Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III

Dosen Pembimbing : Irfan Ali Rahman, S.Kep., Ners

Disusun oleh :
Kelompok 3

 Acep Hidayatul Mustopa  Nita Vindiana


 Fany Haifa Latifah  Revina Reviany Priansa
 Fitriya Marliani Adam S  Rineka Swara Sucinda
 Iim Imas Masru’ah  Siti Asri Suci
 Nandang Hidayat  Yuni Kurnia Putri
 Nita Widiyaningsih

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


3B
STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jalan K.H. Ahmad Dahlan NO. 20 TLP. 0265-773052

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini, terutama kepada dosen
pembimbing Irfan Ali Rahman, S.Kep., Ners.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Ciamis, 26 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Otitis Media ................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Otits Media .................................................................................... 4
2.3 Penyebab Otitis Media ..................................................................................... 5
2.4 Tanda dan Gejala Otitis Media ......................................................................... 6
2.5 Patofisiologi .................................................................................................... 7
2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 8
2.7 Pengobatan Otits Media ................................................................................. 10
2.8 komplikasi Otitis Media ................................................................................. 10
BAB III ........................................................................................................................ 13
LAPORAN KASUS..................................................................................................... 13
3.1 Pengkajian ...................................................................................................... 13
3.2 Diagnosa keperawatan..................................................................................... 16
3.3 Tindakan Keperawatan .................................................................................... 17
BAB IV ........................................................................................................................ 20
PENUTUP ................................................................................................................... 20
4.1 Kesimpulan.................................................................................................... 20
4.2 Saran ............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Otitis media merupakan salah satu gangguan kesehatan telinga yang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga tuli, bahkan dapat mengancam
jiwa sehingga mempunyai dampak yang merugikan bagi penderita, keluarga, dan
masyarakat (Rumimpunu, dkk., 2014). Otitis media adalah proses peradangan
yang terjadi pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
antrum mastoid, dan sel-sel mastoid (Priyono, dkk., 2011). World
Develompment Report 1993: Investigating in Health yang diterbitkan oleh Bank
Dunia dan WHO menyatakan bahwa otitis media adalah penyebab kematian dari
51.000 anak usia kurang dari lima tahun di negara berkembang .
Otitis media akut merupakan suatu penyakit infeksi bakteri tersering yang
ditemukan pada anak-anak, mengenai 75% anak dibawah usia lima tahun (Klein,
1994), dan juga dewasa (Torpy, 2010). Sumbatan pada tuba Eustachius
merupakan penyebab utama terjadinya otitis media. Pada pasien dengan OMA,
pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius terganggu, sehingga
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga terganggu (Ghanie,
2010). OMA dibagi menjadi beberapa stadium, yaitu oklusi tuba, hiperemis,
perforasi, supuratif, dan resolusi (Soepardi, dkk., 2007; Yates, Anari, 2008).
Angka kejadian OMA di Inggris diperkirakan mencapai angka 70%
(Anonim, 2008). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Liese, dkk.,
(2013) menyatakan angka kejadian OMA di German, Italia, Spanyol, Swedia,
dan Inggris adalah sebesar 256/ 1000 anak per tahun. Angka kejadian paling
rendah terjadi di Italia dan paling tinggi di Spanyol. Komplikasi terjadi kurang
dari 1% episode OMA. Anak yang diteleti kurang dari lima tahun (Liese, dkk.,
2013). Otitis media akut merupakan satu dari sepuluh penyakit dengan

1
prevalensi tertinggi pada poliklinik rawat jalan THT-KL RSU Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado pada tahun 2010 (Pembodo, dkk., 2013). Hasil Survei
Kesehatan Indera Pendengaran yang dilaksanakan pada tahun 1994-1996 di
tujuh provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi morbiditas Telinga,
Hidung dan Tenggorok 38,6% (Menkes RI, 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh Samuel Rudolf (2012) mendapatkan bahwa angka kejadian OMA di RSUP
H. Adam Malik sebesar 0,22% pada tahun 2009 dan 0,08% pada tahun 2010.
Kasus OMA terbanyak ditemukan pada usia di atas 9 tahun. Belum ada data yang
jelas mengenai angka kejadian otitis media akut di Indonesia.
Karena uraian diatas maka kami sebagai penulis tertarik untuk membuat
makalah tentang Otitis Media.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian Otitis Media ?
1.2.2 Apa saja klasifikasi Otitis Media ?
1.2.3 Apa saja etiologi/penyebab Otitis Media ?
1.2.4 Apa saja Tanda dan Gejala Otitis Media ?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi Otitis Media ?
1.2.6 Bagaimana pemeriksaan penunjang Otitis Media ?
1.2.7 Apa saja penatalaksanaan Otitis Media ?
1.2.8 Apa saja komplikasi Otitis Media ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Otitis Media.
1.3.2 Untuk mengetahui klasifikasi Otitis Media.
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi/penyebab Otitis Media.
1.3.4 Untuk mengeatahui Tanda dan Gejala Otitis Media.
1.3.5 Untuk mengeatahui patofisiologi Otitis Media.
1.3.6 Untuk mengeatahui pemeriksaan penunjang Otitis Media.
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan Otitis Media.
1.3.8 Untuk mengetahui komplikasi Otitis Media.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Otitis Media


Otitis media (OM) merupakan penyakit pada telinga tengah yang terkait
dengan sekelompok kondisi inflamasi dengan penyebab yang beragam. Telinga
tengah adalah ruang telinga yang terletak di antara membran timpani dengan telinga
bagian dalam, dan berhubungan dengan nasofaring melalui saluran Eustachius.1
Otitis terjadi tepatnya pada rongga di belakang gendang telinga (Mahardika,
Sudipta, & Sutanegara, 2019). Infeksi telinga bagian tengah ini, sering kali timbul
akibat batuk pilek, flu, atau alergi sebelumnya (Kedokteran, Hang, & Surabaya,
2018).
Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sekitar
70% anak mengalami otitis media minimal satu kali atau bahkan lebih saat
menjelang usia tiga tahun. Anakanak yang rentan terkena otitis media akut
biasanya berkisar dari umur 6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih tinggi
ditemukan pada anak laki-laki dibandingan anak perempuan. Angka kejadian
otitis media akut bervariasi pada tiap negara. Di Amerika Serikat, otitis media
akut masih menjadi penyakit paling sering mendapat antibiotik pada anak-
anak. Penyakit ini juga memberi dampak beban sosial dan biaya secara tidak
langsung, karena waktu yang hilang dari sekolah atau pekerjaan.1 Otitis media
akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Kebanyakan anak-anak
terinfeksi oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV) pada awal tahun kehidupan.
Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut, bakteri ditemukan pada kultur
pada telinga tengah. Spesies yang paling sering adalah Haemophilus
influenzae dan Streptococcus pneumonia (Diana & Haryuna, 2017).
Faktor risiko dari otitis media pada populasi anak-anak dibagi menjadi
faktor inang dan faktor lingkungan. Faktor risiko tersebut yaitu bayi yang lahir
secara prematur dan berat badan saat lahirnya rendah, umur, serta variasi
musim juga dapat mempengaruhi. Dimana otitis media lebih sering terjadi pada

3
musim gugur dan musim dingin. Faktor lainnya yang berpengaruh seperti
predisposisi genetik, pemberian ASI, kondisi imunodefisiensi, alergi,
gangguan anatomi, sosial ekonomi, lingkungan yang kumuh/padat, dan posisi
tidur (Qasim & Bayunus, 2017).

2.2 Klasifikasi Otits Media


Klasifikasi otitis media adalah sebagai berikut:
1. Otitis Media Akut
Otitis media akut (OMA) adalah onset akut (< 2 minggu) disertai efusi
telinga tengah yang ditandai oleh menonjolnya membran timpani, terbatas
atau hilangnya mobilitas membran timpani, adanya cairan dibelakang
membran timpani, gejala yang timbul berupa gejala inflamasi telinga
tengah mencakup otalgia yang mengganggu tidur atau aktivitas normal dan
eritema membran timpani. OMA dibagi menjadi 5 fase yaitu: OMA oklusi
tuba, OMA hiperemis, OMA supurasi, OMA perforasi, OMA resolusi
sesuai dengan patofisiologi otitis media akut (Al-Hammar, Albrahim, &
Alali, 2018).
2. Otitis Media Persisten
Otitis media persisten: gejala otitis media akut tidak membaik dengan
pemberian antibiotik, atau otitis media akut muncul kembali (relapse)
dalam 1 bulan setelah terapi selesai.
3. Otitis Media Rekuren
Otitis media rekuren: 3 atau lebih episode otitis media dalam 6 sampai
18 bulan.
4. Otitis Media Efusi
Otitis media efusi (OME): cairan dibelakang membran timpani tanpa
adanya tanda inflamasi akut (glue ear).
5. Otitis Media Supuratif Kronis
Otitis media supuratif kronis (OMSK): inflamasi persisten pada
telinga tengah atau rongga mastoid dengan perforasi membran timpani dan
otorea persisten (menurut WHO: > 2 minggu; otolaringologis: > 2-3 bulan

4
aktif) serta tidak membaik dengan medikasi. OMSK dibedakan menurut
lokasi perforasi membran timpani menjadi OMSK benigna dan OMSK
maligna. Pada OMSK benigna perforasi terjadi pada bagian sentral
membran timpani (bisa sembuh dengan sendirinya), dan pada OMSK
maligna perforasi terjadi pada bagian attic/pars tensa (Wintermeyer &
Nahata, 1994).

2.3 Penyebab Otitis Media


Etiologi OM adalah multifaktorial dan berhubungan dengan variasi
anatomi, patofisiologi termasuk interaksi antara agen mikroba dan respon imun
inang, dan biologi sel sumbing telinga tengah (mastoid, rongga telinga tengah,
tuba eustachius) dan nasofaring. Diperkirakan bahwa infeksi virus pada
nasofaring menciptakan lingkungan yang meningkatkan kolonisasi bakteri,
adhesi sel, dan invasi telinga tengah (Mukara, Lilford, Tucci, & Waiswa,
2017).
Bakteri yang biasanya terlibat dalam infeksi saluran pernapasan bagian
atas juga merupakan bakteri yang paling sering diisolasi dari efusi telinga
tengah pada OM. Ini adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae, Moraxella catarrhalis, dan pada tingkat lebih rendah
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes; mereka diyakini
memasuki celah telinga tengah melalui tuba eustachius. Ada insiden variabel
dalam deteksi bakteri ini dari efusi di OM (Schilder et al., 2017).
Infeksi saluran pernapasan atas dapat menyebabkan kongesti mukosa di
tuba eustachius dan nasofaring. Kemacetan yang terjadi mencegah fungsi tuba
eustachius normal dan regulasi tekanan diubah di dalam telinga tengah. Jika
berkelanjutan, aspirasi patogen nasofaring dapat terjadi di telinga tengah.
Kehadiran patogen ini kemudian merangsang peradangan dan pengumpulan
nanah di dalam telinga tengah, menghasilkan gejala klinis OM. Selama periode
inflamasi ini, ossikel telinga tengah kurang bergerak dan dapat mengalami
resorpsi, yang bahkan dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif
permanen (Clinical & Investigations, 2017).

5
2.4 Tanda dan Gejala Otitis Media
Gejala OM pada orang dewasa yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri
telinga yang mendadak, tetapi pada anak-anak yang belum bisa bicara biasanya
ditandai dengan memegang telinga, menangis berlebih, demam, gangguan
tidur.7 Sebanyak 52,8% kasus dan sakit pada telinga dilaporkan sebanyak
48,4% kasus. Keluarnya cairan dari telinga dilaporkan sebanyak 14,4% kasus,
tidak ditemukan perbedaan gejala otitis media pada kelompok usia tertentu
(Deniz et al., 2018a).
Diagnosis otitis media dapat dilakukan dengan mencari tanda dan gejala
dari otitis media ini. Pada anak-anak biasanya terjadi sakit dengan atau tanpa
panas yang bersifat akut pada telinga (otalgia). Pada anak didapatkan gejala
dari infeksi saluran nafas atas lalu juga terdapat cairan yang keluar dari telinga
(otorrhea), kehilangan pendengaran, dan irritablitas. Pada pemeriksaan
otoskop, membran timpani akan mengembung karena adanya efusi pada
telinga bagian tengah, terlihat area kemerahan atau warna kekuningan,
berkurangnya kebeningan dari membran timpani dan menjadi keruh, dan
berkurangnya mobilitas (Deniz et al., 2018b).
Pemeriksaan otoskop pada otitis media akut dapat di temukan perubahan
pada membran timpani seperti hiperemi pada membran timpani atau ditemukan
bulging pada membran timpani. Pada anak, otitis media akut dapat didiagnosis
jika ditemukan cairan pada telinga tengah dan disertai keluhan demam, sakit
telinga, iritabilitas, bersamaan dengan gejala gangguan sistem pernafasan akut.
Patogenesis dari OM itu sendiri biasanya dimulai dari infeksi saluran
pernafasan atas hingga menyebabkan inflamasi pada nasofaring. Selain itu,
virus juga merubah komponen dari jaringan mukus dan mengganggu sistem
mukosiliar yang menyebabkan gangguan fungsi tuba Eusthacius. Tuba
Eusthacius yang terganggu menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah
yang memfasilitasi masuknya bakteri dan virus patogen ke dalam rongga
telinga tengah menyebabkan inflamasi telinga tengah, akumulasi cairan telinga
tengah, dan gejala otitis media akut (Choffor-nchinda, Atanga, Nansseu, &
Djomou, 2018).

6
2.5 Patofisiologi
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Dalam menegakkan diagnosis OMA terdapat tiga hal yang harus diperhatikan:

a. Penyakit muncul secara mendadak (akut)


b. Ditemukan tanda efusi pada telinga tengah, dengan tanda: menggembungnya
membran timpani(bulging), terbatas atau tidak adanya gerakan membran timpani,
adanya bayangan cairan dibelakang membran timpani, dan adanya cairan yang
keluar dari telinga.
c. Terdapat tanda atau gejala peradangan pada telinga tengah, dengan tanda:
kemerahan pada membran timpani, adanya nyeri telinga yang mengganggu tidur
dan aktivitas

Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:


a. Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
b. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani
pasien terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan
bergerak apabila diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat
disebabkan oleh akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau
timpanosklerosis. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA.
Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
c. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan
timpanometri. Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas
membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan
konfirmasi penting terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat
mengukur tekanan telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung
miringotomi dengan mengukur peningkatan volume liang telinga
luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi
cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan
hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa detik, dan
alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.
d. Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau
pada imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan
pemeriksaan dan untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.

e. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara
telinga pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid
(hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian
dipindahkan ke depan telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne
positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (-)

f. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi

g. Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang
diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada

9
prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila
pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila
pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan
Schwabach sama dengan pemeriksa.

2.7 Pengobatan Otits Media


Penatalaksanan atau pengobatan otitis media direkomendasikan dengan
memberikan analgesik dan pengawasan, sekitar 80% anak-anak dengan otitis
media akut sembuh dengan sendirinya dalam 2-14 hari. Paracetamol adalah
penghilang rasa sakit garis pertama, ibuprofen dapat mengurangi inflamasi dan
sakit yang berhubungan dengan otitis media akut, tetapi pemberian ibuprofen
sebaiknya tidak pada anak-anak yang memiliki tanda dehidrasi dan asma.
Pemberian antibiotik tidak secara rutin pada kasus otitis media yang tidak
parah, tetapi studi terkini mengatakan bahwa pengobatan dengan antibiotik
empiris pada anak-anak dengan otitis media akut dapat mengurangi gejala dan
kemungkinan untuk menjadi infeksi yang menetap (Dyke et al., 2017).
Otitis media termasuk penyakit yang paling sering terjadi pada anak- anak,
dimana jika tidak diberi penanganan yang tepat dapat menyebabkan tambahan
biaya dan risiko komplikasi yang dapat mengganggu perkembangan pada anak.
Oleh karena itu, perlu penanganan segera bagi orang tua ketika anak sudah
memperlihatkan akan tanda dan gejala dari Otitis media ini (Aljohani et al.,
2018).

2.8 komplikasi Otitis Media


Komplikasi yang sering terjadi pada penderita otitis media adalah
kehilangan pendengaran, meskipun kehilangan pendengaran yang disebabkan
oleh otitis media biasanya sementara. Namun jika otitis media ini tidak diobati
maka bisa menyebabkan gangguan pendengaran yang permanen. Pada anak-
anak yang mengalami otitis media kronis dan terdapat cairan pada telinga

10
tengah yang bersifat menetap bisa menyebabkan menurunnya pendengaran,
dimana hal ini sangat penting untuk perkembangan bicara dan bahasanya.
Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran karena infeksi berulang,
biasanya cenderung mengalami gangguan bicara dan bahasa (Shawabkeh1 et
al., 2017).
Sedangkan komplikasi yang terjadi pada otitis media supuratif yaitu
dimulai dengan penyebaran infeksi dari celah telinga tengah ke struktur tempat
ruang yang dilapisi mukosa ini biasanya dipisahkan oleh tulang. Komplikasi
umumnya diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok utama (Ilechukwu et al.,
2014):
1. Intratemporal (dalam batas tulang temporal) :
Gangguan pendengaran: Lebih jelas dan berkepanjangan secara kronis
dari pada otitis media supuratif akut. Mastoiditis akut: Mengacu pada
peradangan lapisan mukosa antrum dan dinding tulang dari sistem sel
udara mastoid. Ini mengikuti otitis media supuratif akut; faktor penentu
adalah virulensi tinggi organisme atau menurunkan resistensi pada pasien.
Petrositis terjadi ketika infeksi menyebar dari telinga tengah dan mastoid
ke bagian petoral tulang temporal. Diagnosis dapat dikonfirmasikan
dengan sinar-X (pandangan Towne dan Stenver) dan tomografi aksial
terkomputerisasi dari tulang temporal. Labirinitis terjadi jika infeksi
berlanjut hingga melibatkan labirin. Kelumpuhan wajah dapat terjadi
sebagai komplikasi dari otitis media akut dan kronis. Fungsi saraf wajah
sepenuhnya pulih jika otitis media akut dikontrol dengan antibiotik
sistemik. Myringotomy atau mastoidectomy kortikal mungkin diperlukan
(Qureishi, Lee, Belfield, Birchall, & Daniel, 2014).
2. Komplikasi intrakranial otitis media :
Kumpulan nanah antara tulang dan dural dapat terjadi baik pada
infeksi akut dan kronis pada telinga tengah sehingga menimbulkan abses
ekstradural. Nanah juga dapat mengumpulkan antara dural dan arachnoid
yang mengarah ke proses subdural. Peradangan leptomeninges (pia dan
arachnoid) dan cairan serebro-spinal (CSF) dapat menyebabkan

11
meningitis. Abses serebral adalah komplikasi serius lain dari otitis media
akut pada anak-anak. Ini sering dikaitkan dengan abses ekstradural.
Abses serebelar merupakan perpanjangan langsung melalui segitiga
Trautmann atau dengan retrograde tromboflebitis. Secara umum, abses
otak sering dikaitkan dengan komplikasi lain, seperti abses ekstradural,
abses peri-sinus, meningitis, trombosis sinus, dan labirinitis. Dengan
demikian, gambaran klinis mungkin tumpang tindih. Tromboflebitis sinus
lateral (tigmosis sinus sigmoid) adalah peradangan pada dinding dalam
sinus vena latal dengan pembentukan trombus dan terjadi sebagai
komplikasi mastoiditis koalesen akut, mastoiditis bertopeng, atau nanah
kronis telinga tengah dan kolesteatoma (Wu, Huang, Chao, & Sun, 2018).

12
BAB III
LAPORAN KASUS

Skenario Kasus :
An. N (5 tahun) datang ke RSUD Ciamis diantar ibunya. An.N mengeluh nyeri
telinga dan ketajaman pendengarannya menurun pada telinga sebelah kiri disertai
dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau sejak 2 minggu yang lalu. Setelah
dilakukan pengkajian, didapatkan hasil sebagai berikut: Dalam satu tahun terakhir,
klien sudah 2x mengalami ISPA. Akhir-akhir ini klien sering mengalami batuk,
pilek, demam. Hasil TTV TD: 110/80mmHg, HR: 100x/m, RR: 20x/m, S: 39
derajat celcius. Klien mengatakan sering mengorek kuping dengan bagian
bawah/ujung peniti bahkan pernah sampai berdarah. Hasil pemeriksaan otoskopis
diperoleh membrane timpani tampak merah, menggelembung, dan mengalami
perforasi. Klien diberikan terapi antibiotic sprectum luas dan obat tetes telinga.
Klien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Diagnose medis klien otitis
media.
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : An. T
TTL : Ciamis, 01 Juni 2014
Umur : 5 thn
Nama Ayah : Tn. H
Nama Ibu : Ny. F
Pekerjaan Ayah : Petani
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Alamat : Sadananya
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Pendidikan Ayah : SMP
Pendidikan Ibu : SD

13
B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama
An. T mengeluh nyeri telinga.
2. Riwayat Penyakit sekarang
Pada tanggal 23 oktober 2019 An. T datang ke RS diantar ibunya ke
Poli THT dengan keluhan Nyeri pada area telinga. Pada saat dilakukan
pengkajian klien mengeluh nyeri telinga disertai dengan keluarnya
kotoran telinga yang berbau. Skala Nyeri 4 (1-5). Nyeri tidak menjalar
ke bagian anggota tubuh lain. Nyeri berkurang setelah klien di beri obat
analgesic.
3. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak pernah mengalami penyakit otitis media.
4. Riwayat penyakit keluarga
Sebelumnya tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami otitis
media

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
 Kesadaran composmentis
2. Tanda-tanda Vital
P : 100 x/menit
R : 20 x/menit
S : 39 ℃
3. Sistem pendengeran
Klien mengeluh nyeri di area telinga, klien tampak rewel dan meringis
kesakitan, nyeri disertai dengan keluarnya kotoran telinga yang berbau,
klien tidak dapat mendengar detikan jarum jam yang didekatkan ke
telinga klien dengan baik.

14
D. Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
1. 1. DS : ISPA Nyeri akut

 Klien mengatakan
nyeri diarea telinga Infasi Bakteri

kiri.
 Ibu klien Infeksi telinga

mengatakan nyeri tengah

berlangsung lama
sekitar 2 minggu Peningkatan

DO : produksi
Cairan serosa
 Klien terlihat rewel
dan meringis
Proses peradangan
kesakitan
 Skala nyeri 4 (1-5)
Agen cedera biologis
 Hasil pemeriksaan
otoskopis
Nyeri akut
diperoleh
memberan timpani
tampak merah,
sering
menggelembung
dan mengalami
perporasi
2. DS : Proses peradangan Hipertemia

 Ibu klien
mengatakan kulit Proses infeksi

klien teraba hangat


Peningkatan suhu

15
DO : tubuh
 Suhu klien 39℃
 Kulit teraba hangat kulit teraba hangat

 Klien tampak
hipertemia
gelisah

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
ekspresi wajah nyeri
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit ditandai dengan kulit teraba
hangat

16
3.3 Tindakan Keperawatan
NO DX TUJUAN INTERVENSI RASIONAL IMPLEMENTASI EVALUASI
1. Nyeri akut b.d NOC : NOC :
agen cedera  Tingkat nyeri 1. lakukan 1. Mengidentifikasi 1. Melakukan S:
biologis - Nyeri yang pengkajian karakteristik nyeri dan pengkajian - Klien
ditandai dilaporkan dari nyeri secara factor yang berhubungan nyeri secara mengatakan
dengan derajat 1 (berat) kongprehen merupakan suatu halyang kongprehensif masih
ekspresi wajah ke derajat 3 sif amat penting untuk R: merasakan nyeri
nyeri (sedang) memilih intervensi yang Skala nyeri 4 pada area
- Ekspresi nyeri cocok dan untuk 2. menggunakan telinga kiri
wajah dari derajat mengevaluasi keefektifan strategi O:
1 (berat) ke dari terapi yang diberikan komunikasi - Klien tampak
derajat 3 (sedang) 2. gunakan 2. Untuk memudahkan teurapetik. meringis
 tingkat kecemasan strategi berkomunikasi dengan R: kesakitan
- perasaan komunikasi klien terutama untuk Klien tidak dapt - Klien tampak
gelisah dari teurapetik. klien pada usia balita berkomunikasi rewel dan
derajat 1 (berat) dengan baik. gelisah
kederajat 3 3. Kolaborasi 3. Untuk membantu 3. Berkolaborasi A :
(sedang) dengan menghilangkan atau dengan dokter - masalah belum
dokter untuk mengurangi tingkat nyeri untuk teratasi
pemberian yang dialami klien. pemberian P:
analgesik analgesik - Intervensi
sesuai sesuai dengan dilanjutkan
advis dokter
dengan R:
advis dokter Dokter
memberikan obat
analgesik
2. 2. Hipertermia NOC : NIC :
b.d penyakit  Termoregulasi 1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui 1. Mengkaji S:
ditandai - Peningkatan tanda vital keadaan umum klien tanda-tanda - Keluarga klien
dengan kulit suhu kulit dari 2. Sesuaikan 2. Untuk memberikan vital mengatakan
teraba hangat drajat 1 – 3 suhu kenyamanan terhadap Respon : kulit klien masih
 Tanda – Tanda lingkungan suhu klien, guna P : 100 x/menit teraba hangat
Vital : dalam batas dengan meningkatkan R : 20 x/menit O:
normal kebutuhan penyembuhan. S : 39 ℃ - Klien tampak
 Suhu tubuh 2. menyesuaikan rewel dan
37C 3. Kolaborasi 3. Untuk menurunkan suhu suhu gelisah
 Nadi 70 x/menit untuk klien dan mempercepat lingkungan A:
 Respirasi 21 pemberiran kesembuhan terhadap dengan - masalah belum
x/menit antipiretik penyakit kebutuhan teratasi
sesuai advis R: P:
 Status kenyamanan
dokter Klien terlihat - Intervensi
: Fisik
nyaman dengan dilanjutkan
- Tingkat energy
lingkungan saat
dari derajat 1
ini.
(sangat
3. Berkolaborasi
terganggu) ke
untuk

18
derajat 3 (cukup pemberiran
terganggu) antipiretik
n sesuai advis
dokter
R:
Dokter
memberikan obat
antipiretik

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Otitis media (OM) merupakan penyakit pada telinga tengah yang terkait
dengan sekelompok kondisi inflamasi dengan penyebab yang beragam.
Telinga tengah adalah ruang telinga yang terletak di antara membran timpani
dengan telinga bagian dalam, dan berhubungan dengan nasofaring melalui
saluran Eustachius.1 Otitis terjadi tepatnya pada rongga di belakang gendang
telinga (Mahardika et al., 2019). Infeksi telinga bagian tengah ini, sering kali
timbul akibat batuk pilek, flu, atau alergi sebelumnya (Kedokteran et al., 2018).
Otitis media sangat sering terjadi pada anak-anak. Diperkirakan sekitar
70% anak mengalami otitis media minimal satu kali atau bahkan lebih saat
menjelang usia tiga tahun. Anakanak yang rentan terkena otitis media akut
biasanya berkisar dari umur 6-11 bulan. Insiden penyakit ini sedikit lebih
tinggi ditemukan pada anak laki-laki dibandingan anak perempuan. Angka
kejadian otitis media akut bervariasi pada tiap negara. Di Amerika Serikat,
otitis media akut masih menjadi penyakit paling sering mendapat antibiotik
pada anak-anak. Penyakit ini juga memberi dampak beban sosial dan biaya
secara tidak langsung, karena waktu yang hilang dari sekolah atau
pekerjaan.1 Otitis media akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri.
Kebanyakan anak-anak terinfeksi oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV)
pada awal tahun kehidupan. Sekitar 70% pasien dengan otitis media akut,
bakteri ditemukan pada kultur pada telinga tengah. Spesies yang paling
sering adalah Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumonia (Diana
& Haryuna, 2017)..
4.2 Saran
Dari kesimpulan di atas penulis dapat sedikit mem#eri saran kepada
beberapa pihak agar kualitas pelayanan kesehatan 5ndonesia semakin
meningkat, diantaranya sebagai berikut :
1. Keluarga klien
Keluarga klien diharapkan dapat memberikan perawatan dalam
memenuhi keutuhan sehari-hari anggota keluarga dengan masalah otitis
media serta mampu menjaga kebersihan lingkungan sehingga anggota
keluarga lain terhindar dari penyakit Otitis Media.
2. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mampu menguasai konsep dan memberikan
Asuhan Keperawatan pasien dengan Otitis Media.

21
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hammar, A. E., Albrahim, N. M., & Alali, F. B. (2018). Awareness of Otitis


Media Risk Factors in Children among Saudi Population in Al-Ahsa. The
Egyptian Journal of Hospital Medicine, 70(11), 1936–1942.
https://doi.org/10.12816/0044846

Aljohani, Z., Alghonaim, A., Alhaddad, R., Alshaif, W., Althomali, R., Asiry, A.,
… Taha, R. (2018). Otitis media causes and management. 5(9), 1–6.
https://doi.org/DOI: http://dx.doi.org/10.18203/2394-6040.ijcmph20183441

Choffor-nchinda, E., Atanga, L. C., Nansseu, J. R., & Djomou, F. (2018).


Effectiveness of amoxicillin alone in the treatment of uncomplicated acute
otitis media : a systematic review protocol. 8–11.
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-021133

Clinical, J. O. F., & Investigations, E. (2017). JOURNAL OF CLINICAL AND


EXPERIMENTAL INVESTIGATIONS Complications of Acute Otitis Media :
A Single Center Experience. 8(4), 2015–2018.
https://doi.org/10.5799/jcei.382431

Deniz, Y., Uum, R. T. Van, Hoog, M. L. A. De, Schilder, A. G. M., Damoiseaux,


R. A. M. J., & Venekamp, R. P. (2018a). Impact of acute otitis media clinical
practice guidelines on antibiotic and analgesic prescriptions : a systematic
review. 1–6. https://doi.org/10.1136/archdischild-2017-314103

Deniz, Y., Uum, R. T. Van, Hoog, M. L. A. De, Schilder, A. G. M., Damoiseaux,


R. A. M. J., & Venekamp, R. P. (2018b). Impact of acute otitis media clinical
practice guidelines on antibiotic and analgesic prescriptions : a systematic
review. 597–602. https://doi.org/10.1136/archdischild-2017-314103

Diana, F., & Haryuna, T. S. H. (2017). Hubungan Rinitis Alergi dengan Kejadian
Otitis Media Supuratif Kronik. Majalah Kedokteran Bandung, 49(2), 79–85.
https://doi.org/10.15395/mkb.v49n2.369

Dyke, M. K. Van, Cohen, R., Al-mazrou, K., Grevers, G., Lopez, P., & Hausdorff,
W. P. (2017). Etiology of Acute Otitis Media in Children Less Than 5 Years of
Age. 36(3), 274–281. https://doi.org/10.1097/INF.0000000000001420

Ilechukwu, G. C., Ilechukwu, C. G. A., Ubesie2, A. C. ., Ojinnaka2, C. N.,


Emechebe, G. O., & Iloh, K. K. (2014). Otitis Media in Children : Review
Article. (March), 47–53.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.4236/ojped.2014.41006

Kedokteran, F., Hang, U., & Surabaya, T. (2018). Hang tuah medical journal. 15,
112–132.

22
Khandekar, R., Sudhan, A., Jain, B. K., Deshpande, M., Dole, K., Shah, M., & Shah,
S. (2015). Impact of cataract surgery in reducing visual impairment: A review.
Middle East African Journal of Ophthalmology, 22(1), 80–85.
https://doi.org/10.4103/0974-9233.148354

Mahardika, I. W. P., Sudipta, I. M., & Sutanegara, S. W. D. (2019).


KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT
UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI – DESEMBER
TAHUN 2014 terutama pada anak-anak . Anak-anak lebih rentan terhadap
OMA dikarenakan anatomi dan sistem Acute Otitis Media is a disease that
affec. 8(1), 51–55.

Mukara, K. B., Lilford, R. J., Tucci, D. L., & Waiswa, P. (2017). Prevalence of
Middle Ear Infections and Associated Risk Factors in Children under 5 Years
in Gasabo District of Kigali City , Rwanda. 2017, 8.
https://doi.org/10.1155/2017/4280583

Qasim, L. K., & Bayunus, Y. S. (2017). Knowledge, Attitude and Practices towards
Otitis Media in Saudi Arabia Community. The Egyptian Journal of Hospital
Medicine, 69(6), 2552–2556. https://doi.org/10.12816/0042229

Qureishi, A., Lee, Y., Belfield, K., Birchall, J. P., & Daniel, M. (2014). Update on
otitis media – prevention and treatment. (January).
https://doi.org/10.2147/IDR.S39637

Schilder, A. G. M., Marom, T., Bhutta, M. F., Casselbrant, M. L., Coates, H., Hall,
A. J., … Mandel, E. M. (2017). Panel 7: Otitis Media: Treatment and
Complications. https://doi.org/10.1177/0194599816633697

Shawabkeh1, M. Al, Haidar, H., Larem1, A., , Zahraa Albu-Mahmood3, A.,


Alsaadi1, & Alqahtani1, and A. (2017). Acute Otitis Media- An Update. 8(4),
6–11. https://doi.org/10.15406/joentr.2017.08.00252

Wintermeyer, S. M., & Nahata, M. C. (1994). Chronic suppurative otitis media.


Annals of Pharmacotherapy, 28(9), 1089–1099.
https://doi.org/10.1177/106002809402800915

Wu, P., Huang, C., Chao, W., & Sun, C. (2018). Impact of influenza vaccine on
childhood otitis media in Taiwan : A population-based study. 2004, 1–9.
https://doi.org/https://doi.org/10.1371/journal.pone.0190507 January

23

Anda mungkin juga menyukai