Anda di halaman 1dari 10

Tersedia online di EDUSAINS

Website: http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/edusains
EDUSAINS, 9(2), 2017, 117-126

Research Artikel
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP
KEMAMPUAN LITERASI SAINS SISWA PADA MATERI LAJU REAKSI
Dede Fitriani 1, Burhannudin Milama 2, Dedi Irwandi 3
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, Indonesia
dede_fitriani92@yahoo.com

Abstract
This study was aimed to know the effect of problem-based learning model on the ability of student’s
scientific literacy in reaction rate material. Scientific literacy that is examined in this study only on
competency dimension of science. This research was conducted at SMAN 8 South Tangerang City. The
method is quasi-experimental with nonequivalent control group design. The sample was taken by using
purposive sampling technique. The data was taken by using an essay test of scientific literacy ability in
competency dimension of science. The analysis of data used is t-test that obtained tcount value totaled 8.27
and ttable on significant level 0.05 is 1.99, so that the tcount > ttable. So we can conclude that H0 was refused.
This indicates that the application of problem-based learning model provides a significant impact on the
ability of student’s scientific literacy in reaction rate material.
Keywords: problem based learning model; scientific literacy; competency dimension of science; reaction
rate.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran berbasis masalah terhadap
kemampuan literasi sains siswa pada materi laju reaksi. Literasi sains yang diteliti dalam penelitian ini
hanya pada dimensi kompetensi sains saja. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Kota Tangerang
Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control
group design. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes essai kemampuan literasi sains pada dimensi
kompetensi sains. Analisis data menggunakan uji-t diperoleh thitung sebesar 8,27 dan ttabel pada taraf
signifikansi 0,05 sebesar 1,99, maka thitung > ttabel. Maka dapat disimpulkan H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan literasi sains siswa pada materi laju reaksi.
Kata Kunci: model pembelajaran berbasis masalah; literasi sains; dimensi kompetensi sains; laju reaksi.

Permalink/DOI:http://dx.doi.org/10.15408/es.v9i2.1402

PENDAHULUAN banyaknya bidang mata pelajaran yang penting dan


perlu mendapatkan perhatian adalah sains.
Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk
Sains merupakan salah satu ilmu pengetahuan
memberdayakan semua warga negara Indonesia
yang memiliki peran sangat penting dalam
agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas
perkembangan IPTEK dan menjadi salah satu
dan berdaya saing, sehingga mampu menjawab
komponen yang berpengaruh terhadap sumber daya
tantangan zaman yang selalu berubah dan semakin
manusia. Oleh sebab itu, kemampuan sains yang
berat (Kemendikbud, 2012). Untuk mewujudkan
dimiliki oleh masyarakat harus terus berkembang
hal tersebut perlu adanya upaya peningkatan pada
agar menjadi lebih baik. Namun, kenyataannya
semua aspek dalam pendidikan. Termasuk
pendidikan sains di Indonesia justru sangat
diantaranya peningkatan mutu pembelajaran pada
memprihatinkan dan berada pada tingkat kualitas
semua bidang mata pelajaran. Satu diantara
yang rendah. Hal ini terbukti dari hasil penelitian

Copyright © 2017 EDUSAINS | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281


This is an open access article under CC-BY-SA license
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

tentang asesmen hasil belajar sains pada level sains di seluruh negara, siswa masih diajarkan
internasional yang diselenggarakan oleh dengan cara konvensional. Pengalaman
Organization for Economic Co-operation and laboratorium biasanya dirancang untuk
Development (OECD) melalui program PISA-nya mengkonfirmasi apa yang telah siswa baca atau
yang menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains yang telah diberitahu. Dengan hal tersebut,
siswa di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan sebagian besar siswa kehilangan minat terhadap
dengan negara-negara lain. sains ketika mereka naik ke jenjang sekolah yang
Berdasarkan hasil studi komparatif yang lebih tinggi. Saat siswa kehilangan minat, maka
dilakukan OECD melalui program PISA mengakibatkan prestasinya akan menurun (Center
(Programme for International Student Assessment) for Science, 1998). Faktor lain yang menyebabkan
tahun 2006, diperoleh bahwa hasil kemampuan rendahnya kemampuan literasi sains siswa
sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke-50 diantaranya, yaitu pemilihan metode dan model
dari 57 negara. Skor rata-rata sains yang diperoleh pembelajaran, sarana dan fasilitas belajar, sumber
siswa Indonesia pada saat itu adalah 393 (OECD, belajar, bahan ajar, dan lain sebagainya (Kurnia,
2007). Tiga tahun berikutnya, yaitu tahun 2009 et.al, 2014).
hasil Studi PISA yang diikuti oleh 65 negara,
Sains mencakup beberapa ilmu pengetahuan,
menunjukkan bahwa kemampuan sains siswa
satu diantaranya yaitu kimia. Ilmu kimia
Indonesia berada pada peringkat ke-60 dengan skor
merupakan ilmu yang mempelajari mengenai
rata-rata yang diperoleh sebesar 383 (OECD,
komposisi dan sifat materi (Petrucci, 2011).
2010). Sedangkan, pada tahun 2012 berdasarkan
Pendidikan sains khususnya kimia diharapkan dapat
hasil studi PISA yang diikuti oleh 65 negara,
menjadi suatu solusi untuk menyiapkan sumber
kemampuan sains siswa Indonesia berada di
daya manusia yang kreatif, terampil dan inovatif
peringkat ke-64. Skor rata-rata yang diperoleh
dalam menghadapi era industrialisasi dan
siswa Indonesia adalah sebesar 382 (OECD, 2012).
globalisasi yang saat ini sedang terjadi. Untuk itu,
Hasil yang telah dipaparkan tersebut, menunjukkan
perlu dipikirkan cara pembelajaran khususnya
belum adanya peningkatan kemampuan sains siswa
kimia yang dapat meningkatkan kemampuan
Indonesia selama dilakukannya pengukuran
literasi sains siswa, dalam hal ini terutama
kemampuan sains oleh PISA. Dalam hasil tersebut,
kemampuan literasi sains pada dimensi kompetensi
Indonesia pun berada pada posisi yang lebih rendah
sainsnya.
dibandingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara yang mengikuti program PISA ini Dengan permasalahan yang telah dipaparkan
diantaranya, yaitu Singapura, Malaysia, dan tersebut, berarti perlu adanya cara pembelajaran
Thailand. yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap
literasi sains. Pembelajaran yang diterapkan dalam
Rendahnya kemampuan literasi sains siswa di
penelitian ini adalah pembelajaran berbasis
Indonesia berhubungan dengan sistem pendidikan
masalah. Pembelajaran berbasis masalah dapat
dan pengajaran yang dilakukan. Hasil untuk
diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran
mengukur pendidikan hanya terlihat dari
yang menekankan kepada proses penyelesaian
kemampuan menghafal fakta, konsep, teori maupun
masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya,
hukum (Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan
2006). Dalam pembelajaran berbasis masalah,
Pengembangan Depdiknas, 2007). Pembelajaran
siswa dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan
pun mengabaikan pengalaman langsung karena
yang mereka pelajari sehingga siswa memahami
khawatir tidak dapat menghabiskan materi
materi tidak dengan cara menghafalnya tetapi
pelajaran (Ali et.al, 2013). Selain itu, metode yang
memahami makna materi tersebut secara
dominan digunakan adalah ceramah (Sadia, 2008).
mendalam. Selain itu, melalui model ini siswa
Hal tersebut mengakibatkan siswa cenderung pasif
menjadi pusat pembelajaran dan guru hanya
dan kurang memiliki kontribusi dalam membangun
memberikan arahan selama dilaksanakannya
dan memperoleh pengetahuan.Dalam banyak kelas
tahapan pembelajaran.

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 118-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Fitriani D, Milama B, Irwandi D

Pembelajaran berbasis masalah pun dapat kemampuan literasi sains siswa menjadi lebih baik
diartikan sebagai model pembelajaran yang lagi. Literasi sains adalah kemampuan seseorang
menyajikan situasi masalah yang otentik dan untuk memahami, mengkomunikasikan, dan
bermakna kepada siswa yang digunakan sebagai menerapkan sains dalam memecahkan masalah
dasar untuk melakukan investigasi dan inkuiri sehingga menimbulkan sikap dan kepekaan yang
(Arends, 2007). Pengertian lain mengemukakan tinggi pada diri dan lingkungannya dalam
bahwa, pembelajaran berbasis masalah adalah salah menentukan suatu keputusan dengan berdasarkan
satu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan pertimbangan sains (Toharudin, 2011). Pengertian
semangat siswa untuk aktif terlibat dalam lain mengemukakan bahwa, literasi sains adalah
pengalaman belajarnya yang menyebabkan kemampuan membaca dan menulis mengenai sains
berkembangnya keterampilan berpikir siswa dan teknologi dan lebih sekedar dari kemampuan
(penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam mengingat istilah-istilah dalam sains (Toharudin,
memecahkan suatu masalah (Rusman, 2012). Selain 2011). Literasi sains pun dapat didefinisikan
itu, pembelajaran berbasis masalah pun dapat sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
diartikan sebagai model pembelajaran yang yang melibatkan proses ilmiah dan berdasarkan
bertujuan untuk memunculkan pemikiran pada bukti-bukti dalam upaya memahami sains
penyelesaian masalah, mulai dari awal sehingga akhirnya dapat diaplikasikan bagi
pembelajaran disintesis dan diorganisasikan dalam kebutuhan masyarakat terhadap peristiwa yang
suatu situasi masalah (Toharudin, 2011). dihadapi dalam kehidupan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, Literasi sains dibagi dalam beberapa
peneliti mengartikan pembelajaran berbasis dimensi, berdasarkan OECD 2000 literasi sains
masalah sebagai model pembelajaran yang dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu dimensi konten
menjadikan masalah sebagai bahan dalam sains, proses sains, dan konteks sains. Sedangkan,
melaksanakan pembelajaran, dimana siswa dituntut berdasarkan OECD 2006 dibagi menjadi empat
untuk mencari pemecahan masalah tersebut secara dimensi, yaitu dimensi pengetahuan ilmiah,
aktif melalui investigasi yang melibatkan konteks, kompetensi, dan sikap. Dalam penelitian
pengalaman langsung, dengan menggunakan ini, penelitian yang akan dilakukan dibatasi hanya
metoda ilmiah dalam memahami suatu untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa
pengetahuan. Adapun ciri-ciri model pembelajaran pada dimensi kompetensi sains saja yang meliputi
berbasis masalah menurut Ibrahim dan Nur yaitu, indikator mengidentifikasi isu ilmiah, menjelaskan
pengajuan pertanyaan atau masalah, berfokus fenomena ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah.
terhadap keterkaitan antardisiplin ilmu,
Model pembelajaran berbasis masalah
penyelidikan autentik, menghasilkan produk atau
merupakan salah satu model pembelajaran yang
karya dan mempublikasikannya, serta kerja sama
diharapakan dapat memunculkan literasi sains
(Putra, 2013).
siswa pada dimensi kompetensi sains. Hal ini
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disebabkan adanya keterkaitan antara model
pengaruh model pembelajaran berbasis masalah pembelajaran berbasis masalah dengan literasi sains
terhadap kemampuan literasi sains siswa pada pada dimensi kompetensi sains. Tahapan
materi laju reaksi.Pembelajaran berbasis masalah pembelajaran berbasis masalah, yaitu orientasi
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi siswa pada masalah dan mengorganisasikan siswa
langkah orientasi siswa pada masalah, untuk belajar dapat memunculkan aspek
mengorganisasikan siswa untuk belajar, kompetensi sains mengidentifikasi isu ilmiah.
membimbing investigasi individual dan kelompok, Sedangkan untuk tahapan membimbing investigasi
mengembangkan dan mempresentasikan hasil individual dan kelompok dapat memunculkan aspek
karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses kompetensi sains menjelaskan fenomena ilmiah.
pemecahan masalah (Arends, 2007). Langkah- Adapun tahapan mengembangkan dan
langkah tersebut diharapkan dapat menjadikan mempresentasikan hasil karya serta tahapan

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 119-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan Instrumen tersebut telah divalidasi ahli dan melalui
masalah dapat memunculkan aspek kompetensi perhitungan kalibrasi instrumen dengan
sains menggunakan bukti ilmiah. menggunakan bantuan software Anates versi 4. Tes
essai yang dibuat berdasarkan indikator literasi
Materi yang digunakan dalam penelitian ini,
sains siswa pada dimensi kompetensi sains
yaitu laju reaksi. Laju reaksi adalah perubahan
sebanyak 15 butir soal. Data diperoleh melalui tes
konsentrasi reaktan atau produk dalam satuan
essai tersebut yang diberikan sebelum dan setelah
waktu (Suharsini, 2007). Pada materi ini,
diterapkan model pembelajaran berbasis masalah
pemahaman yang diperoleh siswa membutuhkan
pada kelas eksperimen dan pembelajaran
keterampilan proses dan diharapkan tidak dengan
konvensional pada kelas kontrol. Peneliti dapat
melalui hafalan. Proses pembelajaran pun
mengetahui kemampuan literasi sains siswa pada
berdasarkan pengalaman langsung agar siswa dapat
dimensi kompetensi sains melalui model
terlibat secara aktif dalam memahami materi
pembelajaran berbasis masalah dari hasil tes. Selain
sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
itu, untuk memperoleh data tambahan sebagai
Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran yang
penunjang data penelitian digunakan lembar
dilakukan dalam penelitian ini melalui praktikum
observasi aktivitas mengajar dan lembar observasi
dengan berdasarkan langkah pembelajaran berbasis
aktivitas belajar siswaketika kegiatan pembelajaran
masalah.
berlangsung. Lembar observasi ini berbentuk
METODE checklist (ya dan tidak) yang digunakan untuk
mengetahui bagaimana penerapan model
Penelitian ini dilaksanakan pada semester pembelajaran berbasis masalah pada aktivitas
Ganjil tahun pelajaran 2014-2015 di SMA Negeri 8 belajar siswa dan aktivitas mengajar guru.
Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah quasi experimental Penerapan model pembelajaran berbasis
design, yaitu desain yang memiliki kelompok masalah dilakukan di kelas eksperimen selama lima
kontrol namun tidak dapat berfungsi sepenuhnya kali pertemuan. Pada pertemuan pertama dilakukan
dalam mengontrol variabel-variabel luar yang pretest dan pada pertemuan kelima dilakukan
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, posttest. Pertemuan kedua hingga pertemuan
2010). Desain yang digunakan dalam penelitian ini keempat diisi dengan melakukan kegiatan
adalah nonequivalent control group design, yaitu praktikum yang menerapkan langkah-langkah
desain penelitian yang memiliki kelompok pembelajaran berbasis masalah. Dalam kegiatan
eksperimen dan kelompok kontrol namun praktikum tersebut siswa dibagi menjadi 7
pemilihan kedua kelompok tersebut tidak secara kelompok yang masing-masing kelompok terdiri
random (Sugiyono, 2010). dari 5 sampai 6 orang. Pembagian kelompok
tersebut berdasarkan pembagian sampel menjadi
Sampel dalam penelitian ini diambil sebanyak tiga kelompok besar, yaitu kelompok dengan
dua kelas, yaitu kelas XI MIA 1 dan XI MIA 4. kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang
Masing-masing kelas berjumlah 34 orang. Teknik menggunakan nilai ulangan tengah semester pada
yang digunakan dalam pengambilan sampel ini semester ganjil. Pada kegiatan praktikum, siswa
adalah teknik purposive sampling, yaitu diberikan lembar kerja yang didalamnya berisi
pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan wacana-wacana dalam kehidupan sehari-hari yang
tertentu (Sugiyono, 2010). Adapun pertimbangan berkaitan dengan materi laju reaksi. Wacana
yang dilakukan dalam pengambilan sampel ini tersebut merupakan masalah yang disajikan untuk
berdasarkan nilai akademik antara kedua kelas yang siswa yang berkaitan dengan tahapan orientasi
hampir sama dan penyesuaian jadwal mata siswa pada masalah. Setelah membaca wacana
pelajaran pada masing-masing kelas. tersebut, siswa mampu menentukan apa saja yang
Instrumen penelitian yang digunakan dalam harus mereka lakukan yang berkaitan dengan
penelitian ini adalah tes essai dan lembar observasi. tahapan mengorganisasikan siswa untuk belajar.

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 120-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Fitriani D, Milama B, Irwandi D

Selanjutnya, siswa dapat melakukan praktikum yang diperoleh dari kedua kelompok tersebut
secara lebih mandiri yang berkaitan dengan tahapan adalah sebagai berikut:
investigasi individual dan kelompok. Ketika
Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan
praktikum selesai dilakukan, siswa diharapakan
Kelompok Kontrol
mampu membuat hasil praktikum yang berkaitan
dengan tahapan mengembangkan dan Sebelum diberikan perlakuan yang berbeda
mempresentasikan hasil karya. Setelah itu, hasil antara kelompok eksperimen dengan kelompok
praktikum yang telah dibuat dan dipresentasikan kontrol, diperoleh hasil perhitungan data pretest
siswa akan dievaluasi secara bersama dan dibantu dari kedua kelompok tersebut. Secara umum dapat
oleh guru. Hal itu berkaitan dengan tahapan dilihat seperti pada Tabel 1.
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan Tabel 1. Hasil Pretest Kemampuan Literasi Sains Siswa
masalah. Dengan begitu, tahapan pembelajaran pada Dimensi Kompetensi Sains
berbasis masalah dapat terlaksana dalam kegiatan Pretest
Data
Eksperimen Kontrol
praktikum yang telah dilakukan. Nilai Tertinggi 38 47
Dalam teknik analisis data dilakukan uji Nilai Terendah 15 15
prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji normalitas dan Rata-rata 30,74 32,73
uji homogenitas. Setelah dilakukan kedua uji
Median 31 32
prasyarat tersebut pada data pretest dan posttest,
Modus 38 28
dan sampel dinyatakan normal dan homogen maka
dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji hipotesis pun Jumlah siswa 34 34
dilakukan pada data pretest dan posttest. Uji
Untuk mengetahui persentase dari masing-
hipotesis yang digunakan adalah uji-t (t-test).
masing indikator kemampuan literasi sains pada
Dari data pretest maupun posttestkelompok dimensi kompetensi sains hasil pretest, dapat dilihat
eksperimen dan kontrol, dihitung penskorannya dan pada Tabel 2.
ditentukan nilainya. Dari nilai tersebut dapat
Tabel 2. Persentase (%) Indikator Kemampuan Literasi
ditentukan nilai rata-rata, median dan modus. Sains Siswa pada Dimensi Kompetensi Sains Hasil
Selain itu, untuk data posttest kelompok Pretest Kelas Eksperimen (E) dan Kelas Kontrol (K)
eksperimen dan kontrol dilakukan perhitungan Indikator
Pretest
Literasi Sains
persentase penguasaan literasi sains siswa dari pada Dimensi
Kompetensi E Kategori K Kategori
setiap indikator dimensi kompetensi sains dengan Sains
perhitungan sebagai berikut: (Riduwan, 2013) Mengidentifikasi 46,18 kurang 48,38 kurang
isu ilmiah
𝒔𝒌𝒐𝒓𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 Menjelaskan 25,74 gagal 26,47 gagal
Persentase = 𝒔𝒌𝒐𝒓𝒎𝒂𝒌𝒔𝒊𝒎𝒂𝒍 x 100% fenomena ilmiah
Menggunakan 21,32 gagal 23,04 gagal
bukti ilmiah
Setelah dilakukan perhitungan, maka dapat Rata-rata 31,08 gagal 32.63 gagal
diketahui hasilnya termasuk dalam kategori seperti
apa dengan berdasarkan kriteria berikut 1). 80 – Tabel 3. Hasil Posttest Kemampuan Literasi Sains Siswa
pada Dimensi Kompetensi Sains
100 Baik sekali; 2) 40-55 Kurang; 3) 66 – 79 Baik; Posttest
4) 30-39 Gagal; dan 5) 56 – 65 Cukup (Arikunto, Data
Eksperimen Kontrol
2012). Nilai Tertinggi 88 83
Nilai Terendah 60 50
Rata-rata 79,20 64,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Median 81 63
Modus 82 58
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Jumlah siswa 34 34
diperoleh data hasil pretest dan posttest kedua
kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Adapun data hasil penelitian

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 121-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Tabel 4. Persentase (%) Indikator Kemampuan Literasi Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa dari
Sains Siswa pada Dimensi Kompetensi Sains Kelas data pretest kelompok eksperimen dan kelompok
Eksperimen (E) dan Kelas Kontrol (K)
Indikator kontrol diperoleh Fhitung = 1,69 dan dari tabel harga
Pretest
Literasi Sains distribusi F dengan taraf signifikan (α) = 0,05
pada Dimensi
Kompetensi E Kategori K Kategori dengan jumlah siswa 68 (n1 = 34, n2 = 34), maka
Sains didapat harga Ftabel = 1,79. Berdasarkan hasil
Mengidentifikasi 80,29 baik sekali 67,06 baik
isu ilmiah tersebut, maka Fhitung < Ftabel. Dengan demikian
Menjelaskan 75,37 baik 58,64 cukup maka nilai pretest kelompok eksperimen dan
fenomena ilmiah
Menggunakan 80,15 baik sekali 64,83 cukup kontrol adalah homogen.
bukti ilmiah
Rata-rata 78,6 baik 63,51 cukup Uji Hipotesis

Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Uji hipotesis dalam penelitian ini
Kelompok Kontrol menggunakan uji-t. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
Berdasarkan hasil perhitungan data posttest signifikan antara nilai pretest antara kedua
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, rata- kelompok.uji-t pretest antara kelompok eksperimen
rata nilai posttest kemampuan literasi sains pada dengan kelompok kontrol pada taraf signifikan 0,05
dimensi kompetensi sains kelompok eksperimen dengan derajat kebebasan df = (n1+n2)-2 = 66
lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok diperoleh ttabel = 1,99. Sedangkan thitung = 1,21.
kontrol. Secara umum hasil yang diperoleh Dalam melakukan pengujian tersebut diajukan
disajikan pada Tabel 3. hipotesis berikut.
Data posttest yang diperoleh tersebut, dapat
H0: Tidak terdapat perbedaan hasil pretest
pula dilakukan perhitungan persentase dari masing-
masing indikator kemampuan literasi sains siswa antara siswa kelompok eksperimen dengan
siswa kelompok kontrol
pada dimensi kompetensi sains. Adapun hasilnya
dapat dilihat pada Tabel 4. H1:Terdapat perbedaan hasil pretest antara
siswa kelompok eksperimen dengan siswa
Uji Prasyarat Sampel
kelompok kontrol
Uji prasyarat sampel dilakukan dengan
menggunakan data pretest yang meliputi uji Berdasarkan hasil tersebut thitung < ttabel, yaitu
1,21 < 1,99 sehingga H0 diterima. Dengan demikian
normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas
dalam penelitian ini dilakukan dengan hasil pretest siswa antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol menunjukkan tidak
menggunakan uji Liliefors. Sedangkan, uji
homogenitas yang digunakan, yaitu uji Fischer. adanya perbedaan.
Adapun hasilnya adalah pada Tabel 5 dan Tabel 6. Uji Prasyarat Analisis
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas Pretest Uji prasyarat analisis dilakukan dengan
Pretest menggunakan data posttest yang meliputi uji
Data Kesimpulan
Eksperimen Kontrol normalitas dan uji homogenitas. Adapun hasilnya
N 34 34
Data
adalah pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Lhitung 0,125 0,134 berdistribusi Tabel 7.Hasil Uji Normalitas Posttest
Ltabel 0,152 0,152 normal
Pretest
Data Kesimpulan
Eksperimen Kontrol
Tabel 6. Hasil Uji Homogenitas Pretest N 34 34
Statistik Data
Lhitung 0,095 0,139 berdistribusi
s2 Eksperimen 35,1
s2 Kontrol 59,3 Ltabel 0,152 0,152 normal
Fhitung 1,69
Ftabel 1,79
Kesimpulan Homogen

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 122-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Fitriani D, Milama B, Irwandi D

Tabel 8. Hasil Uji Homogenitas Posttest lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Statistik Hal tersebut dikarenakan adanya penerapan model
s2 Eksperimen 42,71
s2 Kontrol 71,50
pembelajaran berbasis masalah pada kelompok
Fhitung 1,67 eksperimen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
Ftabel 1,79 dilakukan oleh Wulandari yang menyatakan bahwa
Kesimpulan Homogen
penggunaan model pembelajaran berbasis masalah
Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa dapat meningkatkan kemampuan literasi sains
dari data posttest kelompok eksperimen dan siswa (Wulandari, 2013).
kelompok kontrol diperoleh Fhitung = 1,67 dan dari Dalam penelitian ini, pembelajaran berbasis
tabel harga distribusi F dengan taraf signifikan (α) masalah diterapkan dalam suatu kegiatan
= 0,05 dengan jumlah siswa 68 (n1 = 34, n2 = 34), praktikum. Dengan adanya penerapan model
maka didapat harga Ftabel = 1,79. Berdasarkan hasil pembelajaran tersebut, siswa membangun konsep
tersebut, maka Fhitung < Ftabel. Dengan demikian atau prinsip berdasarkan kemampuannya sendiri
maka nilai posttest kelompok eksperimen dan yang mengintegrasikan keterampilan dan
kontrol adalah homogen. pengetahuan yang sudah dipahami sebelumnya
Uji Hipotesis (Rusman, 2014). Selain itu, lingkungan belajar
dalam pembelajaran berbasis masalah menekankan
Berdasarkan hasil uji-t data posttest antara
pada peran sentral siswa bukan pada guru (Rusman,
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol
2014). Dengan hal tersebut, menjadikan siswa
pada taraf signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan
berperan lebih aktif dibandingkan guru dan siswa
df = (n1+n2) - 2 = 66 diperoleh ttabel = 1,99.
menjadi pusat pembelajaran. Adanya hasil yang
Sedangkan thitung = 8,27. Berdasarkan hasil tersebut
lebih baik pada kelompok eksperimen ketika
maka dapat dinyatakan thitung > ttabel, yaitu 8,27 >
diterapkannya model pembelajaran berbasis
1,99 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan
masalah disebabkan pula saat berlangsungnya
demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
pembelajaran siswa menjadi lebih semangat dan
perbedaan yang signifikan antara hasil posttest
termotivasi. Hal ini sesuai dengan teori yang
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
menyatakan bahwa dengan pembelajaran berbasis
PEMBAHASAN masalah, pengetahuan siswa, serta minat dan
motivasinya terus ditingkatkan (Toharudin, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Selama pembelajaran berlangsung, siswa pun
pengaruh penerapan model pembelajaran berbasis
melakukan berbagai aktivitas secara berkelompok.
masalah terhadap kemampuan literasi sains siswa
Mereka saling menjelaskan, saling berdiskusi dan
pada dimensi kompetensi sains dalam materi laju
saling membantu antara sesama anggota dalam
reaksi. Pada kelompok eksperimen diterapkan
kelompok untuk memecahkan masalah yang
model pembelajaran berbasis masalah sedangkan
disajikan oleh guru. Dengan pembelajaran seperti
pada kelompok kontrol diterapkan pembelajaran
itu, siswa menjadi lebih mudah memahami ketika
konvensional dengan metode ceramah dan tanya-
merasa kesulitan terhadap materi atau permasalahan
jawab.
yang belum dimengerti. Apalagi setiap anggota
Berdasarkan perhitungan uji hipotesis dengan
dalam kelompok adalah teman sebaya yang
menggunakan uji-t pada data posttest kelompok
menjadikan siswa tidak merasa canggung untuk
eksperimen dan kontrol, hasilnya menunjukkan
bertanya antara sesama teman yang lebih paham
bahwa terdapat perbedaan kemampuan literasi sains
ketika ada hal yang belum dimengerti. Sehingga
pada dimensi kompetensi sains antara kedua
kegiatan belajar pada siswa pun dapat terlaksana
kelompok tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai
dengan baik. Hal ini sejalan dengan teori menurut
thitung > ttabel (8,27 > 1,99) sehingga hipotesis H0
Vygotsky yang menyatakan bahwa belajar terjadi
ditolak. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan
melalui interaksi sosial dengan guru dan teman
bahwa kemampuan literasi sains siswa pada
sebaya yang lebih mampu (Toharudin, 2011).
dimensi kompetensi sains kelompok eksperimen

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 123-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Selain itu, kegiatan praktikum yang Hal ini disebabkan, pada kelompok
dilaksanakan dalam proses pembelajaran dengan eksperimen ketika pembelajaran berlangsung
berdasarkan pembelajaran berbasis masalah dilakukan tahapan pembelajaran berbasis masalah,
menjadikan siswa terlibat langsung sehingga yaitu orientasi siswa pada masalah dan
pembelajaran akan menjadi lebih bermakna. Hal ini mengorganisasikan siswa untuk melakukan
menyebabkan siswa memahami materi tidak hanya penyelidikan. Dengan tahapan tersebut siswa
pada konsep saja tapi mampu memahami proses mempelajari dan mengidentifikasi masalah yang
penemuannya. Sedangkan, pada kelompok kontrol disajikan serta berusaha mencari cara yang harus
dapat diketahui bahwa hasil kemampuan literasi dilakukan dalam penyelesaian masalah secara
sainsnya lebih rendah. Hal ini dikarenakan metode mandiri dan menerapkannya dalam suatu kegiatan
pembelajaran yang diterapkan hanya ceramah dan praktikum. Hal ini sesuai dengan teori yang
tanya jawab. Dengan metode tersebut siswa hanya menyatakan bahwa dengan diberikannya masalah
mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh guru dapat mendorong keseriusan, inquiry, dan berpikir
tanpa terlibat langsung dan mendapatkan melalui cara yang bermakna dan sangat kuat
pengalaman secara langsung dalam kegiatan (powerful) (Rusman, 2012).
pembelajaran. Sehingga siswa kurang aktif dalam
Selain itu, dengan melakukan tahapan tersebut
memahami materi yang menyebabkan kemampuan
pun siswa mampu mengidentifikasi dan
literasi sains pada dimensi kompetensi sains pun
menentukan segala kebutuhan yang diperlukan
menjadi kurang dapat meningkat.
serta mulai memikirkan bagaimana tahapan dalam
Adanya hasil yang lebih baik pada kelompok
penyelidikan yang akan dilakukan. Kegiatan
eksperimen pun dapat dilihat dari setiap indikator
mengidentifikasi pun dilakukan saat tahapan
kemampuan literasi sains pada dimensi kompetensi
investigasi siswa secara mandiri dan kelompok.
sains terhadap data posttest yang dapat ditunjukkan
Pada tahapan ini siswa terlebih dahulu melakukan
pada Gambar 1.
identifikasi terhadap reaksi atau akibat yang
Berdasarkan gambar tersebut menunjukkan
ditimbulkan ketika permulaan dilakukannya
bahwa dari setiap indikator kemampuan literasi
praktikum dari setiap permasalahan yang disajikan.
sains siswa pada dimensi kompetensi sains pun
Dengan hal tersebut, menyebabkan siswa dapat
lebih besar pada kelompok eksperimen
terlatih kemampuannya dalam mengidentifikasi isu
dibandingkan kelompok kontrol. Indikator
ilmiah sehingga menjadi lebih baik.
mengidentifikasi isu ilmiah pada kelompok kontrol
termasuk pada kategori baik sedangkan pada Untuk indikator menjelaskan fenomena ilmiah,
kelompok eksperimen termasuk pada kategori baik termasuk pada kategori cukup untuk kelompok
sekali. kontrol dan kategori baik untuk kelompok
eksperimen. Hasil yang lebih besar pada kelompok
90 80,29 80,15
80 75,37 eksperimen disebabkan saat pembelajaran
67,06
70 64,83 berlangsung dilakukan tahapan investigasi
58,64
60 individual dan kelompok. Melalui tahapan tersebut
50
guru mendorong siswa untuk memperoleh
40
30
informasi yang tepat, akurat, dan melaksanakan
20 eksperimen serta mencari penjelasan dan solusi
10 (Toharudin, 2010). Dengan hal tersebut, siswa
0 dapat menjelaskan fenomena yang disajikan dalam
Mengidentifikasi Menjelaskan Menggunakan
isu ilmiah fenomena ilmiah bukti ilmiah permasalahan melalui investigasi secara langsung
yang mengakibatkan hasilnya pun lebih bermakna.
Kontrol Eksperimen
Dengan pembelajaran seperti itu, siswa akan lebih
Gambar 1. Persentase posttest indikator kemampuan mudah memahami dan mampu menjelaskan terkait
tliterasi sains siswa pada dimensi kompetensi sains materi yang sedang dipelajari. Hal ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa belajar yang

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 124-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Fitriani D, Milama B, Irwandi D

paling baik adalah belajar melalui pengalaman Hakikat Sains pada SMP di Kabupaten
langsung (Dimyati, 2006). Lombok Timur. Jurnal Program Pasca
sarjana Universitas Pendidikan Ganesha 3.
Pada indikator menggunakan bukti ilmiah,
menunjukkan kategori baik sekali pada kelompok Arends RI. 2007. Learning to Teach. New York:
eksperimen dan kategori cukup pada kelompok McGraw-Hill.
kontrol. Hal tersebut dikarenakan pada kelompok
Center for Science, Mathematics, and Engineering
eksperimen siswa melakukan tahapan pembelajaran
Education. 1998. Every Child A Scientist
mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya
Achieving Scientific Literacy for All.
serta menganalisis dan mengevaluasi proses
Washington DC: National Academy Press.
pemecahan masalah. Ketika mengembangkan dan
mempresentasikan hasil karya, secara langsung Dimyati, Mudjiono. 2006. Belajar dan
siswa terlibat dengan bukti yang diperoleh Pembelajaran. Jakarta: Departemen
berdasarkan percobaan yang telah mereka lakukan. Pendidikan dan Kebudayaan dan Rineka
Siswa pun membuat laporan percobaan secara Cipta, Cet. 3.
berkelompok, dimana ketika membuat laporan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012.
tersebut siswa melibatkan bukti berupa data yang Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta:
diolah menjadi betuk lain, seperti membuat grafik Kemendikbud.
maupun memberikan kesimpulan berdasarkan data
sebelum mereka mempresentasikannya. Hal ini Loughran J et.al. 2011. Scientific Literacy Under
menyebabkan siswa terlatih dalam menggunakan the Microscope A Whole School
bukti yang berupa data ilmiah dan dapat Approach to Science Teaching and Learning.
mempresentasikannya. Rotterdam: Sense Publishers.

Untuk tahapan pembelajaran menganalisis dan Organization for Economic Co-operation and
mengevaluasi, siswa pun harus dapat memahami Development (OECD). “Measuring Student
bukti yang berupa data, baik yang diperoleh Knowledge and Skills The PISA 2000
berdasarkan hasil praktikum maupun yang Assessment of Reading, Mathematical and
diberikan oleh guru ketika diberikan beberapa soal Scientific
evaluasi. Dengan hal tersebut siswa menjadi terlatih Literacy”.http://www.oecd.org/education/sch
dalam menggunakan bukti yang diperoleh secara ool/programmeforinternationalstudentassess
ilmiah. Sehingga indikator menggunakan bukti mentpisa/3369279.
ilmiah menunjukkan hasil yanglebih baik Organization for Economic Co-operation and
dibandingkan kelompok kontrol. Development (OECD). “The PISA 2003
Assesment Frame work-Mathematics,
PENUTUP Reading, Science and Problem Solving
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, Knowledge and Skills”.
maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran http://www.oecd.org/edu/school/programmef
berbasis masalah memberikan pengaruh positif orinternationalstudentassessmentpisa/336948
terhadap kemampuan literasi sains siswa pada 81.pdf, 2 Januari 2014.
dimensi kompetensi sains dalam materi laju reaksi. Organization for Economic Co-operation and
Hal ini berdasarkan perhitungan statistik uji-t data Development (OECD). “Assessing Scientific,
posttest, nilai thitung sebesar 8,27 dan ttabel sebesar Reading and Mathematical Literacy”,
1,99 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga thitung http://www.oecd.org/edu/school/assessingsci
> ttabel maka H1 diterima. entificreadingandmathematicalliteracyaframe
workforpisa2006.html.
DAFTAR PUSTAKA
Organization for Economic Co-operation and
Ali LU, AliI WS, AAIAR Sudiatmika. 2013.
Development (OECD). “PISA 2009 Results:
Pengelolaan Pembelajaran IPA Ditinjau dari

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 125-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281
Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah

What Students Know and Can Do Student Sadia IW. 2008. Model Pembelajaran yang Efektif
Performance In reading, Mathematics and untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir
Science Vol. 1”. Kritis (Suatu Persepsi Guru). Jurnal
http://www.oecd.org/pisa/pisaproducts/48852 Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA No.
548.pdf, 17 Desember 2013. 2.
Organization for Economic Co-operation and Sanjaya W. 2006. Strategi Pembelajaran
Development (OECD). “PISA 2012 Results Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
in Focus What 15-year-olds Know and That Edisi 1. Jakarta: Kencana Prenada Media,
They Can Do With What They Know”. Cet. 8.
http://www.oecd.org/pisa/keyfindings/pisa-
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan
2012-results-overview.pdf, 3 Februari 2014.
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R &
Pusat Kurikulum Badan Penelitian Dan D. Bandung: Alfabeta, Cet. 11.
Pengembangan Departemen Pendidikan
Suharsini M, Dyah S. 2007. Kimia dan Kecakapan
Nasional. 2007. Naskah Akademik Kajian
Hidup. Jakarta: Ganeca Exact.
Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA.
Jakarta: Depdiknas. Toharudin U, Sri Hendrawati, Andrian R. 2011.
Membangun Literasi Sains Peserta Didik.
Riduwan, Sunarto. Pengantar Statistikauntuk
Bandung: Humaniora, Cet. 1.
Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi,
Komunikasi, dan Bisnis. 2013. Bandung: Wulandari A. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran
Alfabeta, Cet. 6. Berbasis Masalah terhadap Kemampuan
Literasi Sains Siswa SD Kelas V Pada Materi
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran
Kegiatan Manusia yang Mengubah
Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Permukaan Bumi. Skripsi pada Pendidikan
Edisi 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Guru Sekolah Dasar Bandung. tidak
Cet. 5.
dipublikasikan.

Copyright © 2017 EDUSAINS | Volume 9 Nomor 02 Tahun 2017, 126-126


This is an open access article under CC-BY-SA licence | p-ISSN 1979-7281 | e-ISSN 2443-1281

Anda mungkin juga menyukai