Satuan Dasar adalah satuan yang merupakan dasar dalam perhitungan-perhitungan, yang
terdiri dari : meter (m), kilogram (kg), second (s=detik) atau centimeter (cm), gram (g),
second (s=detik)
a. Meter (m) adalah satuan panjang, dengan urutan sbb :
km (kilometer)
hm (hektometer)
dam (dekameter)
m (meter)
dm (desimeter)
cm (centimeter)
mm (millimeter)
satuan diatas akan dibagi 10 bila naik, dan dikalikan 10 bila harganya digunakan untuk yang
dibawahnya (turun). Bila penggunaannya pada kondisi pangkat dua (2), misalnya m², dm²
dan seterusnya, maka pembagian atau perkaliannya adalah dengan 100; kalau pangkat tiga (3)
dikali atau dibagi dengan 1000.
Contoh :
1
1 m = 10 dm = 100 cm
1m² = 100 dm² = 10000 cm²
1 m³ = 1000 dm³ = 1000000 cm³
Sebaliknya :
100 cm = 10 dm = 1 m
10000 cm² = 100 dm² = 1m²
1000000 cm³ = 1000 dm³ = 1 m³ ………dst
b. Kilogram (kg) merupakan satuan massa yang macam pemakaian dan penggunaan
satuannya sama dengan penggunaan untuk meter yakni :
kg (kilogram)
hg (hektogram)
dag (dekagram)
g (gram)
dg (desigram)
cg (centigram)
mg (milligram)
Contoh :
1 g = 10 dg = 100 cg
1g² = 100 dg² = 10000 cg²
1 g³ = 1000 dg³ = 1000000 cg³
Sebaliknya :
100 cg = 10 dg = 1 g
10000 cg² = 100 dg² = 1g²
1000000 cg³ = 1000 dg³ = 1 g³ ………dst.
c. Sekond (detik) adalah satuan Waktu. Satuan ini menggunakan detik untuk waktu yang
pendek, menit untuk waktu yang lebih panjang atau jam, untuk satuan yang lebih
lama lagi.
1 hari = 24 jam
1 jam = 60 menit
1 menit = 60 detik 1 menit = 1/60 jam
Sebaliknya :
60 detik =1 menit 1 detik = 1/60 menit
2
60 menit = 1 jam 1 menit = 1/60 jam
24 jam = 1 hari 1 jam = 1/24 hari
Dan seterusnya ………….
Satuan Tambahan adalah satuan yang merupakan tambahan dalam pengolahan angka-angka
untuk melengkapi kebutuhan dari satuan dasar, misalnya :
amphere, untuk satuan arus listrik
lux, untuk satuan cahaya
candella (Cd) untuk satuan intensitas cahaya (lilin)
suhu, molekul dll.
Satuan Turunan yaitu satuan yang muncul karena turunan dari beberapa satuan dasar karena
kebutuhan pengolahan satuan dalam penggunaannya, contohnya :
a. Satuan yang menyebutkan berat per meter dituliskan dengan satuan (kg/m)
b. Satuan yang menyebutkan besar volume yang mengalir setiap menit, dituliskan
dengan satuan (dm³/menit)
c. Satuan yang menyebutkan berat tiap 1 dm³ volume ditulis dengan satuan ( kg/ dm³)
d. Satuan yang menyebutkan besar momen ditulis dengan satuan (kgm), dll.
e. Satuan yang menyebutkan besar gaya adalah newton disingkat dengan N. Gaya
menyebabkan percepatan pada benda (massa-nya).
Seperti disebutkan pada hukum Newton II : Gaya yang bekerja pada suatu benda adalah
sama dengan massa benda dikalikan percepatannya.
Jadi, Gaya = massa x percepatan
F=mxa
Dimana :
3
1 newton adalah gaya yang memberi percepatan sebesar 1 m/s² pada massa 1 kg; satuan
lainnya adalah :
1 dyne adalah gaya yang memberi percepatan sebesar 1 cm/s² pada massa 1 g.
Jadi : 1 newton = 1 kg. 1 m/s²
= 1000 g x 100 cm/s²
1 newton = 100000 dyne = 105 dyne
a. Satuan yang menyebutkan gaya tarik bumi disebut Satuan Grafitasi. Satuan ini
menunjukkan percepatan yang dialami oleh suatu benda yang jatuh bebas di atas
permukaan bumi. Grafitasi diberi lambang satuan (g) yang besarnya diukur dari atas
permukaan laut = 9,806 m/s2, yang umum digunakan sebesar 9,8 m/s2 (32 ft/s2).
2. Hukum Newton
Seperti pada Statika, Mekanika Teknik dan lain-lain, semuanya didasarkan atas
hukum Newton yang bunyinya sebagai berikut :
a. Setiap benda/ titik materi/ partikel tetap diam atau bergerak dengan kecepatan konstan
secara garis lurus kecuali ada pengaruh gaya luar pada benda tersebut.
b. Percepatan partikel berbanding lurus dengan resultante gaya-gaya luar yang bekerja
padanya dan berbanding terbalik terhadap massanya, dan arah percepatan searah
dengan resultan gaya-gaya luar.
c. Pada setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besarnya dan berlawanan arah.
3. Besaran
Besaran fisis adalah konsep yang dipakai untuk menggambarkan fenomena fisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Besaran dinyatakan sebagai hasil kali dari Satuan dengan
suatu Angka yang disebut Nilai Bilangan dari Besaran Tersebut.
Contoh :
F = 10 N
Artinya :
F adalah besaran
4
N adalah satuan dan
10 menunjukkan nilai bilangan (dari besaran F tersebut)
Besaran dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1 Besaran Vektor, yaitu besaran yang memiliki besar dan arah. Vektor dapat
digambarkan dengan tanda anak panah. Panjang = besar vector ; dan tanda panah =
arah bekerjanya vector.
Contoh : gaya, percepatan grafitasi
2 Besaran Skalar, yaitu besaran yang hanya memiliki besar saja
Contoh : Jarak, waktu, luas dan lain –lain.
Soal :
5
1 Apa ISO itu?
2 Sebutkan sistem satuan internasional!
3 Sebutkan 3 (tiga ) buah satuan dasar!
4 Bagaimana bunyi hokum Newton II ?
5 Untuk Satuan dan Besaran, apa artinya A = 25 cm2
6 Bila diketahui suatu benda dengan massa= 20 kg bekerja dengan percepatan 5m/s2,
berapa gaya yang bekerja pada benda tersebut?
7 Apa yang dimaksud dengan 1 newton?
8 Apa yang dimaksud dengan besaran fisis?
9 Apa yang dimaksud besaran vector?
10 Jelaskan perbedaan besaran vektor dengan besaran skalar
Berikan contohnya masing-masing
Soal :
6
BAB II
GAYA
1. Pengertian Gaya
Tiap sebab yang mengakibatkan suatu benda berubah dari keadaan diam menjadi
bergerak dan dari keadaan bergerak menjadi diam atau jika terjadi perubahan keadaan dalam
kedudukannya, maka penyebab itu disebut gaya
Demikian pula besarnya kecepatan dan arahnya gerakan dapat pula berubah oleh gaya.
Gaya adalah besaran vector. Jadi gaya tersebut dapat digambarkan dengan lukisan garis.
Untuk menggambarkan gaya dengan sebuah garis, harus memenuhi tiga ketentuan yaitu :
arah gaya, besar gaya dan titik tangkap gaya.
2. Macam-macam Gaya
Dalam ilmu mekanika teknik, gaya itu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Gaya Otot, adalah gaya yang dibangkitkan oleh otot manusia atau otot binatang,
contohnya :
Menggerakkan handel
Menggerakkan mesin jahit
Menekan saklar
Kuda menarik delman, dll
7
b. Gaya Berat, adalah gaya yang terjadi karena tarikan bumi. Sebuah benda yang jatuh
bebas selalu mendapat kecepatan yang makin besar. Gaya yang menyebabkan
perubahan gerak ini dinamakan gaya berat
c. Gaya Pusingan atau Gaya Sentrifugal, adalah gaya yang arahnya keluar dari titik pusat
suatu benda yang berputar. Sedangkan gaya yang arahnya kedalam (berlawanan)
disebut gaya Sentripetal
d. Gaya Pegas, adalah gaya yang diberikan oleh pegas yang dalam keadaan tertekan atau
tertarik (pegas berubah bentuk)
3. Menentukan Suatu Gaya
Untuk menentukan suatu gaya, harus ada tiga hal yang harus dipenuhi yaitu :
Arah gaya, yang digambarkan sebagai garis dalam bentuk tanda panah
Besar gaya, yang digambarkan sebagai panjang garis, yang disebut vektor
Titik tangkap, yaitu titik dimana gaya itu mulai bekerja.
Titik tangkap
besar gaya
arah gaya
Benda kerja garis kerja gaya
4. Menyusun Gaya
Menyusun gaya yang dimaksud disini adalah menggabungkan beberapa buah gaya
yang terletak pada satu titik tangkap dan pada satu bidang datar, sehingga menghasilkan
sebuah gaya pengganti yang disebut Resultan. Jadi Resultan adalah sebuah gaya pengganti
yang mempunyai pengaruh yang sama dengan pengaruh yang dilakukan bersama-sama oleh
gaya-gaya yang diganti.
Menyusun gaya dapat dilakukan dengan cara Grafis (lukisan), dan dapat juga
dilakukan dengan cara Analitis (hitungan).
8
Dasar yang perlu diketahui dalam menyusun gaya secara grafis adalah memahami Skala
Gaya. Skala Gaya adalah perbandingan antara satuan panjang dengan satuan masa, misalnya :
Skala Gaya : 1 cm = 25 kg, artinya setiap panjang vector 1 cm mempunyai nilai yang
sama dengan gaya sebesar 25 kg.
Dengan skala gaya ini, dapat dilukis sebuah gaya yang besarnya tertentu atau sebaliknya
menghitung gaya melalui sebuah vektor.
Contoh :
1 Lukislah sebuah gaya yang besarnya F = 100 kg, dengan arah mendatar kekanan,
gunakan Skala Gaya : 1cm = 20 kg,
Jawab :
100kg
Panjang Vektor = 20kg x1 cm = 5 cm.
Lukisan vektornya :
F
5 cm
2. Sebuah vector arah vertikal kebawah dilukis sepanjang 2,4 cm. Bila menggunakan
Skala Gaya : 1 cm = 15 kg, berapakah besar gaya yang dihitung itu?
Jawab :
2,4cm
Besar G5aya = x 15 kg = 36 kg
1cm
Setelah bisa melukis gaya, maka untuk menyusun gaya secara grafis, diperlukan
peralatan untuk melukis. Peralatan yang paling penting digunakan adalah sepasang Penggaris
dan alat tulis tentunya. Karena pemakaiannya selain bisa membuat garis juga harus bisa
membuat garis sejajar yang sangat penting dalam melukis Resultan tersebut, dimana gaya-
gaya itu disusun, yaitu :
9
Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar arah kekanan, misalnya F1=30 kg dan F2=20
kg. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :
300kg
F1=30 kg dilukis F1= 10kg x 1 cm = 3 cm
20kg
F2=10 kg dilukis F2= 10kg x 1 cm =2 cm
F1
F2
2 cm
3 cm
Bila dilukis dalam satu garis kerja, maka diperoleh lukisan seperi berikut ini.
3 cm 2 cm
5 cm
5cm
R= x 10 kg = 50 kg.
1cm
10
Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar mendatar tapi berlawanan arah, misalnya F1=
45 kg arah kekiri dan F2=30 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan
dengan cara sbb :
Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya : 1 cm=15 kg, ini misalnya saja; tentu berapa
saja boleh, asal sesuai dengan tempat lukisan.
45kg
F1=45 kg dilukis F1= 15kg x 1 cm = 3 cm
30kg
F2=30 kg dilukis F2= 15kg x 1 cm =2 cm
F2=2 cm
Dari titik tangkap gaya, mulai bekerja –misalnya F1 kekiri yang panjangnya 3 cm;
kemudian dari ujung F1 dilanjutkan dengan F2 kearah kanan sepanjang 2 cm. Sisanya
tinggal dari titik tangkap ke ujung F2, itula R yang besarnya setelah diukur =1 cm. Ini
1cm
berarti : R = x 15 kg = 15 kg.
1cm
Dua buah gaya F1 dan F2 yang tegak lurus sesamanya, misalnya F1= 20 kg arah
keatas dan F2=15 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara
sbb :
20kg
F1=20 kg dilukis F1= 5kg x 1 cm = 4 cm
15kg
F2=15 kg dilukis F2= 5kg x 1 cm =3 cm
F1 F1y
titik
tangkap F2 garis kerja gaya
Setelah dibuat gaya F1 dan F2 sesuai dengan perhitungan skala gaya, selanjutnya
dibuat garis bantu F1y dari ujung F2 sejajar dengan F1 dan dibuat garis bantu F2x dari
ujung F1 sejajar dengan F2. Dari pertemuan garis bantu F1y dan F2x ditarik sebuah
garis dati titik tangkap. Garis inilah yang menunjukkan Resultan dari kedua gaya
tersebut.
5cm
R= x 5 kg
1cm
R = 25 kg
Untuk mengetahui posisi / arah Resultan R, dapat dibaca dengan menggunakan Busur
Derajat.
Cara seperti ini bisa digunakan pada soal-soal yang sejenis dengan sudut lebih besar
atau lebih kecil dari 900. Caranya sama saja.
Lalu bagaimana caranya mencari Resultan untuk gaya-gaya yang banyak atau lebih
dari dua gaya? Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan Segi Banyak
Gaya yakni dengan memindahkan gaya ke 2, 3, 4, atau diacak dst. hinggaF3 gaya
terakhir secara sama dan sejajar diujung gaya sebelumnya. Resultan ini diperoleh
dengan menarik garis dari Titik Tangkap gaya ke ujung gaya yang terakhir itu.
Resultan
F2
F1
F2 Melukis 12
R F1
F3
F4 F4
LATIHAN :
Hitunglah Resultan dari gaya-gaya pada gambar ini secara grafis, kemudian ukurlah arahnya
dengan busur derajat. Skala gaya tentukan sendiri. Caranya sama dengan diatas.
F1=50 kg
600 F2=75 kg
Dasar yang perlu diketahui dalam menyusun gaya secara analitis atau hitungan ini adalah
memahami Aturan Sinus, menghafalkan dan menghitung tentunya.
13
sisi
sisidekat
dekat(b)
(b)
Selain ketiga aturan diatas sebenarnya masih ada tiga lagi yang tidak diuraikan disini, namun
sesungguhnya tidaklah perlu lagi diterangkan, karena ketiganya hanyalah kebalikan dari
aturan sinus diatas, seperti : sekan, cosekan dan cotangen berturut-turut kebalikan dari sinus,
cosinus dan tangen, yang mana hanya ketiga aturan iailah yang paling sering digunakan
dalam memecahkan masalah-masalah mekanika seperti ini.
Selanjutnya pelajarilah dengan seksama apabila salah satu dari persamaan diatas tidak
diketahui, misalnya : mencari sisi hadap dari sin α yang diketahui.
Perhitungannya : sisi hadap (a) = sin α x sisi miring (c) atau:
Begitu pula berlaku bagi persamaan-persamaan yang lainnya. Ingatlah ….. rumus
diatas tidak sulit untuk memahaminya, asalkan mau melatih sesuai dengan ketentuan
diatas; dan banyak latihan tentunya.
14
Untuk menunjang kemampuan dalam menyelesaikan perhitungan yang berhubungan dengan
aturan sinus diatas, berikut ini diuraikan tentang harga dari sudut-sudut istimewa sbb :
Contoh Soal :
C=100
A
600
15
B
Cara Mengerjakan
Perhatikan soal; data apa sajakah yang tersedia untuk rumus Aturan Sinus diatas !.
setelah diperhatikan ternyata : ada sisi hadap, ada sisi miring dan ada sudut. Ini berarti masuk
rumus SINUS.
Jadi
sisi hadap (a)
Sin α =
sisi miring (c)
A
Sin 600 =
100 cm
A
0,87 =
100 cm
A = 0,87 x 100 cm
A = 87 cm
Nah, sekarang cobalah hitung besarnya B, pilih dengan seksama rumus diatas. Selamat
bekerja.
Hitungan diatas hendaknya dipelajari dengan seksama hingga dapat dipahami maksud soal
dan jawabannya dengan benar. Ini merupakan modal utama dalam Menyusun Gaya secara
analitis.
Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar arah kekanan, misalnya F1=30 kg dan F2=20
kg. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :
R = F1 + F2
R = 30 kg + 20 kg
R = 50 kg
16
Dua buah gaya F1 dan F2 yang sejajar mendatar tapi berlawanan arah, misalnya F1=
45 kg arah kekiri dan F2=30 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan
dengan cara sbb :
R = F1 – F2
= 45 kg – 30 kg
Jadi : R = 15 kg
Dua buah gaya F1 dan F2 yang tegak lurus sesamanya, misalnya F1= 20 kg arah
keatas dan F2=15 kg arah kekanan. Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara
sbb :
R= F12 + F22 kg
R= 20² + 15² kg
R= 400 + 225 kg
R= 625 kg
R = 25 kg
Dua buah gaya F1 dan F2 bekerja pada satu titik tangkap, berlainan arah dan
membentuk sudut 600, misalnya F1= 20 kg arah keatas dan F2=15 kg arah kekanan.
Menghitung Resultannya dikerjakan dengan cara sbb :
F1=20 kg
600 F2=15 kg
17
R= F12 + F22 + 2. F1. F2. cos α kg
R= 925 kg
R = 30,4 kg
LATIHAN
5. Menguraikan Gaya
Apabila beberapa buah gaya digabung menjadi satu, diwakili oleh sebuah gaya yang
mempunyai pengaruh yang sama dengan gaya-gaya yang digantikannya disebut Resultan,
maka kebalikannya disebut Menguraikan Gaya. Jadi Menguraikan Gaya adalah memecah
sebuah gaya menjadi dua buah gaya yang mempuyai pengaruh yang sama dengan sebuah
gaya tadi.
Contoh :
18
1. Uraikanlah sebuah gaya F = 100 kg ini yang membentuk sudut 300 terhadap bidang
mendatar dengan arah kekanan atas, sehingga diperoleh Fx dan Fy. Cara
mengerjakan : Tentukan terlebih dahulu Skala Gaya, misalnya : 1 cm = 20 kg.
100kg
Selanjutnya F dilukis sepanjang : F = 100 kg 20kg
x 1 cm = 5 cm
Y
F
F
Fx
X 300 X X Fy X
Y
Y
Caranya menguraikan gaya ini sama dengan perhitungan grafis pada umumnya, yaitu :
Untuk mendapatkan Fx = hasil pengukuran Fx cm dikalikan dengan Skala
Gaya, hingga dari ukuran panjang (cm) dapat diubah menjadi satuan Gaya
(kg).
Setelah diukur didapat :
2,5cn
Fx = 2,5 cm, artinya besar gaya Fx = x 20 kg
1cm
Diperoleh : Fx = 50 kg
Sekarang cobalah menghitung besar Fy yang caranya sama dengan cara menghitung
Fx. ………… Selamat mencoba.
19
5b. Meguraikan Gaya Secara Analitis.
Menguraikan gaya secara analitis ini, juga tidak bisa lepas dari rumus-rumus Sinus,
Cosinus dan Tangen yang memang harus dihafalkan dan dimengerti penggunaannya pada
soal. Untuk lebih jelasnya mari kita hitung secara Analitis uraian gaya pada soal grafis
diatas. Y
F=100 kg
Fx
F=100 kg
X Fy X
X 300 X 300
Y
Y
Soal diatas perlu disederhanakan untuk lebih mudah menghubungkannya dengan aturan sinus
yang telah dikenal. F=100 kg Keterangan:
F F = sisi miring
Fy Fy = sisi hadap dan
Fx = sisi dekat.
30 0 Fx
Dalam sebuah persamaan, hanya satu bilangan yang boleh tidak diketahui, agar bilangan
tersebut bisa dihitung. Bila dua bilangan yang tidak diketahui, maka hasilnya adalah tetap
sebuah persamaan. Dalam soal diatas, terdapat persamaan :
20
Ini artinya untuk menghitung Fx dan Fy rumus langsung yang bisa dipakai adalah sin α dan
cos α. Sedangkan tg α bisa digunakan apabila salah satu dari sisi tersebut diketahui, misalnya
sisi dekat (b) atau sisi hadap (a).
Untuk menghitung Fy
Fy
0,5 = 100kg
Fy = 0,5 x 100 kg
Fy = 50 kg
Untuk menghitung Fx
21
sisi dekat (Fx)
cos 300 =
100 kg
Fx
0,866 = 100kg
Fx = 0,866 x 100 kg
Fy = 86,6 kg
22
BAB III
MOMEN
1. Pengertian Momen
Momen yang dimaksud disini adalah Momen Gaya, yaitu perkalian antara Gaya
dengan Jarak-nya ke titik yang dihitung momennya. Dalam hal ini, besar momen itu
ditentukan oleh dua hal yaitu : besar gaya yang bekerja dan jarak gaya tersebut ke titik yang
dihitung momennya.
Dengan demikian, Rumus momen dapat ditulis sbb :
M=F.a
Keterangan :
M = Momen (kgcm)
F = Gaya (kg)
a = Jarak gaya ke titik momen (cm)
2. Ketentuan Momen
Dalam perhitungan untuk beberapa momen, ada beberapa ketentuan yang perlu
diketahui dalam menggabungkan momen-momen tersebut, sehubungan dengan adanya
momen yang berlawanan arah, yakni sbb :
1) Apabila momen tersebut bekerja kearah kanan (searah dengan jarum jam)
dinamakan momen positif (isbat) dan diberi tanda (+)
23
2) Apabila momen tersebut bekerja kearah kiri (berlawanan dengan arah jarum
jam) dinamakan momen negatif (napi) dan diberi tanda (-)
Momen Positif
a
Momen Negatif
Dengan demikian apabila dalam suatu konstruksi terdapat banyak momen pada satu titik yang
dibentuk oleh beberapa buah gaya, maka hasil penjumlahan secara aljabar akan menunjukkan
besar dan arah kemana momen itu bekerja.
Misalnya :
MR = -30 kgm
24
Untuk selanjutnya Jumlah Momen yang bekerja pada suatu titik misalnya dititik A,
disebutkan sebagai ∑MA.
Jadi ditulis : ∑MA = -30 kgm, artinya besar momen dari konstruksi tersebut = 30 kgm dengan
arah kekiri.
Contoh Soal
F1=40 kg
4m
A B
2m 3m
F2=50 kg F3=25 kg
Jawab :
Perhatikan gambar; …………….. sekarang perhatikan titik A yang dianggap sebagai as-nya
jarum jam AB.
F F
Bila kita perhatikan F1, maka akan menyebabkan jarum jam AB (yang selanjutnya kita sebut
batang AB) bergerak kebawah, dan bila terus berputar maka gerakannya persis seperti
gerakan jarum jam pada umumnya, yaitu kekanan. Momen yang ditimbulkan adalah Momen
Positif. Sehingga besar momennya adalah : F1 dikalikan dengan jaraknya ke titik A.
Maka : M1 = F1 x 4 m
25
= 40 kg x 4 m
Untuk momen yang ditimbulkan oleh F2; perhatikan kembali gambar diatas. Gaya ini
menyebabkan batang AB terdorong keatas, kekiri …….. kebawah dan kembali lagi kekanan
keposisi semula. Dan bila ini adalah sebuah jarum jam, maka gerakannya adalah berlawanan
dengan gerakan jarum jam pada umumnya atau kekiri. Maka momen yang ditimbulkannya
adalah Momen Negatif, dan besar momennya adalah : F2 dikalikan dengan jaraknya ke titik
A.
Maka : M2 = -F2 x 2 m
= -50 kg x 2 m
Untuk momen yang ditimbulkan oleh F3, bekerjanya sama dengan F2, sehingga
menghasilkan Momen Negatif. Dan besar momennya adalah : F3 dikalikan dengan jaraknya
ke titik A.
Maka : M3 = -F3 x (2 m + 3 m)
= -25 kg x 5 m
Setelah semua momennya dihitung, maka jumlah momen yang bekerja pada titikA dapat
dihitung sbb :
∑MA = M1 + M2 + M3
= 40 kg. 4 m – 50 kg. 2 m – 25 kg . (5 m)
26
= 160 kgm -100 kgm -125 kgm
3. Momen Putar
Momen Putar adalah momen yang mengakibatkan suatu batang berputar pada
tumpuannya, baik kekiri ataupun kekanan akibat adanya momen yang tidak sama besar pada
sisi lainnya.
F
A B
Untuk menahan agar batang AB tetap pada posisinya semula yakni mendatar, maka di sisi
kanan (B) harus diberi gaya yang dapat menimbulkan Momen Putar sama besar dengan
Momen Putar di sisi A. Dengan demikian maka batang AB akan tetap diam yang disebut
setimbang. Seperti gambar berikut ini menunjukkan pada sisi A, gaya dan jaraknya ke titik
tumpu, sama besarnya dengan momen di bagian B. Ini untuk mendapatkan kondisi setimbang
pada batang tersebut.
F F
l l
A B
C
Ini artinya : momen di sisi A (negatif hanya karena arahnya kekiri; besarnya sama
saja) = momen di sisi B
27
Bila dijumlahkan, akan diperoleh :
4. Kesetimbangan
Kesetimbangan adalah suatu kondisi konstruksi dimana gaya-gaya dan momen yang
bekerja pada konstruksi tersebut saling meniadakan, sehingga ia tidak mendapat beban yang
berat sebelah.
Dengan demikian dapat disebutkan disini bahwa : Kesetimbangan itu dapat diperoleh
apabila memenuhi syarat-syarat berikut ini :
1. Jumlah gaya-gaya horizontal sama dengan nol (∑H = 0)
2. Jumlah gaya-gaya vertikal sama dengan nol (∑V = 0)
3. Jumlah momen gaya-momen gaya sama dengan nol (∑M = 0)
Gaya-gaya yang horizontal akan saling meniadakan bila pada suatu titik konstruksi
bekerja gaya-gaya yang sama besar dan berlawanan arah; begitu pula untuk gaya-gaya yang
28
vertical, akan saling meniadakan bila pada suatu titik konstruksi bekerja gaya-gaya yang
sama besar dan berlawanan arah.
FV
-FH FH
-FV
Sedangkan untuk konstruksi kesetimbangan, gaya disebelah kiri (di sisi A) tidak harus
sama dengan gaya disisi B, asalkan Momen Putar di kedua sisi tetap sama. Seperti telah
diketahui : besar momen akan tetap besarnya, walau gayanya diperkecil, asalkan jaraknya
diperpanjang, sehingga besar momennya kembali seperti semula. Begitu pula sebaliknya :
gaya bisa diperbesar asalkan jaraknya ke titik tumpu diperpendek maka besar momennya
tidak berubah.
Contoh :
F1=30 kg F2=60 kg
l1= 30 cm l2=20 cm
Sistem ini berlaku juga untuk gaya-gaya yang bekerja miring, perhatikan gambar di bawah
ini!.
F1=…? F2=100 kg
l1=40 cm l2=20 cm
600
Untuk mengerjakan soal ini, selanjutnya perhatikan hanya bagian yang miring saja.
Tugas utama sekarang adalah menyesuaikan gaya F2 yang miring itu menjadi tegak; seperti
contoh diatas…..,!!! dan selanjutnya ya …. dihitung seperti diatas juga.
300
600
F2y
= cos 300; inilah hubungan yang tepat untuk menghitung F2y. Selanjutnya
F2
……
30
= 100 kg x 0,87
F2y= 87 kg
F1 F2y=87 kg
l1=40 cm l2=20 cm
∑MC = 0
40 F1 cm = 1740 kgcm
1740kgcm
F1 =
40cm
F1 = 43,5 kg
31
Contoh Soal :
a. Hitunglah F2 agar batang AB setimbang
F1=30 kg F2
40 cm 20 cm
A B
F1=100 kg
b. Hitunglah : F1y F1y
450
87 cm 20 cm
B
A 600
5. Momen Kopel
Momen Kopel terbentuk dari gaya kopel. Gaya kopel adalah gaya yang sejajar,
berlawanan arah dengan titik tangkap berlainan.
32
F1
½l ½l
F2
MA= 2F1. ½ l
MA = F. l
Keterangan :
Seperti dengan Momen Gaya diatas, maka pada Momen Kopel inipun berlaku
penjumlaham momen secara aljabar, dimana bila arah momen tersebut kekanan, momen itu
positif; sebaliknya bila arah momennya kekiri, momen itu negatif. Jadi bila ada beberapa
momen kopel yang bekerja pada satu titik, maka MA = M1 + M2 + M3 ……….
Contoh Soal :
1. Dengan gaya kopel sebesar 10 kg, kita memutar tangkai tap kekanan untuk membuat
F=10 kg A terjadi, bila panjang tangkai 15 cm.
ulir dalam. Hitunglah momen kopel yang
33
F=10 kg
l = 15 cm
Penyelesaian :
Diketahui : F = 10 kg; l = 15 cm
Ditanyakan : Momen Kopel
Jawab :
MA = F . l
= 10 kg . 15 cm
MA= 150 kgcm.
2. Pada sebuat titik konstruksi bekerja momen kopel sbb.:
M1 = 50 kgcm; M2 = - 150 kgcm
M3 = -25 kgcm; M4 = 175 kgcm
Hitunglah momen kopelnya
Penyelesaian :
MA = M1 + M2 + M3 + M4
= 50 kgcm + (-150 kgcm) + (-25 kgcm) + 175 kgcm
= 50 kgcm - 150 kgcm - 25 kgcm + 175 kgcm
MA = 50 kgcm
BAB IV
TEGANGAN
34
1. Pengertian Tegangan
Apabila suatu batang dibebani suatu gaya maka akan terjadi gaya reaksi yang
besarnya sama dengan gaya arah berlawanan itu. Gaya tersebut akan diterima sama rata oleh
setiap molekul pada bidang penampang batang tersebut. Misalnya besar gaya tersebut adalah
F, dan luas penampangnya adalah A, maka setiap satuan luas penampang akan menerima
F
beban sebesar : . Dengan demikian satuan tegangan adalah kg/cm2, kg/m2, N/cm2 atau
A
dyne/cm2. Jadi tegangan adalah besarnya gaya yang bekerja pada setiap luas penampang
batang.
2. Macam-macam Tegangan
Tegangan dasar ada bermacam-macam tergantung dari jenis pembebanan yang terjadi
pada suatu batang. Dengan demikian tegangan dasar dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
macam yaitu :
2) Tegangan Tekan (σ )
D
Untuk menghitung besarnya tegangan , selain harus mengetahui besarnya beban F, juga
harus diketahui besarnya luas penampang A. Ini untuk tegangan tarik, tegangan tekan dan
tegangan geser. Sedangkan untuk tegangan lengkung dan tegangan puntir, selain harus
mengetahui besarnya momen gaya M, juga harus diketahui besarnya momen tahanan masing-
masing tegangan yakni momen tahanan bengkok Wb dan momen tahanan puntir Wp.
35
Tegangan tarik adalah tegangan yang terjadi karena adanya pembebanan tarik. Posisi
penampang batang yang menahan pembebanan tarik tersebut adalah tegak lurus dengan
sumbu batang dimana gaya tarik itu bekerja.
F F
Besar luas penampang batang tersebut, tergantung dari bentuk batang itu sendiri, misalnya :
π 2
Untuk penampang berbentuk lingkaran, maka A= 4 d.
h h
d b h
Untuk penampang berbentuk persegi panjang, maka A= b . h
Untuk penampang berbentuk persegi A= h x h = h2
Dan bentuk lainnya yang mempunyai rumus masing-masing.
F
σt = A
Keterangan :
Contoh
σ Soal :
= Tegangan tarik (kg/cm2)
t
1. F Sebuah
= Gayabatang
tarik (kg)
dengan penampang bulat berdiameter d=2 cm, mendapat beban tarik
2
Asebesar
= Luas 3penampang
ton. Berapayang tertarik
kg/cm 2
besar(cm )
tegangan tarik yang timbul?
Penyelesaian:
Diketahui :
Pembebanan tarik
d = 2 cm
36
F = 3 ton =3000 kg
Jawab :
F
σt = A
F = 3000 kg
π
A = 4 d2.
= 0,785 (2 cm)2
= 0,785 4 cm2
A = 3,14 cm2
Diperoleh :
3000kg
σt = 3,14cm2
σt = 955 kg/cm2
2. Sebuah batang tarik dengan penampang persegi empat panjang dengan sisi b=2 cm
dan h=3 cm mendapat beban tarik sebesar 1,2 ton. Hitunglah tegangan tarik yang
terjadi.
Penyelesaian :
Diketahui :
Pembebanan tarik
b = 2 cm
h = 3 cm
37
F = 1,2 ton =1200 kg
Jawab :
F
σt = A
F = 1200 kg
A= bxh
= 2 cm x 3 cm
A = 6 cm2
Diperoleh :
1200kg
σt = 6cm2
σt = 200 kg/cm2
Seperti halnya pada tegangan tarik, tegangan tekan juga terjadi pada setiap
penampang yang menahan tekanan, yang terletak diantara kedua ujung batang tekan tersebut.
Penampang yang menahan tekanan juga tegak lurus terhadap sumbu batang dimana gaya
tekan itu bekerja.
F F
Keterangan :
σD = Tegangan tekan (kg/cm2)
F = Gaya tekan (kg)
A = Luas penampang yang tertekan (cm2)
Contoh Soal :
1. Sebuah batang dengan penampang bulat berdiameter d=2 cm, mendapat beban tekan
sebesar 3 ton. Berapa kg/cm2 besar tegangan tekan yang terjadi?
Penyelesaian:
Diketahui :
Pembebanan tekan
d = 2 cm
F = 3 ton =3000 kg
Jawab :
F
σD = A
F = 3000 kg
π
A= 4 d2.
= 0,785 (2 cm)2
= 0,785 4 cm2
39
A = 3,14 cm2
Diperoleh :
3000kg
σD= 3,14cm2
σD = 955 kg/cm2
2. Sebuah batang tekan berpenampang persegi empat panjang dengan sisi b=2 cm dan
h=3 cm mendapat beban tekan sebesar 1,2 ton. Hitunglah tegangan tekan yang terjadi.
Penyelesaian :
Diketahui :
Pembebanan tekan
b = 2 cm
h = 3 cm
Jawab :
F
σD = A
F = 1200 kg
A= bxh
= 2 cm x 3 cm
A = 6 cm2
Diperoleh :
40
1200kg
σD = 6cm2
σD = 200 kg/cm2
Pada pembebanan geser, penampang yang menderita geseran belum tentu tegak lurus
terhadap sumbu batang, tetapi merupakan perpotongan bidang antara bidang gaya dengan
benda yang terpotong
F
Geseran
Benda kerja
Bila luas penampang yang terkena pembebanan geser adalah A dan gaya geser yang terjadi
adalah F, maka besar tegangan geser adalah :
F
τg = A
Keterangan :
41
Contoh Soal :
1. Pasak melintang seperti pada gambar ini harus menahan beban F sebesar 12200 kg.
2 cm
3cm
2 cm
pasak
geseran
Penyelesaian :
Diketahui :
F = 12200 kg
Ditanyakan :
Jawab :
Perhatikan gambar yang diarsir, yang merupakan luas yang tergeser sebanyak dua
bidang. Jumlah luas penampang tersebut adalah :
42
A = 3,1 cm x 2 cm + 3 cm x2 cm
A = 12,2 cm2
F
τg = A
12200kg
τg = 12,2cm2
τg = 1000 kg/cm2
F1
B
F1
Paku keling
geseran
Penyelesaian :
Diketahui :
F1+F1 = 2400 kg = B
d = 8 mm = 0.8 cm
43
Ditanyakan :
Jawab :
Perhatikan gambar ketiga paku keling, yang merupakan tempat bidang yang tergeser
yakni sebanyak enam bidang. Jumlah luas penampang tersebut adalah :
π
A=6x d2
4
F
τg = A
2400kg
τg = 3cm2
τg = 800 kg/cm2
4. Tegangan Lengkung
Apabila sebuah balok salah satu ujungnya dijepit pada dinding dan pada ujung yang
lain bekerja gaya tegak lurus sumbu batang, maka dikatakan bahwa batang tersebut
mendapatkan suatu pembebanan lengkung.
Disebut demikian, karena dengan adanya gaya F itu balok dapat melengkung atau
menjadi bengkok. Besar kecilnya lengkungan, selain tergantung pada beban P, juga
tergantung pada jarak beban P terhadap tempat jepitan. Karena gaya dikalikan dengan jarak
tersebut sama dengan momen. Ini berarti bahwa besar kecilnya lengkungan tergantung pada
besarnya momen lengkung , dimana Tegangan Lengkung itu bekerja.
44
F
jarak
σb =
Mb
Wb
Keterangan :
Perhatikan :
45
Tabel Wb dan Wp dari Beberapa Bentuk Penampang
46
Contoh Soal :
1. Hitunglah Tegangan Lengkung (σb) yang terjadi pada batang bulat yang menerima
beban lengkung ini. Perhatikan gambar .
47
100 kg
125cm
A
5cm
Penyelesaian :
Diketahui :
Pembebanan lengkung
F = 100 kg
l = 125 cm
d = 5 cm
Jawab :
σb =
Rumus :
Mb
Wb
Mb = F x l
= 100 kg x 125 cm
Mb = 12500 kgcm
Wb = 0,1 d3
= 0,1 (5 cm)3
σb = 1000 kg/cm2
2. Hitunglah Tegangan Lengkung (σb) yang terjadi pada batang persegi panjang berikut
ini yang menerima beban lengkung. Perhatikan gambar .
F1=50 kg
l1=125cm
A
3cm
l2=100cm
F2=35,5 kg 2cm
Penyelesaian :
Diketahui :
Pembebanan lengkung
F1 = 50 kg
F2 = 35,5 kg
l 1= 125 cm
l 2= 100 cm
Jawab :
σb =
Rumus :
Mb
Wb 49
Mb di titik A (MA)= F1 x l1 + F2 x l2
Mb = 2700 kgcm
1
Wb = bh2
6
1
= 2 cm. (3cm)2
6
1
= (9cm) 3
3
Wb = 3 cm3
Wb = 12,5 cm3
Selanjutnya tegangan lengkung dapat diperoleh :
Mb
σb = Wb
2700kgcm
=
3 cm3
σb = 900 kg/cm2
Apabila pada sebuah batang yang salah satu ujungnya terjepit, dan pada ujung yang
lain bekerja suatu pasangan gaya atau sejenisnya, yang bersilangan dan tegak lurus dengan
sumbu batang, maka batang tersebut akan terpuntir. Pembebanan seperti ini disebut
pembebanan puntir, dan momen yang terjadi adalah momen puntir. Besar kecilnya momen
puntir ini, selain ditentukan oleh besar gaya yang bekerja, juga ditentukan oleh jarak gaya-
gaya itu terhadap sumbu batang yang mendapat puntiran.
Momen puntir inilah yang mengakibatkan terjadinya tegangan puntir, seperti yang
ditunjukkan oleh persamaan puntir dalam bentuk rumus sbb :
50 F1
a
a
F1
σp =
Mp
Wp
Keterangan :
Perhatikan :
Mp = Momen puntir : didapat dengan menghitung momen yang terjadi pada gaya
puntiran terhadap sumbu batang yang menerima beban puntir. Ingat Momen itu
adalah perkalian antara Gaya dengan Jarak gaya itu ke sebuah titik (sumbu), dimana
momen itu dihitung.
Wp = Momen tahanan puntir : adalah suatu luas penampang batang puntir, yang
dihitung momennya dengan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan bentuk penampang
itu sendiri. Ini dapat dilihat pada tabel Wp.
Contoh Soal :
1. Sebuah batang bulat dengan diameter d=5 cm mendapat pembebanan puntir melalui
F1=10 kg
gaya kopel F1=10 kg dengan panjang lengan a=20 cm. Hitunglah tegangan puntir
yang terjadi.
½. a=10 cm
½. a=10 cm 51
F2=F1=10
Penyelesaian :
Diketahui :
F1 = 10 kg
½.a = 10 cm a = 20 cm
d = 5 cm
Mencari Mp :
Mp = F1 x a
= 10 kg x 20 cm
Mp = 200 kgcm.
Mencari Wp :
Wp = 0,2 d3
= 0,2. (5 cm)3
Wp = 25 cm3
52
Dengan demikian, maka diperoleh :
Mp
σp = Wp
200kgcm
σp = 25cm3
Jadi : σp = 8 kg/cm2
2. Sebuah batang persegi dengan panjang sisi h=5 cm mendapat pembebanan puntir
melalui gaya kopel F1=25 kg dengan jari-jari ½ a=10 cm. Hitunglah tegangan puntir
yang terjadi.
F1=25 kg
½. a=10 cm
5 cm
½. a=10 cm
5 cm
F1=25 kg
Penyelesaian :
Diketahui :
F1 = 25 kg
½.a = 10 cm a = 20 cm
h = 5 cm
53
Ditanyakan : Tegangan puntir (σp) yang terjadi
Mencari Mp :
Mp = F1 x a
= 25 kg x 20 cm
Mp = 250 kgcm.
Mencari Wp :
Wp = 0,21 h3
= 0,21. (5 cm)3
Wp = 26,25 cm3
Mp
σp = Wp
250kgcm
σp = ,25cm3
26
σp = 9,5 kg/cm2
3. Tegangan Patah.
Apabila batang dalam pemakaian pada konstruksi dibebani gaya luar melebihi
kekuatan bahan itu sendiri tentu akan mengalami kerusakan, seperti memanjang,memendek,
melengkung, memuntir dan patah atau pecah.
54
Pembebanan harus diperhitungkan oleh perencana kemudian dibandingkan dengan
tegangan yang diizinkan. Besarnya tegangan izin dari suatu bahan semata-mata tergantung
dari kekuatan bahan.
Pada beban tarik, batang akan putus setelah memanjang dan mengalami pengecilan
penampang. Pada beban tekan batang akan pecah setelah mengalami pemendekan dan
pembesaran penampang karena tidak mampu lagi menahan tekanan. Begitu pula pada
pembebanan geser, lengkung dan puntir. Batang akan mempunyai kemungkinan patah apabila
beban maksimum dilampaui. Tegangan yang terjadi pada beban maksimum, merupakan batas
tegangan patah. Tegangan patah adalah beban maksimum yang menyebabkan patah dibagi
dengan luas penampang batang.
Tegangan patah kemungkinan dapat terjadi berada dibawah hargategangan pada beban
maksimum.
Penjelasan :
55
o – a : garis ini disebut garis modulus, dimana regangan sebanding dengan tegangan. Pada
daerah ini, batang masih dapat kembali ke panjang semula, apabila beban
dilepaskan,. Ini dikatakan batang mengalami deformasi elastis. Sudut yang terbentuk
antara garis modulus dengan garis mendatar, disebut sudut modulus.Makin besar
sudut modulus berarti bahan makin keras dan regangan makin kecil. Sebaliknya
makin kecil sudut modulusnya, bahan tersebut makin lunak dan regangannya makin
besar. Titik a adalah batas proporsional/ batas kekenyalan, juga disebut batas
perbandingan seharga, dan tegangannya disebut tegangan kenyal atau tegangan
proporsional. Tegangan yang diizinkan berada pada daerah o –a ini. Untuk baja
keadaan ini berlangsung hingga mencapai tegangan sekitar 2200 kg/cm2.
a–b: garis ini mennjukkan bahwa batang mendapat perpanjangan tetap dan tidak mampu
lagi kembali ke panjang semula walau beban dilepaskan. Ini dikatakan bahwa batang
mengalami deformasi plastis.
b – b1 : pada kondisi ini tegangan mendadak turun dan sedikit naik kembali. Goncangan ini
berlangsung beberapa kali, dan gejala ini disebut pelumeran. Tegangan di titik b
disebut batas lumer atau batas regang.
b1 – b2: melihat diagram ini, batang mampu menahan kenaikan tegangan sampai maksimal.
Tegangan tarik tertinggi dicapai pada titik b2.
b2 – c : bahan tidak memiliki kekuatan untuk menahan beban apapun, dan sampai di titik c
batang patah. Tegangan di titik c disebut tegangan patah.
Tegangan izin adalah tegangan maksimum yang boleh terjadi pada suatu pembebanan
bahan agar tidak terjadi deformasi plastis. Pada diagram σ – ε diatas, batas tegangan yang
diizinkan itu adalah pada titik a yang disebut batas perbandingan seharga. Pembebanan yang
melebihi kekuatan bahan dapat membahayakan orang atau barang disekitarnya maupun
konstruksi itu sendiri.. Oleh karena itu beban yang bekerja tidak boleh menimbulkan
tegangan yang lebih besar dari pada batas perbandingan seharga, atau tegangan ini harus
lebih kecil dari pada tegangan proporsional.
56
Tegangn izin disingkat σ atau τ yang besarnya tergantung pada sifat pembebanandan
sifat kerjanya beban. Untuk beban statis tegangan izin boleh diambil mendekati tegangan
batas proporsional. Akan tetapi untuk beban dinamis, tegangan izin harus lebih rendah lagi,
sedangkan untuk beban bergetar dan beban tumbukan tegangan izin yang diambil haruslah
sangat rendah.
Sebagai perbandingan tegangan izin pada beban Statis, beban Dinamis dan beban
Kejut (getar dan tumbukan) adalah 3 : 2 : 1. Tegangan izin dapat diperhitungkan terhadap
tegangan maksimum dengan mengambil suatu Faktor Keamanan.
Tegangan patah adalah tegangan yang apabila diperlakukan pada suatu bahan, dapat
mematahkan/ merusak bahan tersebut, lihat diagram σ – ε diatas. Misalnya suatu
1
bahan baja St.41 artinya tegangan patahnya = 41 kg/mm = 41 kg/ 100 cm2 = 4100
2
kg/cm2.
57
Sebagai pedoman pengambilan faktor keamanan, dipertimbangkan pada system
pembebanan, yaitu :
58
Tabel Tegangan Patah dan Tegangan Lumer dari Berbagai Jenis Baja
Contoh :
Suatu bahan baja St.41 dipergunakan pada konstruksi yang mendapatkan pembebanan statis.
Tegangan tarik yang diizinkan dapat dihitung sbb :
59
1
St.41 artinya tegangan patahnya = 41 kg/mm = 41 kg/ 100 cm2 = 4100 kg/cm2.
2
4100 kg/cm2
σt = 2
Pada suatu bahan yang sudah diketahui tegangan tarik izinnya, maka tegangan izin lainnya
dapat diambil berdasarkan rumus empiris berikut ini :
Dengan demikian bila identitas suatu bahan telah diketahui misalnya St.34; St.37; St.41;
St.50; St.60; St.70 dll, maka dengan rumus diatas semua tegangan izin yang lain bisa
diperoleh.
Contoh Soal :
Bahan St.60 berpenampang persegi dengan panjang sisi 40 mm, digunakan dalam
suatu konstruksi dengan sistem pembebanan dinamis. Bahan tersebut menerima beban
puntir dengan sistem gaya kopel berjari-jari 50 mm. Hitunglah gaya puntir yang
diizinkan.
F1
50 mm
40 mm
60
50 mm
F1
Penyelesaian :
Diketahui :
Pembebana puntir
Bahan St. 60
s=6
Jawab :
σB
σt = s
6000 kg/cm2
= 6
σt = 1000 kg/cm2
Sedangkan : τp = 0,6 σt
τp = 600 kg/cm2
F1 . 10 cm 61
Wp
600 kg/cm2 =
Wp ( persegi) = 0,2. h3
Wp = 0,2. (4 cm)3
= 0,2. 64 cm3
Wp = 12,8 cm3
= 7680 kgcm.
7680 kgcm.
F1 = 10 cm
Jadi : F1 = 768 kg
BAB 1
62
SAMBUNGAN
Sambungan adalah digabungnya beberapa bagian benda/ alat menjadi satu, kemudian
diikatkan dengan cara tertentu sehingga menjadi sebuah konstruksi yang dapat bekerja secara
utuh. Sambungan ini dibutuhkan pada komponen-komponen tertentu untuk menjamin
dapatnya bekerja sesuai dengan tujuan konstruksi itu dibuat.
Sambungan dapat dibedakan menjadi :
Sambungan Tetap, yaitu sambungan yang tidak dapat dilepas/ dibuka kembali, kecuali
dengan merusaknya.
Sambungan Tidak Tetap, yaitu sambungan yang dapat dilepas kembali, tanpa merusaknya.
SAMBUNGAN TETAP
Ada beberapa sambungan tetap yang kita kenal berikut ini yakni :
Sambungan Keling
Sambungan Las
SAMBUNGAN KELING
Sambungan keling adalah sambungan yang menggunakan paku keling sebagai pengikat/
penyambungnya, dimana paku tersebut dimasukkan kedalam lubang benda kerja yang akan
disambung kemudian ujung paku keling tersebut dipukul/ ditekan sehingga menyatu dengan
benda kerja sebagai pengikat. Selanjutnya bentuk sambungan keling yang dipergunakan ini
disebut kampuh keling.
63
diberi bahan perekat seperti kain rami yang dibasahi dengan cat, gasket dll. Kampuh berimpit
ada yang dikeling tunggal, dikeling ganda atau dikeling tiga baris.
64