Anda di halaman 1dari 64

` BAB I

SATUAN DAN BESARAN

1. Satuan Menurut Standar ISO


Sistem satuan internasional yang dikenal dengan sebutan Satuan SI (System International des
Unit) adalah system satuan yang telah diolah organisasi standar internasional yang dikenal
dengan nama ISO (International Organization for Standardization. Sistem satuan tersebut
telah diresmikan pemakaiannya sejak tahun 1960 dan dipakai secara internasional pada tahun
1980.
Sistem satuan internasional ini terdiri dari tiga macam satuan yaitu :
 Satuan dasar
 Satuan tambahan dan
 Satuan turunan

Satuan Dasar adalah satuan yang merupakan dasar dalam perhitungan-perhitungan, yang
terdiri dari : meter (m), kilogram (kg), second (s=detik) atau centimeter (cm), gram (g),
second (s=detik)
a. Meter (m) adalah satuan panjang, dengan urutan sbb :
km (kilometer)
hm (hektometer)
dam (dekameter)
m (meter)
dm (desimeter)
cm (centimeter)
mm (millimeter)
satuan diatas akan dibagi 10 bila naik, dan dikalikan 10 bila harganya digunakan untuk yang
dibawahnya (turun). Bila penggunaannya pada kondisi pangkat dua (2), misalnya m², dm²
dan seterusnya, maka pembagian atau perkaliannya adalah dengan 100; kalau pangkat tiga (3)
dikali atau dibagi dengan 1000.

Contoh :

1
1 m = 10 dm = 100 cm
1m² = 100 dm² = 10000 cm²
1 m³ = 1000 dm³ = 1000000 cm³
Sebaliknya :
100 cm = 10 dm = 1 m
10000 cm² = 100 dm² = 1m²
1000000 cm³ = 1000 dm³ = 1 m³ ………dst
b. Kilogram (kg) merupakan satuan massa yang macam pemakaian dan penggunaan
satuannya sama dengan penggunaan untuk meter yakni :
kg (kilogram)
hg (hektogram)
dag (dekagram)
g (gram)
dg (desigram)
cg (centigram)
mg (milligram)
Contoh :
1 g = 10 dg = 100 cg
1g² = 100 dg² = 10000 cg²
1 g³ = 1000 dg³ = 1000000 cg³
Sebaliknya :
100 cg = 10 dg = 1 g
10000 cg² = 100 dg² = 1g²
1000000 cg³ = 1000 dg³ = 1 g³ ………dst.

c. Sekond (detik) adalah satuan Waktu. Satuan ini menggunakan detik untuk waktu yang
pendek, menit untuk waktu yang lebih panjang atau jam, untuk satuan yang lebih
lama lagi.
1 hari = 24 jam
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik 1 menit = 1/60 jam
Sebaliknya :
60 detik =1 menit 1 detik = 1/60 menit

2
60 menit = 1 jam 1 menit = 1/60 jam
24 jam = 1 hari 1 jam = 1/24 hari
Dan seterusnya ………….

Satuan Tambahan adalah satuan yang merupakan tambahan dalam pengolahan angka-angka
untuk melengkapi kebutuhan dari satuan dasar, misalnya :
 amphere, untuk satuan arus listrik
 lux, untuk satuan cahaya
 candella (Cd) untuk satuan intensitas cahaya (lilin)
 suhu, molekul dll.

Satuan Turunan yaitu satuan yang muncul karena turunan dari beberapa satuan dasar karena
kebutuhan pengolahan satuan dalam penggunaannya, contohnya :
a. Satuan yang menyebutkan berat per meter dituliskan dengan satuan (kg/m)
b. Satuan yang menyebutkan besar volume yang mengalir setiap menit, dituliskan
dengan satuan (dm³/menit)
c. Satuan yang menyebutkan berat tiap 1 dm³ volume ditulis dengan satuan ( kg/ dm³)
d. Satuan yang menyebutkan besar momen ditulis dengan satuan (kgm), dll.
e. Satuan yang menyebutkan besar gaya adalah newton disingkat dengan N. Gaya
menyebabkan percepatan pada benda (massa-nya).
Seperti disebutkan pada hukum Newton II : Gaya yang bekerja pada suatu benda adalah
sama dengan massa benda dikalikan percepatannya.
Jadi, Gaya = massa x percepatan

F=mxa

Dimana :

F = gaya (N) atau (dyne)


m = massa benda (kg) atau (g)
a = percepatan (m/s²) atau (cm/s²)

3
1 newton adalah gaya yang memberi percepatan sebesar 1 m/s² pada massa 1 kg; satuan
lainnya adalah :
1 dyne adalah gaya yang memberi percepatan sebesar 1 cm/s² pada massa 1 g.
Jadi : 1 newton = 1 kg. 1 m/s²
= 1000 g x 100 cm/s²
1 newton = 100000 dyne = 105 dyne
a. Satuan yang menyebutkan gaya tarik bumi disebut Satuan Grafitasi. Satuan ini
menunjukkan percepatan yang dialami oleh suatu benda yang jatuh bebas di atas
permukaan bumi. Grafitasi diberi lambang satuan (g) yang besarnya diukur dari atas
permukaan laut = 9,806 m/s2, yang umum digunakan sebesar 9,8 m/s2 (32 ft/s2).

2. Hukum Newton

Seperti pada Statika, Mekanika Teknik dan lain-lain, semuanya didasarkan atas
hukum Newton yang bunyinya sebagai berikut :

a. Setiap benda/ titik materi/ partikel tetap diam atau bergerak dengan kecepatan konstan
secara garis lurus kecuali ada pengaruh gaya luar pada benda tersebut.

b. Percepatan partikel berbanding lurus dengan resultante gaya-gaya luar yang bekerja
padanya dan berbanding terbalik terhadap massanya, dan arah percepatan searah
dengan resultan gaya-gaya luar.

c. Pada setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besarnya dan berlawanan arah.

3. Besaran

Besaran fisis adalah konsep yang dipakai untuk menggambarkan fenomena fisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Besaran dinyatakan sebagai hasil kali dari Satuan dengan
suatu Angka yang disebut Nilai Bilangan dari Besaran Tersebut.

Contoh :

F = 10 N

Artinya :

F adalah besaran
4
N adalah satuan dan
10 menunjukkan nilai bilangan (dari besaran F tersebut)
Besaran dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1 Besaran Vektor, yaitu besaran yang memiliki besar dan arah. Vektor dapat
digambarkan dengan tanda anak panah. Panjang = besar vector ; dan tanda panah =
arah bekerjanya vector.
Contoh : gaya, percepatan grafitasi
2 Besaran Skalar, yaitu besaran yang hanya memiliki besar saja
Contoh : Jarak, waktu, luas dan lain –lain.

Soal :

5
1 Apa ISO itu?
2 Sebutkan sistem satuan internasional!
3 Sebutkan 3 (tiga ) buah satuan dasar!
4 Bagaimana bunyi hokum Newton II ?
5 Untuk Satuan dan Besaran, apa artinya A = 25 cm2
6 Bila diketahui suatu benda dengan massa= 20 kg bekerja dengan percepatan 5m/s2,
berapa gaya yang bekerja pada benda tersebut?
7 Apa yang dimaksud dengan 1 newton?
8 Apa yang dimaksud dengan besaran fisis?
9 Apa yang dimaksud besaran vector?
10 Jelaskan perbedaan besaran vektor dengan besaran skalar
Berikan contohnya masing-masing

Soal :

1 Apa ISO itu?


2 Sebutkan sistem satuan internasional!
3 Sebutkan 3 (tiga ) buah satuan dasar!
4 Bagaimana bunyi hokum Newton II ?
5 Untuk Satuan dan Besaran, apa artinya A = 25 cm2
6 Bila diketahui suatu benda dengan massa= 20 kg bekerja dengan percepatan 5m/s2,
berapa gaya yang bekerja pada benda tersebut?
7 Apa yang dimaksud dengan 1 newton?
8 Apa yang dimaksud dengan besaran fisis?
9 Apa yang dimaksud besaran vector?
10 Jelaskan perbedaan besaran vektor dengan besaran skalar
Berikan contohnya masing-masing

6
BAB II
GAYA

1. Pengertian Gaya
Tiap sebab yang mengakibatkan suatu benda berubah dari keadaan diam menjadi
bergerak dan dari keadaan bergerak menjadi diam atau jika terjadi perubahan keadaan dalam
kedudukannya, maka penyebab itu disebut gaya
Demikian pula besarnya kecepatan dan arahnya gerakan dapat pula berubah oleh gaya.
Gaya adalah besaran vector. Jadi gaya tersebut dapat digambarkan dengan lukisan garis.
Untuk menggambarkan gaya dengan sebuah garis, harus memenuhi tiga ketentuan yaitu :
arah gaya, besar gaya dan titik tangkap gaya.

2. Macam-macam Gaya
Dalam ilmu mekanika teknik, gaya itu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Gaya Otot, adalah gaya yang dibangkitkan oleh otot manusia atau otot binatang,
contohnya :
 Menggerakkan handel
 Menggerakkan mesin jahit
 Menekan saklar
 Kuda menarik delman, dll

7
b. Gaya Berat, adalah gaya yang terjadi karena tarikan bumi. Sebuah benda yang jatuh
bebas selalu mendapat kecepatan yang makin besar. Gaya yang menyebabkan
perubahan gerak ini dinamakan gaya berat
c. Gaya Pusingan atau Gaya Sentrifugal, adalah gaya yang arahnya keluar dari titik pusat
suatu benda yang berputar. Sedangkan gaya yang arahnya kedalam (berlawanan)
disebut gaya Sentripetal
d. Gaya Pegas, adalah gaya yang diberikan oleh pegas yang dalam keadaan tertekan atau
tertarik (pegas berubah bentuk)
3. Menentukan Suatu Gaya
Untuk menentukan suatu gaya, harus ada tiga hal yang harus dipenuhi yaitu :
 Arah gaya, yang digambarkan sebagai garis dalam bentuk tanda panah
 Besar gaya, yang digambarkan sebagai panjang garis, yang disebut vektor
 Titik tangkap, yaitu titik dimana gaya itu mulai bekerja.

Titik tangkap
besar gaya

arah gaya
Benda kerja garis kerja gaya

4. Menyusun Gaya

Menyusun gaya yang dimaksud disini adalah menggabungkan beberapa buah gaya
yang terletak pada satu titik tangkap dan pada satu bidang datar, sehingga menghasilkan
sebuah gaya pengganti yang disebut Resultan. Jadi Resultan adalah sebuah gaya pengganti
yang mempunyai pengaruh yang sama dengan pengaruh yang dilakukan bersama-sama oleh
gaya-gaya yang diganti.

Menyusun gaya dapat dilakukan dengan cara Grafis (lukisan), dan dapat juga
dilakukan dengan cara Analitis (hitungan).

4a. Menyusun Gaya Secara Grafis

8
Dasar yang perlu diketahui dalam menyusun gaya secara grafis adalah memahami Skala
Gaya. Skala Gaya adalah perbandingan antara satuan panjang dengan satuan masa, misalnya :

Skala Gaya : 1 cm = 25 kg, artinya setiap panjang vector 1 cm mempunyai nilai yang
sama dengan gaya sebesar 25 kg.

Dengan skala gaya ini, dapat dilukis sebuah gaya yang besarnya tertentu atau sebaliknya
menghitung gaya melalui sebuah vektor.

Contoh :

1 Lukislah sebuah gaya yang besarnya F = 100 kg, dengan arah mendatar kekanan,
gunakan Skala Gaya : 1cm = 20 kg,
Jawab :
100kg
Panjang Vektor = 20kg x1 cm = 5 cm.

Lukisan vektornya :
F

5 cm

2. Sebuah vector arah vertikal kebawah dilukis sepanjang 2,4 cm. Bila menggunakan
Skala Gaya : 1 cm = 15 kg, berapakah besar gaya yang dihitung itu?

Jawab :

2,4cm
Besar G5aya = x 15 kg = 36 kg
1cm

Setelah bisa melukis gaya, maka untuk menyusun gaya secara grafis, diperlukan
peralatan untuk melukis. Peralatan yang paling penting digunakan adalah sepasang Penggaris
dan alat tulis tentunya. Karena pemakaiannya selain bisa membuat garis juga harus bisa
membuat garis sejajar yang sangat penting dalam melukis Resultan tersebut, dimana gaya-
gaya itu disusun, yaitu :

9
 Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar arah kekanan, misalnya F1=30 kg dan F2=20
kg. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :

Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya : 1 cm=10 kg

300kg
F1=30 kg dilukis F1= 10kg x 1 cm = 3 cm

20kg
F2=10 kg dilukis F2= 10kg x 1 cm =2 cm

F1
F2
2 cm
3 cm

Bila dilukis dalam satu garis kerja, maka diperoleh lukisan seperi berikut ini.

O F1 F2 garis kerja gaya

3 cm 2 cm

5 cm

Panjang vector seluruhnya adalah :

R = 3 cm + 2 cm = 5 cm. itu artinya besar Resultannya adalah :

5cm
R= x 10 kg = 50 kg.
1cm

10
 Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar mendatar tapi berlawanan arah, misalnya F1=
45 kg arah kekiri dan F2=30 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan
dengan cara sbb :

Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya : 1 cm=15 kg, ini misalnya saja; tentu berapa
saja boleh, asal sesuai dengan tempat lukisan.

45kg
F1=45 kg dilukis F1= 15kg x 1 cm = 3 cm

30kg
F2=30 kg dilukis F2= 15kg x 1 cm =2 cm

Selanjutnya dibuat garis kerja gaya

F1=3 cm garis kerja gaya

F2=2 cm

R=1 cm titik tangkap

Dari titik tangkap gaya, mulai bekerja –misalnya F1 kekiri yang panjangnya 3 cm;
kemudian dari ujung F1 dilanjutkan dengan F2 kearah kanan sepanjang 2 cm. Sisanya
tinggal dari titik tangkap ke ujung F2, itula R yang besarnya setelah diukur =1 cm. Ini

1cm
berarti : R = x 15 kg = 15 kg.
1cm

 Dua buah gaya F1 dan F2 yang tegak lurus sesamanya, misalnya F1= 20 kg arah
keatas dan F2=15 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara
sbb :

Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya : 1 cm=5 kg,

20kg
F1=20 kg dilukis F1= 5kg x 1 cm = 4 cm

15kg
F2=15 kg dilukis F2= 5kg x 1 cm =3 cm

Selanjutnya dibuat garis kerja gaya


11
garis kerja gaya F2x

F1 F1y

titik
tangkap F2 garis kerja gaya

Setelah dibuat gaya F1 dan F2 sesuai dengan perhitungan skala gaya, selanjutnya
dibuat garis bantu F1y dari ujung F2 sejajar dengan F1 dan dibuat garis bantu F2x dari
ujung F1 sejajar dengan F2. Dari pertemuan garis bantu F1y dan F2x ditarik sebuah
garis dati titik tangkap. Garis inilah yang menunjukkan Resultan dari kedua gaya
tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran dengan seksama, maka diperoleh R sepanjang 5 cm.


Artinya :

R = 5 cm artinya gaya pengganti R sebesar :

5cm
R= x 5 kg
1cm

R = 25 kg

Untuk mengetahui posisi / arah Resultan R, dapat dibaca dengan menggunakan Busur
Derajat.

Cara seperti ini bisa digunakan pada soal-soal yang sejenis dengan sudut lebih besar
atau lebih kecil dari 900. Caranya sama saja.

 Lalu bagaimana caranya mencari Resultan untuk gaya-gaya yang banyak atau lebih
dari dua gaya? Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan Segi Banyak
Gaya yakni dengan memindahkan gaya ke 2, 3, 4, atau diacak dst. hinggaF3 gaya
terakhir secara sama dan sejajar diujung gaya sebelumnya. Resultan ini diperoleh
dengan menarik garis dari Titik Tangkap gaya ke ujung gaya yang terakhir itu.
Resultan
F2
F1

F2 Melukis 12
R F1
F3

F4 F4
LATIHAN :

Hitunglah Resultan dari gaya-gaya pada gambar ini secara grafis, kemudian ukurlah arahnya
dengan busur derajat. Skala gaya tentukan sendiri. Caranya sama dengan diatas.

F1=50 kg

600 F2=75 kg

Tidak ada hal yang sulit, selama


# selamat bekerja#.
kita menjalankan pekerjaan itu
dengan tekun dan ikhlas.

4b. Menyusun Gaya Secara Analitis

Dasar yang perlu diketahui dalam menyusun gaya secara analitis atau hitungan ini adalah
memahami Aturan Sinus, menghafalkan dan menghitung tentunya.

Perhatikan gambar di bawah ini!

sisi miring (c)


sisi hadap (a)

13

sisi dekat (b)


α

sisi hadap (a)


sin α =
sisi miring (c)

sisi
sisidekat
dekat(b)
(b)

cos α = sisi miring (c)


sisi miring (c)

sisi hadap (a)

tg α = sisi dekat (b)

Selain ketiga aturan diatas sebenarnya masih ada tiga lagi yang tidak diuraikan disini, namun
sesungguhnya tidaklah perlu lagi diterangkan, karena ketiganya hanyalah kebalikan dari
aturan sinus diatas, seperti : sekan, cosekan dan cotangen berturut-turut kebalikan dari sinus,
cosinus dan tangen, yang mana hanya ketiga aturan iailah yang paling sering digunakan
dalam memecahkan masalah-masalah mekanika seperti ini.
Selanjutnya pelajarilah dengan seksama apabila salah satu dari persamaan diatas tidak
diketahui, misalnya : mencari sisi hadap dari sin α yang diketahui.
Perhitungannya : sisi hadap (a) = sin α x sisi miring (c) atau:

sisi hadap (a)


sisi miring (c) =
sin α

Begitu pula berlaku bagi persamaan-persamaan yang lainnya. Ingatlah ….. rumus
diatas tidak sulit untuk memahaminya, asalkan mau melatih sesuai dengan ketentuan
diatas; dan banyak latihan tentunya.

14
Untuk menunjang kemampuan dalam menyelesaikan perhitungan yang berhubungan dengan
aturan sinus diatas, berikut ini diuraikan tentang harga dari sudut-sudut istimewa sbb :

sin 0º = ½√0 = 0 = cos 90º

sin 30º = ½√1 = ½ = cos 60º

sin 45º = ½√2 = 0,71 = cos 45º

sin 60º = ½√3 = 0,87 = cos 30º

sin 90º = ½√4 = 1 = cos 0º

Contoh Soal :

Diketahui seperti gambar : Hitunglah besar A

C=100
A
600

15
B

Cara Mengerjakan
Perhatikan soal; data apa sajakah yang tersedia untuk rumus Aturan Sinus diatas !.
setelah diperhatikan ternyata : ada sisi hadap, ada sisi miring dan ada sudut. Ini berarti masuk
rumus SINUS.
Jadi
sisi hadap (a)
Sin α =
sisi miring (c)

A
Sin 600 =
100 cm

A
0,87 =
100 cm

A = 0,87 x 100 cm
A = 87 cm

Nah, sekarang cobalah hitung besarnya B, pilih dengan seksama rumus diatas. Selamat
bekerja.
Hitungan diatas hendaknya dipelajari dengan seksama hingga dapat dipahami maksud soal
dan jawabannya dengan benar. Ini merupakan modal utama dalam Menyusun Gaya secara
analitis.

 Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar arah kekanan, misalnya F1=30 kg dan F2=20
kg. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :

R = F1 + F2

R = 30 kg + 20 kg

R = 50 kg
16
 Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar mendatar tapi berlawanan arah, misalnya F1=
45 kg arah kekiri dan F2=30 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan
dengan cara sbb :

R = selisih F1 dengan F2 selisih artinya gaya yang besar dikurangi dengan


gaya yang lebih kecil

R = F1 – F2
= 45 kg – 30 kg
Jadi : R = 15 kg

 Dua buah gaya F1 dan F2 yang tegak lurus sesamanya, misalnya F1= 20 kg arah
keatas dan F2=15 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara
sbb :

R= F12 + F22 kg

R= 20² + 15² kg

R= 400 + 225 kg

R= 625 kg

R = 25 kg

 Dua buah gaya F1 dan F2 bekerja pada satu titik tangkap, berlainan arah dan
membentuk sudut 600, misalnya F1= 20 kg arah keatas dan F2=15 kg arah kekanan.
Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :

F1=20 kg

600 F2=15 kg
17
R= F12 + F22 + 2. F1. F2. cos α kg

R= 202 + 152 + 2. 20. 15. cos 600 kg

R= 202 + 152 + 2. 20. 15. cos 600 kg

R= 400 + 225 + 600. 0,5 kg

R= 400 + 225 + 300 kg

R= 925 kg

R = 30,4 kg

LATIHAN

5. Menguraikan Gaya
Apabila beberapa buah gaya digabung menjadi satu, diwakili oleh sebuah gaya yang
mempunyai pengaruh yang sama dengan gaya-gaya yang digantikannya disebut Resultan,
maka kebalikannya disebut Menguraikan Gaya. Jadi Menguraikan Gaya adalah memecah
sebuah gaya menjadi dua buah gaya yang mempuyai pengaruh yang sama dengan sebuah
gaya tadi.

5a. Menguraikan Gaya Secara Grafis


Secara umum mengerjakan gaya secara Grafis tidak bisa lepas dari sepasang Mistar
segitiga dan pengetahuan tentang Skala Gaya yang sudah dijelaskan pada bahasan diatas.
Cara ini termasuk mudah, karena hanya memindahkan gaya dengan cara
memproyeksikannya ke masing-masing garis kerja gaya yang diminta, baik itu tegak lurus,
sudut lancip ataupun sudut tumpul. Jadi tergantung konstruksinya.

Contoh :

18
1. Uraikanlah sebuah gaya F = 100 kg ini yang membentuk sudut 300 terhadap bidang
mendatar dengan arah kekanan atas, sehingga diperoleh Fx dan Fy. Cara
mengerjakan : Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya, misalnya : 1 cm = 20 kg.

100kg
Selanjutnya F dilukis sepanjang : F = 100 kg 20kg
x 1 cm = 5 cm

Y
F

F
Fx

X 300 X X Fy X

Y
Y

Caranya menguraikan gaya ini sama dengan perhitungan grafis pada umumnya, yaitu :
Untuk mendapatkan Fx = hasil pengukuran Fx cm dikalikan dengan Skala
Gaya, hingga dari ukuran panjang (cm) dapat diubah menjadi satuan Gaya
(kg).
Setelah diukur didapat :
2,5cn
Fx = 2,5 cm, artinya besar gaya Fx = x 20 kg
1cm
Diperoleh : Fx = 50 kg
Sekarang cobalah menghitung besar Fy yang caranya sama dengan cara menghitung
Fx. ………… Selamat mencoba.

19
5b. Meguraikan Gaya Secara Analitis.
Menguraikan gaya secara analitis ini, juga tidak bisa lepas dari rumus-rumus Sinus,
Cosinus dan Tangen yang memang harus dihafalkan dan dimengerti penggunaannya pada
soal. Untuk lebih jelasnya mari kita hitung secara Analitis uraian gaya pada soal grafis
diatas. Y

F=100 kg
Fx
F=100 kg

X Fy X
X 300 X 300
Y
Y

Soal diatas perlu disederhanakan untuk lebih mudah menghubungkannya dengan aturan sinus
yang telah dikenal. F=100 kg Keterangan:
F F = sisi miring
Fy Fy = sisi hadap dan
Fx = sisi dekat.
30 0 Fx
Dalam sebuah persamaan, hanya satu bilangan yang boleh tidak diketahui, agar bilangan
tersebut bisa dihitung. Bila dua bilangan yang tidak diketahui, maka hasilnya adalah tetap
sebuah persamaan. Dalam soal diatas, terdapat persamaan :

Sudut α : ada Hanya satu yang tidak


sisi hadap (a)
sin α = Sisi hadap : tidak ada (x) diketahui; berarti x bisa
Sisi miring : ada dihitung
sisi miring (c)

sisi dekat (b) Sudut α : ada Hanya satu yang tidak


Sisi dekat : tidak ada (x) diketahui; berarti x bisa
cos α = sisi miring (c) Sisi miring : ada dihitung

Sudut α : ada Ada dua bilangan yang


Sisi hadap : tidak ada (x) tidak diketahui; berarti x
sisi hadap (a) Sisi dekat : tidak ada (x) tidak bisa dihitung

tg α = sisi dekat (b)

20
Ini artinya untuk menghitung Fx dan Fy rumus langsung yang bisa dipakai adalah sin α dan
cos α. Sedangkan tg α bisa digunakan apabila salah satu dari sisi tersebut diketahui, misalnya
sisi dekat (b) atau sisi hadap (a).

Jadi perhitungan menguraikan gaya ini, menggunakan rumus :

 Untuk menghitung Fy

sisi hadap (a)


sin α =
sisi miring (c)

sisi hadap (Fy)


sin 300 =
100 kg

Fy
0,5 = 100kg

Fy = 0,5 x 100 kg

Fy = 50 kg

 Untuk menghitung Fx

Sisi dekat (b)


cos α =
sisi miring (c)

21
sisi dekat (Fx)
cos 300 =
100 kg

Fx
0,866 = 100kg

Fx = 0,866 x 100 kg

Fy = 86,6 kg

22
BAB III
MOMEN
1. Pengertian Momen
Momen yang dimaksud disini adalah Momen Gaya, yaitu perkalian antara Gaya
dengan Jarak-nya ke titik yang dihitung momennya. Dalam hal ini, besar momen itu
ditentukan oleh dua hal yaitu : besar gaya yang bekerja dan jarak gaya tersebut ke titik yang
dihitung momennya.
Dengan demikian, Rumus momen dapat ditulis sbb :
M=F.a

Keterangan :

M = Momen (kgcm)
F = Gaya (kg)
a = Jarak gaya ke titik momen (cm)

2. Ketentuan Momen

Dalam perhitungan untuk beberapa momen, ada beberapa ketentuan yang perlu
diketahui dalam menggabungkan momen-momen tersebut, sehubungan dengan adanya
momen yang berlawanan arah, yakni sbb :

1) Apabila momen tersebut bekerja kearah kanan (searah dengan jarum jam)
dinamakan momen positif (isbat) dan diberi tanda (+)

23
2) Apabila momen tersebut bekerja kearah kiri (berlawanan dengan arah jarum
jam) dinamakan momen negatif (napi) dan diberi tanda (-)

F garis kerja gaya

Momen Positif

garis kerja gaya

a
Momen Negatif

Dengan demikian apabila dalam suatu konstruksi terdapat banyak momen pada satu titik yang
dibentuk oleh beberapa buah gaya, maka hasil penjumlahan secara aljabar akan menunjukkan
besar dan arah kemana momen itu bekerja.

Misalnya :

M1=45kgm, M2=-100 kgm dan M3=25 kgm,

maka Momen seluruhnya (MR) = M1 + M2 + M3

= 45 kgm + (-100kgm) + 25 kgm

= 45 kgm – 100 kgm + 25 kgm

MR = -30 kgm
24
Untuk selanjutnya Jumlah Momen yang bekerja pada suatu titik misalnya dititik A,
disebutkan sebagai ∑MA.

Jadi ditulis : ∑MA = -30 kgm, artinya besar momen dari konstruksi tersebut = 30 kgm dengan
arah kekiri.

Contoh Soal

Hitunglah Momen di titik A (MA) dari gambar di bawah ini.

F1=40 kg

4m
A B

2m 3m

F2=50 kg F3=25 kg

Jawab :

Perhatikan gambar; …………….. sekarang perhatikan titik A yang dianggap sebagai as-nya
jarum jam AB.

F F

Momen Putar Kanan Momen Putar Kiri

Bila kita perhatikan F1, maka akan menyebabkan jarum jam AB (yang selanjutnya kita sebut
batang AB) bergerak kebawah, dan bila terus berputar maka gerakannya persis seperti
gerakan jarum jam pada umumnya, yaitu kekanan. Momen yang ditimbulkan adalah Momen
Positif. Sehingga besar momennya adalah : F1 dikalikan dengan jaraknya ke titik A.

Maka : M1 = F1 x 4 m
25
= 40 kg x 4 m

Jadi M1 = 160 kgm

Untuk momen yang ditimbulkan oleh F2; perhatikan kembali gambar diatas. Gaya ini
menyebabkan batang AB terdorong keatas, kekiri …….. kebawah dan kembali lagi kekanan
keposisi semula. Dan bila ini adalah sebuah jarum jam, maka gerakannya adalah berlawanan
dengan gerakan jarum jam pada umumnya atau kekiri. Maka momen yang ditimbulkannya
adalah Momen Negatif, dan besar momennya adalah : F2 dikalikan dengan jaraknya ke titik
A.

Maka : M2 = -F2 x 2 m

= -50 kg x 2 m

Jadi M2 = -100 kgm

Untuk momen yang ditimbulkan oleh F3, bekerjanya sama dengan F2, sehingga
menghasilkan Momen Negatif. Dan besar momennya adalah : F3 dikalikan dengan jaraknya
ke titik A.

Maka : M3 = -F3 x (2 m + 3 m)

= -25 kg x 5 m

Jadi M3 = -125 kgm

Setelah semua momennya dihitung, maka jumlah momen yang bekerja pada titikA dapat
dihitung sbb :

∑MA = M1 + M2 + M3

= 160 kgm -100 kgm -125 kgm

∑MA = -65 kgm

Atau boleh juga dihitung secara langsung :

∑MA = F1. 4 m + (–F2. 2m) + {–F3. (2 m + 3 m)}

= 40 kg. 4 m – 50 kg. 2 m – 25 kg . (5 m)

26
= 160 kgm -100 kgm -125 kgm

∑MA = -65 kgm

Jadi besar momen di titik A adalah 65 kgm arah kekiri.

3. Momen Putar

Momen Putar adalah momen yang mengakibatkan suatu batang berputar pada
tumpuannya, baik kekiri ataupun kekanan akibat adanya momen yang tidak sama besar pada
sisi lainnya.

F
A B

Perhatikan gambar……., batang AB akan miring kekiri, karena momen di sisi A


akibat gaya F, lebih besar dari pada momen di sisi B (tidak ada momen). Bisa juga sebaliknya
kalau momen yang lebih besar berada di sisi B maka batang AB akan berputar ke kanan.

Untuk menahan agar batang AB tetap pada posisinya semula yakni mendatar, maka di sisi
kanan (B) harus diberi gaya yang dapat menimbulkan Momen Putar sama besar dengan
Momen Putar di sisi A. Dengan demikian maka batang AB akan tetap diam yang disebut
setimbang. Seperti gambar berikut ini menunjukkan pada sisi A, gaya dan jaraknya ke titik
tumpu, sama besarnya dengan momen di bagian B. Ini untuk mendapatkan kondisi setimbang
pada batang tersebut.

F F
l l

A B
C

Jadi Momen Putar di sisi A = -F x l;

Momen Putar di sisi B = F x l

Ini artinya : momen di sisi A (negatif hanya karena arahnya kekiri; besarnya sama
saja) = momen di sisi B

27
Bila dijumlahkan, akan diperoleh :

∑MC = (-F x l) + (F x l).

∑MC = -F. l + F. l = 0; ini menunjukkan batang AB setimbang.

4. Kesetimbangan

Kesetimbangan adalah suatu kondisi konstruksi dimana gaya-gaya dan momen yang
bekerja pada konstruksi tersebut saling meniadakan, sehingga ia tidak mendapat beban yang
berat sebelah.
Dengan demikian dapat disebutkan disini bahwa : Kesetimbangan itu dapat diperoleh
apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
1. Jumlah gaya-gaya horizontal sama dengan nol (∑H = 0)
2. Jumlah gaya-gaya vertikal sama dengan nol (∑V = 0)
3. Jumlah momen gaya-momen gaya sama dengan nol (∑M = 0)

Gaya-gaya yang horizontal akan saling meniadakan bila pada suatu titik konstruksi
bekerja gaya-gaya yang sama besar dan berlawanan arah; begitu pula untuk gaya-gaya yang

28
vertical, akan saling meniadakan bila pada suatu titik konstruksi bekerja gaya-gaya yang
sama besar dan berlawanan arah.

FV

-FH FH

-FV

Gaya-gaya Horizontal Gaya-gaya Vertikal

Sedangkan untuk konstruksi kesetimbangan, gaya disebelah kiri (di sisi A) tidak harus
sama dengan gaya disisi B, asalkan Momen Putar di kedua sisi tetap sama. Seperti telah
diketahui : besar momen akan tetap besarnya, walau gayanya diperkecil, asalkan jaraknya
diperpanjang, sehingga besar momennya kembali seperti semula. Begitu pula sebaliknya :
gaya bisa diperbesar asalkan jaraknya ke titik tumpu diperpendek maka besar momennya
tidak berubah.

Contoh :

F1=30 kg F2=60 kg
l1= 30 cm l2=20 cm

Jadi Momen Putar di sisi A = -F1 x l1 = -15 kg.20 cm = -300 kgcm

Momen Putar di sisi B = F2 x l2 = 30 kg.10 cm =300 kgcm

Bila dijumlahkan, akan diperoleh :

∑MC = (-F1 x l1) + (F2 x l2).


29
∑MC = -300 kgcm + 300 kgcm = 0; ini juga menunjukkan batang AB setimbang.

Sistem ini berlaku juga untuk gaya-gaya yang bekerja miring, perhatikan gambar di bawah
ini!.

F1=…? F2=100 kg
l1=40 cm l2=20 cm

600

Untuk mengerjakan soal ini, selanjutnya perhatikan hanya bagian yang miring saja.
Tugas utama sekarang adalah menyesuaikan gaya F2 yang miring itu menjadi tegak; seperti
contoh diatas…..,!!! dan selanjutnya ya …. dihitung seperti diatas juga.

Dalam hal ini mencari F1.

Gaya inilah nantinya akan kita pakai


F2=100 kg
F2y

300
600

Untuk mendapatkan F2y :

F2y
= cos 300; inilah hubungan yang tepat untuk menghitung F2y. Selanjutnya
F2
……

F2y =F2 x cos 300

30
= 100 kg x 0,87

F2y= 87 kg

Nah selanjutnya kita hitung seperti biasa pada latihan diatas.

F1 F2y=87 kg

l1=40 cm l2=20 cm

∑MC = 0

0 = (-F1 x l1) + (F2y x l2).

0 = (-F1 x 40 cm) + (87 kg x 20 cm)

0 = -40 F1 cm + 1740 kgcm

40 F1 cm = 1740 kgcm

1740kgcm
F1 =
40cm
F1 = 43,5 kg

31
Contoh Soal :
a. Hitunglah F2 agar batang AB setimbang
F1=30 kg F2

40 cm 20 cm

A B

F1=100 kg
b. Hitunglah : F1y F1y

450

c. Hitunglah F1 agar batang AB setimbang


F1=…. kg F2=100 kg

87 cm 20 cm
B
A 600

Ingin tahu jawabannya? Itu pasti dan sudah baguslah


…………. karena ada harapan untuk bisa; ya berlatih
terus! Oke.

5. Momen Kopel

Momen Kopel terbentuk dari gaya kopel. Gaya kopel adalah gaya yang sejajar,
berlawanan arah dengan titik tangkap berlainan.

32
F1

½l ½l
F2

Momen Kopel di titik A (MA) = F1. ½ l + F2. ½ l

MA = (F1. + F2). ½ l ; seperti telah disebutkan diatas : F1 =F2, maka :

MA= (F1. + F1). ½ l

MA= 2F1. ½ l

MA= F1. l ; dalam hal ini, selanjutnya F1 disebut F saja

MA = F. l

Keterangan :

MA : Momen kopel di titik A


F : Gaya-gaya kopel
l : Lengan kopel

Seperti dengan Momen Gaya diatas, maka pada Momen Kopel inipun berlaku
penjumlaham momen secara aljabar, dimana bila arah momen tersebut kekanan, momen itu
positif; sebaliknya bila arah momennya kekiri, momen itu negatif. Jadi bila ada beberapa
momen kopel yang bekerja pada satu titik, maka MA = M1 + M2 + M3 ……….

Contoh Soal :

1. Dengan gaya kopel sebesar 10 kg, kita memutar tangkai tap kekanan untuk membuat
F=10 kg A terjadi, bila panjang tangkai 15 cm.
ulir dalam. Hitunglah momen kopel yang
33

F=10 kg
l = 15 cm
Penyelesaian :

Diketahui : F = 10 kg; l = 15 cm
Ditanyakan : Momen Kopel
Jawab :
MA = F . l
= 10 kg . 15 cm
MA= 150 kgcm.
2. Pada sebuat titik konstruksi bekerja momen kopel sbb.:
M1 = 50 kgcm; M2 = - 150 kgcm
M3 = -25 kgcm; M4 = 175 kgcm
Hitunglah momen kopelnya
Penyelesaian :
MA = M1 + M2 + M3 + M4
= 50 kgcm + (-150 kgcm) + (-25 kgcm) + 175 kgcm
= 50 kgcm - 150 kgcm - 25 kgcm + 175 kgcm
MA = 50 kgcm

BAB IV
TEGANGAN

34
1. Pengertian Tegangan

Apabila suatu batang dibebani suatu gaya maka akan terjadi gaya reaksi yang
besarnya sama dengan gaya arah berlawanan itu. Gaya tersebut akan diterima sama rata oleh
setiap molekul pada bidang penampang batang tersebut. Misalnya besar gaya tersebut adalah
F, dan luas penampangnya adalah A, maka setiap satuan luas penampang akan menerima

F
beban sebesar : . Dengan demikian satuan tegangan adalah kg/cm2, kg/m2, N/cm2 atau
A
dyne/cm2. Jadi tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada setiap luas penampang
batang.

Tegangan ada bermacam-macam sesuai dengan pembebanan yang terjadi, misalnya


pada pembebanan tarik, akan terjadi tegangan tarik; pada pembebanan lengkung akan terjadi
tegangan lengkung, demikian seterusnya.

2. Macam-macam Tegangan

Tegangan dasar ada bermacam-macam tergantung dari jenis pembebanan yang terjadi
pada suatu batang. Dengan demikian tegangan dasar dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
macam yaitu :

1) Tegangan Tarik (σt)

2) Tegangan Tekan (σ )
D

3) Tegangan Geser (τg)

4) Tegangan lengkung/bengkok (σb)

5) Tegangan Puntir (τp)

Untuk menghitung besarnya tegangan , selain harus mengetahui besarnya beban F, juga
harus diketahui besarnya luas penampang A. Ini untuk tegangan tarik, tegangan tekan dan
tegangan geser. Sedangkan untuk tegangan lengkung dan tegangan puntir, selain harus
mengetahui besarnya momen gaya M, juga harus diketahui besarnya momen tahanan masing-
masing tegangan yakni momen tahanan bengkok Wb dan momen tahanan puntir Wp.

1) Tegangan Tarik (σt)

35
Tegangan tarik adalah tegangan yang terjadi karena adanya pembebanan tarik. Posisi
penampang batang yang menahan pembebanan tarik tersebut adalah tegak lurus dengan
sumbu batang dimana gaya tarik itu bekerja.

F F

Besar luas penampang batang tersebut, tergantung dari bentuk batang itu sendiri, misalnya :


π 2
Untuk penampang berbentuk lingkaran, maka A= 4 d.

Lingkaran persegi panjang persegi

h h

d b h


Untuk penampang berbentuk persegi panjang, maka A= b . h


Untuk penampang berbentuk persegi A= h x h = h2


Dan bentuk lainnya yang mempunyai rumus masing-masing.

Perhitungan tegangan tarik dapat dikerjakan dengan rumus :

F
σt = A

Keterangan :
Contoh
σ Soal :
= Tegangan tarik (kg/cm2)
t

1. F Sebuah
= Gayabatang
tarik (kg)
dengan penampang bulat berdiameter d=2 cm, mendapat beban tarik
2
Asebesar
= Luas 3penampang
ton. Berapayang tertarik
kg/cm 2
besar(cm )
tegangan tarik yang timbul?

Penyelesaian:

Diketahui :

Pembebanan tarik

d = 2 cm
36
F = 3 ton =3000 kg

Ditanyakan : Tegangan tarik (σt)

Jawab :

F
σt = A

F = 3000 kg
π
A = 4 d2.

= 0,785 (2 cm)2

= 0,785 4 cm2

A = 3,14 cm2

Diperoleh :

3000kg
σt = 3,14cm2

σt = 955 kg/cm2

2. Sebuah batang tarik dengan penampang persegi empat panjang dengan sisi b=2 cm
dan h=3 cm mendapat beban tarik sebesar 1,2 ton. Hitunglah tegangan tarik yang
terjadi.

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan tarik

b = 2 cm

h = 3 cm

37
F = 1,2 ton =1200 kg

Ditanyakan : Tegangan tarik (σt) yang terjadi

Jawab :

F
σt = A

F = 1200 kg

A= bxh

= 2 cm x 3 cm

A = 6 cm2

Diperoleh :

1200kg
σt = 6cm2

σt = 200 kg/cm2

2) Tegangan Tekan (σD)

Seperti halnya pada tegangan tarik, tegangan tekan juga terjadi pada setiap
penampang yang menahan tekanan, yang terletak diantara kedua ujung batang tekan tersebut.
Penampang yang menahan tekanan juga tegak lurus terhadap sumbu batang dimana gaya
tekan itu bekerja.

F F

Jadi rumus untuk tegangan tekan adalah :


38
F
σD = A

Keterangan :
σD = Tegangan tekan (kg/cm2)
F = Gaya tekan (kg)
A = Luas penampang yang tertekan (cm2)

Contoh Soal :

1. Sebuah batang dengan penampang bulat berdiameter d=2 cm, mendapat beban tekan
sebesar 3 ton. Berapa kg/cm2 besar tegangan tekan yang terjadi?

Penyelesaian:

Diketahui :

Pembebanan tekan

d = 2 cm

F = 3 ton =3000 kg

Ditanyakan : Tegangan tekan (σD) yang terjadi.

Jawab :

F
σD = A

F = 3000 kg
π
A= 4 d2.

= 0,785 (2 cm)2

= 0,785 4 cm2

39
A = 3,14 cm2

Diperoleh :

3000kg
σD= 3,14cm2

σD = 955 kg/cm2

2. Sebuah batang tekan berpenampang persegi empat panjang dengan sisi b=2 cm dan
h=3 cm mendapat beban tekan sebesar 1,2 ton. Hitunglah tegangan tekan yang terjadi.

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan tekan

b = 2 cm

h = 3 cm

F = 1,2 ton =1200 kg

Ditanyakan : Tegangan tekan (σD) yang terjadi

Jawab :

F
σD = A

F = 1200 kg

A= bxh

= 2 cm x 3 cm

A = 6 cm2

Diperoleh :

40
1200kg
σD = 6cm2

σD = 200 kg/cm2

3. Tegangan Geser (τg)

Pada pembebanan geser, penampang yang menderita geseran belum tentu tegak lurus
terhadap sumbu batang, tetapi merupakan perpotongan bidang antara bidang gaya dengan
benda yang terpotong
F
Geseran
Benda kerja

Bila luas penampang yang terkena pembebanan geser adalah A dan gaya geser yang terjadi
adalah F, maka besar tegangan geser adalah :

F
τg = A

Keterangan :

τg = Tegangan geser (kg/cm2)


F = Gaya geser (kg)
A = Luas penampang yang tergeser (cm2)

41
Contoh Soal :

1. Pasak melintang seperti pada gambar ini harus menahan beban F sebesar 12200 kg.

Hitunglah tegangan geser (τg) yang terjadi pada pasak tersebut.


3,1cm

2 cm

3cm

2 cm

pasak
geseran

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan geser, dengan konstruksi seperti gambar diatas.

F = 12200 kg

Ditanyakan :

Tegangan geser (τg) yang terjadi.

Jawab :

Perhatikan gambar yang diarsir, yang merupakan luas yang tergeser sebanyak dua
bidang. Jumlah luas penampang tersebut adalah :

42
A = 3,1 cm x 2 cm + 3 cm x2 cm

= 6,2 cm2 + 6 cm2

A = 12,2 cm2

Jadi Tegangan geser yang terjadi adalah sebesar :

F
τg = A

12200kg
τg = 12,2cm2

τg = 1000 kg/cm2

2. Sebuah batang konstruksi kampuh berimpit (sambungan berimpit) yang disambung


dengan tiga buah paku keling dengan garis tengah paku masing-masing 8 mm. Beban
geser yang bekerja pada kampuh tersebut sebesar 2400 kg. Berapa kg/cm 2 tegangan

geser (τg) yang timbul ? geseran

F1
B
F1

Paku keling
geseran

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan geser, dengan konstruksi seperti gambar diatas.

F1+F1 = 2400 kg = B

d = 8 mm = 0.8 cm

43
Ditanyakan :

Tegangan geser (τg) yang terjadi.

Jawab :

Perhatikan gambar ketiga paku keling, yang merupakan tempat bidang yang tergeser
yakni sebanyak enam bidang. Jumlah luas penampang tersebut adalah :
π
A=6x d2
4

= 6 x 0,785 (0,8 cm)2

= 6. 0,785. 0,64 cm2

A = 3,01,44 cm2 ~ 3 cm2

Jadi Tegangan geser yang terjadi adalah sebesar :

F
τg = A

2400kg
τg = 3cm2

τg = 800 kg/cm2

4. Tegangan Lengkung

Apabila sebuah balok salah satu ujungnya dijepit pada dinding dan pada ujung yang
lain bekerja gaya tegak lurus sumbu batang, maka dikatakan bahwa batang tersebut
mendapatkan suatu pembebanan lengkung.

Disebut demikian, karena dengan adanya gaya F itu balok dapat melengkung atau
menjadi bengkok. Besar kecilnya lengkungan, selain tergantung pada beban P, juga
tergantung pada jarak beban P terhadap tempat jepitan. Karena gaya dikalikan dengan jarak
tersebut sama dengan momen. Ini berarti bahwa besar kecilnya lengkungan tergantung pada
besarnya momen lengkung , dimana Tegangan Lengkung itu bekerja.
44
F
jarak

Untuk menghitung tegangan lengkung, maka dapat dihitung dengan rumus :

σb =
Mb
Wb
Keterangan :

σb = Tegangan lengkung (kg/cm2)


Mb = Momen lengkung (kg cm)
Wb = Momen tahanan lengkung (cm3)

Perhatikan :

 σb = Tegangan lengkung : didapat dengan menghitung angka-angka yang ada di


dalam rumus, sesuai dengan kaidah rumus itu sendiri.

 Mb = Momen lengkung : didapat dengan menghitung momen yang terjadi pada


lengkungan, dimana konstruksi pada soal itu dikerjakan. Ingat Momen itu adalah
perkalian antara Gaya dengan Jarak gaya itu ke sebuah titik, dimana momen itu
dihitung.

 Wb = Momen tahanan lengkung : adalah suatu luas penampang batang lengkung,


yang dihitung momennya dengan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan bentuk
penampang itu sendiri. Ini dapat dilihat pada tabel Wb.

Tabel Wb dan Wp dari Beberapa Bentuk Penampang

45
Tabel Wb dan Wp dari Beberapa Bentuk Penampang

46
Contoh Soal :

1. Hitunglah Tegangan Lengkung (σb) yang terjadi pada batang bulat yang menerima
beban lengkung ini. Perhatikan gambar .

47
100 kg
125cm
A

5cm

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan lengkung

F = 100 kg

l = 125 cm

d = 5 cm

Ditanyakan : Tegangan Lengkung (σb) yang terjadi.

Jawab :
σb =
Rumus :
Mb
Wb

Mb = F x l

= 100 kg x 125 cm

Mb = 12500 kgcm

Wb = 0,1 d3

= 0,1 (5 cm)3

= 0,1 . 125 cm3


3
Wb = 12,5
Mb cm
σb = Wb
Selanjutnya tegangan lengkung dapat diperoleh :
12500kgcm 48
= 12,5 cm3

σb = 1000 kg/cm2
2. Hitunglah Tegangan Lengkung (σb) yang terjadi pada batang persegi panjang berikut
ini yang menerima beban lengkung. Perhatikan gambar .

F1=50 kg
l1=125cm
A
3cm

l2=100cm
F2=35,5 kg 2cm

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan lengkung

F1 = 50 kg

F2 = 35,5 kg

l 1= 125 cm

l 2= 100 cm

Ditanyakan : Tegangan Lengkung (σb)yang terjadi.

Jawab :
σb =
Rumus :
Mb
Wb 49
Mb di titik A (MA)= F1 x l1 + F2 x l2

= 50 kg x 125 cm – 35,5 kg x 100 cm

= 6250 kgcm – 3550 kgcm

Mb = 2700 kgcm

1
Wb = bh2
6

1
= 2 cm. (3cm)2
6

1
= (9cm) 3
3

Wb = 3 cm3

Wb = 12,5 cm3
Selanjutnya tegangan lengkung dapat diperoleh :
Mb
σb = Wb
2700kgcm
=
3 cm3

σb = 900 kg/cm2

5. Tegangan Puntir (τp)

Apabila pada sebuah batang yang salah satu ujungnya terjepit, dan pada ujung yang
lain bekerja suatu pasangan gaya atau sejenisnya, yang bersilangan dan tegak lurus dengan
sumbu batang, maka batang tersebut akan terpuntir. Pembebanan seperti ini disebut
pembebanan puntir, dan momen yang terjadi adalah momen puntir. Besar kecilnya momen
puntir ini, selain ditentukan oleh besar gaya yang bekerja, juga ditentukan oleh jarak gaya-
gaya itu terhadap sumbu batang yang mendapat puntiran.

Momen puntir inilah yang mengakibatkan terjadinya tegangan puntir, seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan puntir dalam bentuk rumus sbb :

50 F1
a

a
F1

σp =
Mp
Wp
Keterangan :

σp = Tegangan puntir (kg/cm2)


Mp = Momen puntir (kg cm)
Wp = Momen tahanan puntir (cm3)

Perhatikan :

 σp = Tegangan puntir : didapat dengan menghitung angka-angka yang ada di dalam


rumus, sesuai dengan kaidah rumus itu sendiri.

 Mp = Momen puntir : didapat dengan menghitung momen yang terjadi pada gaya
puntiran terhadap sumbu batang yang menerima beban puntir. Ingat Momen itu
adalah perkalian antara Gaya dengan Jarak gaya itu ke sebuah titik (sumbu), dimana
momen itu dihitung.

 Wp = Momen tahanan puntir : adalah suatu luas penampang batang puntir, yang
dihitung momennya dengan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan bentuk penampang
itu sendiri. Ini dapat dilihat pada tabel Wp.

Contoh Soal :

1. Sebuah batang bulat dengan diameter d=5 cm mendapat pembebanan puntir melalui
F1=10 kg
gaya kopel F1=10 kg dengan panjang lengan a=20 cm. Hitunglah tegangan puntir
yang terjadi.
½. a=10 cm

½. a=10 cm 51

F2=F1=10
Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan puntir dengan gaya kopel

F1 = 10 kg

½.a = 10 cm a = 20 cm

d = 5 cm

Ditanyakan : Tegangan puntir (σp) yang terjadi

Jawab : Seperti biasa, setelah menulis rumus,


σp =
Mp ubahlah huruf-huruf pada rumus tersebut
Wp menjadi angka-angka, agar dapat dihitung.

Mencari Mp :

Mp = F1 x a

= 10 kg x 20 cm

Mp = 200 kgcm.

Mencari Wp :

Wp = 0,2 d3

= 0,2. (5 cm)3

= 0.2 125 cm3

Wp = 25 cm3
52
Dengan demikian, maka diperoleh :
Mp
σp = Wp
200kgcm
σp = 25cm3
Jadi : σp = 8 kg/cm2

2. Sebuah batang persegi dengan panjang sisi h=5 cm mendapat pembebanan puntir
melalui gaya kopel F1=25 kg dengan jari-jari ½ a=10 cm. Hitunglah tegangan puntir
yang terjadi.

F1=25 kg

½. a=10 cm

5 cm

½. a=10 cm
5 cm

F1=25 kg

Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebanan puntir dengan gaya kopel

F1 = 25 kg

½.a = 10 cm a = 20 cm

h = 5 cm

53
Ditanyakan : Tegangan puntir (σp) yang terjadi

Jawab : Seperti biasa, setelah menulis rumus,


σp =
Mp ubahlah huruf-huruf pada rumus tersebut
Wp menjadi angka-angka, agar dapat dihitung.

Mencari Mp :

Mp = F1 x a

= 25 kg x 20 cm

Mp = 250 kgcm.

Mencari Wp :

Wp = 0,21 h3

= 0,21. (5 cm)3

= 0.21. 125 cm3

Wp = 26,25 cm3

Dengan demikian, maka diperoleh :

Mp
σp = Wp

250kgcm
σp = ,25cm3
26

σp = 9,5 kg/cm2

3. Tegangan Patah.

Apabila batang dalam pemakaian pada konstruksi dibebani gaya luar melebihi
kekuatan bahan itu sendiri tentu akan mengalami kerusakan, seperti memanjang,memendek,
melengkung, memuntir dan patah atau pecah.

54
Pembebanan harus diperhitungkan oleh perencana kemudian dibandingkan dengan
tegangan yang diizinkan. Besarnya tegangan izin dari suatu bahan semata-mata tergantung
dari kekuatan bahan.

Pada beban tarik, batang akan putus setelah memanjang dan mengalami pengecilan
penampang. Pada beban tekan batang akan pecah setelah mengalami pemendekan dan
pembesaran penampang karena tidak mampu lagi menahan tekanan. Begitu pula pada
pembebanan geser, lengkung dan puntir. Batang akan mempunyai kemungkinan patah apabila
beban maksimum dilampaui. Tegangan yang terjadi pada beban maksimum, merupakan batas
tegangan patah. Tegangan patah adalah beban maksimum yang menyebabkan patah dibagi
dengan luas penampang batang.

Beban maksimum penyebab patah


Tegangan patah =
Luas penampang batang

Tegangan patah kemungkinan dapat terjadi berada dibawah hargategangan pada beban
maksimum.

Diagram Tegangan (σ) – Regangan (ε)

Penjelasan :
55
o – a : garis ini disebut garis modulus, dimana regangan sebanding dengan tegangan. Pada
daerah ini, batang masih dapat kembali ke panjang semula, apabila beban
dilepaskan,. Ini dikatakan batang mengalami deformasi elastis. Sudut yang terbentuk
antara garis modulus dengan garis mendatar, disebut sudut modulus.Makin besar
sudut modulus berarti bahan makin keras dan regangan makin kecil. Sebaliknya
makin kecil sudut modulusnya, bahan tersebut makin lunak dan regangannya makin
besar. Titik a adalah batas proporsional/ batas kekenyalan, juga disebut batas
perbandingan seharga, dan tegangannya disebut tegangan kenyal atau tegangan
proporsional. Tegangan yang diizinkan berada pada daerah o –a ini. Untuk baja
keadaan ini berlangsung hingga mencapai tegangan sekitar 2200 kg/cm2.

a–b: garis ini mennjukkan bahwa batang mendapat perpanjangan tetap dan tidak mampu
lagi kembali ke panjang semula walau beban dilepaskan. Ini dikatakan bahwa batang
mengalami deformasi plastis.

b – b1 : pada kondisi ini tegangan mendadak turun dan sedikit naik kembali. Goncangan ini
berlangsung beberapa kali, dan gejala ini disebut pelumeran. Tegangan di titik b
disebut batas lumer atau batas regang.

b1 – b2: melihat diagram ini, batang mampu menahan kenaikan tegangan sampai maksimal.
Tegangan tarik tertinggi dicapai pada titik b2.

b2 – c : bahan tidak memiliki kekuatan untuk menahan beban apapun, dan sampai di titik c
batang patah. Tegangan di titik c disebut tegangan patah.

4. Tegangan Yang Diizinkan.

Tegangan izin adalah tegangan maksimum yang boleh terjadi pada suatu pembebanan
bahan agar tidak terjadi deformasi plastis. Pada diagram σ – ε diatas, batas tegangan yang
diizinkan itu adalah pada titik a yang disebut batas perbandingan seharga. Pembebanan yang
melebihi kekuatan bahan dapat membahayakan orang atau barang disekitarnya maupun
konstruksi itu sendiri.. Oleh karena itu beban yang bekerja tidak boleh menimbulkan
tegangan yang lebih besar dari pada batas perbandingan seharga, atau tegangan ini harus
lebih kecil dari pada tegangan proporsional.

56
Tegangn izin disingkat σ atau τ yang besarnya tergantung pada sifat pembebanandan
sifat kerjanya beban. Untuk beban statis tegangan izin boleh diambil mendekati tegangan
batas proporsional. Akan tetapi untuk beban dinamis, tegangan izin harus lebih rendah lagi,
sedangkan untuk beban bergetar dan beban tumbukan tegangan izin yang diambil haruslah
sangat rendah.

Sebagai perbandingan tegangan izin pada beban Statis, beban Dinamis dan beban
Kejut (getar dan tumbukan) adalah 3 : 2 : 1. Tegangan izin dapat diperhitungkan terhadap
tegangan maksimum dengan mengambil suatu Faktor Keamanan.

Tegangan maksimum/ tegangan patah


Tegangan izin =
Faktor Keamanan
Tegangan tarik yang diizinkan adalah tegangan yang lebih kecil dari atau sama dengan
tegangan batas perbandingan seharga, jadi dapat ditulis rumusnya :
σt = σB
s
Keterangan :

 Tegangan patah adalah tegangan yang apabila diperlakukan pada suatu bahan, dapat
mematahkan/ merusak bahan tersebut, lihat diagram σ – ε diatas. Misalnya suatu

1
bahan baja St.41 artinya tegangan patahnya = 41 kg/mm = 41 kg/ 100 cm2 = 4100
2

kg/cm2.

 Faktor Keamanan adalah suatu angka yang digunakan sebagai perbandingan


kekuatan yang diizinkan pada suatu konstruksi guna memperoleh pembebanan yang
aman. Penetapan faktor keamanan tang terlampau kecil menyebabkan ukuran bahan
yang diambil menjadi kecil dan ekonomis, akan tetapi jaminan keamanan juga
menjadi lebih rendah (karena ukuran bahan yang kecil tadi). Begitu pula sebaliknya
bila penetapan Faktor keamanan terlalu besar, akan mendapatkan ukuran bahan yang
lebih besar pula. Ini bila ditinjau dari segi ekonomis tentu saja kurang
menguntungkan karena banyak bahan yang digunakan, yang sesungguhnya tidak
perlu sebesar ukuran tersebut.

57
Sebagai pedoman pengambilan faktor keamanan, dipertimbangkan pada system
pembebanan, yaitu :

 Untuk beban Statis (diam) : s = 1,5 – 3

 Untuk beban Dinamis (bergerak) : s = 4 – 6

 Untuk beban kejut atau tumbukan/ getar : s = 6 – 8. Bila faktor keamanan


manusia yang menjadi prioritas utama, misalnya pada Lift, maka : s = 10 –
12.

58
Tabel Tegangan Patah dan Tegangan Lumer dari Berbagai Jenis Baja

Contoh :
Suatu bahan baja St.41 dipergunakan pada konstruksi yang mendapatkan pembebanan statis.
Tegangan tarik yang diizinkan dapat dihitung sbb :

59
1
St.41 artinya tegangan patahnya = 41 kg/mm = 41 kg/ 100 cm2 = 4100 kg/cm2.
2

Faktor keamanan S dipilih sebesar 2, maka diperoleh :


σB
σt =s

4100 kg/cm2
σt = 2

Jadi diperoleh : σt = 2050 kg/cm2

Pada suatu bahan yang sudah diketahui tegangan tarik izinnya, maka tegangan izin lainnya
dapat diambil berdasarkan rumus empiris berikut ini :

Tegangan tekan izin σD = 1,5 – 2,5 σt

Tegangan geser izin τg = 0,6 – 0,8 σt

Tegangan lengkung izin σb = σt

Tegangan puntir izin τp = 0,6 -0,7 σt

Dengan demikian bila identitas suatu bahan telah diketahui misalnya St.34; St.37; St.41;
St.50; St.60; St.70 dll, maka dengan rumus diatas semua tegangan izin yang lain bisa
diperoleh.

Contoh Soal :

Bahan St.60 berpenampang persegi dengan panjang sisi 40 mm, digunakan dalam
suatu konstruksi dengan sistem pembebanan dinamis. Bahan tersebut menerima beban
puntir dengan sistem gaya kopel berjari-jari 50 mm. Hitunglah gaya puntir yang
diizinkan.

F1

50 mm
40 mm
60
50 mm

F1
Penyelesaian :

Diketahui :

Pembebana puntir

Bahan St. 60

s=6

Penampang persegi h=40 mm=4 cm

Gaya kopel ½ a=50 mm =5 cm; a = 100 mm = 10 cm

Ditanyakan : F1 (gaya kopel)

Jawab :

St.60 berarti σB = 6000 kg/cm2

σB
σt = s

6000 kg/cm2
= 6

σt = 1000 kg/cm2

Sedangkan : τp = 0,6 σt

τp = 0,6. 1000 kg/cm2

τp = 600 kg/cm2

Gunakan rumus puntiran:


Mp
σp = Wp

F1 . 10 cm 61
Wp
600 kg/cm2 =

Wp ( persegi) = 0,2. h3

Wp = 0,2. (4 cm)3

= 0,2. 64 cm3

Wp = 12,8 cm3

Dari persamaan diatas didapat :


F1 . 10 cm
600 kg/cm2 = 12,8 cm3

F1. 10 cm = 600 kg/cm2. 12,8 cm3

= 7680 kgcm.
7680 kgcm.
F1 = 10 cm

Jadi : F1 = 768 kg

BAB 1
62
SAMBUNGAN

Sambungan adalah digabungnya beberapa bagian benda/ alat menjadi satu, kemudian
diikatkan dengan cara tertentu sehingga menjadi sebuah konstruksi yang dapat bekerja secara
utuh. Sambungan ini dibutuhkan pada komponen-komponen tertentu untuk menjamin
dapatnya bekerja sesuai dengan tujuan konstruksi itu dibuat.
Sambungan dapat dibedakan menjadi :
Sambungan Tetap, yaitu sambungan yang tidak dapat dilepas/ dibuka kembali, kecuali
dengan merusaknya.
Sambungan Tidak Tetap, yaitu sambungan yang dapat dilepas kembali, tanpa merusaknya.

SAMBUNGAN TETAP
Ada beberapa sambungan tetap yang kita kenal berikut ini yakni :
Sambungan Keling
Sambungan Las

SAMBUNGAN KELING
Sambungan keling adalah sambungan yang menggunakan paku keling sebagai pengikat/
penyambungnya, dimana paku tersebut dimasukkan kedalam lubang benda kerja yang akan
disambung kemudian ujung paku keling tersebut dipukul/ ditekan sehingga menyatu dengan
benda kerja sebagai pengikat. Selanjutnya bentuk sambungan keling yang dipergunakan ini
disebut kampuh keling.

Macam-macam Kampuh Keling


Kampuh keling dibuat menurut kebutuhan kekuatan dan kerapatan yang dikehendaki. Ada
sambungan/ kampuh yang hanya membutuhkan kerapatan saja, ada kekuatan saja, tapi ada
juga sambungan yang membutuhkan kekuatan dan kerapatan, tergantung peruntukannya.
Kampuh Berimpit
Kampuh berimpit dibentuk dengan memperimpitkan kedua pinggir pelat yang disambung,
kemudian dikeling. Kampuh keling biasanya untuk kekuatan kecil, sedang atau untuk
sambungan yang hanya memerlukan kerapatan. Jika dibutuhkan kerapatan antara kedua pelat

63
diberi bahan perekat seperti kain rami yang dibasahi dengan cat, gasket dll. Kampuh berimpit
ada yang dikeling tunggal, dikeling ganda atau dikeling tiga baris.

Diameter paku dipilih dengan patokan :


d = √5s-0,4 cm
dimana s adalah tebal pelat (cm)

Jarak antara paku :


t = 3d + 0,5 cm (jika keling 2 atau 3 baris)

Jarak antara baris dengan baris :


a = 2,5 – 3,5 d

Jarak antar baris paku ke pinggir pelat :


e=½t

64

Anda mungkin juga menyukai