Anda di halaman 1dari 5

SKRINING FITOKIMIA DAN PENETAPAN KANDUNGAN

FLAVONOID TOTAL EKSTRAK METANOLIK HERBA


BOROCO (Celosia argentea L.)
Abd.Malik, Ferawati Edward, Risda Waris,
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia
Universitas Muslim Indonesia
abd.malik@umi.ac.id

ABSTRACT
Phytochemical Screening and Determination of Total Flavonoids Content of Methanolic Extracts of
Boroco Herbs (Celocia argentea L). Boroco plant is often used as a traditional medicine for anti
inflammatory, diuretic, hypertension, dysentery. Chemical constituents in boroco herbs (Celocia
argentea L.) are alkaloids and flavanoids, glycosides, tannin and saponin (2003) . Each sample
extraction using 96 % methanol of maceration method. Then performed to determine the class of
phytochemical screening of active compounds are contained in the sample. Determination of total
flavanoids done by chang et al method (2002) of Boroco herbs. Result of the study showed the total
flavanoids content of methanolic extract of boroco herbs calculated as a rutin for 2.57%.

Keywords: Boroco (Celosia argentea L.), Rutin, Flavonoid Total

I. PENDAHULUAN kering dapat digunakan untuk mengobati


Latar Belakang beberapa penyakit (Permadi, 2006).
Boroco bernama latin Celosia Herba Boroco mengandung flavonoid
argentea L., yang termasuk kedalam family dan polifenol. (Dalimartha,2003). Senyawa
tumbuhan Amaranthaceae. Tanaman ini flavonoid adalah senyawa polifenol dengan inti
dikenal dengan nama-nama daerah seperti terdiri dari 15 atom karbon, tersusun atas dua
bayam ekor belanda, bayam kucing (Bangun, cincin gugus benzene yang dihubungkan
2012). menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari
Tanaman Boroco ini adalah tumbuhan 3 atom karbon. Flavonoid umumnya terdapat
yang tumbuh tegak, tingginya sekitar 30-100 pada tumbuhan terikat dengan gula sebagai
sentimeter, sering tumbuh liar di sisi jalan, glikosida (Sovia, 2006).
pinggir selokan, tanah lapang terlantar.
Batangnya bulat dengan alur kasar memanjang, II. METODE PENELITIAN
bercabang banyak, warna ijau atau merah. A. Pengolahan Sampel
Daunnya berwarna hijau atau merah, berbentuk Bahan penelitian berupa herba,
bulat telur memanjang, ujung lancip, tepinya kemudian dibersihkan dengan air mengalir
bergerigi halus hampir rata.Bunganya bulir hingga bersih, lalu dikeringkan pada tempat
panjang 3-10 sentimeter, warna merah muda yang tidak terkena sinar matahari langsung,
atau ungu, bijinya hitam cerah, bunga tumbuh setelah itu dirajang dan diserbukkan.
di ujung-ujung cabang (Bangun, 2012).
Boroco biasa ditemukan liar di daerah B. Metode Esktraksi
berpasir yang basah, seperti di tepi selokan atau Serbuk simplisia ditimbang 300 gram
di tepi sungai, tegalan, kebun dan semak. kemudian dimasukkan dalam wadah maserasi.
Kadang juga dibudidayakan sebagai tanaman Cairan pengekstraksi metanol sebanyak 1 L
hias atau sayuran. Asalnya mungkin dari dimasukkan kedalam wadah maserasi, biarkan
Amerika, tersebar ke cina selatan, Sri lanka, beberapa jam kemudian tambahkan 1 L
India, Afrika. Di Indonesia dapat ditemukan metanol hingga seluruh serbuk sampel
pada ketinggian 1-1.700 m di atas permukaan terendam, lalu ditutup rapat. Wadah maserasi
laut (Dalimartha, 2003). disimpan pada tempat yang terlindungi dari
Perbanyakan tanaman boroco dapat cahaya matahari langsung selama 5 hari sambil
dilakukan dengan biji atau setek. Seluruh dilakukan pengadukan sesering mungkin.
bagian tanaman boroco, baik segar maupun Campuran kemudian disaring dan ampasnya

Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol 1 No.1 1


direndam lagi dengan cairan penyari yang baru. menunjukkan adanya flavon, kalkon
Proses penyarian selanjutnya dilakukan dan auron.
sebanyak 4 kali dengan metanol setiap kali 3. Uapkan hingga kering 1 mL larutan
sebanyak 2 L. Ekstrak cair dikumpulkan percobaan, basahkan sisa dengan
kemudian dipekatkan dengan menggunakan aseton P, tambahkan sedikit serbuk
alat Rotavapor hingga diperoleh ekstrak halus asam borat P dan serbuk halus
metanol kental. oksalat P, panaskan hati-hati diatas
tangas air dan hindari pemanasan yang
1. Skrining Fitokimia berlebihan. Campur sisa yang
a. Uji Alkaloid diperoleh dengan 10 mL eter P. Amati
Ditimbang 500 mg serbuk simplisia, dengan sinar UV 366 nm, larutan
Ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N dan 9 mL berfluorosensi kuning intensif,
aquadest, panaskan di atas tangas air selama 2 menunjukkan adanya flavonoid.
menit, dinginkan dan saring, pindahkan 3 tetes
filtrat pada kaca arloji, tambahkan 2 tetes c. Uji Glikosida
larutan Bouchardat (Jika terdapat endapan  Larutan Percobaan
berwarna cokelat sampai hitam, maka serbuk Sari filtrat 3 kali, tiap kali dengan 20
mengandung alkaloid), tambahkan 2 tetes mL campuran 3 bagian volume kloroform P
larutan Mayer (Jika terbentuk endapan dan 2 bagian volume isopropanol P. Pada
menggumpal berwarna putih atau kuning yang kumpulan sari tambahkan natrium sulfat
larut dalam metanol P, maka sebuk anhidrat P, saring, dan uapkan pada suhu tidak
mengandung alkaloid). lebih dari 50o. Larutan sisa dengan 2 mL
metanol P.
b. Uji Flavonoid  Cara Percobaan
 Larutan Percobaan 1. Uapkan 0,1 mL larutan percobaan di
Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau atas tangas air, larutkan sisa dalam 5
sisa kering 10 mL sediaan berbentuk cairan, mL asam asetat anhidrat P. Tambahkan
dengan 10 mL metanol P, menggunakan alat 10 tetes asam sulfat P, terjadi warna
pendingin balik selama 10 menit. Saring panas biru atau hijau menunjukkan adanya
melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan glikosida (reaksi Liebermann
filtrat dengan 10 mL air. Setelah dingin Burchard).
tambahkan 5 mL eter minyak tanah P, kocok 2. Masukkan 0,1 mL larutan Percobaan
hati-hati diamkan. Ambil lapisan metanol, dalam tabung reaksi, uapkan di atas
uapkan pada suhu 40o dibawah tekanan. Sisa tangas air. Pada sisa tambahkan 2 mL
dilarutkan dalam 5 mL etil asetat P, saring. air dan 2 tetes Molish LP. Tambahkan
 Cara Kerja hati-hati 2 mL asam sulfat P, terbentuk
1. Uapkan hingga kering 1 mL larutan cincin berwarna ungu pada batas
percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL cairan, menunjukkan adanya ikatan
sampai 2 mL etanol (95%) P, gula (reaksi Molish).
tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 d. Uji Saponin
mL asam klorida 2 N, diamkan selama Masukkan 0,5 g serbuk kedalam
1 menit. Tambahkan 10 tetes asam tabung reaksi, tambahkan 10 mL air panas,
klorida pekat P, jika dalam waktu 2 dinginkan dan kocok kuat-kuat selama 10 detik
menit sampai 5 menit terjadi warna jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair,
merah intensif, menunjukkan adanya encerkan 1 mL sediaan, tambahkan 10 mL air
flavonoid (glikosida-3-flavonol). dan kocok kuat-kuat selama 10 menit,
2. Uapkan hingga kering 1 mL larutan terbentuk buih yang mantap selama tidak
percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10
etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N,
serbuk magnesium P dan 10 tetes asam buih tidak hilang.
klorida P, jika terjadi warna merah
jingga sampai merah ungu, e. Uji Tanin (Fransworth, 1966)
menunjukkan adanya flavonoid. Jika Sejumlah 200 mg ekstrak kental
terjadi warna kuning jingga, dilarutkan dalam 5 mL air suling panas dan
diaduk. Setelah dingin disentrifugasi dan
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol 1 No.1
2
bagian cairan didekantisir dan diberi larutan
NaCl 10% kemudian disaring. Filtrat sebanyak Rutin y=0.875+0.107
masing-masing 1 mL dikerjakan sebagai 12 r = 0.992
berikut ; 10
a. Tambahkan 3 ml larutan gelatin 10% dan

Absorbansi
8
diperhatikan endapannya.
b. Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3, dan 6
diperhatikan terjadinya perubahan warna 4 Series2

menjadi hijau violet. 2


c. Ditambahkan 3 mL larutan NaCl-gelatin 0
(gelatin 1% dalam larutan NaCl 10%) dan 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000
diperhatikan adanya endapan. Konsentrasi (ppm)

2. Penentuan Kandungan Flavonoid Total Gambar 2. Kurva kalibrasi rutin pada panjang
(Chang et al, 2002). gelombang 415 nm
Ekstrak sebanyak 10 mg dilarutkan
dalam 10 mL metanol, diambil 1 mL kemudian Tabel 3. Hasil pengukuran kadar flavonoid
ditambahkan 3 mL metanol, 0,2 mL AlCl3 total
10%, 0,2 mL kalium asetat, 5,6 mL Flavonoid
aqubedistilata, simpan 30 menit pada tempat Sampel Absorbansi Konsentrasi
Total
gelap dengan suasana suhu kamar,
absorbansinya di ukur pada spektrofotometri Ekstrak
UV-Vis dengan panjang gelombang 415 nm. herba 1,895 25,71 2,57
Kadar flavonoid total dinyatakan dalam gram boroco
rutin equivalen (RE).
B. Pembahasan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman herba Boroco (Celosia
A. Hasil Penelitian argentea L) dikumpulkan kemudian dilakukan
Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia dari Herba proses pencucian, sortir basah dan kering untuk
Buroco mendapatkan simplisia. Tanaman herba
Skrining Fitokimia Sampel Boroco (Celosia argentea L) dikeringkan
dengan cara dijemur ditempat yang tidak
Uji alkaloid + terkena sinar matahari langsung. Setelah kering
Uji flavonoid + sampel diserbukkan. Kemudian dilakukan
Uji glikosida + ekstraksi dengan metode maserasi. Metode
Uji saponin + maserasi dipilih dalam penelitian ini karena
Uji tannin + merupakan metode yang mudah dilakukan dan
menggunakan alat-alat sederhana, yaitu cukup
Tabel 2. Hasil pengukuran absorbansi larutan dengan merendam sampel dalam pelarut
standar rutin (Voigt, 1995).
Konsentrasi (ppm) Absorbansi Pelarut yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metanol. Digunakan
metanol karena pelarut ini dapat melarutkan
2 1,023
hampir semua senyawa organik yang ada pada
4 1,338 sampel, mudah menguap sehingga mudah
8 1,735 dibebaskan dari ekstrak (Andayani, et al.
10 1,89 2008). Rendaman pada saat maserasi disimpan
ditempat yang terlindungi dari cahaya, hal ini
dilakukan untuk mencegah reaksi yang
dikatalisis cahaya atau mencegah terjadinya
perubahan warna (Voigt, 1995).
Setelah didapatkan ekstrak, dilakukan
skrining fitokimia untuk menentukan golongan
senyawa aktif dari tanaman ini. Skrining
fitokimia merupakan cara sederhana untuk
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol 1 No.1
3
melakukan analisis kualitatif kandungan Masing-masing konsentrasi rutin
senyawa yang terdapat dalam tumbuhan. Pada dipipet 1 mL dan di reaksikan dengan 3 ml
penelitian ini skrining yang dilakukan adalah metanol yang berfungsi sebagai peningkat
uji alkaloid, uji flavanoid, uji saponin, uji kelarutan, ditambah 0,2ml AlCl3 10% yang
tannin, dan uji glikosida. Karena uji-uji berfungsi untuk memberikan efek batokromik
tersebut sudah mewakili beberapa golongan yaitu menggeser ke panjang gelombang yang
senyawa yang terdapat dalam tanaman. lebih tinggi dan terjadi juga peningkatan
Hasil skrining fitokimia dari herba intensitas larutan standar rutin menghasilkan
boroco (Celosia argentea L) pada tabel 1 warna yang lebih kuning sehingga reaksi warna
menunjukkan positif (+) untuk uji alkaloid, uji yang terbentuk dapat diamati dengan mata
flavonoid, uji tannin, uji saponin dan uji telanjang dan dapat diukur pada
glikosida. Hasil tersebut berbeda dengan spektrofotometri UV-Vis. Kemudian
literatur yang mendapatkan hasil negatif (-) uji ditambahkan 0,2 ml kalium asetat yang
glikosida. berfungsi sebagai penstabil agar efek
Analisa kandungan flavonoid total batokromik yang terjadi dapat dipertahankan.
pada penelitian ini dilakukan dengan Lalu ditambahkan 5,6 ml aquabidestilata,
menggunakan larutan standar rutin dengan menghasilkan warna kuning. Didiamkan pada
konsentrasi (µg/mL) 2, 4, 8, dan 10 pada tabel suhu kamar dalam keadaan gelap selama 30
2 berturut-turut menghasilkan absorbansi menit agar reaksi antara larutan standar rutin
1,023, 1,338, 1,734, 1,89 dengan warna yang dengan pereaksi-pereaksi dapat berlangsung
dihasilkan adalah warna kuning. Senyawa rutin sempurna.
adalah zat padat, berwarna kuning dan larut Pada pengukuran absorbansi sampel,
dalam air, tetapi rutin ini lebih banyak larut ditimbang 10 mg ekstrak dan dilarutkan dengan
dalam air dibandingkan aglikon kuersetin 10ml methanol pa lalu dipipet 1ml dari larutan
(Fitria, 2007).. Semakin tinggi konsentrasi sampel dan ditambahkan 3 ml methanol, 0,2 ml
yang digunakan, maka semakin pekat warna AlCl3 10%, 0,2 ml kalium asetat dan
kuning yang akan dihasilkan. Digunakan aquabidestillata. Kemudian diukur
larutan standar rutin karena kebanyakan absorbansinya dengan spektrofotometri UV-
flavonoid yang paling sering ditemukan dalam Vis pada panjang gelombang 415 nm.
tanaman dalam bentuk glikosida seperti Hasil tersebut dimasukan dalam rumus,
kuarsetin 3-rutinosida (Harbone, 1998). penentuan kadar flavonoid total berdasarkan
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat tesis (Malik, 2011) yaitu:
bahwa kurva kalibrasi dengan persamaan Konsentrasi x Vol.Ekstrak x 100
regresi untuk absorbansi rutin sebesar y = flavonoid total =
0.875+0.107. Larutan standar senyawa Berat ekstrak
flavonoid diperoleh hubungan yang linear Hasil yang diperoleh pada tabel 3 dari
antara absorbansi dengan konsentrasi pada penentuan kadar flavonoid total dalam estrak
pengukuran absorbansi yang ditunjukkan metanol herba boroco yaitu 2,57%.
dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.992
Nilai (r). IV. KESIMPULAN
Absorbansi ekstrak metanol herba Dari hasil penelitian yang telah
boroco sebanyak 1,895. Dari nilai absorbansi dilakukan , dapat diambil kesimpulan bahwa
tersebut dapat diketahui konsentrasi flavonoid kadar flavonoid total pada ekstrak metanol
dari ekstrak metanol herba boroco dengan herba boroco (Celosia argentea L ) yaitu 2,57
menggunakan persamaan regresi menghasilkan %.
konsentrasi (mg/L) sebesar 25,71. Untuk
pengukuran kadar flavonoid total ekstrak herba DAFTAR PUSTAKA
boroco diawali dengan pembuatan larutan 1. Ahmad, S.A., 1980. Kimia Organik Bahan
standar rutin, ditimbang 2,5 mg rutin dan Alam. Penerbit Kurnia : Jakarta.
dilarutkan dalam 10 mL methanol pa
menghasilkan 1000 ppm. Larutan standar rutin 2. Andayani, Yovita dan Maimunah. 2008.
dibuat menjadi beberapa konsentrasi (ppm) Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar
yaitu 2, 4, 8 dan 10. Ini dimaksudkan untuk Fenolat Total dan Likopen pada Buah
mengurangi ketidakpastian analisa sehingga Tomat (Solanum lycopersicum L). Jurnal
ketelitian akan meningkat (Wiryawan, 2008).
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol 1 No.1
4
Sains dan Teknologi Farmasi. UNAND:
Padang. 15. Mujahid.2011.TESIS pemilihan metode
analisis flavonoid secara spektroskopi
3. Bangun, Abednego. 2012. Ensiklopedia UV-Vis serta penerapannya pada seledri
Tanaman Obat Indonesia. Indonesia (apium graviolens L) murbei (morus alba
Publishing House. 2012. L), patikan kebo (euphorbia hirta L) dan
jeruk nipis (citrus aurantifolia).Program
4. Chang, C. Yang, M. Wen, H. and Chern J. pascasarjana program studi ilmu
2002.Estimation of total flavonoid content farmasi.fakultas farmasi.UGM.
in Propolis by two complementary Yogyakarta.
colorimetric methods.J . FoodDrug A.
16. Nugroho, A.E; Malik, A and Promono,
5. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan S.2013. Total Phenolic And Flavonoid
Makanan, 1979. Farmakope Indonesia Contents, And In Vitro Antihypertension
Edisi III. Departemen Kesehatan RI : Activity Of Purified Extract Of Indonesia
Jakarta. Cashew Leaves. International food
research journal. 20(1):299-305.
6. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan.1995 Farmakope Indonesia 17. Sastrohamidjojo, Hardjono. 1985.
Edisi IV.Departemen Kesehatan RI, Kromatografi. Yogyakarta : Liberty
Jakarta. yogyakarta.

7. Direktorat JendraI.Pengawasan Obat dan 18. Sovia,L. 2006. Senyawa Flavonoida,


Makanan. 2000. Parameter Standar Fenilpropanoida, dan Alkaloida[Karya
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Ilmiah]. Fakultas Matematika dan Ilmu
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera
Utara : Medan.
8. Dalimartha,S. 2003. Altas Tumbuhan Obat
Indonesia Volume 3. Niaga Swadaya. 19. Underwood AL.1996. analisa kimia
Jakarta. kuantitatif,ed IV.erlangga.jakarta

9. Fitria. 2007. Isolasi dan Identifikasi 20. Wildah,Dj. 2001. Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid Dalam Daun Paliasa. Flavonoid Pada Daun Kemuning
Universitas Hasanuddin : Makassar. [Skripsi]. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA.
Universitas Hasanuddin : Makassar.
10. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia :
Penuntun cara modern menganalisa 21. Wiryawan A, dkk. 2008. Kimia Analitik.
tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan Departemen Pendidikan Nasional :
Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Jakarta.
ITB : Bandung.

11. Hendayana S. 1997. Kimia analisis


instrument. ikip semarang press.

12. Markham, K.R. 1998. Cara


Mengindentifikasi Flavonoid, terjemahan
K. Radmawinata, Penerbit ITB : Bandung.

13. Martawijaya,M. 1989. Atlas Kayu


Indonesia. Jilid 3. Departemen
Kehutanan. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kehutanan : Bogor.
14. Miller AL. 1996. Antioxidant flavonoids:
structure, function, and clinical usage. Alt
Med Rev 1
Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol 1 No.1
5

Anda mungkin juga menyukai