Anda di halaman 1dari 17

Struktur dan Mekanisme Ginjal

Roykedona Lisa Triksi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk hidup selain membutuhkan makanan juga membutuhkan air
minum sebagai cairan tubuh. Ketika kita selesai beraktivitas apalagi setelah berolah raga
berat, biasanya kita akan berkeringat. Setelah itu kita akan merasa haus dan kemudian minum
air. Minuman itulah yang menjadi pengganti cairan tubuh yang hilang karena keluar lewat
keringat. Pengaturan homeostasis cairan tubuh itu dilakukan oleh organ ginjal kita. Selain
cairan tubuh, ginjal juga mengatur homeostasis asam basa, osmolaritas, mengatur hormonal,
metabolisme dan juga ekskresi.

Sesuai dengan skenario, seorang laki-laki 58 tahun mengeluh bengkak pada kaki sejak
empat bulan yang lalu dan terasa makin parah sejak dua minggu ini. Hal itupun disertai
dengan perut membuncit dan mengalami pitting edema dan ascites. Pitting adalah cekungan
yang bertahan selama beberapa menit setelah dilakukan penekanan kuat dengan jari tangan,
edema adalah pengumpulan cairan secara abnormal di ruang interseluler tubuh, dan ascites
adalah efusi dan akumulasi cairan serosa di rongga abdomen.1 Hal ini diduga karena
terjadinya gangguan keseimbangan cairan tubuh. Maka dari itu penulis akan mencoba
membahas struktur makro dan mikro organ yang terkait dengan keadaan ini, yaitu ginjal.
Selain itu akan dibahas pula mekanisme kerja dan juga sistem hormonal.

Alamat korespondensi: Roykedona Lisa Triksi (102011207)


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : roykedona@gmail.com

1
Struktur Makro Ginjal

Pembahasan ini merupakan pembahasan tentang sistem urinaria. Sistem urinaria


terdiri dari dua ginjal yang memproduksi urin, dua ureter yang membawa urin ke dalam
sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urin ke
luar tubuh melalui orifisium uretra eksterna. Namun organ terkait yang berhubungan dengan
skenario ini adalah ginjal.

Gambar 1. ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan
terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan
adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11
(vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12.
Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari
krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
 Korteks adalah bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsula Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
 Medula terdiri dari 9-14 massa-massa triangular yang disebut pyiramid. Di dalamnya
terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis adalah bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis adalah bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

2
 Hilus renalis adalah suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis adalah bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
 Kaliks minor merupakan percabangan dari calix major.
 Kaliks major merupakan percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis adalah bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.
 Ureter adalah saluran yang membawa urin menuju vesika urinaria.

Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari satu piramida ginjal,
kolumna yang saling berdekatan. Dan jaringan korteks yang melapisinya.

Gambar 2. Unit nefron


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Satu ginjal mengandung satu sampai empat juta
nefron yang merupakan unit pembentuk urin. Setiap nefron memiliki satu komponen vaskular
(kapilar) dan satu komponen tubular.2
Struktur nefron terdiri dari:2
1. Glomerulus adalah gulungan kapilar yang dikelilingi kapsula epitel berdinding ganda
yang disebut kapsula Bowman. Glomerulus dan kapsula Bowman bersama-sama
membentuk korpuskel ginjal.
a) Lapisan viseral kapsula Bowman adalah lapisan internal epitelium. Sel-sel
lapisan viseral dimodifikasi menjadi podosit (“sel seperti kaki”), yaitu sel-sel
epitel khusus disekitar kapiler glomerular.
3
b) Lapisan parietal kapsula Bowman membentuk tepi terluar korpuskel ginjal.
Pada kutub vaskular korpuskel ginjal, arteriol eferen keluar dari glomerulus.
Sedangkan pada kutub urinarius korpuskel ginjal, glomerulus memfiltrasi
aliran yang masuk ke tubulus kontortus proksimal.
2. Tubulus kontortus proksimal panjangnya mencapai 15mm dan sangat berliku. Pada
permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelia kuboid yang
kaya akan mikrovilus (brush border) dan memperluas area permukaan lumen.
3. Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai desenden ansa henle
yang masuk ke dalam medula, membentuk lengkungan jepit yang tajam(lekukan), dan
membalik ke atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
a) Nefron korteks terletak di bagian terluar korteks. Nefron ini memiliki lekukan
pendek yang memanjang ke sepertiga bagian atas medula.
b) Nefron jugstamedular terletak di dekat medula. Nefron ini memiliki lekukan
panjang yang menjulur ke dalam piramida medula.
4. Tubulus kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5mm dan membentuk
segmen terakhir nefron.
a) Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding arteriol aferen.
Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol mengandung sel-sel
termodifikasi yang disebut makula densa. Makula densa berfungsi sebagai
suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion natrium.
b) Dinding arteriol aferen yang bersebelahan dengan makula densa mengandung
sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel jukstaglomerular. Sel ini
distimulasi melalui penurunan tekanan darah yang memproduksi renin.
c) Makula densa, sel jukstaglomerular dan sel mesangium saling bekerja sama
untuk membentuk aparatus jukstaglomerular yang penting dalam pengaturan
tekanan darah.
5. Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul berdesenden di
korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke sejumlah tubulus kontortus distal.
Tubulus pengumpul membentuk duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus
pengumpul membentuk tuba yang lebih besar yang mengalirkan urin ke dalam kaliks
minor, kaliks minor bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis
ginjal, urin dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.

4
Struktur Mikro Ginjal

Ginjal dibagi atas daerah luar, yaitu korteks dan daerah dalam, yaitu medula. Korteks
ditutupi simpai jaringan ikat dan jaringan ikuat perirenal, dan jaringan lemak.3

Gambar 3. Korteks dan Piramid tampak menyeluruh.


Di dalam korteks terdapat tubuli kontortus, glomeruli, tubuli lurus, dan berkas medula.
Korteks juga mengandung korpuskulum renal (Bowman dan glomeruli), tubuli kontortus
proksimal dan distal nefron di dekatnya, arteri interlobular dan vena lobular, berkas medular
mengandung bagian-bagian lurus nefron dan duktus koligens. Berkas medula tidak meluas ke
dalam kapsula ginjal karena ada zona sempit tubuli kontorti.3
Medula dibentuk oleh sejumlah piramid renal. Dasar setiap piramid menghadap
korteks dan apeksnya mengarah ke dalam. Apeks piramid renal membentuk papila yang
terjulur ke dalam kaliks minor. Medula juga mengandung ansa Henle dan duktus koligentes.
Duktus koligentes bergabung di medula membentuk duktus papilaris yang besar.3

5
Papila biasanya ditutupi epitel selapis silindris. Saat epitel ini berlanjut ke dinding luar
kaliks, epitel ini menjadi epitel transisional. Di bawah epitel, terdapat selapis tipis jaringan
ikat dan otot polos yang kemudian menyatu dengan jaringan ikat sinus renalis.3
Lapisan viseral kapsula glomerular terdiri atas sel epitel yang dimodifikasi, disebut
podosit. Sel-sel ini mengikuti kontur glomerulus dengan rapat dan membungkus kapiler-
kapilernya. Di kutub (polus) vaskular, epitel viseral membalik membentuk lapisan parietal
kapsula glomerular. Ruang di antara lapisan viseral dan parietal adalah rongga kapsula yang
akan menjadi lumen tubulus kontortus proksimal di polus urinarius. Di polus urinarius, epitel
gepeng lapisan parietal berubah menjadi epitel kuboid tubulus kontortus proksimal.3
Segmen lurus tubuli proksimal serupa dengan tubulus kontortus proksimal dan segmen
lurus tubuli distal yang serupa dengan tubulus kontortus distal. Duktus koligentes dapat
dikenali karena sel-selnya kuboid pucat dan membran basalnya yang jelas terlihat. Medula
hanya mengandung bagian-bagian lurus tubuli dan segmen tipis ansa Henle. Di bagian luar
medula terlihat segmen tipis ansa Henle yang dilapisi epitel gepeng, segmen lurus tubuli
distal, dan duktus koligentes.3
Korpuskulum renal menampakkan kapiler glomerular, epitel parietal dan viseral
kapsula Bowman, dan ruang kapsular. Brush border yang tampak jelas dan sel asidofilik
membedakan tubuli kontortus proksimal dengan tubuli kontortus distal yang selnya lebih
kecil dan pucat tanpa brush border. Sel-sel tubulus koligens berbentuk kuboid, dengan batas
sel jelas dan sitoplasma pucat bening. Membran basal yang jelas mengelilingi tubuli ini.3
Papila ginjal mengandung bagian-bagian terminal duktus koligens, yaitu duktus
papilaris. Duktus ini berdiameter besar dengan lumen lebar dan dilapisi sel silindris tinggi dan
terpulas pucat. Di sini juga terdapat potongan segmen tipis ansa Henle dan segmen lurus
tubuli kontortus distal. Jaringan ikat lebih banyak di daerah ini dan duktus koligens tidak
begitu berhimpitan.3
Perdarahan ginjal

Gambar 4. Perdarahan ginjal

6
Arteri yang mendarahi ginjal adalah arteri renalis. Arteri renalis berasal dari aorta
setinggi vertebra lumbalis II. Masing-masing arteria renalis biasanya bercabang menjadi lima
arteriae segmentales yang masuk ke dalam hilum renalis. Arteriae ini mendarahi segmen-
segmen atau area renalis yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari arteria segmentalis,
masing-masing satu buah untuk satu pyramid renalis. Sebelum masuk substansia renalis,
setiap arteria lobaris mempercabangkan dua atau tiga arteriae interlobares. Arteriae
interlobares berjalan menuju cortex di antara pyramides renales. Pada perbatasan cortex dan
medula renalis, arteriae interlobares bercabang menjadi arteriae arcuate yang melengkung di
atas basis pyramides renales. Arteriae arcuatae mempercabangkan sejumlah arteriae
interlobulares yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriolae aferen glomerulus merupakan
cabang arteriae interlobulares. Vena renalis keluar dari hilum renale di depan arteria renalis
dan mengalirkan darah ke vena cava inferior.4
Serabut-serabut aferen ren berjalan melalui plexus renalis masuk ke medulla spinalis
melalui nervi thoracici. Aliran limfenya adalah nodi aortici laterales di sekitar pangkal arteria
renalis.4
Fungsi Ginjal
Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar membantu
mempertahankan stabilitas lingkungan cairan interstisial.5
1. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh.
2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai, terutama melalui regulasi
keseimbangan H2O. Fungsi ini pentung untuk mencegah fluks-fluks osmotik masuk
atau keluar sel, yang masing-masing dapat menyebabkan pembengkakan atau
penciutan sel yang merugikan.
3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion cairan ekstraseluler, termasuk
natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen (H+),
bikarbonat (HCO3-), fosfat (PO43-), sulfat (SO42-), dan magnesium (Mg2+). Bahkan
fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam cairan ekstraseluler dapat
berpengaruh besar,
4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam pengaturan jangka
panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan melalui peran regulatorik ginjal
dalam keseimbangan garam dan H2O.
5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat dengan
menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin.

7
6. Mengeluarkan produk-produk akhir metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan
kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk maka bahan-bahan sisa ini menjadi racunm
terutama bagi otak.
7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat aditif makanan, pestisida, dan
bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
8. Menghasilkan eritropoetrinm suatu hormon yang merangsang produksi sel darah
merah.
9. Menghasilkan renin, suatu hormon enzim yang memicu suatu reaksi berantai yang
penting dalam penghematan garam oleh ginjal.
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
Mekanisme Kerja Ginjal
Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin: filtrasi glomerulus,
reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubular. Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, 20%
plasma bebas protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke kapsula Bowman, yang dikenal
dengan filtrasi. Setelah filtrat melalui tubulus, bahan yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus dan disebut reabsorbsi tubulus. Sekresi tubulus
adalah pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus.5
1. Filtrasi
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman harus melewati tiga
lapisan berikut yang membentuk membran glomerulus: (1) dinding kapiler glomerulus, (2)
membran basal, dan (3) lapisan dalam kapsula Bowman.5

Gambar 5. Lapisan-lapisan di membran glomerulus

8
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel gepeng, Lapisan ini
memiliki banyak pori besar yang menyebabkan 100 kali lebih permeabel terhadap H 2O dan
zat terlarut daripada kapiler di bagian lain tubuh.5
Protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori
kapiler, tetapi pori ini masih dapat melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun,
karena bermuatan negatif maka glikoprotein menolak albumin dan protein plasma lain, yang
juga bermuatan negatif. Karena itu, protein plasma hampir tidak terdapat di dalam filtrat,
dengan kurang dari 1% molekul albumin berhasil lolos ke dalam kapsula Bowman.5
Lapisan akhir membran glomerulus adalah lapisan dalam kapsula Bowman. Lapisan
ini terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi glomerulus. Setiap podosit memiliki
banyak foot process memanjang yang saling menjalin dengan foot process sekitar. Celah
sempit di antara foot process yang berdampingan (celah filtrasi) membentuk jalur tempat
cairan meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen kapsula Bowman.5
Untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus terdapat gaya yang mendorong
sebagian dari plasma di glomeulus menembus lubang-lubang di membran glomerulus. Filtrasi
glomerulus dilakukan oleh gaya-gaya fisik pasif yang serupa dengan yang bekerja di kapiler
tempat lain. Tiga gaya fisik terlibat dalam filtrasi glomerulus: tekanan darah kapiler
glomerulus, tekanan osmotik koloid plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman.5
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah
di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada kontraksi jantung
dan resistensi terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen.
Tekanan osmotik koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi tak seimbang protein-
pritein plasma di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi maka protein
plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak di kapsula Bowman. Karena itu, konsentrasi
H2O lebih tinggi di kapsula Bowman daripada kapiler glomerulus.5
Tekanan hidrostatik kapsula Bowman, tekanan yang ditimbulkan oleh cairan di bagian
awal tubulus ini, diperkirakan sekitar 15 mmHg. Tekanan ini, yang cenderung mendorong
cairan keluar kapsula Bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus menuju kapsula
Bowman.5
Karena tekanan filtrasi berlebih menyebabkan filtrasi glomerulus hanyalah disebabkan
oleh ketidakseimbangan gaya-gaya fisik yang saling berlawanan antara plasma kapiler
glomerulus dan cairan kapsula Bowman, maka perubahan di salah satu dari gaya-gayta fisik
ini dapat mempengaruhi LFG.5

9
Jika resistensi arteriol aferen meningkat maka darah yang mengalir ke glomerulus
lebih sedikit sehingga LFG berkurang. Sebaliknya bila resistensi arteriol aferen berkurang
maka lebih banyak darah mengalir ke dalam glomerulus dan LFG meningkat. Terdapat
mekanisme kontrol yang mengatur LFG. Mekanisme itu adalah autoregulasi yang ditujukan
untuk mencegah perubahan spontan LFG dan kontrol simpatis ekstrinsik yang ditujukan
untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri.5 Disini yang akan dibahas hanya
autoregulasi.
Karena tekanan darah arteri adalah gaya utama yang mendorong darah masuk ke
dalam glomerulus maka tekanan darah kapiler glomerulus, dan LFG, akan meningkat
berbanding lurus dengan tekanan arteri meningkat bila faktor lain tidak berubah. Demikian
juga, penurunan tekanan darah arteri akan menyebabkan penurunan LFG. Perubahan darah
arteri akan menyebabkan penurunan LFG seperti umumnya dicegah oleh mekanisme regulasi
intrinsik yang dilakukan oleh ginjal sendiri, suatu proses yang dikenal sebagai autoregulasi.
Ginjal dengan batas-batas tertentu mempertahankan aliran darah ke dalam kapiler glomerulus
dengan mengubah-ubah kaliber arteriol aferen sehingga resistensi terhadap aliran melalui
pembuluh ini dapat disesuaikan.5
Dua mekanisme intrarenal berperan dalam autoregulasi adalah mekanisme miogenik
yang berespons terhadap perubahan tekanan di dalam komponen vaskular nefron dan
mekanisme umpan balik tubuloglomerulus yang mendeteksi perubahan kadar garam di cairan
yang mengalir melalui komponen tubular nefron.5
Mekanisme miogenik dari arteriol aferen serupa dengan autoregulasi di sistem arteriol
lain. Ketika otot di dinding arteriol teregang karena meningkatnya tekanan darah, channel ion
regang terbuka, dan sel otot terdepolarisasi. Depolarisasi membuka pintu ion Ca2+, dan otot
dinding pembuluh darah kontraksi. Vasokontriksi menambah tahanan darah yang mengalir,
dan kemudian darah yang melalui arteriol berkurang. Pengurangan darah yang mengalir
mengurangi tekanan filtrasi di glomerulus. Dengan kata lain penurunan LFG membantu tubuh
mempertahankan volume darah.6

10
Gambar 6. Mekanisme umpan balik tubuloglomerular membantu
autoregulasi LFG
Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus adalah kontrol lokal dimana cairan
mengalir melalui tubulus mempengaruhi LFG. Konfigurasi nefron yang terpilin-pilin
membuat bagian akhir dari ansa henle ascendens untuk melalui antara arteriol aferen dan
eferen. Tubulus dan dinding arteriol dimodifikasi di daerah dimana mereka bertemu satu sama
lain dan bersama-sama membentuk apparatus juxtaglomerular.6
2. Reabsorbsi
Reabsorbsi tubulus adalah porses yang sangat selektif. Semua konstituen kecuali
protein plasma memiliki konsentrasi yang sama di filtrat glomerulus dan di plasma. Pada
sebagian kasus, jumlah setiap bahan yang diserap adalah jumlah yang diperlukan untuk
mempertahankan komposisi dan volume lingkungan cairan internal yang sesuai. Karena itu
hanya sedikit konstituen plasma yang terfiltrasi dan bermanfaat bagi tubuh terdapat di urin
karena sebagian besar telah direabsorbsi dan dikembalikan ke darah. Hanya bahan esensial
yang berlebihan yang diekskresikan di urin. Sebaliknya, sebagian produk sisa yang terfiltrasi
terdapat di urin. Bahan sisa ini, yang tidak bermanfaat, sama sekali tidak direabsorbsi. Zat-zat
ini menetap di tubulus untuk dikeluarkan di urin. Sewaktu H2O dan bahan penting lain
direabsorbsi, produk-produk sisa yang tertinggal di cairan tubulus menjadi sangat pekat.5
Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus yaitu reabsorbsi aktif dan pasif. Pada reabsorbsi
pasif, semua tahap dalam transpor transepitel suatu bahan dari lumen tubulus ke plasma
bersifat pasif; yaitu tidak ada pengeluaran energi, yang terjadi adalah mengikuti penurunan
gradien osmotik. Sebaliknya transpor aktif berlangsung jiika salah satu dari tahap-tahap dalam
transpor transepitel suatu bahan memerlukan energi, melawan gradien elektrokimia.5

11
Reabsorbsi natrium bersifat unik dan kompleks. Dari energi total yang dikeluarkan
ginjal, 80% digunakan untuk transpor Na+. Tidak seperti kebanyakan zat terlarut yang
terfiltras, Na+ direabsorbsi hampir di sepanjang tubulus, tetapi dengan derajat beda-beda di
bagian yang berbeda. Natrium direabsorbsi di sepanjang tubulus kecuali di pars descendens
ansa henle. Reabsorbsi Na+ memiliki peran penting berbeda-beda di masing-masing segmen:5
1. Reabsorbsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi glukosa,
asam amino, H2O, Cl-, dan urea.
2. Reabsorbsi natrium di pars ascendens ansa henle, bersama dengan reabsorbsi Cl-,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi da
volume bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh untuk menghemat atau
mengeluarkan H2O.
3. Reabsorbsi natrium di tubulus distal dan koligentes bervariasi dan berada di bawah
kontrol hormon. Reabsorbsi ini berperan kunci dalam mengatur volume cairan
ekstraseluler, yang penting dalam kontrol jangka panjang tekanan darah arteri, dan
juga berkaitan dengan sekresi K+ dan H+.
Tingkat reabsorbsi terkontrol berbanding terbalik dengan tingkat beban Na+ di tubuh.
Jika Na+ terlalu banyak maka hanya sedikit dari Na+ yang terkontrol ini direabsorbsi; Na+ ini
akan keluar melalu urin sehingga kelebihan Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh. Namun, jika
terjadi kekurangan Na+ maka sebagian besar dari seluruh Na+ yang terkontrol ini direabsorbsi,
menghemat Na+ tubuh yang seharusnya keluar melalui urin.5
Beban Na+ di tubuh tercermin dalam volume cairan ekstraseluler. Natrium dan ion Cl-
penyertanya membentuk lebih dari 90% aktivitas osmotik cairan ekstraseluler. Ketika beban
Na+ diatas normal dan karenanya aktivitas osmotik cairan ekstraseluler meningkat maka
kelebihan Na+ ini akan menahan tambahan H2O, meningkatkan volume cairan ekstraseluler.
Sebaliknya ketika beban Na+ di bawah normal sehingga aktivitas osmotikk cairan
ekstraseluler berkurang, jumlah H2O yang dapat ditahan di cairan ekstraseluler berkurang.5

12
Gambar 7. Sistem SRAA.
Sistem hormon terpenting yang terlibat dalam regulasi Na+ adalah sistem renin-
angiotensin-aldosteron (SRAA). Sel granular aparatus jukstaglomerulus mengeluarkan suatu
hormon enzimatik, renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap penurunan NaCl / tekanan
darah. Fungsi ini adalah tambahan terhadap peran sel makula densa aparatus jukstaglomerulus
dalam otoregulasu. Secara spesifik, tiga masukan berikut ke sel granular meningkatkan
sekresi renin:5
1. Sel granular berfungsi baroreseptor internal. Sel ini peka terhadap perubahan tekanan
di dalam arteriol aferen. Ketika mendeteksi penurunan tekanan darah sel granular ini
mengeluarkan lebih banyak renin.
2. Sel makula densa di bagian tubulus aparatus jukstaglomerulus peka terhadap NaCl
yang melewatinya melalui lumen tubulus. Sebagai respons terhadap penurunan NaCl,
sel makula densa memicu sel granular untuk mengeluarkan lebih banyak renin.
3. Sel granular disarafi oleh sistem saraf simpatis. Ketika tekanan darah turun di bawah
normal, refleks baroreseptor meningkatkan aktivitas simpatis. Sebagai bagian dari
respons refleks ini, peningkatan aktivitas simpatis merangsang sel granular
mengeluarkan lebih banyak renin.
Sinyal-sinyal yang saling terkait untuk meningkatkan sekresi renin ini semuanya
menunjukkan perlunya meningkatkan volume plasma untuk meningkatkan tekanan arteri ke

13
normal dalam jangka panjang. Melalui serangkaian proses kompleks yang melibatkan SRAA,
peningkatan sekresi renin menyebabkan peningkatan reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal dan
koligentes. Klorida selalu secara pasif mengikuti Na+ menuruni gradien listrik yang terbentuk
oleh perpindahan aktif Na+. Manfaat akhir dari retensi garam ini adalah bahwa retensi tersebut
mendorong retensi H2O secara osmotis, yang membantu memulihkan volume plasma
sehingga penting dalam kontrol jangka panjang tekanan darah.5
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah suatu protein plasma yang
disintesis oleh hati dan selalu terdapat di plasma dalam konsentrasi tinggi. Ketika melewati
paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II oleh angiotensin-
converting enzyme (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru. Angiotensin II adalah
perangsang utama sekresi hormon aldosteron dari korteks adrenal. Korteks adrenal adalah
kelenjar endokrin yang menghasilkan beberapa hormon berbeda, masing-masing disekresikan
Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II adalah konstriktor poten arteriol
sistemin, secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resistensi
perifer total. Selain itu angiotensin II merangsang rasa haus dan merangsang vasopresin
(hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), dimana keduanya ikut berperan dalam
menambah volume plasma dan meningkatkan tekanan arteri.5
Glukosa dan asam amino dipindahkan oleh transpor aktif sekunder. Pada proses ini,
pembawa kotranspor khusus yang hanya terdapat di tubulus proksimal secara stimultan
memindahkan Na+ dan molekul organik spesifik dari lumen ke dalam sel. Glukosa dan asam
amino mendapat tumpangan gratis dengan menggunakan energi yang telah digunakan dalam
reabsorbsi Na+. Transport aktif sekunder memerlukan keberadaan Na+ di dalam lumen.5
Tm untuk glukosa adalah sekitar 375 mg/mnt. Pada konsentrasi glukosa normal 100
mg/100 ml, 125 mg glukosa yang tersaring per menit dapat cepat direabsorbsi oleh
mekanisme pengangkut glukosa karena jumlah yang difiltrasi ini jauh di bawah Tm untuk
glukosa. Karena itu, biasanya tidak ada glukosa yang ditemukan di urin. Baru muncul setelah
jumlah glukosa yang difiltrasi melebihi Tm. Ketika lebih banyak glukosa terfiltrasi per menit
(Tm terlampaui) maka jumlah yang direabsorbsi maksimal dan kelebihan glukosa akan tetap
berada dalam filtrat untuk dieksresikan.5

14
Gambar 8. Penanganan glukosa oleh ginjal sebagai fungsi dari
konsentrasi glukosa plasma.
Konsentrasi plasma dimana Tm suatu bahan tercapai dan bahan mulai muncul di urin
disebut ambang ginjal. Ambang ginjal untuk glukosa adalah 300mg/ml. Tm rerata 375
mg/mnt, LFG 125 mg/mnt. Diatas Tm, reabsorbsi akan tetap pada laju maksimalnya dan
setiap peningkatan lebih lanjut jumlah yang difiltrasi akan menyebabkan peningkatan
sebanding jumlah bahan yang diekskresikan.5
Dalam kenyataannya, glukosa sering mulai muncul di urin pada konsentrasi glukosa
180mg/100ml atau lebih. Glukosa sering diekskresikan sebelum ambang rerata ginjal sebesar
300mg/100ml tercapai oleh dua sebab. Pertama, tidak semua nefron memiliki Tm yang sama
sehingga sebagian nefron mungkin telah melampaui Tm mereka dan mengekskresikan
glukosa semetara yang lain belum mencapai Tm. Kedua, efisiensi pembawa kotranspor
glukosa mungkin tidak bekerja pada kapasitas maksimalnya pada nilai yang meningkat tetapi
kurang dari nilai Tm sebenarnya, sehingga sebagian dari glukosa yang terfiltrasi mungkin
gagal direabsorbsi dan tumpah ke dalam urin meskipun ambang rerata ginjal belum tercapai.5
Air direabsorbsi secara pasif di seluruh panjang tubulus karena H2O secara osmotis
mengikuti Na+ yang direabsorbsi secara aktif. Dari H2O yang terfiltrasi, 65% direabsorbsi
secara pasif pada akhir tubulus proksimal. Sebanyak 15% dari H2O yang difiltrasi
direabsorbsi di ansa henle. Total 80% H2O yang difiltrasi ini direabsorbsi di tubulus
proksimal dan ansa henle berapapun jumlah H2O di tubuh dan tidak berada di bawah kontrol.
Sisa 20% nya direabsorbsi dalam jumlah bervariasi di tubulus distal bergantung pada status
hidrasi tubuh.5
Urea tidak secara langsung berkaitan dengan reabsorbsi aktif Na+. Urea adalah produk
sisa dari pemecahan protein. Reabsorbsi H2O yang berlangsung secara osmotis di tubulus

15
proksimal sekunder terhadap reabsorbsi aktif Na+ menghasilkan gradien konsentrasi untuk
mendorong reabsorbsi pasif bahan sisa ini. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus
identik dengan konsentrasi di plasma yang masuk kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea
yang ada dalam 125ml cairan yang difiltrasi di awal tubulus proksimal terkonsentrasi hingga
tiga kali lipat dalam 44 ml cairan yang tersisa di sekitar. Karena dinding tubulus proksimal
hanya agak permeabel terhadap urea, maka hanya seitar 50% dari urea yang terfiltrasi
direabsorbsi secara pasif melalui cara ini.5
3. Sekresi
Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa di tubuh.
Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urin.
Ion hidrogen dapat disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan
tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam
maka sekresi H+ meningkat. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan
tubuh terlalu rendah.5
Ion kalium secara selekif berpindah dalam arah berlawanan di berbagai bagian
tubulus; ion ini secara aktif direabsorbsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresikan di
tubulus distal dan koligentes. Di awal tubulus ion kalium direabsorbsi secara konstan dan
tanpa dikendalikan, sementara sekresi K+ di bagian distal tubulus bervariasi dan berada di
bawah kontrol. Karena K+ difiltrasi hampir seluruhnya direabsorbsi di tubulus proksimal
maka sebagain besar K+ di urin berasal dari sekresi terkontrol K+ di bagian distal nefron dan
bukan dari filtrasi.5
Sekresi ion kalium di tubulus distal dan koligentes digabungkan dengan reabsorbsi
Na+ oleh pompa Na+-K+ basolateral dependen energi. Pompa ini tidak hanya memindahkan
Na+ keluar sel menuju ruang lateral tetapi juga memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam
sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang menungkat mendorong pemindahan kelebihan K+
dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus membran luminal berlangsung
secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ di membran ini di tubulus distal dan
koligentes. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi sekresi kelebihan K+
dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus di bagian distal nefron.5
Beberapa faktor dapat mengubah laju sekresi K+. Dengan yang terpenting adalah
aldosteron. Hormon ini merangsang sekresi K+ oleh sel tubulus di akhir nefron sekaligus
meningkatkan reabsorbsi Na+ oleh sel-sel ini. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara
langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan pengeluaran aldosteronnya, yang

16
pada gilirannya mendorong sekresi dan akhirnya ekskresi kelebihan K+ di urin. Sebaliknya,
penurunan konsentrasi K+ plasma menyebabkan penurunan sekresi aldosteron dan penurunan
sekresi K+ ginjal yang dirangsang oleh aldosteron.5
Faktor lain yang dapat secara tidak sengaja mengubah tingkat sekresi K+ adalah status
asam-basa tubuh. Pompa basolateral di bagian distal nefron dapat mensekresikan K+ atau H+
untuk dipertukarkan dengan Na+ yang direabsorbsi. Peningkatan laju sekresi K+ atau H+
disertai oleh penurunan laju sekresi ion yang lain. Dalam keadaan normal, ginjal cenderung
mensekresikan K+ tetapi jika cairan tubuh terlalu asam dan sekresi H+ ditingkatkan sebagai
tindakan kompensasi, maka sekresi K+ berkurang. Penurunan sekresi ini menyebabkan retensi
K+ yang tidak sesuai di cairan tubuh.5

Kesimpulan

Terjadinya bengkak di kedua kaki yang semakin lama bertambah parah dan kemudian
disertai juga dengan pitting edema dan ascites dikarenankan terjadinya ketidak seimbangan
cairan dalam tubuh. Cairan dalam tubuh ini diatur oleh mekanisme kerja ginjal. Setelah
mengetahui struktur makro dan mikro ginjal, maka dapat diketahui pula mekanisme kerja di
dalamnya. Terjadinya gangguan keseimbangan cairan tubuh ini berkaitan dengan salah satu
sistem ginjal yang terdiri dari filtrasi, reabsorbsi, dan juga sekresi. Selain itu, sistem hormonal
ginjal juga sangat berperan besar. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa terjadinya pitting
edema dan ascites yaitu karena gangguan pada filtrasi di glomerulus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kamus saku kedokteran dorlan. Edisi ke-28. Jakarta: EGC; 2011. Pitting, edema,
ascites; h. 845, 363, 110.
2. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004.h.319-21.
3. Eroschenko VP. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional. Edisi ke-9.
Jakarta: EGC; 2003.h.248-55.
4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2006.h.250-4.
5. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2011.h.553-80.
6. Silverthorn DU, Johnso BR, Ober WC, Garrison CW, Silverthorn AC. Human
physiology. Fifth Edition. San Fransisco: Pearson; 2010.p.631-4.

17

Anda mungkin juga menyukai