Anda di halaman 1dari 2

Penatalaksanaan Krisis Hipertensi

Andreas Arie

Abstrak

Pada pasien hipertensi dapat terjadi krisis hipertensi. Yaitu suatu kegawatan
hipertensi di mana terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi, tekanan darah
sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg, dan
peningkatannya terjadi dalam waktu yang relatif pendek. Hal penting yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan krisis hipertensi adalah ada tidaknya kerusakan
organ target, di mana hal ini lebih penting daripada sekedar menurunkan tekanan darah.

Penderita krisis hipertensi dapat jatuh dalam keadaan yang mengancam jiwa. Oleh
karena itu pengenalan terhadap krisis hipertensi dan penatalaksanaan yang cepat perlu
dipahami. Untuk mendapatkan hasil tata laksana yang baik maka perlu diketahui gejala
dan tanda, serta obat-obat anti hipertensi yang tepat baik oral maupun parenteral.

Ada 2 teori patofisiologi krisis hipertensi yaitu over regulation, di mana kenaikan
tekanan darah akan menyebabkan spasme berat arteriol yang berakibat berkurangnya
perfusi ke organ target termasuk otak dan jantung atau permeabilitas kapiler yang
menngkat akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema otak, dan mikroinfark.
Mekanisme lain adalah breakthrouh of cerebral autoregulation, di mana jika tekanan
darah mencapai ambang tertentu maka terjadi transudasi, mikroinfark, udema otak.

Krisis hipertensi dibagi menjadi kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies)


jika terdapat keterlibatan organ target dan hipertensi mendesak (hypertensive urgencies)
jika tidak didapatkan adanya keterlibatan organ target.

Kegawatan hipertensi adalah hipertensi berat dengan disfungsi akut organ target,
seperti iskemia koroner, strok, perdarahan intraserebral, edema paru, atau gagal ginjal
akut. Kegawatan hipertensi memerlukan penurunan tekanan darah yang segera, dimana
tekanan darah harus segera diturunkan dalam 1 jam, dengan obat antihipertensi intravena.
Hipertensi mendesak (hypertensive urgencies) adalah hipertensi berat yang tidak disertai
tanda disfungsi organ target. Pada hipertensi mendesak penurunan tekanan darah dapat
dilakukan secara lebih perlahan dalam 24 jam, dengan obat antihipertensi secara per oral,
atau kadang-kadang parenteral.Penurunan tekanan darah sebaiknya tidak terlalu cepat,
kira-kira 20-25% dibanding MAP sebelumnya. Penurunan tekanan darah yang terlalu
cepat juga menyebabkan gangguan perfusi.Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan
sampai normal atau hipotensi, kecuali pada diseksi aorta.
Obat antihipertensi parenteral yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan
darah secara cepat pada kegawatan hipertensi misalnya nitrogliserin jika hipertensi
disertai iskemia atau infark miokard karena obat ini mempunyai efek vasodilator koroner.
Nitrogliserin juga melebarkan pembuluh darah otak sehingga dapat menimbulkan sakit
kepala. Obat lain yang juga bermanfaat untuk memperbaiki perfusi miokard adalah
golongan penyekat beta seperti metoprolol atau labetalol. Apabila terdapat gagal jantung
kongestif maka selain nitrogliserin pemberian natrium nitroprusid dapat menjadi pilihan
karena menurunkan preload dan afterload.Pada gagal ginjal pemberian antagonis kalsium
seperti nikardipin dan diltiazem dapat menjadi pilihan. Diltiazem dapat digunakan pula
pada keadaan angina dan gangguan irama jantung sebagai rate control. Obat anti
hipertensi parenteral lain yang dapat dipakai adalah klonidin. Pemakaian klonidin perlu
pengurangan dosis (tappering) yang hati-hati karena kecenderungan rebound phenomen
yang tinggi. Untuk obat hipertensi oral ada banyak jenisnya, yaitu golongan ACE-I, ARB,
CCB, BB, Diuretik.

Anda mungkin juga menyukai