Anda di halaman 1dari 63

SENYAWA FLAVONOID

OLEH

Burhanuddin Taebe
SENYAWA FENOLIK ALAM
POLIKETIDA
FENILPROPANOID
FLAVONOID
I. PENDAHULUAN
Senyawa fenol alam
2% Karbon tumbuhan diubah jadi flavo-
noid atau 1 milyar ton pertahun
Warna bunga dan buah, flavin (kuning,
jingga), antosian (merah, biru, ungu)
Tumbuhan: pigmen, pertumbuhan, perta-
hanan, tabir surya, berkomunikasi
Manusia : antioksidan, antiinflamasi,
immunostimulan, antikanker, antivirus
dan antimikroba.
Kerangka dasar
Kerangka dasar 15 atom C, dua cincin
benzen, terikat pada rantai propana,
susunan C
6
C
3
C
6
susunan yaitu : 1,3
diarilpropana (flavonoid) 1,2diarilpro-
pana (isoflavonoid) dan 1,1 diarilpro-
pana (neoflavonoid)


C
1
C
2
C
3

C
1
C
2
C
3
C
1
C
2
C
3
FLAVONOID ISOFLAVONOID NEOFLAVONOID
contoh
O
O
O
O
OH
OH
HO
OH
O
O
OCH
3
O
FLAVON KUERSETIN KRANJIN
1. Flavonoid
O
O
OH
HO
HO OCH
3
O
OH
H
3
CO
O
O
CH
2
O
O
O
O
O
OCH
3
OCH
3
FEREIRIN
PTEROKARPIN ROTENON
2. Isoflavonoid
O
HO
H
3
CO O
O O
OH
O H
3
CO O
O
O
DALBERGIN BRAZILIN KALOFILOID
3. Neoflavonoid
Cincin benzen dihubungkan satuan tiga
karbon dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Untuk memudahkan maka
cincin pertama benzen diberi indeks A,
cincin benzen kedua indeks B dan cincin
yang dapat terbentuk cincin C

O
O
A
B
C
1
2
3
4
10
5
6
7
8
9
1'
2'
3'
4'
5'
6'
OH
O
A
B
6'
5'
4'
3'
2'
2
3
4
5
HO
OH
1
6
Asal usul Biogenetik

Awal, Robinson (1936): kerangka C6
C3 C6 dari kerangka C6 C3
fenilpropana mempunyai gugus fungsi
oksigen pada para, para dan meta atau
dua meta dan satu para pada cincin
aromatik. Senyawa fenilpropana, seperti
asam amino fenilalanin dan tirosin, bukan
menurunkan flavonoid, hanya bertalian.


Dilanjutkan Birch: tahap pertama
biosintesis flavonoid, dari unit C6 C3
berkombinasi dengan 3 unit C2
menghasilkan unit C6 C3 (C2+C2+C2),
maka biosintesis dari flavonoid melalui 2
jalur bisosintesis yaitu poliketida (asam
asetat atau mevalonat) membentuk cincin
A dari kondensasi 3 molekul unit asetat,
sedang cincin B dan tiga atom karbon dari
rantai propana berasal dari jalur
fenilpropana (shikimat).

OH
O
HO
OH
O
O
HO
OH
FLAVANON KHALKON
Pokok-pokok Biosintesis Flavonoid
Hubungan Biogenetik Berbagai jenis Flavonoid (Grisebach)
O
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
HO
O
O
OH
OH
HO
O
O
H
[O]
O
OH
OH
HO
O
OH
O a
OH
OH
HO
O
H
+OH
-
H
b
a
+
Flavanon Khalkon
Flavanonol
O
OH
OH
HO
O
O
OH
OH
HO
O
OH
OH
HO
a
-H
+
-H
+
H
[O]
b
Flavon Auron Flavonol
O
OH
HO
O
H
H
O
O
OH
HO
O
OH



Isoflavon


Katekin

Antosianidin
O
O
CH OH
Biosintesis Antosianidin dan Katekin (Haslam)
O
O OH
HO
OH
OH
OH
O
OH OH
HO
O
OH
OH
O
OH
O
O
OH
OH
O
OH
O
O
OH
OH
H+
O
OH
OH
OH
OH
Flavanonol
-H
2
O
H
+
O O
OH
OH
OH
H+
+
HO
H
+
H
+
O HO
OH
O
OH
H+
OH
O HO
OH
OH
OH
OH
+
O HO
OH
OH
OH
OH
Katekin Antosianidin
2[H]
Fungsi flavonoid pada tumbuhan
Fungsi penyerbukan: pigmen tumbuhan,
warna jingga, merah, biru dan ungu pada
bunga dan buah, faktor penarik lebah, kupu-
kupu, burung dan hewan lainnya, terjadi
penyerbukan. Burung suka merah, lebah biru.

Fungsi pengatur tumbuh. tidak langsung
sebagai zat pengatur tumbuh melalui sistem
IAA (Indole Acetic Acid) IAA Oxidase.
Secara in vitro, flavonoid (kuersetin ) dapat
menghambat enzim IAA Oxidase, berarti
kuersetin secara tidak langsung meningkatkan
pertumbuhan.
Sebagai feeding deterrent maupun
feeding stimulant. Kadar tanin yang
tinggi pada buah muda merupakan
feeding deterrent kera maupun
manusia tidak bernafsu untuk memakan
sebelum masak. Senyawa morin dan
isokuersetrin dalam daun murbei (Morus
alba L), merupakan feeding
stimulant bagi ulat sutera (Bombyx
mori).

Zat alelopati. Untuk berinteraksi dengan
lingkungan, tumbuhan menggunakan sinyal
berupa senyawa kimia.Pada tahun 1986, secara
hampir bersamaan, para ahli dari berbagai
laboratorium di dunia melaporkan bahwa
simbiosis antara tumbuhan polong-polongan
dengan bakteri marga Rhizobium dipicu oleh
sinyal kimia berupa senyawa flavonoid dari
akar tumbuhan. Sejak tahun 1982, ahli ekologi
mengetahui tumbuhan Spotted knapweeds
(Centaurea maculosa Lam.) mengeluarkan
senyawa alelopati yang menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain di sekitarnya,
tahun 2001 diketahui adalah (-) katekin
(golongan flavan), sekarang diteliti untuk
herbisida alam.


Tabir surya. Rusaknya ozon di lapisan
stratosfir, terutama di daerah dekat Kutub
Selatan, tumbuhan mengalami cekaman
sinar ultraviolet B (UVB). Sejenis semang-
gi di Selandia Baru mempunyai toleransi
yang tinggi terhadap sinar UVB, adaptasi
ini karena adanya kadar flavonoid yang
meningkat.
II. Ekstraksi dan Isolasi
1.Ekstraksi
Aglikon adalah polifenol maka bersifat polar,
agak asam, larut dalam basa. Senyawa polar,
kepolaran berbeda-beda. Umumnya pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetil sulfoksida, dimetilformamida, air.
Bentuk glikosida karena ada gula mudah larut
dalam air, campuran pelarut diatas dengan air
merupakan pelarut yang baik untuk glikosida.
Sebalik, aglikon kurang polar seperti isoflavon,
flavanon dan flavon serta flavonol
termodifikasi, cenderung larut dalam pelarut
seperti eter dan kloroform.
Analisis flavonoid yang ideal adalah bentuk
segar, walaupun kering dan lama masih
memberi hasil baik. Bila bahan segar, sisa
cuplikan yang dianalisis segara dikeringkan
mencegah kerja enzim. Ekstraksi baik dua
tahap; pertama metanol-air (9 : 1) dan kedua
metanol-air (1 : 1). Ekstrak dicampur dan
diuapkan hingga sepertiga , atau hampir
semua metanol menguap. Ekstrak dapat
dibebaskan dari senyawa kepolarannya rendah
seperti lemak, terpena, klorofil, xantofil dengan
ekstraksi (dalam corong pisah) menggunakan
pelarut heksan atau kloroform. Ekstraksi
dilakukan beberapa kali, lapisan air
mengandung sebagian besar flavonoid,
dirotapavor.

Lanjutan
Pemilihan pelarut tidak hanya tergantung pada
kepolaran, tetapi juga tempat substansi berada. Bila
pada vakuola sel, bersifat hidrofilik, penyarian dengan
air atau pelarut alkoholik. Jika dalam kloroplas pelarut
nonpolar sebelum alkoholik.
Ekstraksi antosianin atau flavonoid kepolaran rendah
tidak cocok. Antosian, daun segar atau bunga segera
digerus dengan NaOH yang mengandung 1% HCl
pekat. Ekstraksi terjadi ditandai adanya perubahan
warna larutan, kromatografi atau analisis spektroskopi
ekstrak segera dilakukan untuk mencegah hidrolsisi
glikosida. Untuk simplisia yang mengandung
flavonoid dengan kepolaran yang lebih rendah lagi
langsung diisolasi dengan heksana atau eter beberapa
menit, ingat ekstrak yang diperoleh mengandung
lemak dan lilin.

2 Isolasi
Metode terbaik isolasi campuran flavonoid a.l ; KKt
dan KLT. Metode KKt, kertas disarankan kertas
Whatman 3MM (46 x 57 cm) atau setara. Ekstrak
ditotolkan 8 cm dari tepi lipatan pertama dan 3 cm dari
lipatan kedua dengan garis tengah 3 mm berpusat
pada satu titik, keringkan bercak dengan pengering
rambut. Ekstrak yang ditotolkan secara umum yaitu
dari sejumlah ekstrak yang diperoleh dari 50 100 mg
bahan tumbuhan kering. Elusi pertama dapat BAA (n-
Butanol,Asam asetat,Air = BAW) 4:1:5 atau TBA (t-
BuOH:HOAc:H
2
o) 3:1:1.Kertas diangkat, keringkan di
lemari asam, bagian kromatogram yang dilipat (a)
digunting. Eluen kedua menggunakan biasanya
berupa larutan dalam air seperti asam asetat
15%.Untuk antosianin disarankan pengembang setara
,biasanya BAA atau Bu/HCl dan kedua HCl 1%.

Flavonoid tidak nampak, kecuali antosian
(bercak jingga sampai lembayung yang
biru dengan uap ammonia), khalkon,
auron dan 6-hidroksi flavanol kuning).
Karena alasan tersebut, untuk
mendeteksi bercak, kromatogram
diperiksa dengan sinar UV (366 nm dan
254 nm) diperjelas dengan uap
ammonia.

Lanjutan
Untuk isolasi flavonoid skala besar dapat dilakukan dengan
kromatografi kolom. Dasarnya, cara ini meliputi penempatan
campuran flavonoid (berupa larutan) di atas kolom berisi serbuk
penjerap (seperti selulosa, silika, atau poliamida), lanjutkan
dengan elusi setiap komponen memakai pelarut yang sesuai.
Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran
pada salah satu ujungnya dengan ukuran garis tengah berbanding
panjang kolom 1:10 atau 1:30.

Mengemas kolom dengan hati-hati agar kolom homogen, Jika
tidak ada kaca masir, dapat kaca wol atau kapas, sumbat ini
direndam pengelusi tingginya 10 cm. Kemasan kolom dibuat
bubur dengan pelarut sama, lalu dituang ke dalam kolom tanpa
putus agar tidak terbentuk lapisan. Kemasan dibiarkan turun dan
kelebihan pelarut dibiarkan turun. Jika fase diam poliamida yang
digunakan maka dianjurkan untuk mengembangkan dulu satu
jam.

Selanjutnya larutan cuplikan ditempat di atas kemasan sedemikian
rupa sehingga berupa satu pita, menggunakan pelarut sesedikit
mungkin untuk hasil yang baik. Biarkan larutan cuplikan meresap
ke dalam kemasan dengan membuka sedikit keran, tutup dan
tambah perlahan-lahan cairan pengelusi dan dibiarkan kembali
meresap ke dalam kemasan.

Memilih kemasan kolom disesuaikan dengan
flavonoid yang diisolasi;
1. Selulosa. Ideal untuk pemisahan antara
glikosida atau glikosida dengan aglikon dan
aglikon yang kurang polar
2. Silika. Baik untuk aglikon yang kurang
polar, misalnya isoflavon, flavanon, metil flavon
dan falavonol
3. Poliamida. Cocok untuk memisahkan
flavonoid dan glikosida.
4. Gel sephadex (deret G). Digunakan
memisahkan campuran, terutama berdasarkan
atas ukuran molekul
5. Gel sephadex (LH-20). Dirancang untuk
menggunakan pelarut organik, dan dapat
digunakan dua cara.

3 cm
8 cm
arah aliran pengembang
pertama
arah aliran
pengembang
pertama
biarkan 5 cm
(a)
(b)
(c) (d)
COLUMN CHROMATOGRAPHY
Karakterisasi dan Identifikasi
Secara umum ditentukan dengan uji warna,
kelarutan, bilangan Rf dan ciri spektrum
ultraviolet.

Jika tidak tercampur, dengan uap ammonia
berwarna spesifik masing golongan. Falavon &
flavonol kuning-kuning kemerahan. Antosianin
merah biru, flavononol orange atau coklat.
Warna merah & lembayung terjadi mendadak
dalam suasana asam, khalkon atau auron.

Flavonoid kuning terang atau jingga dalam
larutan basa, jika bagian tumbuhan tanwarna
diuapi amonia, terbentuk garam karena
struktur kuinoid pada cincin B seperti berikut :
Adanya gugus fenol memberikan reaksi
positif dengan pereaksi fenol, misalnya
besi (III) klorida dan pereaksi asam
sulfat memberi warna spesifik. Reaksi ini
tidak spesifik, tidak dapat digunakan
membedakan golongan dan harus diikuti
oleh uji warna lainnya.

Flavonoid dengan gugus hidroksil
kedudukan orto berwarna kuning intensif
jika bereaksi dengan asam borat dan
larutan natrium asetat, seperti rekasi
berikut:
O
O
OH
O
O
O
-
O
O
-
O
OH
-
Pembentukan struktur kuinoid dari flavonoid dengan basa
O
O
OH
HO
OH
O
O
HO
O
B
O
OH
HO
NaOAc, H
3
BO
3
OH
-
Kompleks flavonoid dengan asam borat dan natrium asetat
Selain pada kedudukan orto, gugus hidroksil
dengan kedudukan lain diduga dapat membentuk
ikatan dengan campuran asam sitrat dan asam
borat, pada pemanasan, pereaksi sitroborat,
mekanisme reaksi yang terjadi belum dapat
diketahui secara pasti. Warna fluoresensi yang
terbentuk adalah kuning,kuning kehijauan
dengan sinar UV 366 nm.

Pereaksi AlCl
3
membentuk kompleks dengan
flavonoid (gugus hidroksil berkedudukan orto)
menimbulkan warna kuning, ini tidak stabil
dengan HCl dan terurai kembali, jika gugus
hidroksil yang berkedudukan dekat gugus
karbonil akan stabil dengan penambahan HCl.
O
O
OH
HO
OH
O
O
HO
O
Al
O
AlCl
3
HCl
O
O
OH
HO
OH
O HO
OH
OH
OH
O
Al
O
Cl
Cl
O HO
O
Al
O
O
Al
O
Cl
Cl
AlCl
3
HCl
Cl
Cl
Kompleks flavonoid dengan AlCl3 lewat gugus
hidroksil yang berkedudukan orto dan yang
berkedudukan dekat gugus karbonil, digunakan
dasar penetapan adanya gugus hidroksil pada
kedudukan tertentu dalam molekul flavonoid.

Lazim identifikasi flavonoid diawali dengan
reaksi warna menggunakan pereaksi-pereaksi,
seperti natrium hidroksida, asam sulfat, besi (III)
klorida, logam magnesium dan asam klorida.
Kelarutan dari flavonoid menjadi dasar dalam
ekstraksi dan pemisahan secara kromatografi,
sifat-sifatnya dengan pereaksi-pereaksi tertentu
menjadi dasar analisis spektrofotometri UV-
tampak.
Hidrolisis
Flavonoid terdapat pada semua bagian
tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting,
buah, kayu, kulit, kayu dan akar. Flavanoid
tertentu bisa terkonsentrasi pada satu jaringan,
misal antosianidin zat warna bunga, buah dan
daun.

Sebagian besar flavonoid alam dalam bentuk
glikosida, adalah kombinasi antara gula dan
alkohol saling berikatan melalui ikatan
glikosida. Prinsip ikatan glikosida, gugus
hidoksil dari alkohol beradisi ke gugus karbonil
dari gula, sama seperti adisi alkohol ke
aldehida yang dikatalis oleh adanya asam
menghasilkan asetal.
C
R
R
+
R'
O H
C
R
OH
H
OR'
C
R
OR'
H
OR'
+
+ H
2
O
Aldehida Alkohol Hemiasetal Asetal
R'-OH
H
+
C
OH
OH
OH
OH
CH
2
OH
O
OH
OH
OH
CH
2
OH
H
O
OH
O
OH
OH
OH
CH
2
OH
OR'
Glukosa Glukosa Glukosida
(rantai terbuka) (siklik hemiasetal)
R'OH
H
+
Pada hidrolisis, glikosida terurai kembali atas
komponennya menghasilkan gula dan alkohol,
alkohol disebut aglikon. Biasanya, sisa gula
dari glikosida flavonoid alam adalah glukosa,
rhamnosa, galaktosa dan gentiobiosa

Flavonoid dapat berupa mono, di atau tri-
glikosida, dengan cara satu, dua atau tiga
gugus hidroksil dalam molekul flavonoid terikat
oleh gula. Poliglikosida larut dalam air dan
hanya sedikit larut dalam pelarut organik
seperti eter, benzen, kloroform dan aseton.

Untuk membedakan aglikon dan gula yang
terikat sebagai glikosida, dapat dilakukan
hidrolisis dengan; asam, enzim atau basa.
Hidrolisis dengan asam
Biasanya dengan HCl, ikatan O-glikosida atau C-
glikosida. C-glikosida, sangat tahan asam, dibedakan
waktu atau lama hidrolsis.
Juga dipengaruhi posisi ikatan gula pada flavonoid.
Gula posisi 3 lebih mudah dihidrolisis dibanding posisi
7, paling mudah posisi 5. Flavonol 3-rhamnofuranosida
kurang stabil sehingga hidrolsis lebih cepat dibanding
flavonol 3-rhamnopiranosida relatif lebih stabil.
Cara baku hidrolisis O-glikosida: Larutan glikosida
(1mg) hidrolisis 5 ml HCl 2N : MeOH (1:1) dalam labu
alas bulat 25 ml, refluks 60 menit. Rotavapour, sisa
larutkan dengan MeOH : H2O (1:1) sesedikit mungkin.
KKt atau KLT-selulosa, 15% asam asetat, hasil :
- jika terjadi hidrolsisi, Rf akan lebih kecil, suatu O-
glikosida, kemungkinan kecil bisulfat atau C-glikosida
ter-O-glikosida.
- Jika tidak terjadi hidrolisis, adalah C-glikosida atau
glukoronida
- Jika hidrolisis sebagian, mungkin glukuronida
Hidrolsis dengan enzim
Berguna menentukan sifat ikatan antara gula dan
flavonoid (yaitu atau ), khas hanya memutuskan
monosakarida flavonoid O-glikosida. Selanjutnya
dianalisis dengan KLT, atau KGC untuk mengetahui hasil
hidrolosis,
- -glukosidase (emulsin), menghidrolsisi -D-gluksoda
dan xilosida, tidak menghidrolsisi antosianidin glikosida.
- -galaktosidase, menghidrolsisi -D-galaktosida
- -glikuronidase, menghidrolsisi -D-glukuronidase
- Pektinase, menghidrolsis -D-poligalakturonida dan
-L-rhamnosida
- Antosianase, menghidrolsis sebagian besar antosiani
din glikosida
- Rhamnodiastase, memutuskan sebagian besar oligo
sakarida secara utuh dari glikosida dalam Rhamnus
frangula
- Takadiastase, menghidrolsisi naringenin 7-O-neo
hesperidosida.
HIDROLISIS DENGAN BASA
Jarang digunakan hidrolisis gliksodia flavonoid,
digunakan untuk memutuskan gula secara selektif dari
posisi 7, 4, 3-hidroksil. Keselektifan ini kebalikan dari
hidrolisis asam.

Melepaskan disakarida dari 7 hidroksil asal ikatan antara
glukosida bukan (1----2). Rutinosida terhidrolisis, tetapi 7-
O-apiol (1----2) glukosida dan 7-O-neohesperidosida tidak
hidrolsis. Jaga tidak ada kontak udara, sebab flavonoid
terurai suasana basa jika ada oksigen. Kebanyakan 7 dan
4 O gliksida pecah waktu 30 menit, beberapa glikosida
perlukan waktu dua jam.Pemutusan gula yang terikat
posisi 4 secara selektif tanpa ganggu gula posisi 7.

Cara: Larutan glikosida (10 30 mg) dalam 10 ml KOH 0,5%
refluks dengan tangas air 30 menit lingkungan N2.
Netralkan dengan HCl 2N, dikromatografi kertas eluen
HOAc 15% untuk isolasi flavonoid
Spektroskopi Ultraviolet
Flavonoid
Mempunyai sistem aromatik
terkonyugasi, sehingga punya pita
serapan di daerah ultraviolet dan
ultraviolet tampak (UV-UV Vis).
Spektra flavon dan flavonol
memperlihatkan dua puncak
utama pada daerah 240 400 nm,
pita I (300 380 nm) absorbsi
untuk cincin B sinamoil dan pita II
(240 280 nm) absobsi cincin A
benzoil.
O
O
A
B
SINAMOIL
BENZOIL
Isoflavon, falavanon dan dihidroflavonol punya
spektra UV mirip, disebabkan tidak punya sistem
konyugasi sinamoil cincin B. Larutan isoflavon dalam
metanol memberikan spektra UV puncak II pada 250
nm 270 nm, puncak I pada 300 nm 330 nm.
Flavanon dan dihidroflavanon puncak II pada 270
nm 290 nm dan puncak I pada 320 nm 330 nm.
Peran gugus OH pada cincin A flavon dan flavonol
memberi pergeseran batokromik nyata pada pita II
dan sedikit pada pita I.
Metilasi dan glikosilasi pada flavon dan flavonol pada
absorpsi. Jika gugus 3, 5, dan 4 OH pada flavon dan
flavonol termetilasi dan terglikosilasi terjadi
pergeseran hipsokromik terutama pita I. Pergeseran
yang terjadi terbesar 12 17 nm, bisa mencapai 22
25 nm pada flavon yang tidak mempunyai gugus 5
OH.
Pita II (serapan cincin A bagian benzoil), pita I
(serapan cincin B bagian sinamoil). Intesitas
serapan tergantung panjangnya sistem
konyugasi, adanya subtitusi terutama pada
kedudukan atom C
3
dan C
5
. Sebagai contoh
senyawa flavon yang mempunyai sistem
sinamoil mengandung sistem konyugasi lebih
panjang daripada sistem benzoil, intensitas
puncak I lebih kecil dari intensitas puncak II.
Flavon, flavonol tersubtitusi oksigen hanya
pada cincin A, dalam metanol cenderung
memberikan spektra nyata pada pita II dan
lemah pada pita I, tetapi jika cincin B
tersubtitusi oksigen, pita I akan kelihatan lebih
nyata.

Penambahan pereaksi geser atau pereaksi diag-
nostik dan dengan adanya hidroksilasi, glikolasi
metilasi serta asetilasi dapat mengubah karak-
ter resapan senyawa flavonoid, ini dapat digu-
nakan untuk memperkirakan struktur flavonoid
tersebut.
1. Efek hidroksilasi
Adanya gugus OH pada cincin A pada flavon or flavo-
nol memberi pergeseran batokromik nyata pada pita I
or pita II. Apabila gugus OH tidak ada pada flavon atau
flavonol,
max
muncul pada lebih pendek diban-ding
jika ada gugus 5 OH. Subtitusi gugus OH posisi 3, 5
dan 4 punya sedikit efek or tidak sama sekali pada
spektra UV. Pita absorpsi I isoflavon punya intensitas
lemah, pita II intensitas kuat. Absorbsi pita II isoflavon
biasanya antara 245 270 nm dan relatif tidak punya
efek pada cincin B dengan adanya hidroksilasi.
2. Efek natrium metoksida
NaOCH
3
basa kuat dapat mengiionisasi semua gugus
dalam flavonoid. Degradasi or pengurangan kekuatan
spektra setelah waktu tertentu merupakan petunjuk
baik akan adanya gugus yang peka terhadap basa.

Spektra isoflavon yang mempunyai gugus OH pada
cincin A ada pergeseran batokromik baik pada pita I
maupun pita II.

Puncak spektra UV senyawa 3 4 di-OH isoflavon
akan mengalami penurunan intensitas beberapa menit
setelah penambahan NaOCH
3
. Adanya perbedaan
kecepatan dekomposisi 4 mono-OH isoflavon dapat
digunakan menentukan bahwa dekomposisi yang
berjalan cepat menunjukkan adanya 3 4 di-OH
isoflavon.
Penambahan NaOCH
3
pada flavon dan flavonol dalam
metanol umumnya memberi pergeseran batokromik
semua pita serapan. Pergeseran batokromik yang
besar pada serapan pita I sekitar 40 65 nm tanpa
penurunan intensitas, menunjukkan adanya gugus 4
OH bebas. Flavonol yang tidak punya gugus 4 OH
bebas juga memberi pergeseran pada pita serapan I,
dengan penurunan intensitas. Pergeseran batokromik
yang disebabkan adanya gugus 3 OH bebas. Jika
suatu flavonol mempunyai 3 dan 4 OH bebas, maka
spektra dengan NaOCH
3
akan mengalami dekompo-
sisi.

Pengganti NaOCH
3
yang baik ialah laruan NaOH 2M
dalam air.


3. Efek natrium asetat

Na-OAc adalah basa lemah dan hanya akan mengionisasi gugus
yang sifat keasamannya tinggi, khususnya untuk mendeteksi
adanya gugus 7 OH bebas. Na-OAc hanya dapat mengionisasi
isoflavon khusus pada gugus 7 OH, gugus 3 atau 4 OH
pada flavonol. Oleh sebab itu interpretasi terhadap pergeseran
spektra isoflavon untuk penambahan Na-OAc menjadi sederha-
na. Adanya 7 OH isoflavon menyebabkan pergeseran batok-
romik 6 20 nm pada pita II setelah penambahan Na-OAc.

Na-OAc dan asam borat akan membentuk kompleks dengan
gugus orto -OH pada cincin B menunjukkan pergeseran
batokromik pita serapan I sebesar 12 30 nm. Gugus orto -OH
pada cincin A juga terdeteksi dengan efek Na-OAc dan asam
borat. Adanya pergesaran batokromik sebesar 5 10 nm pada
pita II menunjukkan adanya gugus orto hidroksi pada posisi C6
dan C7 atau C7 dan C8.
4. Efek aluminium klorida

Membentuk kompleks dengan gugus OH dan keton ber-
tetangga tahan asam, membentuk kompleks dengan
gugus orto OH tidak tahan asam. Adanya gugus 3, 4
OH pada isoflavon atau flavanon dan dihidroflavo-nol
tidak terdeteksi dengan AlCl
3
karena cincin B punya
sedikit or tidak ada konyugasi kromofor utama. Jika
isoflavon, flavanon (dan mungkin dihidroflavonol) me-
ngandung gugus orto OH pada posisi 6, 7 atau 7, 8
maka spektra AlCl3 menunjukkan pergeseran batok-
romik (biasanya pada pita I dan pita II). Serapan pita II
spektra UV semua 5 OH isoflavon terdeteksi dengan
pe+an AlCl3/HCl, kecuali 2 karboksil 5, 7 dihidroksil
isoflavon, ditandai pergeseran batokromik pita II 10
14 nm (relatif terhadap spektra CH
3
-OH). Spektra iso-
flavon tidak punya gugus 5 OH bebas tidak berefek
setelah pe+an AlCl3 / HCl.

Pada flavon dan flavonol, adanya gu-
gus orto OH pada cincin B dike-
tahui jika pe+an asam pada spek-
tra AlCl3 terjadi pergeseran hipso-
kromik sebesar 30 40 nm pada
pita I (atau pita Ia jika terdiri dari
dua puncak). Adanya pergeseran
batokro-mik pada pita Ia (dalam
AlCl3 / HCl) dibandingkan dengan
pita I (dalam CH
3
-OH) sebesar 35
55 nm, menunjukkan adanya 5
OH flavon or flavonol 3 OH
tersubtitusi.

PENETAPAN KADAR FLAVONOID
PRINSIP KERJA : ditetapkan kadar flavonoid
sebagai aglikon, hidrolisis asam dengan
heksa-metilentetramin, selanjutnya ukur
spektrofoto-metri dengan pereaksi geser AlCl
3
CARA KERJA : ekstrak setara 200 mg
simplisia, direfluks dengan 1.0 ml lar. 0,5% b/v
heksmetilentetramin, 20.0 ml aseton dan 25 ml
HCl 25%, refluks 30 menit. Saring dengan
kapas kedalam labu tentukur 100 ml. Ampas
cuci dengan aseton 2x20 ml didihkan sebentar,
filtrat campur dengan filtrat pertama
Adkan volume dengan aseton, pipet 20 ml
dan tambah 20 ml air, kocok. Selanjutnya
ekstraksi dengan etil asetat 15, 10 dan 10 ml
etil asetat.
Lapisan etil asetat dikumpulkan dalam labu
tentuku 50 ml, adkan volume dengan etil
asetat

SPEKTROMETRI : sebanyak 4 ml lartuan etil
asetat dalam labu tentukur 5 ml, tambah 0,2
ml AlCl
3
dalam lar asetat asetat glasial 5%
dalam MeOH. Diamkan, ukur
max

PEMBUATAN LARUTAN BAKU :
Rutin ditimbang saksama 0,0113 g,
masukkan dalam labu tentukur 10 ml dan
larutkan dengan Et-OH 96%, ini sebagai
larutan stock yang dibuat dengan berbagai
konsentrasi
2ml lar stock diencerkan dalam labutentukur
10 ml dengan 0,2 ml AlCl
3
dan asam asetat
glasial, hasil 0,0226%
1 ml lar 0,0226% diencerkan dalam
labutentu-kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl
3
dan
asam asetat glasial, hasil 0,00452%


3 ml lar 0,0226% diencerkan dalam labuten-
tukur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl
3
dan asam
asetat glasial, hasil 0,00678%
2 ml lar 0,0226% diencerkan dalam
labutentu-kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl
3
dan
asam asetat glasial, hasil 0,00904%
3 ml lar 0,0226% diencerkan dalam
labutentu-kur 5 ml dengan 0,2 ml AlCl
3
dan
asam asetat glasial, hasil 0,01356%
Ukur
max
masing-masing konsentrasi
SKEMA PENETAPAN KADAR FLAVONOID
Sampel ekstrak
PROSEDUR KERJA
Setara 200 mg
simplisia
+ 1.0 ml lar 0,5% b/v
heksmetilentetramin
+ 20.0 ml aseton
+ 2.0 ml lar HCl 25%
+ Refluks 30
- Saring kapas
ampas Labu ukur 100 ml
Adkan volume
dengan aseton
+ 2x20 ml aseton
- Didihkan sebentar
ampas filtrat
20 ml filtrat
20 ml filtrat
- dalam corong pisah
+ 20 ml air, kocok
+ 15 ml, 10 ml, 10 ml etil asetat
Lapisan air Filtrat etil asetat
Dalam labu takar 50 ml
Adkan volume etil asetat
- Pipet 4ml, encerkan dalam
tabu takar 5 ml
+ 0,2 ml AlCl
3
dalam asam ase-
tat glasial 5% v/v
- Ukur
max

- Kurva baku dibuat dengan
prosedur sama
Y = b + aX
Konsentrasi Absorbansi
0,00225 0,000452 0,208
0,00452 0,000904 0,258
0,00678 0,001358 0,408
0,00904 0,001808 0,53
0,01356 0,002712 0,754
0,0226 0,00452 1,102
KURVA BAKU
Nomor Konsentrasi Absorbansi
1 0,000452 % b/v 0,208
2 0,000904 % b/v 0,258
3 0,001356 % b/v 0,408
4 0,001808 % b/v 0,53
5 0,002712 % b/v 0.754
6 0,00452 % b/v 1,102
HASIL PENGUKURAN SAMPEL
Nomor Berat sampel Absorbansi
1 101 mg 0,330
2 101 mg 0.308
3 101 mg 0.304
4 50,2 mg 0,375
5 50,2 mg 0,376
6 50,2 mg 0,370
CARA PERHITUNGAN
Persamaan garis liner dari kurva baku
Y = 227,54 X + 0,0976

Y 0,0976
X =
227,54
Jika absorban 0,330 , maka kadar flavonoid :
0,33 0,0976
X = = 0,001021359%
227,54
Kadar flavonid total dalam 4 ml = 5/4 x 0,001021359%

= 0,001276699%

= 0,01276699 mg/ml
Berat flavonid total dalam 50 ml larutan etil asetat :
= 50 ml x 0,01021359 mg/ml

= 0,6383495 mg ~ 20 ml filtrat aseton
Berat flavonid total dari ekstrak yang dihidrolisis:
= 100/20 ml x 0,6383495 mg

= 3,1917474 mg

Jadi kadar flavonoid dalam ekstrak :

= 3,1917474 mg / 101 mg x 100%

= 3,16%




7-Hidroksi Flavon
MeOH 252, 268, 307
AlCl
3
249, 307
AlCl
3
+ HCl 251, 307, 372sh
O
O
HO
O
OH
O
OH
3,4-Dihidroksi Flavon
MeOH 242, 308sh, 340
AlCl
3
248sh, 273, 304, 378, 468sh
AlCl
3
+ HCl 242, 312sh, 342
O
O OH
HO
HO
Baikalein
MeOH 247, 274, 323
AlCl
3
247, 272, 284sh, 375
AlCl
3
+ HCl 255sh, 282, 292sh, 346
O
O OH
HO
OH
OH
Luteolin
MeOH 242sh, 253, 287, 291sh, 349
AlCl
3
274, 300, 328, 426
AlCl
3
+ HCl 266sh, 275, 294sh, 355, 385

Anda mungkin juga menyukai