Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting merupakan salah satu permasalahan gizi yang terjadi di
Indonesia. Dampak stunting tidak hanya dirasakan oleh individu yang
mengalaminya, tetapi juga berdampak pada roda perekonomian dan pembangunan
bangsa (Oktarina dan Sudiarti, 2011). Stunting merupakan kondisi kronik yang
menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.
Ditunjukkan dengan nilai z-score TB/U kurang dari -2 SD (Kusuma, 2013).
Hal ini juga didukung oleh Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan
bahwa stunting berhubungan dengan gangguan fungsi kekebalan dan
meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak
mengalami stunting, data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF
dan memposisikan Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak
yang mengalami stunting tinggi (UNICEF, 2007).
Prevelensi stinting secara nasional pada tahum 2013 sebesar 37,2%, yang
berarti menjadi peningkatan di bandingkan pada tahun 2010 prevalensi anak
stunting 35.6 %, artinya 1 diantara tiga anak kita kemungkinan besar pendek, dan
2007 (38,8%).preverensi pendek sebesar 37,2% terdiri dari 18% sangat pendek
dan 19,2% pendek. Pada tahun 2013 prevelensi sangat pendek menunjukan
penurunan, dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010. Prevelensi pendek
meningkat dari 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2%. Dengan capaian ini target
MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15.5% pada
tahun 2015 diperkirakan dapat dicapai.
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 35,6% anak Indonesia “stunted”.
Sebagai akibatnya, produktivitas individu menurun dan masyarakat harus hidup
dengan penghasilan yang rendah. Stunting atau penurunan tingkat pertumbuhan
pada manusia utamanya disebabkan oleh kekurangan gizi. Diprovinsi kepulauan
bangka belitung pada tahun 2018, tercatat Jumlah balita mencapai 122.807 anak,
dan 27,3% atau sekitar kurang lebih 4.565 anak mengalami stunting atau pendek
dan sangat pendek, Ribuan anak yang mengalami stunting tersebut tersebar di 6

1
kabupaten/Kota, dengan rincian Bangka Barat sekitar 694 anak, Bangka 1.045,
Belitung 486, Bangka Tengah 534, Bangka Selatan 597, Belitung Timur 427, dan
Pangkalpinang 784 anak.
Sanitasi buruk dan air minum yang terkontaminasi mengakibatkan
beragam dampak negatif, baik bagi kesehatan yang dapat mengakibatkan diare
yang mengganggu penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak
tidak mendapatkan zat gizi yang memadai sehingga pertumbuhannya terhambat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi stunting ?
2. Apa saja etiologi stunting ?
3. Bagaimana patofisiologi pada stunting ?
4. Apa manifestasi klinis stunting ?
5. Bagaimana penilaian Stunting secara Antropometri ?
6. Apa saja penatalaksanaan pada stunting ?
7. Apa saja peran perawat dalam stunting?
8. Asuhan keperawatan pada penderita stunting?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan definisi sunting.
2. Untuk mengetahui etiologi stunting.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis stunting.
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi pada stunting.
5. Untuk mengetahui bagaimana penilaian pada stunting secara Atropometri.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada stunting.
7. Untuk mengetahui peran perawat dalam stunting.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak stunting.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi stunting
Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-
11bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2
tahun.
Balita dikatakan pendek jika nilai z-score nya panjang badan menurut
umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar
deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Balita stunted akan
memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadi lebih rentan terhadap
penyakit, dan di masa depan dapat beresiko menurunnya tingkat produktivitas.
Pada akhirnya, secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kemiskinan. (menurut PERSAGI, 2018).

B. Etiologi
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu
proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang
siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak
dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab
tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin
mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir
dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan
kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang,
dan meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit

3
untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya
stunted (Allen and Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja
seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak faktor, dimana
faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya. Terdapat tiga faktor
utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1. Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam
makanan yaitu karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
2. Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
Di salah satu negara berkembang juga menunjukan bahwa resiko utama
untuk stunting pada bayi usia <6 bulan entah perilaku ibu atau karakteristik
biologis anak dibawah kendali ibu, mislnya status menyusui dan berat lahir bayi.
Setelah usia 6 bulan, karakteristik sosial-ekonomi rumah tangga muncul dengan
perilaku dan variable biologis sebagai penentu penting dari gizi buruk, mislnya
status pendidikan yang rendah. Status sosial ekonomi rumah tangga
mempengaruhi resiko stunting awal pedesaan daripada perkotaan.

C. Patofisiologi
Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, dan setelah dua
tahun baru terlihat ternyata balita tersebut pendek. Masalah gizi yang kronis pada
balita disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama
akibat orang tua/keluarga tidak tahu atau belum sadar untuk memberikan makanan
yang sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Riskesdas 2010 menemukan bahwa
ada 21,5% balita usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan
minimal dan 16% yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Dan
bila ini berlangsung dalam waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan
berat dan tinggi badan. Pada ibu hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi
energi di bawah kebutuhan minimal dan 49,5% wanita hamil yang mengonsumsi
protein di bawah kebutuhan minimal yang berdampak pada terhambatnya
pertumbuhan janin yang dikandungnya. Selain asupan yang kurang,

4
seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan.
Sanitasi lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui peningkatan
kerawanan anak terhadap penyakit infeksi. Anak yang sering sakit akibat
rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan kronis dan berdampak anak menjadi pendek. Dari hasil Riskesdas,
2010 lebih dari setengah (54,9%) masyarakat kita memiliki akses sumber air
minum tidak terlindung. Hanya 55,5% masyarakat yang terakses dengan sanitasi,
di perkotaan 71,4% dan pedesaan 38,5%. Penanganan sampah di masyarakat 52%
dibakar dan penggunaan bahan bakar arang dan kayu bakar 40,0%. Selain itu juga
ternyata Dua dari 3 perokok kita (76,7%) merokok di rumah dan dampak dari
semua ini berpotensi menyebabkan penyakit diare dan gangguan pernapasan pada
balita.

D. Manifestasi klinis
1. Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal, atau BBLR (berat bayi lahir
rendah) pada keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh
kelenjarnya tidak sempurna.
2. Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun
desimal.
3. Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan ada kelainan
hormonal.
4. Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
5. Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.

E. Penilaian stunting secara antropometri


Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran.
Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah
jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur
dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein

5
dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan
dan berat badan (Gibson, 2005).
Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan
rekomendasi NCHS dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan
pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score untuk usia dan
jenis kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score adalah unit standar deviasi
untuk mengetahui perbedaan antara nilai individu dan nilai tengah (median)
populasi referent untuk usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari
nilai populasi rujukan. Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain
untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan
perbedaan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik kesimpulan secara
statistik dari pengukuran antropometri.
Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted)
adalah penting dalam mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada
wilayah dengan banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi
kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off point”, dengan penilaian Z-score,
dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut Umur (TB/U)
Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006).
Indikator Pertumbuhan Cut off point
Stunted <-2 SD
Severely Stunted <-3 SD

Kategori status gizi berdasarkan indeks Antropometri PB/U atau TB/U


Indeks Kategori Status Ambang Batas (z-score)
Gizi
Panjang Badan menurut Sangat Pendek <-3 SD
Umur (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD
Badan menurut Umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Balita Umur 0-60 Tinggi >2SD
bulan
Sumber : Kemenkes, 2011

6
Berdasarkan indeks antropometri TB/U dikatakan Stunting jika indeks z-
score -3 SD sampai dengan -2 SD.

F. Penatalaksanaan
Pengobatan pada stunting antara lain, dengan mengkonsumsi zat gizi
mikro yang berperan untuk menghindari stunting (Pendek):
1. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta
gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan makanan sumber kalsium
antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-kacangan.
2. Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid
mengatur metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan tubuh.Yodium juga
penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan. Bahan makanan sumber
yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
3. Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka,fungsi
kekebalan dan pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan
sumber zink : hati, kerang, telur dan kacang-kacangan.
4. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak,
dan metabolisme energi. Sumber zat besi antara lain: hati, telur,ikan, kacang-
kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
5. Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan
dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah merah dan mencegah anemia.
Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-kacangan, serealia dan
sayur-sayuran.

7
G. Peran perawat pada anak stunting
1. Pemberi perawatan
Merupakan peran utama perawat yaitu memberikan pelayanan
keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai
dengan masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai yang kompleks. Contoh peran perawat sebagai pemberi perawatan
adalah peran ketika perawat memenuhi kebutuhan dasar seperti memberi
makan, membantu pasien melakukan ambulasi dini.
2. Sebagai Advocat keluarga
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu
klien dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan dan informasi yang diperlukan untuk mengambil
persetujuan (inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. Peran perawat sebagai advocate keluarga dapat ditunjukkan
dengan memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan pengukuran
pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan
indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai.
3. Pendidik
Perawat bertanggung jawab dalam hal pendidikan dan pengajaran
ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga
kesehatan lainya. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam
keperawatan adalah aspek pendidikan, karena perubahan tingkah laku
merupakan salah satu sasaran dari pelayanan keperawatan. Perawat harus bisa
berperan sebagai pendidik bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Memberi penyuluhan kesehatan tentang penanganan stunting
(bayi pendek) merupakan contoh peran perawat sebagai pendidik (health
educator )
4. Konseling
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola
interaksi ini merupakan dasar dalam perencanaan tindakan keperawatan.

8
Konseling diberikan kepada individu, keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. Pemecahan masalah
difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat
(perubahan polainteraksi).

H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK STUNTING


1. PENGKAJIAN
Melakukan pengkajian gizi (assesment)
1. mengkaji data antropometri sebagai berikut:
a Melakukan identifikasi umur dalam bulan, pengukuran panjang badan atau
tinggi badan dan penimbangan berat badan.
b Data berat badan di analisa menurut umur dengan batasan sebagai berikut
indeks Katagori status gizi Ambang batas (z-
score)
Berat badan menurut Gizi buruk <-2 sd
umur (BB/U)aanak Gizi kurang -3 sanpai dengan<-2 sd
umur 0-60 bulan Gizi baik -2 sd sapai dengan 2 sd
Gizi lebih >2sd
c Data panjang atau tinggi badan dianalisis menurut umur sebagai berikut
indeks Kategori status gizi Ambang batas (z-
score)
Panjang badan Sangat pendek < -3 sd
menurut umur (PB/U) Pendek -3 sd sanpai dengan <-
atau tinggi badan 2 sd
menurutumur(TB/U) normal -2 sd sampai dengan 2
anak umur 0-60 bulan sd
tinggi >2 sd

d Pengkajiaan antropometri lainnya adalah dengan menganalisis


pertambahan berat badan setiap bulannya.
Pencapaiaan penaikan berat badan usia 0 sampai 6 bulan
Waktu Penambahan berat badan yang
baik sesuai usia
Triwulan ke-1 200 g perminggu
Trtriwulan ke-2 150 g perminggu
Penambahan panjang badan anak usia sampai 1 tahun adalah 25 cm.

9
2. Mengkaji data laboratorium parameter biokimia yang bisa dikaitan dengan
defisiensi zat gizi tekait resiko stunting sebagai berikut :
a Albumin rendah dan atau pre-albumin rendah dan/creatinin height index
(CHI) urin rendah dan atau keseimbangan nitrogen negatif: bkemungkinan
berhubungan dengan defisiensi protein dan pristiwa katabolisme (karena
penyakit infeksi)
b Serum asam folat rendah : kemungkinan berhubungan dengan defisiensi
asam folat dan vitamin B 12.
c Zat besi (Fe) serum rendah :kemungkinan berhubungan dengan defisiensi
zat besi (fe) dab inflamasi.
d Hematokrit (HT) rendah :kemungkinan berhubungan dengan defisiensi
asam folat, fe, vitamin B12 , dan overhidrasi
e Hemoglobin (HB) rendah: kemungkinan berhubungan dengan defisiensi
protein dan Fe.
3. Mengkaji data klinis yang berkaitan dengan keadaan usia 0-6 bulan
diantaranya kontipasi,diare, intertoleransi laktosa, buang air kecil, rewel,
kolik abdomen, alergi, bingung puting, payudara ibu bengkak sehingga tidak
dapat memberikan asi, dan asi tidak, keluar, gangguan menghisap. Keadaan
ini akan membuat anak beresiko kekurangan gizi kronis akan berdampak
pada resiko stunting.
4. Konsep gizi melakukan identifikasi terhadap riwayat makan dengan metode
food recaal/food frequency. Hasil analisis food reccal berupa asupan energi
dan zat gizi dibandingkan dengan kebutuhan energi dan zat gizi pada anak
sesuai umur. Hasil identifikasi dilakukan dengan secara kuantitatip dan
kualitatif. Secara kuantatif hasil yang diperoleh sebagai berikut :
Energi dan zat gizi Angka kecukupan gizi Prediksi pengkajian secara
yang di anjurkan kuantitatif
Energi 550 kkal Asupan energi lebih rendah dari
kebutuhan
Protein 12g Asupan protein lebih rendah
dari kebutuhan
Lemak 34 g Asupan lemak lebih rendah dari
kebutuhan

10
Kalsium 200 mg Asupan kasium lebih rndah dari
kebutuhan
Vitamin A 375 mcg Asupan vitamin A lebih rendah
dri kebutuhan
Vitamin C 40 mg Asupan vitamin C lebih rendah
dari kebutuhan

5. Mengkaji data riwayat personal sebagai berikut:


a Adanya riwayat lahir dengan BBLR
b Riwayat ibu tidak menyusui eksklusif
c Pemberian makan anak usia 0-6 bulan tidak tepat
d Riwayat penyakit infeksi pada ibu seperti penyakit hepatitis, infeksi
payudara, atau HIV
e Ibu tidak punya pengetahuan gizi ibu terkait gizi ibu menyusui.

2. DIAGNOSA
Berdasarkan hasil pengkajian gizi ditetapkan diagnosis sesuai dengan urutan
prioritas untuk semua domain. Berikut beberapa contoh terkait permasalahan gizi
pada anak yang beresiko stunting sebagai berikut :
a Domain intake
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berkaitan dengan
malnutrisi asupan energi, protein dan zat besi tidak adekuat ditandai
dengan pertumbuhan berat badan serta perkembangan tidak sesuai usia,
kehilangan berat badan dan masa otot.
b Domain klinis
Asupan peroral tidak adekuat berkaitan dengan penurunan kemampuan
menyusui ditandai dengan perkiraan asupan makan tidak mencukupi
kebutuhan, kehilangan berat badan, pertumbuhan tidak sesuai dengan
usianya.
c Domain lingkungan
Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi (untuk anak usia 0-6
bulan) berkaitan dengan belum terpapar informasi yang benar tentang

11
makanan untuk usia 0-6 bulan ditandai dengan tidak dapat menyusui
dengan benar dan tidak dapat menyiapkan MPASI dengan tepat.

3. INTERVENSI
a Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berkaitan dengan
malnutrisi asupan energi, protein dan zat besi tidak adekuat ditandai
dengan pertumbuhan berat badan serta perkembangan tidak sesuai usia,
kehilangan berat badan dan masa otot.
Kriteria hasil : Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya, status nutrisi
seimbang, perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan
umurnya.
Intervensi :
1) Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
2) Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan BB, TB anak
3) Lakukan pengkajian kesehan secara seksama
4) Ajarkan pengasuh/ibu tentang tahapan perkembangan serta
pertumbuhan normal dan perilaku yang berhubungan
5) Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak
b Asupan peroral tidak adekuat berkaitan dengan penurunan kemampuan
menyusui ditandai dengan perkiraan asupan makan tidak mencukupi
kebutuhan, kehilangan berat badan, pertumbuhan tidak sesuai dengan
usianya.
Kriteria hasil : Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan, tinggi badan
dan berat badan sesuai dengan umur, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
Intervensi:
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Jelaskan kepada ibu untuk menyusui anak sesuai kebutuhannya
sampai puas
3) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan anak

12
4) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
c Kurang pengetahuan terkait makanan dan zat gizi (untuk anak usia 0-6
bulan) berkaitan dengan belum terpapar informasi yang benar tentang
makanan untuk usia 0-6 bulan ditandai dengan tidak dapat menyusui
dengan benar dan tidak dapat menyiapkan MPASI dengan tepat.
Kriteria hasil : memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif pada
bayinya.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak.
2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat.
3) Jelaskan kepada ibu pentingnya ASI untuk menyusui anak sesuai
kebutuhannya sampai puas.
4) Ajarkan posisi menyusui yang benar
5) Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
6) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk kombinasi pemberian
MPASI.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tahap keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan implementasi
dilaksanakan berdasarkan intervensi yang sudah dirancang untuk mengatasi
masalah klien implementasi keperawatan pada anak stunting dilaksanakan untuk
mengatasi masalah utama klien serta masalah-masalah lain yang timbul akibat
masalah utama yang belum teratasi. Implementasi yang dilakukan bertujuan untuk
mencapai kriteria hasil yang suah ditetapkan pada intervensi keperawatan.

13
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau. Evaluasi yang digunakan mencakup 2 bagian yaitu evaluasi formatif yang
disebut juga evaluasi proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang
dilaksanakan secara terus menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan.
Sedangkan evaluasi sumatif yang disebut juga evaluasi akhir adalah evaluasi
tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang dilakukan
dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP”. Tujuan
evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan,
nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan
standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Untuk mengetahui keberhasilan intervensi yang telah diberikan, konselor
gizi atau perawat harus menetapkan hasil yang diharapkan pada kunjungan
berikutnya sebagai berikut :
a Penambahan berat badan serta tinggi badan sesuai penambahan usia
b Peningkatan pengetahuan ibu tentang memberikan ASI

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,
atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut
umur (<2SD), ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat
sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan
pertumbuhandimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk
gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai dan atau kesehatan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama
kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang
akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR),
sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan. Beberapa faktor yang terkait
dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering
mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai
dan faktor kemiskinan. Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan
cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak
usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan
antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan
komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk
mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang menderita stunting
berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada
kecerdasan, produktivitas dan prestasinya.

15
B. Saran
Stunting harus dicegah sedini mungkin dengan meningkatkan pelayanan
kesehatan kepada ibu sejak kehamilan 3 bulan berupa ANC berupa gizi ibu hamil,
imunisasi TT, dan pemeriksaan kehamilan secara teratur. Bayi harus di berikan
ASI sampai umur 6 bulan. Setelah 6 bulan bayi harus diberikan makan
pendamping ASI (M-ASI). Anak harus di bawa ke posyandu secara rutin untuk
mendapat pelayanan secara lengkap. Bagi balita stunting segera di berikan
pelayanan kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA
Padila. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika
Ramayulis, Rita. 2018. Stop Stunting dengan Konseling Gizi. Jakarta: Penebar
Plus+
Susilaningrum, Rekawati. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak untk
perawat dan bidan. Jakarta: Salemba Medika
Almatsier, Sunita. 2009. Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Sun
lelidiniah. 2018. Makalah stunting kelompok 8 doc.
https://id.scribd.com/document/373914318/MAKALAH-
STUNTING-KEL-8-docx Diakses pada tanggal 14 Februari
2019

17

Anda mungkin juga menyukai