

dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam. Pada pasien yang

mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf simpatis NV (Nervus


6

Vagus), yang akan meningkatkan produksi asam klorida (HCl) didalam

lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia.Zat kimia

maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel kolumner,

yang berfungsi untuk menghasilkan mukus mengurangi produksinya.

Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi mukosa lambung agar

tidak ikut tercerna respon mukosa lambung karena penurunan sekresi mukus

bervariasi diantaranya vasodilitasi sel mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster

terdapat enzimyang memproduksi asam klorida atau HCl, terutama daerah

fundus.Vasodilitasi mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl

meningkat. Anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri, rasa nyeri ini

ditimbulkan oleh karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa

lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa pengelupasan.

Pengelupasan sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi memicu

timbulnya pendarahan. Pendarahan yang terjadi dapat mengancam hidup

penderita, namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi,

sehingga erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah

pendarahan(Price & Wilson, 2000).

2. Gastritis Kronis

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau

maligna dari lambung atau oleh bakteri helicobactery pylory (H. pylory).

Gastritis Kronis dapat diklasifikasikan sebagai tipe A/ tipe B, tipe A (sering

disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal,

yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan

penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau
7

korpus dari lambung. Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis)

mempengaruhi antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat

duodenum) ini dihubungkan dengan bakteri Pylory. Faktor diet seperti

minum panas atau pedas, penggunaan atau obat-obatan dan alkohol,

merokok, atau refluks isi usus kedalam lambung (Smeltzer dan Bare, 2001).

1.2.1.5 Manifestasi Klinis Gastritis

1. Gastritis Akut, gambaran klinis meliputi:

1) Dapat terjadi ulserasi superfisial dan dapat menimbulkan hemoragi.

2) Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit kepala, kelesuan, mual,

dan anoreksia. disertai muntah dan cegukan.

3) Beberapa pasien menunjukkan asimptomatik.

4) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak

dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus.

5) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin

akan hilang selama 2 sampai 3 hari (Smeltzer, 2001).

2. Gastritis Kronis

Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk

gejala defisiensi vitamin B12. pada gastritis tipe B, pasien mengeluh

anoreksia (nafsu makan menurun), nyeri ulu hati setelah makan, kembung,

rasa asam di mulut, atau mual dan muntah (Smeltzer & Bare, 2001).

1.2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Gastritis

Pemeriksaan diagnostik menurut Dermawan (2010) dan Doengoes (2000)

sebagai berikut :

1. Radiology: Sinar-X gastrointestinal bagian atas.


8

2. Endoskopy : gastroscopy ditemukan mukosa yang hiperemik.

3. Laboratorium: mengetahui kadar asam hidroklorida.

4. EGD (Esofaga Gastri Duodenoskopi): tes diagnostik kunci untuk

perdarahan gastritis, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan atau derajat

ulkus jaringan atau cidera.

1.2.1.7 Komplikasi Gastritis

Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada gastritis menurut Dermawan

(2010) adalah:

1. Gastritis akut:

1) Perdarahan saluran cerna bagian atas

2) Ulkus peptikum, perforasi dan anemia

3) Perforasi lambung.

2. Gastritis Kronis:

1) Gangguan penyerapan vitamin B12 karena atropi lambung dan

akanterjadi anemia pernisiosa

2) Gangguan penyerapan zat besi

3) Penyempitan daerah fillorus

4) Kanker lambung.

1.2.1.8 Penatalaksanaan Gastritis

1. Penatalaksanaan pada gastritis meliputi:

1) Antikoagulan: bila ada pendarahan pada lambung.

2) Antasida: pada gastritis yang parah, cairan dan elektrolit diberikan

intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan sampai gejala-


9

gejala mereda, untuk gastritis yang tidak parah diobati dengan antasida

dan istirahat.

3) Histonin: ranitidin dapat diberikan untuk menghambat pembentukan

asam lambung dan kemudian menurunkan iritasi lambung.

4) Sulcralfate: diberikan untuk melindungi mukosa lambung dengan cara

menyeliputinya, untuk mencegah difusi kembali asam dan pepsin yang

menyebabkan iritasi (Dermawan, 2010).

2. Penatalaksanaan pada gastritis secara medis meliputi:

Gastritis akut Diatasi dengan menginstruksikan pasien untuk menghindari

alkohol dan makanan sampai gejala berkurang. Bila pasien mampu makan

melalui mulut, diet mengandung gizi danjurkan. Bila gejala menetap, cairan

perlu diberikan secara parenteral. Bila perdarahan terjadi, maka

penatalaksanaan adalah serupa dengan prosedur yang dilakukan untuk

hemoragik saluran gastrointestinal atas. Bila gastritis diakibatkan oleh

mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari

pengenceran dan penetralisasian agen penyebab.

1) Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (missalnya

alumunium hidroksida) untuk menetralisasi alkali, digunakan jus

lemon encer atau cuka encer.

2) Bila korosi luas atau berat, emetik, dan lafase dihindari

karenabahaya perforasi.

3. Penatalaksanaan secara keperawatan meliputi:

1) Tirah baring

2) Mengurangi stress
10

3) Diet

Air teh, air kaldu, air jahe dengan soda kemudian diberikan peroral

pada interval yang sering. Makanan yang sudah dihaluskan seperti

pudding, agar-agar dan sup, biasanya dapat ditoleransi setelah 12–24

jam dan kemudian makanan-makanan berikutnya ditambahkan secara

bertahap. Pasien dengan gastritis superficial yang kronis biasanya

berespon terhadap diet sehingga harus menghindari makanan yang

berbumbu banyak atau berminyak (Dermawan, 2010).

1.2.2 Tinjauan Medis Nyeri

1.2.2.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,

yang menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya.

Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan

dilepasnya bahan – bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti

serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang

akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).

Definisi keperawatan menyatakan bahwa nyeri adalah sesuatu yang

menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang

mengalaminya. Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau

sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan

dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi

nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan

sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional.
11

(Potter & Perry, 2005). Berdasarkan definisi- definisi di atas dapat disimpulkan

bahwa nyeri adalah suatu pengalaman sensori yang tidak menyenangkan dan

menyakitkan bagitubuh sebagai respon karena adanya kerusakan atau trauma

jaringan maupun gejolak psikologis yang diungkapkan secara subjektif oleh

individu yang mengalaminya.

1.2.2.2 Teori Nyeri

1. Teori Intensitas (The Intensity Theory)

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada receptor. Setiap

rangsangan sensori punya potensi untuk menimbulkan nyeri jika

intensitasnya cukup kuat (Saifullah, 2015).

2. Teori Kontrol Pintu (The Gate Control Theory)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) menyatakan bahwa impuls

nyeridapat diatur dan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang

system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup (Andarmoyo,

2013).

3. Teori Pola (Pattern Theory)

Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider (1989), teori ini menjelaskan

bahwa nyeri di sebabkan oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang

oleh pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari stimulasi

reseptoryang menghasilkan pola dari impuls saraf (Saifullah, 2015). Teori

pola adalah rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla

spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini mengakibatkan suatu respon

yang merangsang bagian yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan
12

menimbulkan persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.

Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T (Margono,

2014).

4. Endogenous Opiat Theory

Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia mengemukakan bahwa

terdapat subtansi seperti opiet yang terjadi selama alami didalam tubuh,

subtansi ini disebut endorphine yang mempengaruhi transmisi impuls yang

diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine mempengaruhi transmisi impuls

yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine kemungkinan bertindak

sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang menghambat

transmisi dari pesan nyeri (Hidayat, 2014).

1.2.2.3 Fisiologi Nyeri

Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga

pengalaman emosional dan psikologis yang menyebabkan nyeri, terdapat

rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang kompleks, yaitu transduksi,

transrmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana stimulus

noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung saraf sensorik (reseptor)

terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi, dalam proses ini terlibat tiga komponen

saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan impuls ke medulla spinalis,

kemudian jaringan saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas

(ascendens), dari medulla spinalis ke batang otak dan thalamus. Yang terakhir

hubungan timbal balik antara thalamus dan cortex. Proses ketiga adalah modulasi

yaitu aktivitas sarafyang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa

tertentu telah diternukan di sistem saraf pusat yang secara selektif menghambat
13

transmisi nyeri di medulla spinalis. Senyawa ini diaktifkan jika terjadi relaksasi

atau obat analgetika seperti morfin (Dewanto, 2003).

Proses terakhir adalah persepsi, proses impuls nyeri yang ditransmisikan

hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama sekali belum jelas.

Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga tidak jelas. Sangat

disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan pengalaman subyektif yang

dialami seseorang sehingga sangat sulit untuk memahaminya (Dewanto, 2003).

Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia

(substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf

perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak.

Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di

sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima

sinyal dari seluruh tubuh). Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat

sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama

kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi

nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak

kemudian turun ke spinal cord. Di bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin

dilepaskan untuk mengurangi nyeri di dacrah yang terluka (Potter & Perry, 2005).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat

gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa

ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara

lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah

transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya
14

motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak

atau beratnya nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2005).

Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon

tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom

(simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan

tekanan darah, peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan

tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon

parasimpatis seperti nyeri dalam, berat, berakibat tekanan darah turun nadi turun,

mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat.

Pada kasus nyeri yang parah dan serangan yang mendadak merupakan

ancaman yang mempengaruhi manusia sebagai sistem terbuka untuk beradaptasi

dari stressor yang mengancam dan menganggap keseimbangan. Hipotalamus

merespon terhadap stimulus nyeri dari reseptor perifer atau korteks cerebral

melalui sistem hipotalamus pituitary dan adrenal dengan mekanisme medula

adrenal hipofise untuk menekan fungsiyang tidak penting bagi kehidupan

sehingga menyebabkan hilangnya situasi menegangkan dan mekanisme kortek

adrenal hopfise untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dan

menyediakan energi kondisi emergency untuk mempercepat penyembuhan.

Apabila mekanisme ini tidak berhasil mengatasi stressor (nyeri) dapat

menimbulkan respon stress seperti turunnya sistem imun pada peradangan dan

menghambat penyembuhan dan kalau makin parah dapat terjadi syok ataupun

perilaku yang meladaptif (Potter & Perry, 2005).


15

1.2.2.4 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan nyeri

kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasiterjadinya nyeri, antara

lain:

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secaraadekuat

mempunyai efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang

disebabkannya karena dapat mempengaruhi sistem pulmonary,

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry,

2005).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan.

Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan,

karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan

yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini biasanya dikaitkan dengan

kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008). Nyeri kronik mengakibatkan

supresi pada fungsi sistem imun yang dapat meningkatkan pertumbuhan

tumor, depresi, dan ketidakmampuan.

Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) nyeri dibedakan menjadi:

1. Nyeri Ferifer. Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :

1) Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit

dan mukosa.
16

2) Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi dari

reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium dan toraks.

3) Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari

penyebab nyeri.

2. Nyeri Sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,

batang otak dan talamus.

3. Nyeri Psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan

kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu sendiri.

Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan

neuropatik (Potter & Perry, 2005), sebagai berikut:

1. Nyeri nosiseptif

Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini

ujung saraf nosiseptif, menerima informasi tentang stimulus yang mampu

merusak jaringan. Nyeri nosiseptif berdifat tajam, dan berdenyut (Potter &

Perry, 2005).

2. Nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf. Nyeri

neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap

sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain

nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di

bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Macam lainnya adalah nyeri

menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang

jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari

cidera organ visceral. Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal
17

dari bermacam-macam organ viscera dalam abdomen dan dada (Guyton &

Hall, 2008).

1.2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang

spesifik dan sering dapat diperkirakan. Reaksi pasien terhadap nyeri dibentuk oleh

berbagai faktor yang saling berinteraksi mencakup umur, sosial budaya, status

emosional, pengalaman nyeri masa lalu, sumber nyeri dan dasar pengetahuan

pasien.Kemampuan untuk mentoleransi nyeri dapat rnenurun dengan pengulangan

episode nyeri, kelemahan, marah, cemas dan gangguan tidur. Toleransi nyeri

dapat ditingkatkan dengan obat-obatan, alkohol, hipnotis, kehangatan, distraksi

dan praktek spiritual (Le Mone & Burke,2008).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain:

1. Pengalaman Nyeri Masa Lalu

Semakin sering individu mengalami nyeri, makin takut pula individu

tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan oleh nyeri

tersebut. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri

akibatnya, ia ingin nyerinya segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi

lebih parah. Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapatmengetahui

ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannva tidak adekuat(Potter &

Perry, 2005).

2. Kecemasan
Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri

dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Secara klinik,

kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin


18

merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri

pada susunan saraf pusat. Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan

sensasi nyeri (Le Mone & Burke, 2008).

3. Umur

Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen alamiah dari

proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh petugas

kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nycri hebat pada dewasa muda

dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua. Orang dewasa tua

mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin mengalami penurunan

persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang nyeri. Selain itu, proses

penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada dewasa tua seperti penyakit

gangguan, kardiovaskuler atau diabetes mellitus dapat mengganggu

transmisi impuls saraf normal. Cara lansia bereaksi terhadap nyeri dapat

berbeda dengan cara bereaksi orang yang lebih muda. Karena individu

lansia mempunyaimetabolisme yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh

terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, oleh

karenanya analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri

pada lansia. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat

dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakitnya (misalnya

diabetes), akan tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri

mungkin tidak berubah (Le Mone & Burke, 2008).

4. Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungannya dengan sifat keterpaparan dan

tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu


19

ternyata erat hubungannya dengan jenis kelatnin, dengan berbagai sifat

tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu,

terutama yang berhubungan erat dengan alat reproduksiatau yang secara

genetik berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Le Mone & Burke , 2008).

5. Sosial Budaya

Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami

mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat

membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan

pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui

perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang

nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam rnengkaji nyeri dan reaksi

perilaku terhadap nyeri juga efektif dalarn menghilangkan nyeripasien

(Potter & Perry, 2005).

6. Nilai Agama

Pada beberapa agama, individu menganggap nyeri dan penderitaan sebagai

cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membantu individu

menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan. Pasien dengan

kepercayaan ini mungkin menolak analgetik dan metode penyembuhan

lainnya; karena akan mengurangi persembahan mereka (Potter & Perry,

2005).

7. Lingkungan dan Dukungan Orang Terdekat

Lingkungan dan kehadiran dukungan keluarga juga dapat mempengaruhi

nyeri seseorang. Pada beberapa pasien yang mengalami nyeri seringkali

bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh


20

dukungan, bantuan, perlindungan. Walaupun nyeri tetap terasa, tetapi

kehadiran orang yang dicintainya akan dapat meminimalkan rasa

kecemasan dan ketakutan. Apabila keluarga atau teman tidak ada

seringkali membuat nyeri pasien tersebut semakin tertekan. Pada anak-

anak yang mengalami nyeri kehadiran orang tua sangat penting (Potter &

Perry, 2005).

1.2.2.6 Pengukuran Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Menurut Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut:

1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)

Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga

sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di

sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari “tidak nyeri” sampai

“nyeri tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan

meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan

(Potter & Perry, 2006).


21

2. Skala Penilaian Numerik (NRS)

Skala penilaian numerik atau numeric rating scale (NRS) lebih digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja, 2007).

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik

dan memiliki gejala yang tidak dapat terdeteksi.

4-6 Nyeri sedang: Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik. Memiliki karateristik adanya peningkatan

frekuensi pernafasan , tekanan darah, kekuatan otot, dan dilatasi pupil.

7-9 Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Memiliki karateristik

muka klien pucat, kekakuan otot, kelelahan dan keletihan.

10 Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,

memukul.
22

3. Skala Analog Visual (VAS)

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini

memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri

(Potter & Perry, 2006).

4. Skala Nyeri Wajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri),

kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah

yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat)

(Potter & Perry, 2006).

1.2.2.7 Manajemen Nyeri

1. Pendekatan farmakologi

Teknik farmakologi adalah cara yang paling efektif untuk menghilangkan

nyeri dengan pemberian obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang

sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari.

Metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri adalah

analgesic (Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002).


23

Menurut Smeltzer & Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yakni:

1) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID): menghilangkan

nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat sangat berguna bagi pasien yang

rentan terhadap efek pendepresi pernafasan.

2) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya diresepkan untuk

nyeri yang sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi. Efek

samping dari opiad ini dapat menyebabkan depresi pernafasan, sedasi,

konstipasi, mual muntah.

3) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant seperti sedative, anti

cemas, dan relaksan otot meningkatkan control nyeri atau

menghilangkan gejala lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual

(Potter & Perry, 2006).

2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Non farmakologi)

Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun & Nur’aeni (2013),

merupakan tindakan pereda nyeri yang dapat dilakukan perawat secara

mandiri tanpa tergantung pada petugas medis lain dimana dalam

pelaksanaanya perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.

Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung untuk memandang

obat sebagai satu-satunya metode untuk menghilangkan nyeri. Namun

banyak aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu

menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki resiko

yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan merupakan

pengganti obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).


24

Tindakan keperawata mandiri (Non farmakologi), antara lain:

1) Masase dan Stimulasi Kutaneus

Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum. Sering

dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase dapat membuat pasien

lebih nyaman (Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan stimulasi kutaneus

adalah stimulasi kulit yang dilakukan selama 3-10 menit untuk

menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara melepaskan endofrin,

sehingga memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry, 2006).

Salah satu teknik memberikan masase adalah tindakan masasepunggung

dengan usapan yang perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi

kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga memblok transmisi

stimulus nyeri. Teori gate control mengatakan bahwa stimulasi kulit

mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih besar

dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut

C dan delta-A yang berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup

transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2006). Penelitian yang dilakukan

oleh lestari (2015), tentang tentang pemanfaatan stimulasi kutaneus

(Slow Stroke Back Massage) menunjukan ada pengaruh stimulasi

kutaneus (slow stroke back massage) terhadap intensitas nyeri haid pada

siswi kelas XI SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.

2) Efflurage Massage

Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan

yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah

sirkular secara berulang (Reeder dalam Parulian, 2014). Langkah-


25

langkah melakukan teknik ini adalah kedua telapak tangan melakukan

usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari

abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah di atas simphisis pubis,

arahkan ke samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke

umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas simphisis pubis,

bentuk pola gerakannya seperti “kupu-kupu”. Masase ini dilakukan

selama 3–5 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan jika

dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009). Effleurage

merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak

memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek

samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain

(Ekowati, 2011).

3) Distraksi

Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada

nyeri dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin

merupakan mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya.

Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi

sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri

yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2002). Beberapa

sumber-sumber penelitian terkait tentang teknik distraksi yang

ditemukan peneliti sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak

terutama usia prasekolah sebagaimana dalam penelitian Pangabean pada

tahun (2014), menurut Pangabean salah satu teknik distraksi adalah

dengan bercerita dimana teknik distraksi bercerita merupakan salah satu


26

strategi non farmakologi yang dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti

pada penelitiannya dimana teknik distraksi dengan bercerita efektif

dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah pada pemasangan infus

yakni dari nyeri skala 3 ke nyeriskala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015),

menambahkan salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan dalam

penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan menonton film cartun

animasi, dimana ini terbukti dalam penelitiannya bahwa dengan

diberikan distraksi berupa menonton film cartun animasi efektif dalam

menurunkan nyeri anak usia prasekolah saat pemasangan infus.

4) Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental

dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni,

bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik

yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011). Perawat

dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik,

pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu kegiatan memainkan

alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan musik. Musik yang

sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan pilihan yang

paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015). Musik menghasilkan

perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu.

Musik harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan

efek terapiutik. Dalam keadaan perawatan akut, mendengarkan musik

dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi

nyeri (Potter & Perry, 2005).


27

5) GIM (Guided Imagery Music)

GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan

untuk mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan

imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan

imajinasi pasien. Musik digunakan untuk memperkuat relaksasi.

Keadaan relaksasi membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan

dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak berfokus pada nyeri

(Suarilah, 2014). Hasil Penelitian dari Suarilah, Wahyuni & Fahlufi

(2014) tentang “Guided Imagery dan Music (GIM) Menurunkan

Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio Caesaria” pada 30 responden

didapatkan hasil bahwa GIM terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri

pasien post SC di RSUP NTB. GIM direkomendasikan sebagai

intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.

6) Terapi Musik Klasik (Mozart)

Pada saat ini banyak jenis musik yang dapat diperdengarkan namun

musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis

adalah musik klasik karena musik ini maknitude yang luar biasa pada

perkembangan ilmu kesehatan, diantaranya memiki nada yang lembut,

nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa, ketenangan dan

membuat pendengarnya lebih rileks (Dofi dalam Liandari, 2015).

7) Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat

Salah satu terapi nonfarmakologi adalah hidroterapi rendam kaki air

hangat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti pada tahun

2015 tentang pengaruh hidroterapi rendam kaki air hangat terhadap 17


28

pasien post operasi di RS Islam Sultan Agung Semarang terdapat

penurunan intensitas nyeri dari sebelum diberikan 4,06 dan setelah

diberikan intensitas nyeri menjadi 2,71 dan terdapat pengaruh

hodroterapi rendam kaki air hangat terhadap penurunan nyeri pasien

post operasi dengan nilai p value 0,003 (p value <0,05).

8) Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat(menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara

perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi

bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat

mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam

system saraf otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan

matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman. Irama yang

konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan lambat

bersama setiap inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer & Bare,

2002).

9) Imajinasi Terbimbing (Guided Imagery)

Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam

suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif

tertentu. Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan

meredakan nyeri dapat terdiri atas penggabungannafas berirama lambat


29

dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer &

Bare, 2002). Prosedurnya yaitu ciptakan lingkungan yang tenang, jaga

privasi pasien, usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan rileks,

minta pasien untuk memejamkan mata dan usahakan agar pasien

berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas melalui hidung secara

perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”, selama

pasien memejamkan mata kemudian minta pasien untuk membayangkan

hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk

menghembuskan udara melalui mulut dan membuka mata secara

perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hembuskan, dua, tiga”,

minta pasien untuk mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya

sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik, Tangka & Rottie, 2013).

10) Aromaterapi

Aromaterapi merupakan penggunaan ekstrak minyak esensial tumbuhan

yang digunakan untuk memperbaiki mood dan kesehatan (Primadiati,

2002). Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia

berlangsung melalui dua sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan

sistem penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis,

daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa jenis aromaterapi yang

digunakan dalam menurunkan intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon

dan aromaterpi lavender. Aromaterapi lemon merupakan jenis aroma

terapi yang dapatdigunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang

terkandung dalam lemon salah satunya adalah linalool yang berguna

untuk menstabilkan sistem saraf sehingga dapat menimbulkan efek


30

tenang bagi siapapun yang menghirupnya (Wong dalam Purwandari,

2014).

11) Kompres Air Hangat

Pemberian aplikasi hangat pada tubuh merupakan suatu upaya untuk

mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk

mengurangi nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun

dapat juga dipergunakan untuk mengurangi berbagai jenis nyeri yang

lain (Arovah, 2010). Salah satu bentuk aplikasi yang dapat digunakan

yaitu berupa kompres hangat dengan botol kompres. Kompres hangat

adalah suatu bentuk terapi sederhana penghantar hangat yang bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan mengurangi rasa nyeri

(Hartaningsih & Turlina, 2009). Prinsip kerja dari kompres hangat yaitu

dengan cara memindahkan panas dari buli-buli panas kain yang melapisi

kompres ke dalam tubuh yang akan mengakibatkan terjadinya

vasodilatasi (pembuluh darah) sehingga menambah pemasukan oksigen,

nutrisi, dan leukosit darah yang menuju ke jaringan tubuh yang berujung

pada menurunnya ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan

berkurang dan berangsur menghilang, memperkecil inflamasi, serta

mempercepat penyembuhan jaringan lunak (Potter dan Perry, 2005).

1.3 Tinjauan Keperawatan

Konsep asuhan keperawatan pada pasien gastritis:

1. Pengkajian

1) Identitas Pasien

Identitas pasien meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, agama, suku/

bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, ruang rawat inap,


31

tanggal/ jam MRS, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.

2) Penanggung Jawab

Penanggung jawab meliputi nama penanggung jawab pasien, usia, jenis

kelamin, hubungan dengan pasien, pekerjaan, pendidikan, dan alamat.

3) Keluhan Utama

Pada penderita gastritis biasanya mengeluhkan nyeri pada ulu hati dan

nyeri perut sebelah kanan bawah.

4) Riwayat Penyakit Saat Ini

Meliputi perjalanan penyakitnya, awal dari gejala yang dirasakan pasien,

keluhan timbul dirasakan secara mendadak atau bertahap, faktor

pencetus, upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

5) Riwayat Penyakit Dahulu

Meliputi penyakit yang berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat

dirumah sakit dan riwayat pemakaian obat.

6) Riwayat Penyakit Keluarga

Meliputi penyakit yang pernah diderita keluarga yang sama dengan

penyakit yang diderita pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-Tanda Vital

Meliputi TD, nadi, RR, suhu, keadaan umum pasien biasanya pasien

tampak lemah karena kesakitan pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri

tekan di epigastrium.

2) Sistem Pernafasan (B1): takipnea


32

3) Sistem Kardiovaskuler (B2): takikardi, hipotensi,disritmia, nadi perifer

lemah, pengisian perifer lambat, warna kulit pucat

4) Sistem Persyarafan (B3): sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran

bisa terganggu, disorientasi, nyeri epigastrium.

5) Sistem Perkemihan (B4): oliguria, gangguan keseimbangan cairan.

6) Sistem Pencernaan (B5): anemia, anoreksia, mula, muntah, nyeri ulu

hati, tidak toleran padan makanan pedas.

7) Sistem Muskuloskeletal (B6): kelelahan, kelemahan.

8) Aktivitas/ Istirahat

Gejala: kelemahan, kelelahan.

Tanda: takikardi, takipnea/ hiperventilasi.

9) Integritas Ego

Gejela: faktor stress akut/ kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan

tak berdaya.

Tanda: ansietas misalnya gelisah, pucat, berkeringat, perhatian

menyempit, gemetar, suara gemetar.

10) Eliminasi

Gejala: riwayat maslah GE (Gastroenteritis) misalnya luka peptik atau

gaster, bedah gaster, perubahan pola defekasi/ karakteristik feses.

Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering hiperaktif

selama perdarahan dan hipoaktif setelah perdarahan, karakteristik feses

(diare, darah warna gelap atau kecoklatan atau merah cerah, berbusa,

bau busuk, konstipasi dapat terjadi karena perubahan diet)


33

11) Nyeri/ Kenyamanan

Gejala:

a. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/ menyebar ke punggung terjadi

1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulkus gaster).

b. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah menyebar ke punggung terjadi

kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang

dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal).

c. Tidak ada nyeri (varises esofageal atau gastritis)

d. Faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan

tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stressor psikologis.

Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area nyeri, pucat, berkeringat,

perhatian menyempit.

3. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan laboratorium

2) Pemeriksaan feses

3) Endoskopi saluran cerna bagian atas

4) Foto rontgen saluran cerna bagian atas.

4. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1) Nyeri Akut b.d mukosa lambung teriritasi

a. Batasan Karakteristik: perubahan selera makan, perubahan tekanan

darah, perubahan frekuensi pernafasan, laporan isyarat,

mengekspresikan perilaku (gelisah, merengek, menangis), sikap

melindungi nyeri, gangguan tidur, perubahan posisi untuk menghindari

nyeri, melaporkan nyeri secara verbal.


34

b. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,

diharapkan nyeri pasien berkurang atau hilang, skala nyeri 0, klien

dapat relaks, keadaan umum pasien baik.

Kriteria Hasil:

a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan tehnik nonfarmakologi).

b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang.

c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda

nyeri).

d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

c. Intervensi

a) Observasi TTV.

Rasional: untuk mengetahui perkembangan TTV pasien.

b) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas nyeri.

Rasional: untuk mengetahui intensitas nyeri pasien.

c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti

kebisingan, suhu ruangan dan pencahayaan.

Rasional: untuk mengurangi faktor penyebab nyeri dan membantu

pasien lebih relaks.

d) Atur posisi yang nyaman bagi pasien.

Rasional: posisi yang tepat dan dirasa nyaman oleh pasien dapat

mengurangi risiko pasien terhadap nyeri.


35

e) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi farmakologi

(analgetik) dan jika ada keluhan atau tindakan nyeri yang tidak

berhasil.

Rasional: memberikan terapi yang sesuai dengan keadaan pasien,

analgetik dapat memblok reseptor nyeri pada susunan saraf pusat.

f) Ajarkan tehnik nonfamakologi pada pasien dan keluarga pasien

Rasional: membantu pasien mengurangi nyeri dan lebih relaks

dengan tindakan mandiri.

1.4 CP (Clinical Pathway)


Obat-obatan (NSAID, aspirin, Helicobacter Philory Kafein
sulfanomida steroid, digitalis)
Melekat pada epitel Menurunnya produksi
Mengganggu pembentukan lambung bikarbonat (HCO3-)
swat mukosa lambung
Menghancurkan lapisan Menurunnya
mukosa lambung kemampuan protektif
terhadap asam
Menurunnya barrier Menyebabkan difusi
lambung terhadap asam dan kembali asam lambung
pepsin & pepsin Kekurangan volume
cairan

Inflamasi Erosi mukosa lambung


Perdarahan
Nyeri epigastrium
Menurunnya tonus & Mukosa lambung kehilangan
Menurunnya sensori peristaltik lambung integritas jaringan
untuk makan
Refluk duodenum
Anoreksia kelambung

Mual Dorongan ekspulsi isi


lambung ke mulut
Nyeri akut Ketidakseimbangan
Muntah
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kekurangan volume cairan
36

1.5 Trend Issue Penelitian

1.5.1 Kompres Air Hangat

Pemberian aplikasi hangat pada tubuh merupakan suatu upaya untuk

mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi

nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga

dipergunakan untuk mengurangi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2010).

Salah satu bentuk aplikasi yang dapat digunakan yaitu berupa kompres hangat

dengan botol kompres. Kompres hangat adalah suatu bentuk terapi sederhana

penghantar hangat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan

mengurangi rasa nyeri (Hartaningsih & Turlina, 2009). Prinsip kerja dari kompres

hangat yaitu dengan cara memindahkan panas dari buli-buli panas yang melapisi

kompres ke dalam tubuh yang akan mengakibatkan terjadinya vasodilatasi

(pembuluh darah) sehingga menambah pemasukan oksigen, nutrisi, dan leukosit

darah yang menuju ke jaringan tubuh yang berujung pada menurunnya ketegangan

otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang dan berangsur menghilang,

memperkecil inflamasi, serta mempercepat penyembuhan jaringan lunak (Potter dan

Perry, 2005).

1.5.2 Tujuan Kompres Air Hangat

1. Memperlancar sirkulasi darah

2. Mengurangi rasa nyeri

3. Merangsang peristaltik usus

4. Memperlancar pengeluaran eksudat

5. Memberi rasa nyaman

6. Menurunkan suhu tubuh (Eni Kusyati, 2006 & Mueser, 2007).


37

1.5.3 Efek Terapeutik Kompres Air Hangat

Stimulasi panas dapat memberikan respon fisiologis yang berbeda. Efek

terapeutik pemberian kompres hangat adalah :

1. Permeabilitas kapiler meningkat. Ini akan meningkatkan pergerakan zat sisa

dan nutrisi.

2. Vasodilatasi. Peningkatan aliran darah ke bagian tubuh yang cidera,

pengiriman nutrisi dan pembuangan zat sisa, menurunkan kongesti vena

pada jaringan yang cedera.

3. Viskositas darah menurun. Ini akan meningkatkan pengiriman leukosit dan

antibodi ke daerah nyeri.

4. Ketegangan otot menurun. Ini akan meningkatkan relaksasi otot dan

menurunkan nyeri akibat spasme.

5. Metabolisme meningkat. Meningkatkan aliran darah, rasa hangat lokal.

1.5.4 Langkah-langkah Kompres Air Hangat

1. Siapkan peralatan yang digunakan untuk kompres air hangat seperti buli-

buli panas (kantong karet yang diisi air panas untuk kompres) atau botol

kosong, baskom berisi air hangat (40-46oC), termometer pengukur suhu air

(jika tidak ada termometer bisa di ukur kehangatan airnya dengan

menggunakan punggung tangan).

2. Lakukan pemasangan telebih dahulu pada buli-buli/ botol panas dengan

cara: mengisi buli-buli/ botol kosong dengan air hangat, kencangkan

penutupnya kemudian membalik posisi buli-buli/ botol berulang-ulang.

Pastikan tutup buli-buli/ botol tertutup rapat. Bawa buli-buli/ botol berisi air

hangat tersebut ke dekat klien.


38

3. Letakkan atau pasang buli-buli pada area yang memerlukan kompres

4. Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetaui efek yang timbul akibat

pemberian kompres hangat.

5. Kompres area nyeri atau area yang memerlukan kompres selama 10-20

menit atau sampai botol air hangat tidak terasa panas atau hangat lagi.
BAB 2

TINJAUAN KASUS

2.1 Pengkajian

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. R Pendidikan : TS

Usia : 59 tahun Pekerjaan : IRT

Jenis kelamin :P Alamat : Jatirogo

Agama : Islam

Keluhan Utama : nyeri perut

B. Riwayat Penyakit Saat Ini

Keluarga mengatakanNy. R dibawa ke IGD RSNU Tuban pada tanggal 03-

07-2018 jam 08.30 dengan keluhan nyeri perut bagian bawah, perut terasa

panas, lemas kurang lebih 4 hari, nafsu makan menurun kurang lebih 2 hari,

perut kembung. Di IGD dilakukan pemeriksaan dan didapatkan TD: 120/80

mmHg, suhu: 36oC, RR: 20 x/menit, nadi: 98 x/menit, BB: 45 kg, TB: 155

cm, pada pemeriksaan nyeri didapatkan P: telat makan, Q: seperti ditusuk-

tusuk, R: perut bagian bawah, S: 6, T: terus menerus. Kemudian Ny. R

dipindahkan ke ruang Interna RSNU Tuban jam 10.20 untuk dilakukan

perawatan lebih lanjut.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga Ny. R mengatakan tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

39
40

E. Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

F. Riwayat Alergi

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak punya riwayat alergi.

G. Faktor Resiko

Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak merokok, tidak minum-

minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

H. Hasil Pemeriksaan

A: tidak ada sesak nafas, tidak ada sumbatan pada jalan nafas, tidak ada

akumulasi sekret, tidak ada suara nafas tambahan.

B: pola nafas teratur, tidak ada keluhan sesak, bentuk dada simetris, suara

nafas vesikuler, tidak menggunakan alat bantu nafas, RR: 20 x/menit.

C: akral hangat, konjungtiva ananemis, tidak pucat, tidak sianosis, CRT < 2

detik, TD: 120/80 mmHg, nadi: 98 x/menit, bunyi jantung normal, irama

jantung reguler.

D: keadaan umum pasien cukup, kesadaran composmentis, GCS: E4 V5

M6, pupil isokor.

E:

I. Terapi

Infus Futrolit 500cc 20tpm

Injeksi Santagesik 500mg 1x1

Injeksi Ranitidine 25mg 2x1

Injeksi Acran 2ml 2x1

Oral: Dompenidone 3x10mg


Alprazolam 1x0,5mg (kalau perlu)
41

2.2 Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut b.d mukosa lambung teriritasi

2.3 Aplikasi DAR (Data, Action, Respon)

DATA ACTION RESPON


Ds: pasien mengatakan 1. Mengobservasi TTV S: pasien mengatakan
nyeri pada perut bagian pasien masih merasa nyeri
bawah 2. Mengkaji nyeri yang pada ulu hati dan
dirasakan pasien perut bagian tengah
Do: 3. Mengatur posisi pasien bawah.
a. Keadaan umum: cukup senyaman mungkin
b. Pasien tampak 4. Memberikan terapi sesuai O:
kesakitan advis dokter injeksi Acran a. Keadaan umum:
c. Melaporkan nyeri pada 2ml cukup
perut bagian bawah 5. Memberikan dan b. Pasien masih tampak
d. P: telat makan mengajarkan tehnik kesakitan
Q: seperti ditusuk- nonfarmakologi terapi c. P: telat makan
tusuk kompres air hangat Q: seperti ditusuk-
R: perut bagian bawah tusuk
S: 6 R: perut bagian
T: terus menerus bawah
e. TTV S: 6
TD: 120/80 mmHg T: terus menerus
Suhu: 36oC d. TTV
Nadi: 98x/menit TD: 120/80 mmHg
RR: 20x/menit Suhu: 36oC
Nadi: 98x/menit
Kriteria Hasil: RR: 20x/menit
a. Mampu mengontrol
nyeri (mampu A: masalah belum
menggunakan tehnik teratasi
nonfarmakologi).
b. Melaporkan bahwa nyeri P: lanjutkan intervensi
berkurang. 1-5
c. Menyatakan
rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Gambaran Kasus

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien gastritis di ruang rawat

inap Interna RSNU Tuban pada bulan Mei sampai Juli tahun 2018 sebanyak 18

responden dengan keluhan utama nyeri pada bagian epigastrium. Jumlah

responden pada penelitian ini yaitu semua pasien gastritis di ruang rawat inap

Interna pada tanggal 2 Juli sampai 16 Juli 2018 sebanyak 3 responden di ruang

kelas III.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian “pra experimental” dengan

menggunakan metode penelitian“One Group Pre-Post test Design” yang mana

pada desain ini memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan-perubahan yang

terjadi setelah adanya eksperimen (Nursalam, 2016).

Pre test perlakuan post test

K 01 X 02

Penelitian ini dilakukan dengan cara subjek (suatu kelompok) diberikan

pre test (observasi awal) terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan (X). Setelah

diberikan perlakuan, kemudian dilakukan kembali post test (observasi akhir). Hal

ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang dihasilkan antara pre test dan

post test.

Keterangan :

K : Subjek (Suatu kelompok)

X : Perlakuan (Pemberian terapi kompres air hangat)

42
43

01: Observasi sebelum tindakan

02: Observasi setelah tindakan

(Nursalam, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis Edisi 4,

2016).

3.1.2 Analisa Kasus

Ciri dari penelitian ini adalah menggunakan pengaruh sebab akibat dengan

cara melibatkan satu kelompok subyek. Kelompok subyek di observasi sebelum

dilakukan intervensi, kemudian di observasi kembali setalah dilakukan intervensi.

Prosedur pelaksanaan terapi nonfarmakologi pada pasien gastritis untuk

mengurangi intensitas nyeri salah satunya yaitu dengan pemberian terapi kompres

air hangat. Pemberian terapi kompres air hangat yang diharapkan dapat

mengurangi rasa nyeri dengan memberikan efek relaks dan rasa hangat pada

bagian tubuh yang memerlukan kompres hangat. Kompres air hangat dapat

dilakukan dengan menempelkan botol atau buli-buli yang berisi air hangat ke

daerah tubuh yang nyeri selama kurang lebih 10-20 menit atau sampai tidak terasa

hangat lagi. Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,

membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar aliran

darah dan memberikan ketenangan pada klien (Kimin, 2009).

Tabel 3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Skala Nyeri Pada Pasien


Gastritis Sebelum Diberikan Terapi Kompres Air Hangat di
Ruang Interna RSNU Tuban
Nama Responden Skala Nyeri Keterangan

Ny. R 6 Nyeri sedang

Tn. J 7 Nyeri berat

Ny. N 6 Nyeri sedang


Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2018
44

Berdasarkan data tabel 3.1 dapat diketahui bahwa rata-rata responden

mengalami nyeri dalam kategori nyeri sedang sebelum diberikan terapi kompres

air hangat.

Tabel 3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Skala Nyeri Pada Pasien


Gastritis Setelah Diberikan Terapi Kompres Air Hangat di Ruang
Interna RSNU Tuban
Nama Responden Skala Nyeri Keterangan

Ny. R 3 Nyeri ringan

Tn. J 5 Nyeri sedang

Ny. N 3 Nyeri ringan


Sumber: Data Primer Peneliti, Tahun 2018

Berdasarkan data tabel 3.2 dapat diketahui bahwa rata-rata responden

mengalami nyeri dalam kategori nyeri ringan setelah diberikan terapi kompres air

hangat.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa

skala nyeri dari responden yang telah diberikan terapi kompres air hangat

cenderung menurun, dari skala nyeri sedang menjadi skala nyeri sedang dan dari

skala nyeri berat menjadi skala nyeri sedang.

Terapi kompres air hangat efektif untuk mengurangi nyeri yang

berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga dipergunakan untuk

mengurangi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2010).

3.2 Pembahasan

3.2.1 Identifikasi Skala Nyeri Pada Pasien Gastritis Sebelum Diberikan Terapi

Kompres Air Hangat

Berdasarkan tabel 3.1 didapatkan hasil bahwa sebelum diberikan terapi

kompres air hangat menunjukkan bahwa 2 responden mengalami nyeri dengan

skala nyeri 6 (nyeri sedang), dan 1 responden mengalami nyeri dengan skala 7
45

(nyeri berat). Responden masih mengeluhkan nyeri meskipun sudah diberikan

terapi farmakologi sesuai advis dokter, nyeri masih terasa (hilang timbul) sesaat

setelah diberikan terapi farmakologi.

Pemberian aplikasi hangat pada tubuh merupakan suatu upaya untuk

mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi

nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga

dipergunakan untuk mengurangi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2010).

Salah satu bentuk aplikasi yang dapat digunakan yaitu berupa kompres hangat

dengan botol kompres. Kompres hangat adalah suatu bentuk terapi sederhana

penghantar hangat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan

mengurangi rasa nyeri (Hartaningsih & Turlina, 2009).

3.2.2 Identifikasi Skala Nyeri Pada Pasien Gastritis Setelah Diberikan Terapi

Kompres Air Hangat

Dalam upaya penurunan skala nyeri pada pasien gastritis, peneliti

memberikan terapi nonfarmakologi berupa terapi kompes air hangat dengan

menggunakan botol berisi air hangat yang diletakkan pada area tubuh pasien yang

terasa nyeri dan dilakukan setiap kali pasien merasa nyeri timbul, terapi ini

dilakukan selama 10-15 menit atau sampai botol berisi air hangat sudah tidak

terasa hangat lagi, dengan harapan nyeri yang dialami pada pasien gastritis

berkurang atau hilang.

Berdasarkan data yang didapatkan peneliti dapat diketahui bahwa sebelum

diberikan terapi kompres air hangat 2 responden mengalami nyeri sedang dan 1

responden mengalami nyeri berat. Data yang diperoleh peneliti dapat diketahui

bahwa setelah diberikan terapi kompres air hangat nyeri yang dialami responden
46

mengalami penurunan yaitu dari nyeri berat menjadi nyeri sedang dan dari nyeri

sedang menjadi nyeri ringan, hal ini karena dengan pemberian kompres air hangat

dapat mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman.

Pemberian aplikasi hangat pada tubuh merupakan suatu upaya untuk

mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini efektif untuk mengurangi

nyeri yang berhubungan dengan ketegangan otot walaupun dapat juga

dipergunakan untuk mengurangi berbagai jenis nyeri yang lain (Arovah, 2010).

Prinsip kerja dari kompres hangat yaitu dengan cara memindahkan panas dari

buli-buli panas yang melapisi kompres ke dalam tubuh yang akan mengakibatkan

terjadinya vasodilatasi (pembuluh darah) sehingga menambah pemasukan oksigen,

nutrisi, dan leukosit darah yang menuju ke jaringan tubuh yang berujung pada

menurunnya ketegangan otot sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang dan

berangsur menghilang, memperkecil inflamasi, serta mempercepat penyembuhan

jaringan lunak (Potter dan Perry, 2005).

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Anis Rofiqoh, dkk

(2017) tentang pengaruh pemberian kompres air hangat terhadap penurunan intensitas

nyeri dysmenorrhea pada mahasiswi STIKES Jendral Achmad Yani Yogyakarta

didapatkan hasil dari 20 responden dengan kategori nyeri sedang, setelah diberikan

terapi kompres air hangat rata-rata intensitas nyeri responden dalam kategori ringan

dengan skala 3 dengan nilai ρ-value = 0,000 (< 0,05).

Menurut Hidayat & Ulfa (2008) kompres air hangat memenuhi kebutuhan rasa

nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah spasme

otot. Kompres air hangat bertujuan untuk melebarkan pembuluh darah sehingga

meningkatkan sirkulasi darah ke bagian yang nyeri menurunkan ketegangan otot yang

dapat mengurangi nyeri akibat spasme otot atau kekauan otot (Potter & Perry, 2010).
47

Hal ini didukung pernyataan oleh Price & Wilson (2014) kompres air hangat

merupakan salah satu metode nonfarmakologi yang dianggap efektif dalam

menurunkan nyeri atau spasme otot.


BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden sebelum

diberikan intervensi terapi kompres air hangat 2 responden mengalami nyeri

dalam kategori nyeri sedang dan 1 responden mengalami nyeri dalam kategori

berat. Setelah diberikan intervensi terapi kompres air hangat nyeri yang dialami

responden menurun dari yang nyeri sedang menjadi nyeri ringan dan dari nyeri

berat menjadi nyeri sedang.

Keberhasilan dari terapi ini juga memerlukan dukungan dari kelurga pasien,

dan untuk meningkatkan hasil dari terapi kompres air hangat baik pasien maupun

pihak keluarga dapat melakukan terapi kompres air hangat secara mandiri ketika

nyeri muncul.

4.2 Saran

4.1.1 Saran Teoritis

Diharapkan hasil penelitian in dapat menambah pengetahuan dan membantu

dalam menentukan intervensi nonfarmakologi terhadap nyeri pada penderi

gastritis.

4.1.2 Saran Praktis

1. Bagi Institusi

Bagi institusi khususnya ruang rawat inap Interna RSNU Tuban diharapkan

dapat mengaplikasikan terapi kompres air hangat pada intervensi untuk

mengurangi intensitas nyeri, dan memberikan rasa nyaman pada pasien

yang mengalami nyeri.

48
49

2. Bagi Perawat dan Responden

Dari penelitian ini diharapkan terapi kompres air hangat dapat dilakukan

oleh perawat untuk membantu penurunan intensitas nyeri sehingga pasien

merasa lebih nyaman dan dapat memberikan efek relaks pada pasien,

perawat dapat membantu pasien dan keluarga dalam melakukan terapi

secara mandiri.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya untuk mencari intervensi

nonfarmakologi lain yang belum pernah diberikan pada pasien untuk

membantu menurunkan intensitas nyeri pada pasien.

Anda mungkin juga menyukai