Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III
Disusun oleh :
Kelompok 3
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen
pembimbing Irfan Ali Rahman, S.Kep., Ners.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
prevalensi tertinggi pada poliklinik rawat jalan THT-KL RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada tahun 2010 (Pembodo, dkk., 2013). Hasil Survei
Kesehatan Indera Pendengaran yang dilaksanakan pada tahun 1994-1996 di
tujuh provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi morbiditas Telinga,
Hidung dan Tenggorok 38,6% (Menkes RI, 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh Samuel Rudolf (2012) mendapatkan bahwa angka kejadian OMA di RSUP
H. Adam Malik sebesar 0,22% pada tahun 2009 dan 0,08% pada tahun 2010.
Kasus OMA terbanyak ditemukan pada usia di atas 9 tahun. Belum ada data yang
jelas mengenai angka kejadian otitis media akut di Indonesia.
Karena uraian diatas maka kami sebagai penulis tertarik untuk membuat
makalah tentang Otitis Media.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
musim gugur dan musim dingin. Faktor lainnya yang berpengaruh seperti
predisposisi genetik, pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi, alergi,
gangguan anatomi, sosial ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat, dan posisi
tidur (Qasim & Bayunus, 2017).
4
aktif) serta tidak membaik dengan medikasi. OMSK dibedakan menurut
lokasi perforasi membran timpani menjadi OMSK benigna dan OMSK
maligna. Pada OMSK benigna perforasi terjadi pada bagian sentral
membran timpani (bisa sembuh dengan sendirinya), dan pada OMSK
maligna perforasi terjadi pada bagian attic/pars tensa (Wintermeyer &
Nahata, 1994).
5
2.4 Tanda dan Gejala Otitis Media
Gejala OM pada orang dewasa yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
telinga yang mendadak, tetapi pada anak-anak yang belum bisa bicara biasanya
ditandai dengan memegang telinga, menangis berlebih, demam, gangguan
tidur.7 Sebanyak 52,8% kasus dan sakit pada telinga dilaporkan sebanyak
48,4% kasus. Keluarnya cairan dari telinga dilaporkan sebanyak 14,4% kasus,
tidak ditemukan perbedaan gejala otitis media pada kelompok usia tertentu
(Deniz et al., 2018a).
Diagnosis otitis media dapat dilakukan dengan mencari tanda dan gejala
dari otitis media ini. Pada anak-anak biasanya terjadi sakit dengan atau tanpa
panas yang bersifat akut pada telinga (otalgia). Pada anak didapatkan gejala
dari infeksi saluran nafas atas lalu juga terdapat cairan yang keluar dari telinga
(otorrhea), kehilangan pendengaran, dan irritablitas. Pada pemeriksaan
otoskop, membran timpani akan mengembung karena adanya efusi pada
telinga bagian tengah, terlihat area kemerahan atau warna kekuningan,
berkurangnya kebeningan dari membran timpani dan menjadi keruh, dan
berkurangnya mobilitas (Deniz et al., 2018b).
Pemeriksaan otoskop pada otitis media akut dapat di temukan perubahan
pada membran timpani seperti hiperemi pada membran timpani atau ditemukan
bulging pada membran timpani. Pada anak, otitis media akut dapat didiagnosis
jika ditemukan cairan pada telinga tengah dan disertai keluhan demam, sakit
telinga, iritabilitas, bersamaan dengan gejala gangguan sistem pernafasan akut.
Patogenesis dari OM itu sendiri biasanya dimulai dari infeksi saluran
pernafasan atas hingga menyebabkan inflamasi pada nasofaring. Selain itu,
virus juga merubah komponen dari jaringan mukus dan mengganggu sistem
mukosiliar yang menyebabkan gangguan fungsi tuba Eusthacius. Tuba
Eusthacius yang terganggu menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah
yang memfasilitasi masuknya bakteri dan virus patogen ke dalam rongga
telinga tengah menyebabkan inflamasi telinga tengah, akumulasi cairan telinga
tengah, dan gejala otitis media akut (Choffor-nchinda, Atanga, Nansseu, &
Djomou, 2018).
6
2.5 Patofisiologi
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:
e. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid
(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian
dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne
positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)
f. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
g. Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada
9
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.
10
tengah yang bersifat menetap bisa menyebabkan menurunnya pendengaran,
dimana hal ini sangat penting untuk perkembangan bicara dan bahasanya.
Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran karena infeksi berulang,
biasanya cenderung mengalami gangguan bicara dan bahasa (Shawabkeh1 et
al., 2017).
Sedangkan komplikasi yang terjadi pada otitis media supuratif yaitu
dimulai dengan penyebaran infeksi dari celah telinga tengah ke struktur tempat
ruang yang dilapisi mukosa ini biasanya dipisahkan oleh tulang. Komplikasi
umumnya diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok utama (Ilechukwu et al.,
2014):
1. Intratemporal (dalam batas tulang temporal) :
Gangguan pendengaran: Lebih jelas dan berkepanjangan secara kronis
dari pada otitis media supuratif akut. Mastoiditis akut: Mengacu pada
peradangan lapisan mukosa antrum dan dinding tulang dari sistem sel
udara mastoid. Ini mengikuti otitis media supuratif akut; faktor penentu
adalah virulensi tinggi organisme atau menurunkan resistensi pada pasien.
Petrositis terjadi ketika infeksi menyebar dari telinga tengah dan mastoid
ke bagian petoral tulang temporal. Diagnosis dapat dikonfirmasikan
dengan sinar-X (pandangan Towne dan Stenver) dan tomografi aksial
terkomputerisasi dari tulang temporal. Labirinitis terjadi jika infeksi
berlanjut hingga melibatkan labirin. Kelumpuhan wajah dapat terjadi
sebagai komplikasi dari otitis media akut dan kronis. Fungsi saraf wajah
sepenuhnya pulih jika otitis media akut dikontrol dengan antibiotik
sistemik. Myringotomy atau mastoidectomy kortikal mungkin diperlukan
(Qureishi, Lee, Belfield, Birchall, & Daniel, 2014).
2. Komplikasi intrakranial otitis media :
Kumpulan nanah antara tulang dan dural dapat terjadi baik pada
infeksi akut dan kronis pada telinga tengah sehingga menimbulkan abses
ekstradural. Nanah juga dapat mengumpulkan antara dural dan arachnoid
yang mengarah ke proses subdural. Peradangan leptomeninges (pia dan
arachnoid) dan cairan serebro-spinal (CSF) dapat menyebabkan
11
meningitis. Abses serebral adalah komplikasi serius lain dari otitis media
akut pada anak-anak. Ini sering dikaitkan dengan abses ekstradural.
Abses serebelar merupakan perpanjangan langsung melalui segitiga
Trautmann atau dengan retrograde tromboflebitis. Secara umum, abses
otak sering dikaitkan dengan komplikasi lain, seperti abses ekstradural,
abses peri-sinus, meningitis, trombosis sinus, dan labirinitis. Dengan
demikian, gambaran klinis mungkin tumpang tindih. Tromboflebitis sinus
lateral (tigmosis sinus sigmoid) adalah peradangan pada dinding dalam
sinus vena latal dengan pembentukan trombus dan terjadi sebagai
komplikasi mastoiditis koalesen akut, mastoiditis bertopeng, atau nanah
kronis telinga tengah dan kolesteatoma (Wu, Huang, Chao, & Sun, 2018).
12
BAB III
LAPORAN KASUS
Skenario Kasus :
An. N (5 tahun) datang ke RSUD Ciamis diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri
telinga dan ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah
dilakukan pengkajian, didapatkan hasil sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir,
klien sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk,
pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m, S: 39
derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian
bawah/ujung peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan otoskopis
diperoleh membrane timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami
perforasi. Klien diberikan terapi antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga.
Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnose medis klien otitis
media.
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. T
TTL : Ciamis, 01 Juni 2014
Umur : 5 thn
Nama Ayah : Tn. H
Nama Ibu : Ny. F
Pekerjaan Ayah : Petani
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Sadananya
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan Ayah : SMP
Pendidikan Ibu : SD
13
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
An. T mengeluh nyeri telinga.
2. Riwayat Penyakit sekarang
Pada tanggal 23 oktober 2019 An. T datang ke RS diantar ibunya ke
Poli THT dengan keluhan Nyeri pada area telinga. Pada saat dilakukan
pengkajian klien mengeluh nyeri telinga disertai dengan keluarnya
kotoran telinga yang berbau. Skala Nyeri 4 (1-5). Nyeri tidak menjalar
ke bagian anggota tubuh lain. Nyeri berkurang setelah klien di beri obat
analgesic.
3. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit otitis media.
4. Riwayat penyakit keluarga
Sebelumnya tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami otitis
media
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran composmentis
2. Tanda-tanda Vital
P : 100 x/menit
R : 20 x/menit
S : 39 ℃
3. Sistem pendengeran
Klien mengeluh nyeri di area telinga, klien tampak rewel dan meringis
kesakitan, nyeri disertai dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau,
klien tidak dapat mendengar detikan jarum jam yang didekatkan ke
telinga klien dengan baik.
14
D. Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
1. 1. DS : ISPA Nyeri akut
Klien mengatakan
nyeri diarea telinga Infasi Bakteri
kiri.
Ibu klien Infeksi telinga
berlangsung lama
sekitar 2 minggu Peningkatan
DO : produksi
Cairan serosa
Klien terlihat rewel
dan meringis
Proses peradangan
kesakitan
Skala nyeri 4 (1-5)
Agen cedera biologis
Hasil pemeriksaan
otoskopis
Nyeri akut
diperoleh
memberan timpani
tampak merah,
sering
menggelembung
dan mengalami
perporasi
2. DS : Proses peradangan Hipertemia
Ibu klien
mengatakan kulit Proses infeksi
15
DO : tubuh
Suhu klien 39℃
Kulit teraba hangat kulit teraba hangat
Klien tampak
hipertemia
gelisah
16
3.3 Tindakan Keperawatan
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Nyeri akut b.d NOC : NOC :
agen cedera Tingkat nyeri 1. lakukan 1. Mengidentifikasi 1. Melakukan S:
biologis - Nyeri yang pengkajian karakteristik nyeri dan pengkajian - Klien
ditandai dilaporkan dari nyeri secara factor yang berhubungan nyeri secara mengatakan
dengan derajat 1 (berat) kongprehen merupakan suatu halyang kongprehensif masih
ekspresi wajah ke derajat 3 sif amat penting untuk R: merasakan nyeri
nyeri (sedang) memilih intervensi yang Skala nyeri 4 pada area
- Ekspresi nyeri cocok dan untuk 2. menggunakan telinga kiri
wajah dari derajat mengevaluasi keefektifan strategi O:
1 (berat) ke dari terapi yang diberikan komunikasi - Klien tampak
derajat 3 (sedang) 2. gunakan 2. Untuk memudahkan teurapetik. meringis
tingkat kecemasan strategi berkomunikasi dengan R: kesakitan
- perasaan komunikasi klien terutama untuk Klien tidak dapt - Klien tampak
gelisah dari teurapetik. klien pada usia balita berkomunikasi rewel dan
derajat 1 (berat) dengan baik. gelisah
kederajat 3 3. Kolaborasi 3. Untuk membantu 3. Berkolaborasi A :
(sedang) dengan menghilangkan atau dengan dokter - masalah belum
dokter untuk mengurangi tingkat nyeri untuk teratasi
pemberian yang dialami klien. pemberian P:
analgesik analgesik - Intervensi
sesuai sesuai dengan dilanjutkan
advis dokter
dengan R:
advis dokter Dokter
memberikan obat
analgesik
2. 2. Hipertermia NOC : NIC :
b.d penyakit Termoregulasi 1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui 1. Mengkaji S:
ditandai - Peningkatan tanda vital keadaan umum klien tanda-tanda - Keluarga klien
dengan kulit suhu kulit dari 2. Sesuaikan 2. Untuk memberikan vital mengatakan
teraba hangat drajat 1 – 3 suhu kenyamanan terhadap Respon : kulit klien masih
Tanda – Tanda lingkungan suhu klien, guna P : 100 x/menit teraba hangat
Vital : dalam batas dengan meningkatkan R : 20 x/menit O:
normal kebutuhan penyembuhan. S : 39 ℃ - Klien tampak
Suhu tubuh 2. menyesuaikan rewel dan
37C 3. Kolaborasi 3. Untuk menurunkan suhu suhu gelisah
Nadi 70 x/menit untuk klien dan mempercepat lingkungan A:
Respirasi 21 pemberiran kesembuhan terhadap dengan - masalah belum
x/menit antipiretik penyakit kebutuhan teratasi
sesuai advis R: P:
Status kenyamanan
dokter Klien terlihat - Intervensi
: Fisik
nyaman dengan dilanjutkan
- Tingkat energy
lingkungan saat
dari derajat 1
ini.
(sangat
3. Berkolaborasi
terganggu) ke
untuk
18
derajat 3 (cukup pemberiran
terganggu) antipiretik
n sesuai advis
dokter
R:
Dokter
memberikan obat
antipiretik
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otitis media (OM) merupakan penyakit pada telinga tengah yang terkait
dengan sekelompok kondisi inflamasi dengan penyebab yang beragam.
Telinga tengah adalah ruang telinga yang terletak di antara membran timpani
dengan telinga bagian dalam, dan berhubungan dengan nasofaring melalui
saluran Eustachius.1 Otitis terjadi tepatnya pada rongga di belakang gendang
telinga (Mahardika et al., 2019). Infeksi telinga bagian tengah ini, sering kali
timbul akibat batuk pilek, flu, atau alergi sebelumnya (Kedokteran et al., 2018).
Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sekitar
70% anak mengalami otitis media minimal satu kali atau bahkan lebih saat
menjelang usia tiga tahun. Anakanak yang rentan terkena otitis media akut
biasanya berkisar dari umur 6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih
tinggi ditemukan pada anak laki-laki dibandingan anak perempuan. Angka
kejadian otitis media akut bervariasi pada tiap negara. Di Amerika Serikat,
otitis media akut masih menjadi penyakit paling sering mendapat antibiotik
pada anak-anak. Penyakit ini juga memberi dampak beban sosial dan biaya
secara tidak langsung, karena waktu yang hilang dari sekolah atau
pekerjaan.1 Otitis media akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri.
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV)
pada awal tahun kehidupan. Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut,
bakteri ditemukan pada kultur pada telinga tengah. Spesies yang paling
sering adalah Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumonia (Diana
& Haryuna, 2017)..
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit mem#eri saran kepada
beberapa pihak agar kualitas pelayanan kesehatan 5ndonesia semakin
meningkat, diantaranya sebagai berikut :
1. Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam
memenuhi keutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan masalah otitis
media serta mampu menjaga kebersihan lingkungan sehingga anggota
keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis Media.
2. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan
Asuhan Keperawatan pasien dengan Otitis Media.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aljohani, Z., Alghonaim, A., Alhaddad, R., Alshaif, W., Althomali, R., Asiry, A.,
… Taha, R. (2018). Otitis media causes and management. 5(9), 1–6.
https://doi.org/DOI: http://dx.doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20183441
Diana, F., & Haryuna, T. S. H. (2017). Hubungan Rinitis Alergi dengan Kejadian
Otitis Media Supuratif Kronik. Majalah Kedokteran Bandung, 49(2), 79–85.
https://doi.org/10.15395/mkb.v49n2.369
Dyke, M. K. Van, Cohen, R., Al-mazrou, K., Grevers, G., Lopez, P., & Hausdorff,
W. P. (2017). Etiology of Acute Otitis Media in Children Less Than 5 Years of
Age. 36(3), 274–281. https://doi.org/10.1097/INF.0000000000001420
Kedokteran, F., Hang, U., & Surabaya, T. (2018). Hang tuah medical journal. 15,
112–132.
22
Khandekar, R., Sudhan, A., Jain, B. K., Deshpande, M., Dole, K., Shah, M., & Shah,
S. (2015). Impact of cataract surgery in reducing visual impairment: A review.
Middle East African Journal of Ophthalmology, 22(1), 80–85.
https://doi.org/10.4103/0974-9233.148354
Mukara, K. B., Lilford, R. J., Tucci, D. L., & Waiswa, P. (2017). Prevalence of
Middle Ear Infections and Associated Risk Factors in Children under 5 Years
in Gasabo District of Kigali City , Rwanda. 2017, 8.
https://doi.org/10.1155/2017/4280583
Qasim, L. K., & Bayunus, Y. S. (2017). Knowledge, Attitude and Practices towards
Otitis Media in Saudi Arabia Community. The Egyptian Journal of Hospital
Medicine, 69(6), 2552–2556. https://doi.org/10.12816/0042229
Qureishi, A., Lee, Y., Belfield, K., Birchall, J. P., & Daniel, M. (2014). Update on
otitis media – prevention and treatment. (January).
https://doi.org/10.2147/IDR.S39637
Schilder, A. G. M., Marom, T., Bhutta, M. F., Casselbrant, M. L., Coates, H., Hall,
A. J., … Mandel, E. M. (2017). Panel 7: Otitis Media: Treatment and
Complications. https://doi.org/10.1177/0194599816633697
Wu, P., Huang, C., Chao, W., & Sun, C. (2018). Impact of influenza vaccine on
childhood otitis media in Taiwan : A population-based study. 2004, 1–9.
https://doi.org/https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190507 January
23