Anda di halaman 1dari 32

REVIEW ARTIKEL FITOKIMIA II

Dosen Pengampu :
Dr. Syaikhul Aziz, S.Far., M.Si., Apt

Disusun oleh :

Ni Putu Cahyani Candra Putri 118260100


Heri susanto 118260004
Nadhila amalia 118260052
Faqih Hilan Miladi 118260069
Issri Mila Nova Andinni 118260075
Ni Luh Sanjiwani 118260020
Annisa Zulistia 118260006
Chintya Novita Siagian 118260003

Program Studi Farmasi


Jurusan Sains
Institut Teknologi Sumatera
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Larutan Percobaan


Sari 0,5 g serbuk yang diperiksa atau sisa kering 10 mL sediaan berbentuk
cairan, dengan 10 mL metanol P, menggunakan alat pendingin balik selama 10
menit. Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrate dengan
10 mL air. Setelah dingin tambahkan 5 mL eter minyak tanah P, kocok hati-hati
diamkan. Ambil lapisan metanol, uapkan pada suhu 40o dibawahtekanan. Sisa
dilarutkan dalam 5 mL etilasetat P, saring.

1.2 Cara Kerja


 Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL
sampai 2 mL etanol (95%) P, tambahkan 0,5 g serbukseng P dan 2 mL
asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam
klorida pekat P, jika dalam waktu 2 menit sampai 5 menit terjadi warna
merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
 Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 mL
etanol (95%) P, tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 tetes
asamklorida P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu,
menunjukkan adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga,
menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron.
 Uapkan hingga kering 1 mL larutan percobaan, basahkan sisa dengan
aseton P, tambahkan sedikit serbuk halus asam borat P dan serbuk halus
oksalat P, panaskan hati-hati diatas tangas air dan hindari pemanasan yang
berlebihan. Campur sisa yang diperoleh dengan 10 mL eter P. Amati
dengan sinar UV 366 nm, larutan berfluorosensi kuning intensif,
menunjukkan adanya flavonoid.

(Malik, Abd., dkk. 2014)


1.3 Identifikasi Flavonoid

Sebanyak 5 gram serbuk sampel ditimbang, diawalemakkan menggunakan


alat soxhlet (untuk memisahkan senyawa polar dan non polar) dengan penyari
kloroform paling sedikit 2x sirkulasi dan ditambah batu didih untuk meratakan
panas. Penyarian dilakukan hingga penyari yang terkumpul di tampungan (sifon)
tidak berwarna lagi. Serbuk diambil dan dikeringkan. Serbuk dimaserasi dengan
etanol 70% selama 3 hari dan dilakukan remaserasi hingga penyari jernih. Ekstrak
disaring dan diuapkan dengan rotary evaporator dan vacuum dryer hingga menjadi
kental. Ekstrak kental ditambah 15 mL air dan dipartisi dengan 15 mL etil asetat.
Fraksi dilakukan beberapa kali, fraksi air dan etil asetat dipisahkan dan
dikumpulkan menjadi satu.

Masing-masing fraksi ditotolkan pada plat KLT fase diam selulosa dan dielusi
dengan asam asetat 15% v/v dan BAW (Butanol:Asam asetat glasial:Air, 4:1:5
lapisan atas). Fase gerak yang baik untuk pemisahan flavonoid digunakan untuk
langkah berikutnya. Deteksi awal adanya flavonoid dilakukan di bawah UV366
nm sebelum dan sesudah diuapi ammonia. Setelah uap ammonia hilang, kemudian
disemprot dengan pereaksi sitroborat dan dipanaskan pada 110 oC selama 5
menit, dilihat dibawah UV366 nm.

Fraksi yang terdeteksi bercak flavonoid dilanjutkan isolasi dengan KLT


preparatif, yaitu KLT yang penotolannya berbentuk pita, dengan fase gerak BAW.
Bercak yang berfluoresensi kuning redup pada UV366 nm dan berwarna kuning
saat diuapi ammonia, dikerok, dikumpulkan kemudian diekstraksi dengan pelarut
metanol. Kemudian disentrifugasi dengan 3500 rpm selama 10 menit untuk
memisahkan isolat dengan serbuk selulosa

Kemurnian isolat flavonoid yang diperoleh, diperiksa menggunakan


kromatografi lapis tipis dua dimensi. Isolat ditotolkan pada salah satu ujung plat
KLT fase diam selulosa dengan jarak elusi 10x10 cm dan dielusi dengan fase
gerak asam asetat 15% dan dilanjutkan dengan BAW (4:1:5 v/v lapisan atas).
Adanya bercak tunggal menunjukkan bahwa isolat telah murni.
1.4 Identifikasi Isolat Flavonoid
Tahap I : Larutan isolat dalam metanol dituang ke kuvet (2-3 ml larutan
sampel) direkam spektranya pada λ 200-500 nm.
Tahap II : Larutan isolat dalam metanol ditambah 3 tetes larutan NaOH
2N, dicampur, direkam spektranya. Setelah 5 menit dilakukan perekaman
kembali untuk mengetahui kemungkinan terjadinya dekomposisi
flavonoid.
Tahap III : Larutan isolat flavonoid dalam metanol ditambah 3 tetes AlCl3,
dicampur, direkam spektranya.
Tahap IV : Larutan tahap III ditambah 3 tetes HCl, dicampur, direkam
spektranya.
Tahap V : Larutan isolat dalam metanol ditambah NaOAc, dicampur,
direkam spektranya.
Tahap VI : Larutan tahap V ditambah asam borat (H3BO3), dicampur,
direkam spektranya.

Larutan isolat dalam methanol diuapkan hingga volume 2 ml dan


dihidrolisis dengan HCl 2N, direfluks pada suhu 100 oC selama 1 jam. Setelah
dingin, difraksinasi dengan etil asetat. Hasil fraksinasi diuapkan, dilarutkan dalam
metanol dan digunakan untuk uji aglikon dengan ditotolkan pada plat KLT fase
diam selulosa dan dilakukan kromatografi dengan fase gerak BAW disamping
larutan isolat yang belum dihidrolisis. Selanjutnya bercak dideteksi menggunakan
UV366 nm sebelum dan sesudah diuapi ammonia (Markham, 1988). Data berupa
Rf, warna bercak kromatografi lapis tipis dan spectra pergeseran panjang
gelombang dengan spektrofotometer UV-Vis dianalisis berdasarkan pustaka
acuan.

1.5 Klasifikasi Flavonoid Dan Strukturnya


1.5.1 Flavon
 Flavon merupakan flavonoid yang sering ditemukan pada daun,
buah dan bunga dalam bentuk glukosida.
 Contoh senyawa flavon adalah : apigenin, luteolin, luteolin-
7glukosida, akatekin, dan baicalin.
 Struktur flavon sendiri terdiri dari ikatan rangkap antara posisi
2′dan 3′, serta memiliki keton pada posisi 4. Sebagian besar
flavon memiliki gugus hidroksil pada posisi 5.
 Tanaman yang banyak mengandung flavon diantaranya adalah
seledri, kamomil, daun mint, dan ginkgo biloba.

Struktur Flavon

1.5.2 Flavonol
 Flavonol merupakan flavonoid dengan gugus keton.
 Senyawa flavonol diantaranya adalah kuersetin, mirisetin, fisetin,
galangin, morin, rutin, dan robinetin.
 Perbedaan antara flavonol dengan flavon terdapat pada gugus di
posisi 3 pada cincin C yang memungkinkan terjadinya glikosilasi.
Gugus aromatic cincin B merupakan gugus yang bertanggungjawab
atas aktivitas flavonol karena ikatan rangkap konjugasi padan omor
2′ dan 3′ memiliki kemampuan untuk perpindahan electron dari
cincin B menuju radikal bebas dan memecah radikal bebas.
 Aktivitas farmakologi yang dimiliki flavonol adalah antioksidan.
 Tanaman yang banyak mengandung flavonol adalah : tomat, apel,
anggur, bawang, beri dan lain lain.
Struktur Flavonol

1.5.3 Flavanon
 Flavanon merupakan flavonoid yang paling banyak terdapat pada
family Compositae, Leguminosae dan Rutaceae. Senyawa itu
terdapat pada akar, batang, bunga, buah, biji, dan rizoma.
 Senyawa flavanol diantaranya adalah naringin, naringenin,
ponkiretin, pinocembrin, dan lonchocarpol A.
 Ciri dari flavanon ini adalah cincin C yang saturasi, memiliki
ikatan rangkap diantara posisi 2 dan 3 dan ini yang membedakan
dengan flavon.
 Tumbuhan yang banyak mengandung flanavon adalah jeruk,
anggur dan lemon.
 Aktivitas farmakologi flavanone adalah antioksidan dan
antiinflamasi.

Struktur Flavanon

1.5.4 Flavanol
 Flavanol atau disebut juga katekin, merupakan derivate dari
flavanone dengan penambahan gugus hidroksi.
 Perbedaan yang mencolok yaitu tidak adanya ikatan rangkap pada
posisi 2 dan 3 serta gugus hidroksi yang selalu menempel di posisi
3 pada cincin C.
 Flavanol banyak ditemukan pada tumbuhan seperti teh, kiwi, apel,
kokoa, dan anggur merah.
 Mengkonsumsi flavanol sebanyak 176-185 mg terbukti
menstimulasi kadar nitritoksida pada darah perokok dengan
mekanisme meningkatkan dilatasi pembuluh darah.
 Senyawa flavanol diantaranya adalah katekin, epikatekin, dan
galokatekin yang dapat dibagi lagi menjadi turunan yang lebih
kompleks.

Struktur
Flavanol

1.5.5 Isoflavon
 Memiliki struktur 3-fenilkromen yang secara kimiawi berasal dari
2-fenilkromen dengan mekanisme migrasi aril.
 Banyak ditemukan pada kacang-kacangan, khususnya dalam
kedelai.
 Memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular, menopause, dan
mencegah kanker.

Chemical structures of major isoflavones


1.5.6 Antosianidin
 Antosianidin merupakan pigmen yang bertanggung jawab terhadap
warna pada tumbuhan.
 Antosianidin ini banyak ditemukan pada kokoa, sereal, kacang-
kacangan, madu, the dan beri-berian. Antosianidin yang umum
ditemukan adalah aglikon dengan struktur dasarnya flavylium.
 Senyawa yang paling banyak ditemukan adalah cyanidin,
pelargonidin, delphinidin, malvidin, petunidin, dan peonidin.
 Akvitas farmakologi antosianidin berperan penting pada penyakit
kardiovaskular dengan mekanisme menekan ekspresi pada vascular
endotheliat growth factor (VEGF), mengaktivasi protein kinase p38
mitogen dan kinase pada c-Jun N-terminal(JNK).

Struktur Antosianidin

1.5.7 Kalkon
 Kalkon merupakan flavonoid yang unik karena dibedakan dengan
tidak adanya cincin aromatik C yang merupakan basis rangka dari
flavonoid itu sendiri.
 Senyawa kalkon diantaranya adalah phloridzin, arbutin, phloretin,
dan chlarconaringenin.
 Aktivitas farmakologi sebagai steroid-genesis modulator
padaenzim 3β-hydroxysteroid dehydrogenase (HSD), dan 17β-
HSD.
 Umumnya kalkon ditemukan pada tumbuhan seperti tomat,
stroberi, pir, beri-berian dan gandum.

Struktur Kalkon

BAB II
REVIEW ARTIKEL

Artikel 1 : Isolasi Senyawa Aratonin E dari Ekstrak Kulit Akar Artocarpus


elasticus

2.1 Pendahuluan
Senyawa-senyawa yang telah ditemukan pada A. elasticus yaitu:
moracalkon A; kudraflavon C; artokarpin; sikloartokarpin; isosiklomorusin dan
artoindonesianin E-1, senyawa tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam turunan
flavonoid. Pada percobaan ini dilakukan penapisan fitokimia dengan cara
ekstraksi dengan metode maserasi selama 1x24 jam serta fraksinasi dengan
metode KCV.
Cara Isolasi dilakukan dengan
menggunakan proses Rekristalisasi
menggunakan satu system pelarut dengan prinsip
melarutkan sampel dan pengotor pada kondisi
panas yang selanjutnya didiamkan hingga kondisi dingin, sampel dan pengotor
akan memisah yang mana sampel akan mengendap dan pengotor akan tetap
larut.
Eludasi pada artikel tersebut didapatkan identifikasi senyawa yang
memiliki pergeseran yang sama dengan artonin E dengan menggunakan analisis
perbandingan H-NMR dan C-NMR.

2.2 Latar Belakang


Indonesia kaya akan sumber daya alam hayati karena memiliki curah
hujan, tingkat kelembaban dan pencahayaan matahari yang cukup.
Keanekaragaman hayati ini telah lama dikenal memiliki manfaat sebagai obat-
obatan tradisional.
Lalu untuk memanfaatkan obat tradisional tersebut terdapat Artocarpus
yang kaya akan senyawa fenolik termasuk flavonoid, stilbenoid, arilbenzofuron
dan jacalin yang memiliki efek farmakologi sebagai obat sakit perut, obat malaria,
obat disentri dan pereda demam. Selain itu Artocarpus memiliki aktivitas biologi
sebagai antiinflamasi, anti tumor, anti kanker, antibakteri, antivirus, antidiabetes
dan antijamur.
2.3 Metodologi
 Ektrtaksi

2,4 Kg sampel kulit akar A. elasticus yang sudah halus


dimaserasi dengan 10 L metanol selama 1x24 jam

Hasil ekstrak disaring dan dipekatkan menggunakan


alat rotary evaporator.

 Fraksinasi

KCV diawali dengan eluen etil asetat:metilen klorida


15% kemudian dilanjutkan dengan eluen yang sama
dengan peningkatan kepolaran 50%, 100% dan
metanol 100%.

Pemantauan hasil fraksinasi dengan metode KLT


menggunakan eluen etil asetat:metilen klorida 50%.

Pada proses fraksinasi pertama dihasilkan 4 fraksi


yaitu fraksi A, B, C dan D.

Proses pemisahan kembali untuk fraksi C dengan


metode Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG).

Diawali dengan eluen etil asetat:n-heksana 5% dan


dilanjutkan dengan peningkatan kepolaran 8%, 15%
dan 35%.
proses pemisahan dilakukan pemantauan dengan KLT
menggunakan eluen etil asetat:n-heksana 40%

hasil fraksinasi dapat dikelompokkan menjadi 3


subfraksi yaitu C1, C2 dan C3.

Setelah itu dilakukan pemantauan kembali menggunakan KLT dan


dapat diketahui bahwa profil noda subfraksi C2 cenderung tunggal
. sehingga perlu dilakukan proses pemurnian untuk mendapatkan
senyawa murni.
 Proses Pemurnian dan Uji Kemurnian

Uji dilakukan dengan menggunakan KLT dengan 3


eluen yang berbeda tingkat kepolarannya : metilen
klorida 20% (atas), etil asetat:nheksana 50% (tengah)
dan etil asetat:metilen klorida 7% (bawah)

Uji tiga eluen juga dilakukan uji titik leleh untuk


mengetahui kemurnian senyawa hasil isolasi

 Pengujian Spektrofotometri UV

1 mg sampel dilarutkan dalam 10 mL metanol p.a. dan


digunakan sebagai larutan stok dalam pengujian

metanol-sampel diukur absorbansinya pada λ 200-600 nm dengan


menggunakan blanko metanol. sampel yang sama ditambah 3 tetes
NaOH dan diukur absorbansinya.

Sampel yang baru ditambah 6 tetes AlCl3 dan diukur pula


absorbansinya, hal yang sama untuk larutan sampel yang telah
ditambah AlCl3 dan 3 tetes HCl.

Diambil larutan sampel baru dan ditambah ±


100 mg CH3COONa lalu diukur pula
absorbansinya.

Prosedur yang sama dilakukan untuk larutan


sampel yang telah ditambah CH3COONa dan
± 100 mg H3BO3.

 Pengujian Spektrofotometer IR
Hasil isolasi diambil ± 1 mg dan digerus dalam
KBr sampai homogen

Dibuat pelet dengan ketebalan ± 1 mm dan diukur


serapannya pada bilangan gelombang 400-4000 cm

 Pengujian Spektrofotometer NMR

20 mg senyawa hasil isolasi dilarutkan dalam


DMSO.

Larutan sampel yang sudah disiapkan diinjeksikan ke


dalam tabung injection dan dianalisis untuk mengetahui
spektra 1H-NMR dan 13C-NMR.

2.4 HASIL
1. Ekstraksi : Dari tahap inilah diperoleh ekstrak pekat berbentuk pasta
berwarna hitam seberat 82,4086 g.

2. Fraksinasi : Setelah dikelompokkan berdasarkan nilai Rf dan pola noda


yang sama, masingmasing fraksi gabungan dipekatkan dalam alat rotary
evaporator dan diperoleh 4 fraksi yaitu A (1,1597 g); B (0,9652 g); C
(0,8054 g) dan D (1,8988 g).

3. Uji Pemurnian : serbuk berwarna kuning seberat 169,7 mg. menunjukkan


noda tunggal dengan Rf yang berbeda. Selanjutnya dilakukan uji titik leleh
yang menunjukkan hasil bahwa titik leleh senyawa 1 adalah 205-206 °C.
Hasil tersebut sesuai dengan salah satu indikator senyawa murni yaitu
memiliki rentang titik leleh ± 1 °C yang merupakan rentang suhu saat
mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya.
4. Penentuan Struktur : Spektrum UV Vis menunjukan 2 puncak serapan
yaitu 288 nm dan 345 nm, ditambahkan NaOH terjadi pergerseran
batokromik menjadi 460 nm. Analisis Infrared didapatkan gelombang
400-4000 cm–¹, 3421cm–¹, 3057 cm–¹, 2982 cm–¹, 2918 cm–¹, 1658 cm–¹,
1462 cm–¹, 1290 cm–¹, dan 1111 cm–¹. Analisis H-NMR berdasarkan
sinyal-sinyal yang terdeteksi pada pergeseran kimia (H) (ppm) 6,68
(1H, s); 6,53 (1H, d, J=10,0 Hz); 6,45 (1H,s); 6,21 (1H, s); 5,70 (1H, d,
J=10,0 Hz); 5,06 (1H, t,J=15,0 Hz); 3,04 (2H, d, J=5,00 Hz); 1,56 (3H, s)
dan 1,41 (9H, s). C-NMR memperlihatkan sinyal-sinyal pada pergeseran
kimia (C) (ppm) 181,80; 161,63; 160,90: 158,46: 151,70; 148,75;
148,48; 138,01; 131,31; 127,66; 121,44; 119,84; 116,07; 114,15; 109,24:
104,20; 103,86; 100,44; 98,78; 78,06; 27,68; 25,47; 23,69 dan 17,35.

2.5 PEMBAHASAN
Pada tahap ekstraksi berwarna hitam pekat,yang selanjutnya dilakukan
fraksinasi untuk mendapatkan senyawa yang lebih sederhana. Setelah dilakukan
tahap ekstraksi dan fraksinasi, diperoleh 4 fraksi yang akan dipisahkan kembali
dengan 4 metode. Fraksi C dilakukan dengan kromatografi kolom gravitasi dan
fraksi C dilakukan dengan metode KCV, hasil yang didapatkan sama sehingga
digabungkan untuk memperoleh massa yang lebih banyak, dan pada fraksi D, F
juga mendapat hasil yang sama maka digabungkan. Tahap selanjutnya merupakan
tahap rekristalisasi senyawa 1 didapatkan serbuk berwarna kuning dengan titik
leleh 205-206°C.

Senyawa 1 dilakukan penentuan struktur dengan UV Vis dengan hasil


panjang gelombang ikatan rangkap -C=C-C=C- dan -C=C=C=O. Ditambahkan
NaOH terjadi pergerseran yang dipengaruhi auksokrom, penambahan AlCl3
didapatkan pergerseran senyawa 1 karena mempunyai gugus OH khelat dan
sistem o-dihidroksi yang tersubstitusi pada kerangka dasar senyawa fenolat, pada
metode inframerah dengan hasil yang didapatkan diperkirakan adanya cincin
aromatik, dan merupakan senyawa flavonoid yang memiliki subtituen alkil dan
hidroksi, dan hasil H-NMR dan CNMR mendapatkan perbandingan senyawa 1
memiliki pergeseran yang sama dengan artonin E.

2.6 KESIMPULAN

Didapatkan serbuk berwarna kuning dengan titik leleh 205-206°C pada kulit akar
A.elasticus berasal dari Alor yang dapat diidentifikasi sebagai senyawa artonin E

ARTIKEL 2 : Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun


Tumbuhan Sirih Merah (Piper Crocatum Ruiz & Pav)
2.1 Latar Belakang
Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah memanfaatkan
tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang
sekarang ada. Ramuan tanaman obat yang kemudian dikenal sebutan herbal itu
terbukti mujarab dalam mengobati berbagai penyakit. Penggunaan sirih merah
secara tradisional dimanfaatkan dalam menyembuhkan penyakit seperti sariawan
dan sakit gigi. Sementara itu, air rebusan daun sirih merah yang bersifat
antiseptik dapat berkhasiat sebagai obat kumur, mencegah bau mulut serta
menghilangkan bau badan. Salah satu kandungan sirih merah yaitu flavonoid.
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar jumlahnya.
Tumbuhan yang mengandung flavonoid dapat digunakan untuk pengobatan
sitotoksis, gangguan fungsi hati, menghambat pendarahan, antioksidan,
antihipertensi dan anti inflamasin.
Sehingga didapatkan perumusan masalah yaitu golongan flavonoid apa
yang terdapat pada daun tumbuhan sirih merah dengan tujuan untuk mengisolasi
dan mengidentifikasi golongan flavonoid yang berasal dari tumbuhan sirih
merah (Piper crocatum Ruiz & Pav).

2.2 Metodelogi

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi


pengumpulan bahan, determinasi tumbuhan daun sirih merah, pemeriksaan
mikroskopik dan makroskopik pada tumbuhan dan serbuk simplisia, penapisan
fitokimia simplisia, evaluasi parameter standar simplisia, ekstraksi, fraksinasi,
isolasi dan pemurnian serta karakterisasi isolat. Selanjutnya terhadap bahan segar
dilakukan determinasi dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik.

Dilakukan penapisan fitokimia untuk mengidentifikasi golongan senyawa


kimia yang terdapat di dalam tumbuhan. Pengerjaan meliputi alkaloid, flavonoid,
uji polifenolat, tanin, kuinon, monoterpen/sesquiterpen, triterpenoid/steroid,
saponin. Dan dilakukan evaluasi parameter standar simplisia meliputi parameter
non spesifik dan parameter spesifik.
 Ekstraksi

Digunakan yaitu ekstraksi dingin secara


maserasi menggunakan pelarut etanol 95 %.

Dilakukan fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-


cair (ECC) dengan menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat
dan air

Terhadap ekstrak dan fraksi dilakukan pemantauan dengan


KLT.
Terhadap fraksi terpilih dilakukan isolasi lebih lanjut untuk
mendapatkan isolat murni.

 Uji Kemurnian
Terhadap isolat dilakukan uji kemurnian dengan metode KLT pengembang
tunggal dan KLT dua dimensi. Terhadap isolate murni dilakukan
karakterisasi isolat menggunakan spektrofotometri UV-Vis dengan
pereaksi geser.

2.3 Hasil
 Pengumpulan Bahan dan Determinasi

Determinasi dilakukan untuk mengetahui kebenaran suatu identitas


tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan
tumbuhan daun sirih merah adalah Piper crocatum Ruiz & Pav.

 Pembuatan Simplisia

Dari 10 kg daun sirih merah segar didapatkan 1 kg daun sirih merah


kering, setelah didapatkan daun sirih merah kering kemudian dilakukan
penggilingan untuk mendapatkan serbuk simplisia.

 Pemeriksaan Makroskopik dan Mikroskopik


Pemeriksaan mikroskopik daun sirih merah menunjukkan adanya berkas
pembuluh, rambut penutup, rambut kelenjar, kutikula, epidermis atas,
palisade (jaringan tiang), jaringan bunga karang, dan kelenjar sizogen.
Hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia daun sirih
merah menunjukkan bahwa adanya stomata tipe anomositik, berkas
pembuluh, epidermis, dan palisade.

 Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav)

 Penetapan Parameter Standar Simplisia


a. Organoleptik
Pengamatan organoleptik dari daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz
& Pav). Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-
abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya
berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih.

b. Evaluasi parameter standar simplisia


Hasil parameter-parameter non spesifik dan spesifik dari simplisia
c. Ekstraksi dan Fraksinasi
Metode Ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
maserasi.
Kemudian ekstrak cair di lakukan proses pemekatan menggunakan
rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental sebanyak
116 gram dengan rendemen 11,6%.

Fraksinasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi cair-cair (ECC) dan
Kromatografi cair vacum (KCV).
Terhadap fraksi n- Heksana dan fraksi etil asetat yang diperoleh
kemudian dilakukan pemantauan KLT dengan mengunakan eluen n-
Heksana : etil asetat (7:3).

Dalam kromatogram terlihat adanya


bercak berwarna kuning pada fraksi etil asetat dengan Rf 0,6. Bercak
berwana kuning dalam fraksi etil asetat ini yang menjadi target
senyawa yang diisolasi. Fraksi etil asetat yang dihasilkan sebanyak 2,9
g. Selanjutnya terhadap fraksi etil asetat dilakukan pemisahan
fraksinasi dengan Kromatografi Cair Vacum (KCV).
Dari 2,9 g fraksi etil asetat dihasilkan 21 fraksi hasil KCV, kemudian
dilakukan pemantauan terhadap fraksil hasil KCV dengan
menggunakan plat KLT dengan mentotolkan 21 fraksi dalam 1 pelat
KLT dengan menggunakan eluen etil asetat : n- Heksana (7:3) dan
dilihat di bawah sinar uv dengan panjang gelombang 254 nm dan 366
nm. Hasil pemantauan terhadap 21 fraksi terdapat 7 fraksi gabungan
dari A-G.
Untuk mendapatkan fraksi terpilih yang lebih pasti, maka dilakukan
kembali pemantauan KLT terhadap fraksi gabungan B hingga D
menggunakan eluen etil asetat : n-Heksana (7:3) sehingga memberikan
pemisahan yang lebih baik.

d. Proses Isolasi
Terhadap fraksi gabungan D dilakukan isolasi senyawa flavonoid
dengan metode KLT preparatif menggunakan fase gerak etil asetat -
n-heksan (7:3). Dan didapat pita berwarna biru yang terlihat di
bawah sinar uv 366 nm yang terpilih, kemudian dikerok, lalu
dilarutkan dalam metanol untuk mendapatkan isolat.

e. Uji Kemurnian
Pengujian KLT dua dimensi menggunakan dua jenis campuran eluen,
yaitu yang bersifat kurang polar dan lebih polar. Hasil uji kemurnian
menunjukkan bahwa isolate sudah murni

f. Karakterisasi Isolat
Hasil pengujian pada pereaksi geres
Dari data tabel diatas isolat yang dilarutkan dalam metanol
menghasilkan absorbansi pita II sebesar 365 dan pita I sebesar 289.
Data tersebut berada pada rentang 240-280 dan 350 – 385 yang
menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah flavonoid golongan
flavonol. Tahapan selanjutnya isolat direaksikan dengan NaOH untuk
mengamati pola hidroksilasi pada pita I, hasil pengujian menunjukkan
adanya pergeseran sebesar 46 nm dengan kekuatan menurun pada pita
I yang menunjukkan 3- OH,tidak ada 4’-OH bebas.
Tahapan selanjutnya isolat direaksikan dengan AlCl3 menghasilkan
absorbansi pita II sebesar 278 dan pita I sebesar 452 dan AlCl3/HCl
menghasilkan absorbansi pita II sebesar 272 dan pita I sebesar 416.
Hasil pengujian menunjukkan adanya pergeseran sebesar 36 nm pada
pita I yang menunjukkan adanya o-diOH pada cincin B.

Dilakukan pula pengujian dengan natrium asetat/asam borat


menghasilkan absorbansi pita II sebesar 289 dan pita I 381. Data
tersebut menunjukkan pergeseran pada pita 1 sebesat 16 nm yang
menunjukkan terdapat o-diOH pada cincinB. Hal ini mendukung data
AlCl3 pada pengujian sebelumnya. Data diatas sesuai dengan dileratur
yang ada pada Markham.

2.4 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa tanaman daun sirih
merah mengandung senyawa flavonoid yang diduga golongan flavonol.
Artikel 3 : Isolasi Dan Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru
(Euegenia uniflora L.)
2.1 Latar Belakang
 Daun dewandaru dapat berfungsi sebagai antiradikal yang disebabkan
karena adanya senyawa flavonoid

 Identifikasi terhadap isolate diperlukan untuk mengetahui jenis senyawa


flavonoid

2.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Alat
perangkat penyari soxhlet, heating mantel, vacuum dryer, rotary
evaporator (Hunderbolt co.), corong buchner, cawan porselen,
perangkat KLT, spektrofotometer UV mini 1240 Shimadzu (Shimadzu
co.), mini spin, corong pisah, alat-alat gelas
2.2.2 Bahan

serbuk daun dewandaru, kloroform p.a (E. Merck), etanol 70 % p.a


(Bratachem), metanol p.a (E. Merck), aquadest, pereaksi sitroborat,
etil asetat p.a (E. Merck), asam asetat 15% v /v p.a. (E. Merck), BAW
(ButanolAsam asetat-Air, 4:1:5 lapisan atas), uap ammonia, natrium
asetat (NaOAc) p.a (Merck), natrium hidroksida (NaOH) 2N,
alumunium klorida (AlCl3) p.a. (Sigma co.), asam klorida (HCl) 2N,
asam borat (H3BO3) p.a (E. Merck), kertas saring, alumunium foil,
tabung effendorf.

2.3 Metodelogi
2.3.1 Ektraksi
Tahap penghilangan lemak dengan metode sokletasi menggunakan
pelarut kloroform dan tahap kedua maserasi dengan etanol 70%.
Prosedur :

Sebanyak 50 gram serbuk daun dewandaru ditimbang

Diawalemakkan menggunakan alat soxhlet dengan penyari


kloroform paling sedikit 2x sirkulasi dan ditambah batu
didih untuk meratakan panas.
Serbuk dimaserasi dengan etanol 70% selama 3 hari dan
dilakukan remaserasi hingga penyari jernih

Ekstrak disaring dan diuapkan dengan rotary evaporator dan


vacuum dryer hingga menjadi kental.

Ekstrak kental ditambah 15 mL air dan dipartisi dengan 15


mL etil asetat.

2.3.2 Fraksinasi
Menggunakan etil asetat dan air dengan metode kromatografi lapis
tipis (KLT)
Prosedur :

Ekstrak kental ditambah 15 mL air dan dipartisi dengan 15


mL etil asetat.

Fraksi dilakukan beberapa kali, fraksi air dan etil asetat


. dipisahkan dan dikumpulkan menjadi satu.

Masing-masing fraksi ditotolkan pada plat KLT fase diam


selulosa dan dielusi dengan asam asetat 15% v /v dan BAW

Fraksi etil asetat diisolasi dengan KLT preparatif


Bercak pita yang memiliki harga Rf dan warna yang sama
dengan deteksi awal diambil dan disari
.

.
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, pereaksi
diagnostic NaOH, NaOAc, H3BO3, AlCl3, HCl, KLT dua
dimensi, hidrolisis isolat fraksi etil asetat

2.3.3 Proses Pemurnian dan Uji Kemurnian

Fraksi yang terdeteksi bercak flavonoid dilanjutkan isolasi


dengan KLT preparatif

Bercak yang berfluoresensi kuning redup pada UV366 nm


dan berwarna kuning saat diuapi ammonia, dikerok,
dikumpulkan kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol.

disentrifugasi dengan 3500 rpm selama 10 menit untuk


memisahkan isolat dengan serbuk selulosa.

Kemurnian isolat flavonoid yang diperoleh, diperiksa


menggunakan kromatografi lapis tipis dua dimensi

Isolat ditotolkan pada salah satu ujung plat KLT fase diam
selulosa dengan jarak elusi 10x10 cm

dielusi dengan fase gerak asam asetat 15% dan dilanjutkan


dengan BAW (4:1:5 v /v lapisan atas).
Adanya bercak tunggal menunjukkan bahwa isolat telah
murni

2.3.4 Identifikasi Isolat Flavonoid


Identifikasi dilakukan dengan pengamatan perubahan panjang
gelombang pada spektra flavonoid menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Spektra flavonoid terdiri dari dua absorbsi maksimal yaitu
pada range 240-285 nm (pita I) dan pada range 300- 550 nm (pita
II). Sedangkan untuk mengetahui adanya gugus tambahan yang
melekat pada gugus utama flavonoid digunakan pereaksi diagnostik
yang memiliki reaksi khusus sehingga dapat diketahui berdasarkan
pergeseran panjang gelombang (λ) maksimalnya.

Tahap I: Larutan isolat dalam metanol dituang ke kuvet (2-


3 ml larutan sampel) direkam spektranya pada λ 200-500
nm.

Tahap II : Larutan isolat dalam metanol ditambah 3 tetes


larutan VI
Tahap NaOH 2N, dicampur,
: Larutan direkam spektranya.
tahap V ditambah Setelah 5
asam borat (H3BO3),
menit dilakukan perekaman kembali untuk
dicampur, direkam spektranya mengetahui
kemungkinan terjadinya dekomposisi flavonoid.

2.4 Tahap III : Larutan isolat flavonoid dalam metanol


Hasil ditambah 3 tetes AlCl3, dicampur, direkam spektranya.

.Tahap V : IV
Tahap Larutan isolattahap
: Larutan dalamIIImetanol ditambah
ditambah NaOAc,
3 tetes HCl,
dicampur,
dicampur, direkam
direkam spektranya.
spektranya.

dan Pembahasan
Ekstrak yang dihasilkan dari proses awal harus menghasilkan kelompok
senyawa yang dituju, dalam hal ini senyawa-senyawa polar. Oleh Karena itu
proses ekstraksi dilakukan dua tahap yaitu penghilangan senyawa yang tidak
diharapkan adalah senyawa non polar, eliminasi dilakukan dengan sokletasi
menggunakan pelarut kloroform. Tahap kedua ekstraksi yang ditujukan untuk
mengambil senyawa polar dengan optimal dan etanol 70% merupakan pelarut
yang polar akan menyari dengan baik senyawa yang diharapkan.

Uji kualitatif terhadap fraksi menunjukkan bahwa fraksi air tidak


terdeteksi flavonoid dan fraksi etil asetat mengandung flavonoid yang ditandai
dengan adanya spot kuning redup yang brfluoresensi kuning lemah (Gambar
1 ),dengan fase gerak BAW

Gambar 1

Berdasarkan Gambar 1 terlihat dari Rf hasil pemisahan flavonoid dengan


fase gerak BAW (Rf 0,75) lebih tinggi dibandingkan pemisahan dengan fase
gerak asam asetat 15% (Rf 0,125).
Gambar 2

Intensitas warna yang lebih kuat adalah bercak dengan Rf 0,75, sehingga
bercak ini dilanjutkan untuk proses berikutnya, dengan menggunakan KLT dua
dimensi.

Dari hasil uji kemurnian didapati bahwa bercak pada Rf 0,75 dievaluasi
kemurniannya dengan menggunakan KLT dua dimensi. Hasil yang diperoleh
menunjukkan adanya bercak tunggal menunjukkan bahwa isolat telah murni.

Dari hasil Identifikasi Isolat Flavonoid didapati sebagai berikut :

Gambar 3

Berdasarkan Gambar 3, didapatkan bahwa isolat flavonoid


memperlihatkan spektra awal yang terletak pada 344 nm (pita I) dan 264 nm (pita
II) yang menunjukkan gugus utama berupa flavon atau flavonol 3-OH
tersubstitusi.

Gambar 4
Berdasarkan Gambar 4, terbukti terjadi pergeseran batokromik pada semua
pita, dari hasil tersebut dapat diperkirakan adanya gugus hidroksil yang cukup
kuat pada cincin A dan terdapat pula gugus hidroksil pada cincin B.

Gambar 5

Spektra (gambar 5) pada penambahan AlCl3 yang menunjukkan adanya


kompleks yang terbentuk dari hidroksi keton.

Gambar 6

Berdasarkan hasil spektra UV dan kromatogram tersebut di atas, dapat


diduga kuat bahwa salah satu jenis flavonoid yang terdapat dalam daun
dewandaru yaitu 5,7,3’,4’- tetra hidroksi flavonol atau kuersetin.

2.5 Kesimpulan

Salah satu senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun dewandaru


(Eugenia uniflora L.) adalah 5,7,3’,4’-tetra hidroksi flavonol atau kuersetin.
DAFTAR PUSTAKA

Alfaridz, Faizal, dan Riezki Amalia. (2018). Review Jurnal : Klasifikasi


Dan Aktivitas Farmakologi Dari Senyawa Aktif Flavonoid. Farmaka. Volume 16,
Nomor 3.

Brodowska, K.M. (2017). Natural flavonoids : Classification, Potential


Role, And Application Of Flavonoid Analogues. Eur. J. Bioological Res. 7, 108–
123

Einbond, L.S., Reynertson, K.A., Luo, X., Basile, M.J., dan Kennelly, E.J.
(2004). Anthocyanin Antioxidant from Edible Fruits. Food Chem, 23-28.

Haron, N.W., Moore, D.M., Harborne, J.B. (1992) Distribution and


Taxonomic Significance of Flavonoids in The Genus Eugenia (Myrtaceae),
Biochemical Systematics and Ecology, 20, 226- 268
Malik,Abd., dkk. (2014). Skrining Fitokimia Dan Penetapan Kandungan
Flavonoid Total Ekstrak Metanolik Herba Boroco(Celosia argentea L.). Jurnal
Fito farmaka Indonesia. Vol 1 No.1

Suhendi Andi, Sjahid, L.R, dan Hanwar Dedi. (2011). Isolasi Dan
Identifikasi Flavonoid Dari Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora L.). Pharmacon.
Volume 12, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai