Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEBIDANAN

BAB VII ASUHAN BAYI BARU LAHIR DALAM 2 JAM PERTAMA

1.PENDAHULUAN
Selamat berjumpa dengan Bab VII Asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama.
Bab ini menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami dan disertai dengan contoh-
contoh sehingga penulis berharap pembaca dapat mempelajarinya dengan baik. Untuk
mempermudah memahami materi dalam Bab ini, penulis membagi menjadi 8(delapan) topik
yaitu:
1.Asuhan bayi baru lahir esensial
2.Pemotongan tali pusat
3.evaluasi nilai apgar
4.Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia
5.Teknik resusitasi bayi baru lahir yang efektif

6.Bounding attachment

7.Pembagian ASI awal

8.Inisiasi menyusui dini

Untuk mengetahui tingkat pemahaman pembaca mengenai Bab VII ini, penulis
akan mengajukan beberapa pertanyaan yaitu Apa saja asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam
pertama ? Bagus sekali jawaban Anda! Dengan jawaban yang Anda berikan berarti Anda
telah cukup memahami dengan benar asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama.
Selanjutnya tentu Anda bertanya mengapa ini harus dipelajari? Mengapa topik tidak
langsung ke asuhan kebidanan pada pasien dengan masalah persalinan saja? Apa
pentingnya? Materi ini penting, karena membantu memberikan arah dan panduan bagi
Anda didalam memberikan asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama.
Tujuan yang ingin dicapai setelah Anda menyelesaikan materi bab VII ini yaitu
anda memahami bagaimana asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama dan apa saja
yang harus diperhatikan dalam asuhan bayi baru lahir dalam 2 jam pertama.
ASUHAN KEBIDANAN

TOPIK 1

ASUHAN BAYI BARU LAHIR ESENSIAL

Pelayanan neonatal esensial dimulai pada saat bayi lahir dan berlangsung sampai dengan
setelah kelahiran. Perawatan neonatal esensial merupakan suatu pelayanan yang digunakan untuk
menunjang kesehatan bayi baru lahir yang diberikan secara adekuat meliputi pencegahan
hipotermi, perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif, pencegahan
infeksi, pemberian imunisasi dan deteksi dini tanda bahaya dengan melakukan pemeriksaan
fisik42 . Berdasarkan PERMENKES No.53 tahun 2014 pasal 2 menjelaskan bahwa pelayanan
kesehatan neonatal esensial bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan pada bayi,
terutama dalam 24 jam pertama kehidupan. Pelayanan kesehatan neonatal menggunakan
pendekatan komprehensif dengan melakukan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan penyakit
(rehabilitatif)

1.1. Perawatan Neonatal Esensial pada Saat Lahir

1) Kewaspadaan Umum (Universal Precaution) Bayi baru lahir (BBL) rentan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh paparan atau terkontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan
berlangsung atau pada saat setelah lahir. Beberapa mikroorganisme perlu diwaspadai karena
dapat ditularkan melalui percikan darah dan cairan tubuh. Hal tersebut yang mendasari perlunya
tenaga kesehatan melakukan tindakan pencegahan infeksi pada saat melakukan pertolongan
persalinan.

2) Penilaian Awal Penilaian awal bayi baru lahir dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan
sebelum dan setelah bayi lahir.

a) Sebelum bayi lahir

(1) Apakah bayi cukup bulan ?

(2) Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?

b) Setelah bayi lahir

(1) Apakah bayi menangis atau bernafas / tidak megap-megap ?

(2) Apakah tonus otot baik / bayi bergerak aktif ?

Manajemen bayi baru lahir dilakukan mulai dari persiapan, penilaian, keputusan dan alternatif
tindakan yang sesuai dengan hasil penilaian keadaan bayi baru lahir. Jika pada saat penilaian
ASUHAN KEBIDANAN

diketahui bahwa bayi berumur cukup bulan, ketuban jernih, bayi menangis dan bernafas normal,
tonus otot bayi baik dan bayi dapat bergerak aktif maka petugas kesehatan dapat melakukan
manajemen asuhan bayi baru lahir normal, yaitu :

a) Menjaga bayi tetap hangat

b) Menghisap lendir dari mulut dam hidung ( jika diperukan)

c) Mengeringkan tubuh bayi

d) Memantau tanda bahaya

e) Melakukan pemotongan tali pusat dan mengikatnya tanpa memberi apapun.

Pemotongan tali pusat dilakukan sekitar 2 menit setelah lahir lahir atau setelah bidan
menyuntikan oksitosin kepada ibu untuk memberi waktu tali pusat mengalirkan darah dan juga
zat besi kepada bayi.

f) Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD)

g) Memberikan imunisasi vitamin K1 1 mg secara intramuskular dipaha kiri anterolateral setelah


IMD

h) Memberi salep mata antibiotik pada kedua mata

i) Melakukan pemeriksaan fisik

j) Memberi imunisasi hepatitis B dengan dosis 0,5 mL secara intramuskular, dipaha kanan
anterolateral kira-kira 1-2 jam setelah pemberian vit.K42 .

Penatalaksanaan manajemen bayi baru lahir normal berbeda dengan manjemen bayi lahir
dengan asfiksia. Bayi lahir dengan asfiksia dibutuhkan pengawasaan lebih agar kondisi bayi
tetap stabil. Manajemen bayi baru lahir dengan asfiksia adalah sebagai berikut :

a) Melakukan resusitasi pada bayi jika pada penilaian awal diketahui air ketuban bercampur,
umur kehamilan tidak cukup bulan, bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap, dan tonus
otot bayi tidak baik atau bayi tidak bergerak aktif.

b) Jika pada saat penilaian awal bayi diketahui mengalami asfiksia segera melakukan
pemotongan tali pusat, kemudian lakukan langkah awal asuhan bayi baru lahir, meliputi :

(1) Jaga bayi tetap hangat

(2) Mengatur posisi bayi

(3) Mengisap lender


ASUHAN KEBIDANAN

(4) Mengeringkan tubuh bayi dan memberikan rangsangan taktil

(5) Reposisi

c) Setelah melakukan langkah awal asuhan bayi baru lahir kemudian lakukan penilaian kembali
apakah bayi bernapas normal atau tidak bernapas/ bernapas megap-megap. Jika bayi bernapas
normal segera lakukan asuhan pasca resusitasi (memantau tanda bahaya, perawatan tali pusat,
inisiasi meyusu dini, pencegahan hipotermi, pemberian vit K1, salep/ tetes mata, pemeriksaan
fisik dan melakukan pencatatan dan pelaporan).

d) Namun jika setelah dilakukan penilaian bayi tetap tidak bernapas /bernapas megap-megap,
segera meletakkan sungkup dan melakukan ventilasi sebanyak 2x dengan tekanan 30 cm air, jika
pada saat dilakukan ventilasi dada bayi tidak mengembang maka cek perlekattan sungkup.
Namun jika pada saat dilakukan ventilasi dada mengembang, ventilasi dilanjutkan kembali
sebanyak 20x selama 30 detik dengan tekanan 20 cm air.

e) Setelah melakukan ventiasi, nilai keadaan napas kembali apakah bayi mulai bernapas normal
atau bayi tidak bernapas/ bernapas megap-megap.

f) Jika bayi mulai bernapas normal, hentikan ventilasi yang dilakukan dan memberi asuhan
pasca resusitasi.

g) Namun jika bayi tidak bernapas/ bernapas megap-megap segera mengulangi ventilasi
sebanyak 20x selama 30 detik, dan melakukan penilaian napas bayi setiap 30 detik. Jika bayi
tetap tidak bernapas spontan setelah dilakukan resusitasi selama 2 menit segera menyiapkan
rujukan dan menilai denyut jantung.

h) Jika bayi dirujuk melakukan konseling kepada keluarga, melanjutkan resusitasi, memantau
tanda bahaya, perawatan tali pusat, melakukan pencegahan hipotermi, pemberian vit K1 dan
salep/ tetes mata, melakukan pencatatan dan pelaporan.

i) Jika setelah dilakukan ventilasi selama 10 menit dengan melakukan rujukan bayi tetap tidak
bernapas spontan dan denyut jantung bayi tidak terdengar, petugas kesehatan segera
menghentikan resusitasi, melakukan konseling dan melakukan pencatatan serta pelaporan

3) Pencegahan Kehilangan Panas Mekanisme pengaturan suhu tubuh bayi saat lahir belum
berfungsi sempurna, sehingga jika tidak segera dilakukan pencegahan kehilangan panas tubuh
bayi akan mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermi beresiko mengalami penyakit berat
bahkan kematian. Mekanisme kehilangan panas tubuh bayi baru lahir (BBL) dapat melalui
berbagai cara yaitu dengan evaporasi, konduksi, konveksi dan radiasi. Kehilangan panas pada
bayi baru lahir (BBL) dapat dicegah dengan melaukan beberapa cara, yaitu :

a) Ruang bersalin yang hangat, suhunya minimal 25ºC, menutup semua jendela dan pintu.
ASUHAN KEBIDANAN

b) Mengeringkan seluruh tubuh bayi tanpa membersihkan verniks, terutama pada tangan bayi.
Verniks dapat membantu tubuh bayi tetap hangat. Jangan lupa mengganti handuk yang basah
dengan kain /handuk yang kering.

c) Meletakkan bayi di dada atau perut ibu agar agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi (skin to
skin).

d) Melakukan insiasi menyusu dini (IMD)

e) Menggunakan pakaian hangat (baju, topi, selimut).

f) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Penimbangan dilakukan setelah 1
jam bayi kontak kulit dengan ibu dan selesai menyusu. Sebaiknya selimuti tubuh bayi dengan
kain yang bersih dan kering agar tidak mudah kehilangan panas tubuh. Berat bayi dapat dihitung
dari selisih bayi berpakaian/ selimut dengan berat pakaian/ selimut. Sementara memandikan bayi
pada jam-jam pertama akan menyebabkan bayi mengalami hipotermi.

g) Rawat gabung

h) Resusitasi dalam lingkungan yang hangat

i) Trasnportasi yang hangat

j) Pelatihan untuk petugas kesehatan dan konseling untuk keluarga .

4) Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat Memotong tali pusat 2 menit pasca bayi lahir yang
sebelumnya dilakukan penyuntikan oksitosin terlebih dahulu. Biarkan puntung tali pusat terbuka
dan tidak memberi atau mengolesi cairan apapun pada puntung tali pusat. Mengoleskan atau
penggunaan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila terdapat tanda infeksi,
namun tidak dikompreskan karena kaan membuat tali pusat lembab dan basah. Tali pusat
diusahakan agar tetap kering dan bersih, hingga mengering dan terlepas dengan sendirinya. Jika
puntung tali pusat kotor, bersihkan dengan air desinfeksi tingkat tinggi (DTT) dan sabun,
kemudian tali pusat dikeringkan kembali menggunakan kain bersih. Memperhatikan tanda-tanda
infeksi pada tali pusat seperti kemerahan pada kulit sekitar tali pusat, bernanah atau bau .

5) Inisiasi Menyusu Dini Pemberian air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan kasih sayang (asih),
memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatih refleks dan motorik bayi (asah). Inisiasi menyusu
dini (IMD) dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:

a) Melahirkan, melakukan penilaian awal dan mengeringkan tubuh bayi

b) Melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi (skin to skin), minimal dilakukan selama 1 jam

c) Membiarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu.
ASUHAN KEBIDANAN

6) Pencegahan Perdarahan Sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna,
sehingga BBL akan beresiko mengalami perdarahan baik perdarahan pada kejadian ikutan pasca
imunisasi ataupun perdarahan intrakranial. Perdarahan tersebut dapat dicegah dengan melakukan
pemberian suntikan vitamin K1 (phytomenadion) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intramuskular
pada anterolateral paha kiri. Suntikan Vit.K1 diberikan setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi Hepatitis B.

7) Pencegahan Infeksi Mata Salep atau tetes mata yang digunakan untuk pencegahan infeksi
diberikan segera setelah proses IMD dan bayi selesai menyusu atau sebaiknya 1 jam setelah
lahir. Pencegahan infeksi dianjurkan menggunakan salep antibiotik tetrasiklin 1%.

8) Pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi hepatitis B dilakukan 1-2 jam setelah pemberian
imunisasi vitamin K1 secara intramuskular. Imunisasi Hepatitis dilakukan untuk mencegah
infeksi hebatitis B pada bayi terutama pada jalur penularan ibu-bayi baik secara vertikal
(penularan ibu ke bayi pada waktu persalinan) atau secara horizontal (penularan dari orang lain).
Penderita hepatitis B dapat sembuh atau bahkan ada yang tetap membawa virus hepatitis B
didalam tubuhnya sebagai carrier (pembawa) hepatitis. Resiko penderita hepatitis B menjadi
carrier tergantung umur pada waktu terinfeksi. Jika terinfeksi pada bayi baru lahir maka risiko
menjadi carrier sebesar 90%, sedangkan jika terinfeksi pada waktu dewasa maka risiko menjadi
carrier sebesar 5- 10%48 .

9) Pemberian Identitas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak


menjelaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan identitas. Pemberian identitas pada bayi
bertujuan agar tidak tertukar. Tanda pengenal yang digunakan berupa gelang yang berisi
identitas nama ibu, ayah, jam lahir, dan jenis kelamin. Apabila fasilitas kesehatan
memungkinkan juga dilakukan cap telapak pada kaki dan tangan bayi pada rekam medis
kelahiran.

10) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pada bayi bertujuan mengetahui sedini
mungkin kelainan yang terjadi pada bayi. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, hendaknya
terlebih dahulu melakukan persiapan dari mulai alat, tempat, diri dan keluarga. Setelah persiapan
yang dilakukan dirasa sudah siap, hendaknya kita melakukan anamnesis terlebih dahulu, setelah
itu barulah pemeriksaan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan anamnesis
pada ibu dan keluarga ialah :

a) Menanyakan keluhan yang dirasakan bayi

b) Penyakit yang diderita ibu yang mungkin akan berdampak pada bayinya seperti tubercolosis
(TBC), demam saat persalinan, ketuban pecah dini (KPD) >18 jam, hepatitis B atau C, sifilis,
Human Immunodeficiency Virus /Acquired Immuno Deficiency Syndrom (HIV/AIDS) dan
penggunaan obat
ASUHAN KEBIDANAN

c) Cara, waktu, tempat bersalin, keadaan bayi saat lahir (langsung menangis /tidak) dan tindakan
yang diberikan pada bayi jika ada

d) Warna air ketuban

e) Riwayat bayi buang air kecil dan besar

f) Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap bayi.

11) Pemulangan Bayi Lahir Normal Bayi yang dilahirkan normal dan tanpa masalah pada saat
proses pengawasan di fasilitas kesehatan minimal dipulangkan 24 jam setelah kelahiran,
sementara tenaga kesehatan dapat meninggalkan tempat persalinan paling cepat 2 jam setelah
kelahiran. Sedangkan pada bayi yang dilahirkan dirumah, bayi dianggap dipulangkan pada saat
tenaga kesehatan meninggalkan tempat bersalin. Sebelum bayi dipulangkan,tenaga kesehatan
terlebih dahulu melakukan pemeriksaan secara lengkap dan memastikan bayi tidak bermasalah.
Setelah itu petugas kesehatan memberikan konseling tanda bahaya, jadwal kunjungan dan
perawatan bayi baru lahir

1.2.Perawatan Neonatal Esensial pada Saat Setelah Lahir

1) Menjaga bayi tetap hangat Setelah bayi dilahirkan dan berhasil melalui adaptasi dari
intrauterine ke ekstrauterine, bayi harus tetap dijaga kehangatannya dari mulai penggunaan
pakaian dan selimut yang lembut dan hangat, penutup kepala, kaos kaki dan sarung tangan,
melakukan kontak kulit untuk mejaga kehangatan bayi dan ruangan yang hangat.

2) Pemeriksaan setelah lahir menggunakan manajemen terpadu bayi sakit (MTBS)

3) Pelayanan tindak lanjut Proses penatalaksanaan kasus menggunakan MTBS membantu


mengindentifikasi bayi yang memerlukan kunjungan ulang. Jika bayi dibawa ke fasilitas
kesehatan, petugas kesehatan memberikan pelayanan tindak lanjut seperti yang disebutkan dalam
pedoman MTBS. Pada saat melakukan kunjungan ulang pada bayi, pemeriksaan dilakukan untuk
melihat perkembangan yang terjadi pada bayi, apakah membaik atau memburuk. Jika keadaan
bayi memburuk segeralah melakukan rujukan.

TOPIK 2

PEMOTONGAN TALI PUSAT

2.1. Sejarah Penjepitan dan Pemotongan Tali Pusat

Tali pusat telah lama membuat dokter terpesona. Hippocrates dan Galen mengungkapkan
peranannya dalam nutrisi fetus. Trotula memberikan petunjuk spesifik untuk memotong tali
pusat: tali pusat seharusnya diikat, sembari mengucapkan mantra ketika memotong, dan
dibungkus dengan benda yang seperti tali yang dijuntai atau diikat. Akan tetapi, tidak disebutkan
ASUHAN KEBIDANAN

kapan waktu yang tepat untuk dilakukan.11 Pemotongan tali pusat penting dilakukan untuk
memisahkan neonatus dari plasenta. Inch menjelaskan kebiasaan pada budaya primitif yaitu tali
pusat tidak dipotong hingga plasenta lahir, meskipun hingga berjam-jam. Kemudian tidak tahu
sejak kapan kebiasaan ini berubah. Pertama kali diketahui pemotongan tali pusat sebelum
plasenta lahir sejak abad 17. Hal ini diperkirakan menjadi penyebab terjadinya perubahan dalam
manajemen kala tiga dan kemudian menjadi kebiasaan untuk melahirkan di tempat tidur, oleh
karena hal tersebut terjadilah penurunan insidensi kelahiran plasenta secara spontan. Dan
memunculkan prosedur intervensi melahirkan plasenta secara manual sebelum uterus tertutup. 11
Pada tahun 1968, Botha menjelaskan pengikatan tali pusat atau penjepitan dimulai sejak tahun
1668. Pengikatan pada neonatus atau penjepitan awal mulanya untuk mencegah hilangnya darah
dari bayi sebelum penutupan pembuluh darah secara fisiologis. Ada dua alasan lain mengapa
dilakukan penjepitan tali pusat pada bagian plasenta yaitu:

1. Untuk mengidentifikasi tanda pelepasan plasenta ketika tali pusat memanjang. Hal ini
menandakan terjadi pelepasan plasenta

2. Menghindarkan tempat tidur ternodai oleh darah plasenta ketika tali pusat dipotong.

Botha menjelaskan bahwa alasan dilakukan tindakan ini tidak cukup untuk memberikan
alasan penjepitan. 11 Akan tetapi, para praktisi menjadi rutin melakukan penjepitan. Pada tahun
1773, Charles White menuliskan bahwa metode tersering untuk pengikatan dan 5 pemotongan
dengan tali setelah bayi lahir. Pada tahun 1801, Erasmus Darwin menyatakan bahwa penjepitan
dan pemotongan terlalu cepat merugikan dan sebaiknya ditunggu hingga bayi bernafas dan
denyutan pada tali pusat menghilang. Teori Darwin diverifikasi oleh Budin pada tahun 1875
bahwa volume darah yang tersisa di plasenta setelah penjepitan awal (sekitar 92 cm3 ). 11
Penjepitan tali pusat berkembang menjadi popular. Pada tahun 1899, Magennis menjelaskan
midwifery surgical clamp sebagai ganti dari pengikatan tradisional, instrument ini diberitakan
dapat mengurangi penyebaran infeksi. Magennis menyarankan kepada praktisioner untuk
menjepit tali pusat ketika pulsasi telah berkurang. Alat penjepit menjadi alat yang umum pada
manajemen kala tiga. Pada tahun 1940, penjepitan tali pusat segera dipercaya dapat mencegah
keluarnya antibodi di darah.

2.2.Patofisiologi Penjepitan Tali Pusat

Selama kehidupan fetus, darah dengan oksigenasi sedikit dialirkan ke plasenta melewati
kedua arteri umbilikalis, sirkulasi melewati plasenta, dan darah dengan oksigenasi tinggi
dialirkan ke bayi melewati vena umbilikalis. Vena bercabang menuju duktus venosus dan sinus
porta. Cabang duktus venosus masuk ke dalam vena cava inferior kemudian menuju ke atrium
dekstra dan sebagian besar darah ini akan mengalir secara fisiologi ke atrium sinistra melalui
foramen ovale yang terletak diantara atrium dekstra dan atrium sinistra. Dari atrium sinistra
selanjutnya darah ini mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian dipompakan ke aorta. Hanya
ASUHAN KEBIDANAN

sebagian kecil darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan bersama-sama dengan darah
yang berasal dari vena kava superior. Karena terdapat tekanan dari paru-paru yang belum
berkembang, sebagian besar darah dari ventrikel kanan ini, yang seharusnya mengalir melalui
arteri pulmonalis ke paruparu, akan mengalir melalui duktus Botalli ke aorta. Sebagian kecil
akan menuju ke paru-paru, dan selanjutnya ke atrium sinistra melalui vena pulmonalis. Darah
dari aorta akan mengalir ke seluruh tubuh untuk memberi nutrisi dan oksigenasi pada sel-sel
tubuh. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh dengan sisa-sisa pembakaran
dan sebaginya akan dialirkan ke plaseta melalui 2 6 arteri umbilikalis. Seterusnya diteruskan ke
peredaran darah di kotiledon dan jonjot-jonjot kemudian kembali melalui vena umbilikalis ke
janin.12 Pada penjepitan tali pusat segera membuat aliran darah berhenti ke arah bayi dari vena
umbilikalis, secara mendadak mengurangi preload ke arah jantung kurang lebih 40%. Pada
waktu yang bersamaan, oklusi dari arteri umbilikalis secara mendadak meningkatkan afterload
jantung dengan meningkatkan resistensi vaskular perifer. Hal ini membuat penurunan dari
cardiac output.

2.3.Cara Pemotongan Tali Pusat

Pemotongan Tali Pusat Sebuah instrumen pemotong yang steril seperti pisau silet atau gunting
yang baru, biasanya dianjurkan untuk memotong tali pusat. Penggunaan instrumen pemotong
yang tumpul menyebabkan spasme pembuluh darah dan menurunkan perdarahan, selain itu
mungkin juga dapat mengakibatkan peningkatan insiden infeksi karena trauma pada jaringan.
Tali pusat harus selalu dijepit dengan kuat sebelum pemotongan. Letakkan 2 penjepit pada tali
pusat dengan jarak 5 cm untuk masing-masing penjepit dan jarak 3 – 4 cm dari dinding 19 perut
bayi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya penarikan kulit perut dan terjepitnya
usus bayi, walaupun komplikasi tersebut jarang terjadi. 27,28 Rekomendasi panjang dari tunggul
(sisa tali pusat) setelah pemotongan biasanya 2 - 3 cm. Tunggul yang terlalu panjang dapat
meningkatkan risiko infeksi karena lebih sulit menjaga untuk tetap bersih dan kering.

Penjepit dan Pemotongan Tali Pusat Belum didapatkan penelitian tentang meninggalkan
sisa tali pusat yang panjang. Namun, banyak budaya memiliki kebiasaan meninggalkan tali pusat
panjang dengan alasan keyakinan dan praktik tradisional. Dalam kasus tersebut, sangat penting
menjaga kebersihan dan keringnya tali pusat, serta tidak membiarkannya kontak langsung
dengan urine dan feses. Semua hal tersebut harus dijelaskan kepada keluarga untuk menghindari
risiko infeksi. Tali pusat harus selalu diikat atau dijepit di sisi bayi sebelum pemotongan. Tanpa
tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan. Rekomendasi umum adalah
pengikatan di sisi plasenta walaupun hal tersebut tidak terlalu penting. Banyak jenis penjepit
yang digunakan untuk menjepit tali pusat dan hubungannya terhadap pencegahan perdarahan
dari tunggul. Belum terdapat penelitian yang menyelidiki jenis mana yang terbaik. Penjepit tali
pusat yang berasal dari bahan berjenis plastik efektif menutup semua pembuluh darah di tali
pusat, sehingga mudah digunakan.
ASUHAN KEBIDANAN

Metode membakar tali pusat dilakukan setelah plasenta lahir dan bayi telah meminum
ASI. Pembakaran tali pusat mencegah infeksi dan tidak memerlukan penjepit tali pusat yang
tidak nyaman. Berdasarkan ilmu pengetahuan asia tradisional, pembakaran tali pusat
memindahkan qi (kekuatan kehidupan) di plasenta ke bayi. Kerugian metode ini adalah waktu
yang diperlukan untuk membakar hingga terpotong yaitu 10-15 menit.Penjepit Tali Pusat

2.4.Perawatan Tali Pusat

Setiap tahunnya diperkirakan empat juta anak meninggal selama periode neonatal
terutama di negara berkembang dengan infeksi sebagai penyebab utamanya. Dilaporkan 460.000
meninggal karena infeksi berat dengan infeksi tali pusat (omfalitis) sebagai salah satu
predisposisi penting. Angka infeksi tali pusat di negara berkembang bervariasi dari dua per 1000
hingga 54 per 1000 kelahiran hidup dengan case fatality rate 0-15%. Di negara maju, insiden
kejadian infeksi tali pusat terus terjadi meskipun di tempat perawatan aseptik khusus neonatal.
Negara dengan jumlah kunjungan postnatal yang tinggi, masalah yang sering muncul adalah
infeksi pada tali pusat. Hal tersebut mempengaruhi tatalaksana pada postnatal, yaitu pemberian
tambahan obat antimikroba, sehingga dapat meningkatkan biaya perawatan dan menunda
kesembuhan. Ketika tali pusat berhenti berdenyut, pembuluh darah umbilikal berkonstriksi
namun belum berobliterasi. Pada saat itu, tali pusat diikat erat atau dijepit untuk menjaga
pembuluh darah tetap teroklusi sehingga mencegah perdarahan. Untuk memisahkan bayi baru
lahir dari plasenta, tali pusatnya harus dipotong. Instrumen steril perlu digunakan untuk
memotong tali pusat sehingga menghindari infeksi. Ketika tali pusat dipotong, sisa tali pusat
tiba-tiba kehilangan suplai darah. Sisa tali pusat yang biasa disebut dengan tunggul dalam waktu
singkat mulai mengering, berubah hitam dan kaku (gangren kering). Pengeringan dan pemisahan
tunggul difasilitasi oleh paparan udara. Sisa tali pusat (tunggul) dapat menjadi media yang sangat
baik untuk pertumbuhan bakteri, terutama jika tunggul disimpan ditempat lembab dan
bersentuhan langsung dengan bahan yang tidak steril. Sisa tali pusat (tunggul) merupakan sarana
umum untuk masuknya infeksi sistemik pada bayi yang baru lahir. Sisa tali pusat (tunggul) harus
tetap bersih dan kering karena itu sangat penting sebagai metode pencegahan infeksi.

Pemisahan sisa tali pusat (tunggul) disebabkan oleh peradangan pada batas antara tali
pusat dan kulit perut. Proses ini dimediasi oleh infiltrasi leukosit dan hasil metabolisme tali
pusat. Sisa tali pusat (tunggul) biasanya terlepas antara 5 sampai 15 hari setelah kelahiran.
Mekanisme terjadinya obliterasi tali pusat di dinding abdomen fetus pada lotus birth terjadi
sebagai berikut:

1. Penjepitan oleh dinding abdomen ketika bayi bernafas atau menangis,

2. Penguapan air di jeli Warton,

3.Proses difusi dari ujung tali pusat menuju plasenta.


ASUHAN KEBIDANAN

Selanjutnya, plasenta dan tali pusat pada proses lotus birth dirawat dengan cara sebagai
berikut:

1. Saat pertama kali menerima plasenta, bersihkan dari sisa-sisa darah dengan menggunakan
air bersih

2. Letakkan plasenta di kain bersih kemudian dikeringkan

3. Plasenta terdiri dari dua sisi, bukalah plasenta pada sisi yang menyerupai daging, kemudian
taburi dengan garam, bunga-bunga wangi atau bisa juga dengan menggunakan aroma terapi

4. Letakkan plasenta yang telah dibungkus dalam kantong lotus birth

Bila kain pembungkus basah, gantilah dengan yang baru. Jagalah plasenta tetap kering.
Tambahkan garam apabila garam dalam plasenta telah habis . Perlengkapan perawatan plasenta
lotus birth. A. underpad, B. garam, C. Tas pembawa.

Pada hari pertama tali pusat akan layu, kemudian akan mulai mengering dan kaku.
Kemudian keringkan kembali tali pusat setelah memandikan bayi. Bila ibu merasa tidak nyaman
melihat tali pusat, tali pusat dapat dibungkus dengan kasa gulung. Dengan cara melilitkannya ke
tali pusat bayi. Pada umumnya tali pusat akan lepas pada hari empat sampai tujuh. Setelah tali
pusat lepas, bersihkan pusar bayi dengan menggunakan cotton bud. Ketika ibu menyusui selama
tali pusat belum terlepas dari dinding perut bayi maka ibu menggendong bayi dan plasenta yang
telah disimpan di kantong plasenta. Peristiwa ini asosiasinya seperti sebuah “power bank” yang
terhubung dengan telepon genggam dimana bayi masih mendapat energi psikospiritual dari
plasenta yang belum terlepas. Konsep ini diyakini memberikan kekuatan yang harmonis antara
ibu, bayi, dan plasenta seperti dalam prinsip kanda pat rare yang diyakini di masyarakat Hindu di
Bali.

TOPIK 3

EVAUASI NILAI APGAR

Nilai apgar score menunjukan kondisi bayi segera setelah lahir dan juga menunjukan
kondisi adaptasi bayi baru lahir. Masing-masing dari lima tanda diberi nilai 0,1 atau 2, kelima
nilai tersebut kemudian ditambah inilah yang disebut nilai apgar Score (Sari, 2010). Pada kondisi
fetal distres mengakibatkan gangguan saluran pernafasan yang menjadikan hipoventilasi,
sehingga menyebabkan kekurangan oksigen sehingga kulit menjadi pucat/kebirubiruan, jantung
akan menyuplai oksigen pada tahap awal namun lama kelamaan kemampuan jantung akan,
melemah, sehingga suplai kejaringan menurun yang akan menyebabkan hilangnya reflek
terhadap rangsang dan melemahnya tonus otot (Sari, 2010).
ASUHAN KEBIDANAN

Oleh karena itu sering didapatkan bayi asfiksia dengan apgar score dibawah 6 dengan
keterangan hipoventilasi (menangis lemah) wajah pucat/kebiru-biruan tidak terabanya denyut
jantung, tidak adanya reflek terhadap rangsang dan kelemahan otot. Prinsip utama RJP pada bayi
adalah mempertahankan kelancaran airway, breathing dan circulation (ABC), dengan cara
memastikan bahwa jalan pernafasan terbuka dan bersih, pernafasan spontan maupun dengan
bantuan, dan sirkulasi darah yang teroksigenasi sudah adekuat (Sari, 2010).

Lebih lanjut dijelaskan memberikan kehangatan, mengatur posisi bayi, bantuan


pernafasan, koreksi terhadap asidosis, melakukan ventilasi tekanan positif, kompresi dada
merupakan penatalaksanaan yang dilakukan mengembalikan fungsi pernafasan dan jantung.
Dengan tindakan tersebut diharapkan menjadikan kelancaran ABC, sehingga kebutuhan oksigen
akan terpenuhi dan akan berpengaruh terhadap perubahan warna kulit, detak jantung serta
munculnya reflek terhadap rangsang dan meningkatnya kekuatan otot (Sari, 2010).

Hal tersebut tentunya akan berpengaruh juga pada perubahan apgar score yang ada.
Dimana diharapkan dalam lima menit pertaman nilai apgar score lebih dari tujuh. Namun dalam
penelitian ini didapatkan hasil nilai apgar score rata - rata 6,35, nilai maximum sebesar 8,
sedangkan nilai minimum adalah 4. Sehingga jika nilai apgar score dalam lima menit pertama
kurang dari tujuh maka perlu ada nilai tambahan dalam setiap lima menit dilakukan resusitasi
jantung paru lagi sampai 15 menit (DEPKES, 2008).

Keberhasilan tindakan RJP ditunjukan dengan adanya perubahan dari lima sistem
penilaian dalam apgar score yang meliputi fungsi pernafasan, jantung, warna kulit, reflek
terhadap rangsang dan tonus otot (Sari, 2010).

Dari data penelitian didapatkan peningkatan nilai apgar score. Hal tersebut menunjukan
sudah adanya perubahan dari kelima sistem yang dijadikan acuan dalam penilaian apgar score.
Pada penelitian ini diperoleh ada pengaruh resusitasi jantung paru terhadap apgar score pada bayi
baru lahir dengan asfiksia neonatorum sesuai dengan teori yang ada. Perbedaan rata-rata apgar
score pada bayi sebelum dan sesudah resusitasi menunjukan bahwa resusitasi jantung paru
berpengaruh pada bayi asfiksia, hal ini sesuai pendapat yang menyatakan bahwa bayi asfiksia
neonatorum yang semula terjadi gagal bernafas secara spontan dan teratur, dengan dilakukan
RJP menjadi bernafas secara spontan dan teratur (Wiknjosastro, 2005).

TOPIK 4

PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Salah satu
ASUHAN KEBIDANAN

faktor kegagalan pernapasan dapat disebabkan oleh adanya gangguan sirkulasi dari ibu ke janin
karena ketuban telah pecah atau ketuban pecah dini (Abdul Rahman & Lidya 2014:34).

Menurut World Health Organization (WHO) 2012, setiap tahunnya 120 juta bayi lahir di dunia,
Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia neonatorum, hampir 1 juta
(27,78%) bayi ini meninggal . Di Indonesia, Asfiksia pada pada bayi baru lahir menjadi
penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa angka kematian bayi sebagian besar disebabkan oleh
asfiksia (20-60%), infeksi (25-30%), bayi dengan berat lahir rendah (25-30%), dan trauma
persalinan (5-10%) di kawasan Asia Tenggara menempati urutan kedua yang paling tinggi yaitu
sebesar 142 kematian per 1000 kelahiran setelah Afrika.

Indonesia merupakan negara dengan AKB dengan asfiksia tertinggi kelima untuk negara
ASEAN pada tahun 2011 yaitu 35 kematian per 1000 kelahiran, dimana Myanmar 48 kematian
per 1000 kelahiran, Laos dan Timor Laste 48 kematian per 1000 kelahiran, Kamboja 36
kematian per 1000 kelahiran (Maryunani 2013). Data tersebut mengungkapkan bahwa kira-kira
10% bayi baru lahir membutuhkan bantuan untuk mulai bernafas, dari bantuan ringan sampai
resusitasi lanjut yang ekstensif, 5% bayi pada saat lahir membutuhkan tindakan resusitasi yang
ringan seperti stimulasi untuk bernafas, antara 1% sampai 10% bayi baru lahir dirumah sakit
membutuhkan bantuan ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi dada
(Saifudin, 2012)

4.1.Penyebab dan Gejala Asfiksia pada Bayi Baru Lahir


Selain gejala yang telah disebutkan di atas, asfiksia pada bayi baru lahir juga dapat ditandai
dengan detak jantung yang lambat, otot dan refleks yang lemah, kejang, kadar asam dalam darah
yang sangat tinggi (asidosis), serta cairan ketuban yang berubah warna menjadi hijau.
Kondisi ini membutuhkan penanganan medis segera, karena semakin lama bayi tidak
mendapatkan cukup oksigen, maka akan semakin besar pula risikonya mengalami kerusakan
pada organ, seperti paru-paru, jantung, otak, dan ginjal.
Beberapa penyebab terjadinya asfiksia pada bayi adalah:

 Sumbatan pada jalan napas, misalnya akibat mekonium (tinja pertama bayi) atau lendir
 Gangguan pada plasenta, seperti lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum bayi
dilahirkan (solusio plasenta)
 Tekanan darah ibu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah selama mengandung
 Proses persalinan yang terlalu lama
 Janin menderita anemia atau gangguan pernapasan ketika berada dalam kandungan
 Janin menderita cerebral palsy atau kelainan jantung bawaan
 Infeksi, baik pada ibu maupun janin
ASUHAN KEBIDANAN

4.2.Begini Penanganan Asfiksia


Bayi yang lahir dengan asfiksia kemungkinan akan memiliki nilai Apgar di bawah 3. Jika
asfiksia sudah terdeteksi saat bayi masih di dalam kandungan, dokter kandungan kemungkinan
akan menyarankan persalinan segera dengan operasi caesar, agar nyawa bayi dapat tertolong.
Jika bayi baru lahir mengalami asfiksia, maka harus dilakukan resusitasi pernapasan untuk
membantu agar ia bisa bernapas. Selain itu, dokter juga dapat melakukan penanganan berupa:

 Memastikan suhu bayi tetap terjaga, tidak ada sumbatan di jalan napas, termasuk dengan
melakukan pengisapan lendir dan feses pertama (mekonium), dan melakukan stimulasi
atau rangsang taktil untuk merangsang bayi menangis
 Memantau perkembangan dan memeriksa ada tidaknya napas spontan dan denyut jantung
bayi, sembari memeriksa saturasi oksigen
 Melakukan resusitasi jantung paru dan pemasangan alat bantu napas (ETT) jika napas
tetap tidak spontan dan denyut jantung sangat lemah
 Melakukan evaluasi berkala dan pemberian obat-obatan tertentu, seperti epinefrin untuk
merangsang kerja jantung

Asfiksia pada bayi baru lahir adalah kondisi yang berbahaya. Oleh karena itu, sebisa mungkin
dilakukan tindakan pencegahan, termasuk dengan rutin menjalani pemeriksaan kehamilan dan
melakukan USG berkala ke dokter kandungan, agar kondisi kesehatan Ibu dan janin dapat
terpantau dengan baik.

TOPIK 5

TEKNIK RESUSITASI BAYI BARU LAHIR YANG EFEKTIF

5.1.Penertian resusitasi

Resusitasi bayi adalah prosedur pertolongan dalam menyelamatkan bayi yang kesulitan
bernapas karena kekurangan oksigen. Resusitasi bayi dilakukan ketika bayi mengalami gejala
gangguan pernapasan, mulai dari sesak napas hingga henti napas.Setiap orang tua perlu
memahami cara melakukan resusitasi bayi. Hal ini karena resusitasi bisa saja dibutuhkan di
waktu yang tidak terduga dan dapat menyelamatkan nyawa bayi selagi menunggu atau mencari
pertolongan medis.

Kapan Resusitasi Bayi Diperlukan?

Resusitasi bayi biasanya dilakukan pada bayi yang baru lahir, terutama ketika melihat tanda-
tanda bayi sulit bernapas atau tidak bernapas setelah tali pusarnya dipotong. Pada situasi seperti
ini, tim medis akan langsung melakukan resusitasi sampai bayi bisa bernapas dengan normal.

Ada beberapa kondisi bayi yang membutuhkan resusitasi, di antaranya:


ASUHAN KEBIDANAN

 Bayi premature

 Bayi yang lahir setelah proses persalinan yang lama

 Bayi yang lahir dari ibu yang menerima obat penenang saat tahap akhir persalinan

Namun, prosedur ini sebenarnya tidak hanya dilakukan pada bayi yang baru lahir, bayi usia di
bawah 1 tahun pun mungkin untuk mengalami kesulitan bernapas atau henti napas, hingga
kehilangan kesadaran.

5.2Langkah yang Dilakukan Saat Resusitasi Bayi

Jika bayi Anda mengalami kesulitan bernapas, lakukanlah resusitasi. Langkah-langkahnya


adalah sebagai berikut:

1. Memeriksa kondisi kesadaran

Pastikan bayi Anda berada di area yang aman. Tepuk perlahan sambil bicara kepadanya untuk
memastikan apakah dia sadar. Setelah itu, periksa apakah bayi Anda mengalami cedera,
perdarahan, atau gangguan medis lain.

Jika tidak ada respons, pastikan leher dan kepala bayi dalam keadaan lurus, tidak menekuk atau
mendongak.

2. Memeriksa pernapasan

Letakkan pipi Anda di dekat mulut dan hidung bayi untuk memastikan apakah ada napas yang
keluar atau tidak, sambil memperhatikan gerak dadanya. Periksa bagian dalam mulut dan
hidungnya dengan seksama apakah terdapat sumbatan pada jalan napas untuk memastikan ia
tidak tersedak.

3. Berikan bantuan napas

Jika bayi Anda tidak menunjukkan respons apa pun, Anda disarankan untuk segera mencari
bantuan pertolongan medis, dan jika mampu, Anda bisa lakukan cardiopulmonary resuscitation
(CPR) pada bayi dengan langkah awal memberikan bantuan napas sebagai berikut:

Pastikan kepala dan leher dalam posisi lurus, kemudian angkat sedikit dagu bayi.

Tarik napas Anda, lalu embuskan udara dari mulut Anda ke mulut dan hidung bayi. Pastikan
tidak ada celah antara mulut Anda dan wajahnya. Jika mulut Anda tidak bisa melingkupi lubang
hidung dan mulut sekaligus, pilih salah satu, tapi pastikan lubang lainnya tertutup agar tidak ada
udara yang keluar.
ASUHAN KEBIDANAN

Perhatikan apakah dada bayi mengangkat ketika Anda mengembuskan napas. Perhatikan juga
apakah dadanya kembali turun saat udara keluar.

4. Lakukan kompresi dada

Jika timbul tanda-tanda kesadaran, lanjutkan bantuan pernapasan sampai bayi bisa bernapas
kembali dengan normal, sambil membawanya ke rumah sakit terdekat. Bila belum ada respons
pernapasan atau gerakan tubuh, lanjutkan melakukan kompresi dada dengan cara berikut ini:

Tekan bagian tengah dada menggunakan jari telunjuk dan tengah Anda, kemudian lepaskan.
Ulangi dengan kecepatan 100 tekanan per menit.

Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kali yang diselingi dengan 2 kali bantuan napas. Ulangi
terus sampai timbul respons pernapasan atau sampai bantuan medis tiba.

Kondisi gawat darurat pada bayi bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, setiap orang tua perlu
membekali dirinya dengan teknik-teknik di atas untuk pertolongan pertama. Bila perlu, Anda
bisa mengikuti pelatihan resusitasi bayi dari dokter atau bidan.

Selain itu, jangan lupa untuk rutin memeriksakan kesehatan bayi ke dokter anak. Beberapa
kondisi medis dapat menyebabkan henti napas atau henti jantung pada bayi. Namun, bila
ditemukan secara dini oleh dokter, kondisi tersebut bisa dikontrol.

TOPIK 6

BOUNDING ATTACHMENT

6.1.Pengerian bounding attachment

Bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan


keterkaitan batin antara orang tua dan bayi. Hal ini merupakan proses interaksi yang dilakukan
terus-menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling mencintai. Sedangkan yang
dimaksud dengan kesuksesan bounding attachment antara ibu dan anak sampai usia 0-3 tahun
karena pada usia 0-3 tahun itu merupakan dasar terbentuknya hubungan yang sehat bagi anak
dalam kehidupan selanjutnya. Untuk perkembangan psikososial bayi 0-1 tahun,berada pada
perkembangan psikososial rasa kepercayaan dasar vs ketidakpercayaan. Ketika bayi menyadari
ibu akan memberi makan/minum secara teratur ibu dan bayi belajar dan memperoleh kualitas
ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan dasar (basic trust). Salah satu kasih
sayang seorang ibu dan bayi dapat dilakukan dengan cara pemberian ASI Ekslusif, rawat
gabung, kontak mata, suara, aroma, entraiment, boritme dan inisiasi dini. Cara tersebut dapat
dilakukan setelah pasca persalinan atau masa nifas (Handayani, esti, dan pujiastuti, 2016).

6.2. faktor-faktor yang mempengaruhi bounding attachment


ASUHAN KEBIDANAN

 pengetahuan dan sikap ibu nifas diantaranya pengalaman pribadi,

 pengaruh orang lain yang dianggap penting,pengaruh budaya,

 media massa,

 lembaga pendidikan,

 lembaga agama dan faktor emosional.

Meningkatnya pengetahuan dan perubahan sikap ibu nifas tentang bounding attachment maka
perubahan fisiologis dan perkembangan psikologis akan sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan bayi normal akan tetapi pada bayi yang kurang mendapatkan interaksi dengan ibu
dalam pembentukan ikatan batin akan menimbulkan penyimpangan pola perilaku pada tahap
perkembangan berikutnya (Maryati, 2016).

TOPIK 7

PEMBERIAN ASI AWAL

7.1.Pengertian ASI

Air susu ibu adalah susu yang diproduksi seorang ibu untuk konsumsi bayi dan
merupakan sumber gizi utama bayi yang belum bisa mencerna makanan padat. Fungsinya untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindungi dalam melawan penyakit (Nirwana, 2014).

7.2.Manfaat ASI

Manfaat ASI untuk bayi sejak jam pertama kelahiran memberikan perlindungan dari
kejadian kesakitan neonatal, ibu dengan pengalaman pertama diberikan support skills oleh tenaga
kesehatan untuk menyusui bayinya, pertumbuhan sel otak secara optimal dan menambah
perkembangan kecerdasaan pada bayi dan dapat merangsang pertumbuhan sistem kekebalan
tubuh (Khanal, 2015). Kandungan dalam ASI memberikan gizi yang cukup pada perkembangan
dan pertumbuhan bayi sehingga bayi dapat bertahan hidup diluar kandungan ibu. Penelitian ini
juga senada dengan Pantenburg (2014) dengan pemberian ASI Eksklusif dapat mempercepat
penyembuhan penyakit diare pada bayi, bayi dengan diare dapat menghilangkan 40% cairan
dalam tubuh bayi sehingga dapat mengakibatkan kematian pada bayi, khususnya di negara
berkembang dengan hygiens lebih rendah akan semakin menyebabkan tingginya kematian pada
bayi. Pada penelitian ini para peneliti membuktikan bayi yang mengalami diare dan dirawat
dirumah sakit diberikan ASI saja selama tujuh hari memberikan hasil yang signifikan terhadap
penyembuhannya diluar dari pemberian obat dan antibiotik lainnya.

7.3. Kandungan Dalam ASI


ASUHAN KEBIDANAN

Kandungan dalam ASI sangat bermanfaat untuk bayi dan dapat memenuhi semua
kebutuhan pada bayi. ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam
organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi
bayi. Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu, hal ini berdasarkan stadium laktasi.
Penelitian oleh Utami (2012) mengungkapkan ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur
pokok, antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan,
hormon, enzim, zat kekebalan, dam sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional
dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia
yang tepat ini bagi suatu ”simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin ditiru
oleh buatan manusia (Wulandari dan Handayani, 2011).

Komposisi ASI berdasarkan kandungan zat gizi :

a. Protein Keistemewaan protein dalam ASI dengan rasio protein whey: kasein 60:40
dibandingkan susu sapi yang rasionya 20:80. ASI mengandung alfa-latalbumin dan asam amino
esensial taurine yang tinggi. Kadar methiolin dalam ASI lebih rendah sedangkan susu sapi lebih
tinggi. Kadar tirosin dan fenilalanin pada ASI rendah.

b. Karbohidrat Karbohidrat dalam ASI lebih tinggi dari susu sapi. Karbohidrat pada ASI
yang utama adalah laktosa dan galaktosa yang berperan penting dalam perkembangan otak bayi.
ASI juga mengandung karbohidrat lebih tinggi daripada susu formula yaitu 6.5-7 gram% .

c. Lemak Lemak dalam ASI bentuk emulsi yang sempurna. Kadar asam lemak tak jenuh
dalam ASI 7-8 kali lebih besar dari susu sapi. asam lemak rantang panjang yang berperan dalam
perkembangan otak. Kolestrol yang diperlukan untuk susunan saraf pusat dan diperkirakan juga
berfungsi dalam pembentukan enzim.

d. Mineral Dalam ASI terkandung mineral yang lengkap, total mineral selama masa
laktasi adalah konstan. Fe dan Ca paling stabil tidak dipengaruhi dari ibu. Fe dan Ca tidak
dipengaruhi oleh pola diet ibu. Garam organik yang ada dalam ASI yaitu kalsium, kalium dan
natrium. Kalsium berfungsi dalam pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan
saraf dan pembekuan darah. Kadar kalsium dalam ASI (Nirwana, 2014).

e. Air Kira-kira 88% ASI terdiri dari air, yang berguna untuk melarutkan zat-zat yang
terdapat di dalamnya yang sekaligus juga dapat meredakan rangsangan haus dari bayi. f. Vitamin
Kandungan vitamin dalam ASI lengkap terdiri dari vitamin A, D dan C.

Sedangkan golongan vitamin D kecuali riboflavin dan prothonik masih kurang.


(Wulandari dan Handayani, 2014). Vitamin lengkap terdapat dalam ASI. Vitamin A yang
terdapat dalam ASI yaitu 280 IU sedangkan dalam kolostrum dua kali lipat dari itu. Vitamin D
pada bayi 2/3 dari kadar vitamin D ibu yang bisa didapatkan melalui plasenta dan sedikit dalam
ASI. Vitamin K berfungsi sebagai faktor pembekuan darah. Vitamin E berfungsi untuk
ASUHAN KEBIDANAN

pembentukan sel darah merah. Kadar vitamin K dalam ASI sangat sedikit sehingga ketika bayi
baru lahir diberikan vitamin K dalam bentuk suntikan atau oral untuk mengurangi risiko
perdarahan (Nirwana, 2014). ASI menurut stadium laktasi dibedakan menjadi :

a. Kolostrum Kolostrum merupakan cairan pertama kali diskresi oleh kelenjar payudara
yang berwarna kekuning-kuningan lebih kuning dibandingkan ASI matur. Kolostrum
mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan ductus dari
kelenjar payudara sebelum dan setelah masa puerperium. Kolostrum di sekresi oleh kelenjar
payudara dari hari ke 1 sampai ke 3. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu
berubah dan lebih banyak mengandung protein dari ASI matur serta lebih mengandung antibodi.
Kolostrum dapat menjadi pencahar yang ideal yang membersihkan mekonium pencernaan
makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Kadar karbohidrat dan lemak rendah jika
dibandingkan dengan ASI matur (Nugroho, 2014).

b. ASI Transisi atau Peralihan Cairan susu yang keluar dari payudara ibu setelah masa
kolostrum hari ke 4-14 laktasi, kandungan ASI transisi adalah protein dengan konsentrasi yang
lebih rendah dari kolostrum, serta lemak dan karbohidrat dengan konsentrasi lebih tinggi dari
kolostrum. Volume ASI pada masa ini juga meningkat (Nugroho, 2014).

c. ASI Matang Cairan yang keluar dari payudara ibu setelah masa ASI transisi.
Warnanya putih kekuning-kuningan karena kandungan garam kalsium kasenat, riboflavin, dan
karoten. ASI ini tidak mengumpal jika di panaskan, dengan kandungan 100 g ASI, air 88 g,
lemak 4-8 g, protein 1,2-1,6 g, karbohidrat 6,5-7 g, mineral 0,2 g, kalori 77 kal/100ml ASI, dan
vitamin. Komposisi ini akan konstan sampai ibu berhenti menyusui bayinya (Nugroho, 2014)

7.4.Langkah Keberhasilan Pemberian ASI

a. Mempersiapkan payudara bila diperlukan.

b. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui.

c. Menciptakan dukungan keluarga, teman dan lingkungan.

d. Memilih rumah sakit sayang bayi.

e. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI Eksklusif.

Kandungan Kolostrum Transisi ASI matur Energi (kg kla) 57,0 63,0 65,0 Laktosa (g /
100ml) 6,5 6,7 7,0 Lemak (g / 100 ml) 2,9 3,6 3,8 Protein (g / 100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral(g / 100 ml) 0,3 0,3 0,2 Imunoglobulin : Ig A (mg / 100 ml) 335,9 - 119,6 Ig G (mg / 100
ml) 5,9 - 2,9 f. Mendatangi fasilitas konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu memilih
kesulitan saat menyusui (Maryunani, 2009).

7.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Menurut Santosa (2005)


ASUHAN KEBIDANAN

banyak faktor yang mempengaruhi pemberian ASI pada bayinya. Telah dilakukan penelitian di
daerah perkotaan dan pedesaan di Indonesia menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ASI,
promosi susu formula dan makanan tambahan mempunyai pengaruh terhadap praktek pemberian
ASI . Pengaruh tersebut dapat memberikan dampak negatif maupun positif dalam memperlancar
pemberian ASI. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI adalah:

a. Faktor sosial budaya ekonomi yang berasal dari pendidikan formal ibu, pendapatan keluarga,
dan status kerja ibu. Pendidikan di Indonesia terdapat jenjang yang menunjukkan seberapa tinggi
penerimaan seseorang terhadap pengetahuan dan diatur dalam Undang-undang Dasar Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendapatan keluarga adalah
jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga. Pendapatan keluarga digunakan
untuk tingkat kesejahtraan keluarga, keluarga sejahtera apabila pendapatan dan pengeluaran
dapat seimbang (Suparyanto, 2014). Pendapatan keluarga di Kota Denpasar berdasarkan
penggolongan Badan Pusat Statistik (2014) yaitu : 1) Golongan pendapatan rendah jika
pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,00 per bulan . 2) Golongan pendapatan sedang jika
pendapatan rata-rata Rp. 1.500.000,00 per bulan s/d Rp. 2.500.00.00 per bulan. 3) Golongan
pendapatan tinggi jika pendapatan rata-rata Rp 2.500.00.00 per bulan s/d Rp. 3.500.000, 00 per
bulan.

b. Faktor psikologis dari ibu yang dimana ibu merasa takut kehilangan daya tarik sebagai
wanita dan tekanan batin.

c. Faktor fisik ibu, ibu merasa sakit sehingga tidak dapat menyusui bayinya.

d. Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat yang mendapat dorongan tentang
manfaat pemberian ASI.

e. Faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI yaitu menurut penelitian Martini (2017)
bahwa pengetahuan, dukungan keluarga, inisiasi menyusu dini (IMD). Penelitian lainnya oleh
Astuti (2013) bahwa pengetahuan, paritas, terpapar media massa, peran suami juga dapat
mempengaruhi pemberian ASI.

TOPIK 8

INISIASI MENYUSUI DINI

8.1. Definisi Inisiasi Menyusui Dini( IMD)

adalah permulaan kegiatan menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi
dini juga bisa diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan usaha
ASUHAN KEBIDANAN

sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan inisiasi menyusui dini ini
dinamakan The Breast Crawl atau merangkak mencari payudara (Maryunani, 2012).

Inisiasi Menyusui Dini adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri dapat
menyusu segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit antara bayi
dengan kulit ibunya, bayi dibiarkan setidaknya selama satu jam di dada ibu, sampai bayi
menyusu sendiri (Depkes, 2008).

Inisiasi Menyusui Dini dalam istilah asing sering di sebut early inisiation breastfreeding
adalah memberi kesempatan pada bayi baru lahir untuk menyusu sendiri pada ibu dalam satu jam
pertama kelahirannya. Ketika bayi sehat di letakkan di atas perut atau dada ibu segera setelah
lahir dan terjadi kontak kulit (skin to skin contac) merupakan pertunjukan yang menakjubkan,
bayi akan bereaksi oleh karena rangsangan sentuhan ibu, dia akan bergerak di atas perut ibu dan
menjangkau payudara. (Roesli, 2008) Inisiasi Menyusui Dinidisebut sebagai tahap ke empat
persalinan yaitu tepat setelah persalinan sampai satu jam setelah persalinan, meletakkan bayi
baru lahir dengan posisi tengkurap setelah dikeringkan tubuhnya namun belum dibersihkan, tidak
dibungkus di dada ibunya segera setelah persalinan dan memastikan bayi mendapat kontak kulit
dengan ibunya, menemukan puting susu dan mendapatkan kolostrom atau ASI yang pertama kali
keluar (Roesli, 2008)

Inisiasi Menyusui Dini adalah proses menyusu bukan menyusui yang merupakan
gambaran bahwa inisiasi menyusu dini bukan program ibu menyusui bayi tetapi bayi yang harus
aktif sendiri menemukan putting susu ibu. Setelah lahir bayi belum menujukkan kesiapannya
untuk menyusu Reflek menghisap bayi timbul setelah 20-30 menit setelah lahir.Bayi
menunjukan kesiapan untuk menyusu 30-40 menit setelah lahir (Roesli, 2008).

Kesimpulan dari berbagai pengertian di atas, IMD adalah suatu rangkaian kegiatan
dimana bayi segera setelah lahir yang sudah terpotong tali pusatnya secara naluri melakukan
aktivitas-aktivitas yang diakhiri dengan menemukan puting susu ibu kemudian menyusu pada
satu jam pertama kelahiran.

8.2. Prinsip inisiasi menyusu dini (IMD)

Inisiasi Menyusui Dini adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri dapat menyusu
segera dalam satu jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak kulit antara bayi dengan
kulit ibu bayi dibiarkan setidaknya selama satu jam di dada ibu, sampai dia menyusu sendiri.
(Depkes, 2014)

Prinsip dasar IMD adalah tanpa harus dibersihkan dulu, bayi diletakkan di dada ibunya
dengan posisi tengkurap dimana telinga dan tangan bayi berada dalam satu garis sehingga terjadi
kontak kulit dan secara alami bayi mencari payudara ibu dan mulai menyusu.(Rosita, 2008)
ASUHAN KEBIDANAN

Kesimpulan dari pendapat di atas, prinsip IMD adalah cukup mengeringkan tubuh bayi
yang baru lahir dengan kain atau handuk tanpa harus memandikan, tidak membungkus (bedong)
kemudian meletakkannya ke dada ibu dalam keadaan tengkurap sehingga ada kontak kulit
dengan ibu, selanjutnya beri kesempatan bayi untuk menyusu sendiri pada ibu pada satu jam
pertama kelahiran.

8.3. Manfaat Inisiasi Menyusui Dini Menurut Roesli (2008),

menyampaikan bahwa IMD bermanfaat bagi ibu dan bayi baik secara fisiologis maupun
psikologis, yaitu sebagai berikut:

a. Ibu Sentuhan dan hisapan payudara ibu mendorong keluarnya oksitoksin.Oksitoksin


menyebabkan kontraksi pada uterus sehingga membantu keluarnya plasenta dan mencegah
perdarahan.Oksitoksin juga menstimulasi hormon-hormon lain yang menyebabkan ibu merasa
aman dan nyaman, sehingga ASI keluar dengan lancar.

b. Bayi Bersentuhan dengan ibu memberikan kehangatan, ketenangan sehingga napas


dan denyut jantung bayi menjadi teratur.Bayi memperoleh kolostrom yang mengandung antibodi
dan merupakan imunisasi pertama. Di samping itu, kolostrom juga mengandung faktor
pertumbuhan yang membantu usus bayi berfungsi secara efektif, sehingga mikroorganisme dan
penyebab alergi lain lebih sulit masuk ke dalam tubuh bayi.

c. Manfaat secara Psikologis :

1) Adanya Ikatan Emosi (Emotional Bonding)

: a) Hubungan ibu-bayi lebih erat dan penuh kasih sayang. b) Ibu merasa lebih bahagia. c)
Bayi lebih jarang menangis.

d) Ibu berperilaku lebih peka (affectionately).

e) Lebih jarang menyiksa bayi (child abused).

2) Perkembangan : anak menunjukkan uji kepintaran yang lebih baik di kemudian hari.
8.4.Persiapan Melakukan Inisiasi Menyusui Dini

Roesli( 2008) menjabarkan, berikut ini persiapan yang harus dilakukan


sebelumpelaksanakanIMD di RS :

a. Pertemuan pimpinan Rumah Sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter anastesi,
bidan, tenaga kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar perawatan ibu
melahirkan untuk mensosialisasikan Rumah Sakit Sayang Bayi.
ASUHAN KEBIDANAN

b. Melatih tenaga kesehatan terkait yang menolong, mendukung ibu menyusui, termasuk
menolong IMD yang benar.

c. Setidaknya antenatal (ibu hamil), dua kali pertemuan tenaga kesehatan bersama orang
tua, membahas keuntungan ASI dan menyusui, tatalaksana menyusui yang benar, IMD termasuk
inisiasi dini pada kelahiran dengan obat –obatan atau tindakan.

d. Di Rumah Sakit Sayang Ibu, IMD termasuk langkah ke-4 dari 10 langkah keberhasilan
menyusui.

8.5. TatalaksanaInisiasi Menyusui Dini

Secara umum menurut Maryunani(2012), tatalaksana IMD adalah sebagai berikut:

a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.

b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan.
Dapat diganti dengan cara non kimiawi misalnya, pijat,aroma terapi,gerakan atau hypnobirthing

c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan misalnya melahirkan tidak
normal di dalam air atau dengan jongkok.

d. Seluruh badan dan kepala bayi dikeringkan secepatnya,kecuali kedua tangannya.


Lemak putih (vernix) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan.

e. Bayi ditengkurapkan didada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit
ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah
menyusuawal selesai. Keduanya diselimuti jika perlu gunakan topi bayi

f. Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu, ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan
lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu

g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi
sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, dukungan
ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu. Jika bayi belum menemukan puting
payudara ibunya dalam waktu satu jam, biarkan kulit bayi tetap bersentuhan dengan kulit
ibunya sampai berhasil menyusu pertama.

h. Dianjurkan memberikan kesempatan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang
melahirkan dengan tindakan

i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang,diukur dan dicap setelah satu jam

j. Rawat gabung ibu dan bayi dalam satu kamar selama 24 jam.
ASUHAN KEBIDANAN

Menurut Depkes (2009), dalam buku pedoman pelaksanaan program rumah sakit sayang ibu dan
anak, tatalaksana IMD yaitu:

a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.

b. Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat persalinan.
Dapat diganti dengan cara non kimiawi, misalnya pijat, aroma therapy atau gerakan.

c. Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya melahirkan


normal, didalam air atau dengan jongkok.

d. Keringkan bayi secepatnya, kecuali kedua tangannya. Pertahankan lemak putih alami
(vernix) yang melindungi kulit barru bayi.

e. Bayi di tengkurapkan didada atau perut ibu. Biarkan kulit bayi melekat dengan kulit
ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit ini dipertahankan minimum satu jam atau setelah menyusu
awal selesai. Keduanya diselimuti, jika perlu gunakan topi bayi.

f. Biarkan bayi mencari puting susu ibu. Ibu dapat merangsang bayi dengan sentuhan
lembut, tetapi tidak memaksakan bayi ke puting susu.

g. Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi
sebelum menyusu.

h. Dianjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit pada ibu yang melahirkan
dengan tindakan, misalnya operasi sectio caesarea.

i. Bayi dipisahkan dari ibu untuk ditimbang, diukur dan dicap setelah satu jam atau
menyusu awal selesai. Prosedur yang invasif misalnya suntikan vitamin K dan tetesan mata bayi
dapat ditunda.

j. Rawat gabung-ibu dan bayi dirawat satu kamar selama 24 jam, bayi tetap tidak
dipisahkan dan bayi selalu dalam jangkauan ibu. Pemberian minuman prelaktal (cairan yang
diberikan sebelum ASI keluar) dihindarkan.

Depkes (2009) juga menjelaskan tatalaksana IMD pada persalinan sectiocaesarea, yaitu :

a. Tenaga dan pelayanan kesehatan yang suportif.

b. Jika mungkin, diusahakan suhu ruangan 20°-25° C. Disediakan selimut untuk


menutupi punggung bayi untuk mengurangi hilangnya panas dari kepala bayi

c. Usahakan pembiusan ibu bukan pembiusan umum tetapi epidural.

d. Tatalaksana selanjutnya sama dengan tatalaksana umum diatas.


ASUHAN KEBIDANAN

e. Jika inisiasi dini belum terjadi dikamar bersalin, kamar operasi, atau bayi harus
dipindah sebelum satu jam maka bayi tetap diletakan didada ibu ketika dipindahkan ke kamar
perawatan atau pemulihan. Menyusu dini dilanjutkan di kamar perawatan ibu atau kamar pulih

8.6. Inisiasi Menyusui Dini yang kurang tepat

Pada umumnya praktik IMD yang kurang tepat menurut Roesli (2008), adalah sebagai
berikut :

a. Begitu lahir, bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering

b. Bayi segera dikeringkan dengan kain kering, tali pusat dipotong, lalu diikat

c. Karena takut kedinginan, bayi dibedong dengan selimut bayi

d. Dalam keadaan dibedong, bayi diletakkan didada ibu (tidak terjadi kontak dengan kulit
ibu). Bayi dibiarkan di dada ibu (bonding) untuk beberapa lama (10 – 15 menit) atau sampai
tenaga kesehatan selesai menjahit perineum.

e. Selanjutnya diangkat, dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan puting susu
ibu ke mulut bayi.

f. Setelah itu, bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk
ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes
mata.

8.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD

Roesli (2008) menjelaskan, ada beberapa faktor yang mendukung pelaksanaan IMD
diantaranya:

1. Kesiapan fisik dan psikologis ibu Fisik dan psikologi ibu harus sudah dipersiapkan dari
awal kehamilannya, konseling dalam pemberian informasi mengenai IMD bisa diberikan selama
pemeriksaan kehamilan. Pemeliharaan puting payudara dan cara massase payudara juga perlu di
ajarkan agar ibu lebih siap menghadapi persalinan dan dapat langsung memberikan ASI pada
bayinya, rasa cemas, tidak nyaman dan nyeri selama proses persalinan sangat mempengaruhi ibu
untuk menyusui bayinya untuk itu perlu adanya konseling.

2. Tenaga atau pelayan kesehatan Untuk keberhasilan pelaksanaan IMD, konsultasi


dengan dokter ahli kandungan di perlukan untuk membantu proses IMD. Memilih BPS/RS atau
fasilitas pelayanan kesehatan yang mendukung pemberian ASI.

3. Bayi akan kedinginan Bayi berada dalam suhu yang aman jika melakukan kontak kulit
dengan sang ibu. Suhu payudara ibu akan meningkat 0,5 derajat dalam dua menit jika bayi
ASUHAN KEBIDANAN

diletakkan di dada ibu. Berdasarkan hasil penelitian Dr. Niels Bergman (2005) ditemukan
bahwa suhu dada ibu yang melahirkan menjadi 1°C lebih panas dari suhu dada ibu yang tidak
melahirkan. Jika bayi yang diletakkan didada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C.
Jika bayi kedinginan, suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk menghangatkan bayi. Jadi dada
ibu merupakan tempat yang terbaik bagi bayi yang baru lahir dibandingkan tempat tidur yang
canggih dan mahal.

4. Ibu kelelahan Memeluk bayinya segera setelah lahir membuat ibu merasa senang dan
keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat bayi menyusu dini membantu
menenangkan ibu.

5. Kurang dukungan suami dan keluarga Penolongpersalinan dapat melanjutkan


tugasnya.Bayi yang masih di dada ibu dapat menemukan sendiri payudara ibu.Libatkan ayah
atau keluarga terdekat untuk menjaga bayi sambil memberi dukungan pada ibu.

6. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk. Ibu dapat dipindahkan ke ruang pulih atau
kamar perawatan dengan bayi masih di dada ibu, berikan kesempatan pada bayi untuk
meneruskan usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

7. Ibu harus di jahit. Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi di area payudara dan
lokasi yang dijahit adalah bagian bawah ibu.

8. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur. Menunda


memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya panas badan bayi. Selain itu, kesempatan
vernix meresap, melunakkan, dan melindungi kulit bayi lebih besar. Bayi dapat dikeringkan
segera setelah lahir. Penimbangan dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu awal selesai.

9. Bayi kurang siaga. Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga. Setelah itu,
bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi http://repository.unimus.ac.id mengantuk akibat
obat yang diasup oleh ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi karena bayi memerlukan bantuan
lebih untuk bonding.

10. Kolostrom tidak keluar atau jumlah kolostrom tidak memadai sehingga diperlukan
cairan lain. Kolostrom cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir. Bayi
dilahirkan .dengan membawa bekal air dan gula yang dapat dipakai pada saat itu.

11. Kolostrom tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Kolostrom sangat diperlukan
untuk tumbuh-kembang bayi. Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada
bayi baru lahir, kolostrom melindungi dan mematangkan dinding usus yang masih muda.

8.8. Faktor-faktor yang menghambat IMD


ASUHAN KEBIDANAN

Maryunani (2012) menjelaskan, ada faktor-faktor yang dapat menghambat IMD baik
pada persalinan normal maupun pada persalinan sectio caesarea.

a. Faktor-faktor yang menghambat IMD pada persalinan normal, yaitu :

1) Pada persalinan normal, diharapkan agar setiap ibu dapat mencapai keberhasilan,
mampu melaksanakan program IMD tidak lebih dari satu jam.

2) Namun pada kenyataannya, ada beberapa ibu yang mengeluhkan beberapa hal yang
dapat menghambat keberhasilan IMD.

3) Beberapa hal yang dapat menghambat keberhasilan program IMD pada pasien dengan
persalinan normal tersebut, antara lain :

a) Kondisi ibu yang masih lemah (bagi ibu post-partum normal, dalam kondisi
kelemahan ini, ibu tidak mampu untuk melakukan program IMD).

b) Ibu lebih cenderung suka untuk beristirahat saja dari pada harus kesulitan membantu
membimbing anaknya untuk berhasil melakukan program IMD.

b. Faktor-faktor yang menghambat IMD pada persalinan sectio caesarea, yaitu :

1) Rooming-in (Rawat Gabung)

2) Kondisi sayatan di perut ibu. Pada pasien caesar, dimana terdapat sayatan di perut, ibu
cenderung masih mengeluhkan sakit pada daerah sayatan dan jahitan di perut, sehingga
ibu memilih untuk istirahat, dahulu, dan memulihkan kondisinya yang lemas sebelum
memberikan IMD pada bayinya. Oleh karena itu, maka pada pasien dengan persalinan
caesar, ibu baru bisa berhasil memberikan ASI pertamanya kepada bayi setelah lebih dari
satu jam pasca melahirkan.

3) Kondisi kelemahan akibat pengaruh anestesi yang diberikan sebelumnya.

8.9. Kebijakan The World Alliance for Breastfeeding Action (WABA) tentang IMD.

Inisiasi Menyusui Dini dalam satu jam setelah kelahiran merupakan tahap penting untuk
mengurangi kematian bayi dan mengurangi banyak kematian neonatal. Menyelamatkan 1 juta
bayi dimulai dengan satu tindakan, satu pesan dan satu dukungan yaitu dimulai IMD dalam satu
jam pertama kelahiran. Word Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa, IMD
dalam satu jam pertama kelahiran, menyusu secara eksklusif selama 6 bulan diteruskan dengan
makanan pendamping ASI sampai usia 2 tahun. Konferensi tentang hak anak mengakui bahwa
setiap anak berhak untuk hidup dan bertahan untuk melangsungkan hidup dan berkembang
setelah persalinan.Wanita mempunyai hak untuk mengetahui dan menerima dukungan yang
diperlukan untuk melakukan IMD yang sesuai. The World Alliance for Breastfeeding Action
ASUHAN KEBIDANAN

(WABA) mengeluarkan beberapa kebijakan tentang IMD dalam Pekan ASI sedunia (World
Breastfeeding Week)

a. Menggerakan dunia untuk menyelamatkan 1 juta bayi dimulai dengan satu tindakan
sederhana yaitu beri kesempatan pada bayi untuk melakukan IMD dalam satu jam pertama
kehidupannya.

b. Menganjurkan segera terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi dan berlanjut dengan
menyusui untuk 6 bulan secara eksklusif.

c. Mendorong Menteri Kesehatan atau orang yang mempunyai kebijakan untuk


menyatukan pendapat bahwa IMD dalam satu jam pertama adalah indikator penting untuk
pencegahan kesehatan.

d. Memastikan keluarga mengetahui pentingnya satu jam pertama untuk bayi dan
memastikan mereka melakukan pada bayi mereka kesempatan yang baik ini.

e. Memberikan dukungan perubahan baru dan peningkatan kembali Rumah Sakit Sayang
Bayi dengan memberi perhatian dalam penggabungan dan perluasan tentang IMD.

8.10. Tahapan Perilaku Bayi Dalam IMD

Menurut Roeli (2008) menyampaikan, semua bayi dalam proses IMD akan melalui lima
tahapan perilaku (free- feeding behavior)sebelum ia berhasil menyusui. Tahapan tersebut adalah
sebagai berikut :

a. 30 menit pertama Dalam 30 menit pertama merupakan stadium istirahat/diam dalam


keadaan siaga (rest/quite alert stage).Bayi diam tidak bergerak dan sesekali mata terbuka lebar
melihatibunya.Masa tenang yang istimewa ini merupakan penyesuaian peralihan dari keadaan
dalam kandungan ke keadaan di luar kandungan.Bounding( hubungan kasih sayang) merupakan
dasar pertumbuhan bayi dalam suasana aman.

b. 30 –40 menit Pada masa ini, bayi mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau
minum, mencium, dan menjilat tangan.Bayi mencium dan merasakan cairan ketuban
yang ada ditangannya. Bau ini sama dengan bau yang http://repository.unimus.ac.id
dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi untuk menemukan
payudara dan putting susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur Saat menyadari bahwa ada makanan di sekitarnya, bayi mulai
mengeluarkan air liurnya. d. Bayi mulai bergerak ke arah payudara

e. Menemukan, menjilat, mengulum putting, membuka mulut lebar dan melekat dengan
baik
ASUHAN KEBIDANAN

RINGKASAN
1. Perawatan neonatal esensial merupakan suatu pelayanan yang digunakan untuk menunjang
kesehatan bayi baru lahir yang diberikan secara adekuat meliputi pencegahan hipotermi,
perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif, pencegahan infeksi,
pemberian imunisasi dan deteksi dini tanda bahaya.

2.  pemotongan tali pusat dilakukan dalam waktu 10-30 detik setelah bayi lahir. Proses ini
diperlukan agar bayi baru lahir dapat segera diperiksa dan dirawat oleh dokter anak. Namun
belum lama ini, WHO menyarankan agar tali pusat baru dijepit dan dipotong setidaknya 1-3
menit atau lebih setelah bayi lahir.

3. Skor APGAR adalah suatu sistem skoring yang dipakai untuk memeriksa keadaan bayi yang
baru lahir dan menilai responsnya terhadap resusitasi. Penilaian skor APGAR dilakukan
dengan memeriksa warna kulit, denyut jantung, refleks terhadap stimulus taktil, tonus otot, dan
pernapasan.

4.  Penanganan Asfiksia Memastikan suhu bayi tetap terjaga, tidak ada sumbatan di jalan napas,


termasuk dengan melakukan pengisapan lendir dan feses pertama (mekonium), dan melakukan
stimulasi atau rangsang taktil untuk merangsang bayi menangis

5. Langkah yang Dilakukan Saat Resusitasi Bayi

 Memeriksa kondisi kesadaran. Pastikan bayi Anda berada di area yang aman.


 Memeriksa pernapasan.
 Berikan bantuan napas
 . Lakukan kompresi dada.
6. Bounding attachment adalah sebuah peningkatan hubungan kasih sayang dengan keterkaitan
batin antara orang tua dan bayi.

7. IMD adalah kali pertama memulai pemberian ASI

IMD atau inisiasi menyusui dini adalah awal yang tepat bagi Anda dan bayi untuk memulai ASI
eksklusif atau sebelum memulai proses menyusui yang sesungguhnya. Pemberian ASI sangat
penting bagi bayi dan ibu karena ada banyak manfaat ASI yang bisa diperoleh

8. INISIASI Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di


mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting
ASUHAN KEBIDANAN

susu). Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan


pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui.
ASUHAN KEBIDANAN

DAFTAR PUSTAKA

Andersson, O.. 2013. Effect of Delayed versus Early Cord Clamping on Healthy Term
Infants. Digital Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of
Medicine 893

Kaempf J. W., et al. 2008. Delayed Umbilical Cord Clamping in Premature Neonates. J
Obstetrics and Gynecology 120 (2). 325-330.

Chiruvolu A, et al. 2015. Effect Of Delayed Cord Clamping On Very Preterm Infants.
American Journal of Obstetric and Gynecology: 674 – 9.

Lubis Muara. 2008. “Dampak Penundaan Penjepitan Tali Pusat terhadap Peningkatan
Hemoglobin dan Hematokrit Bayi pada Persalinan Normal” (tesis). Medan: RSUP H. Adam
Malik – RSUD dr Pirngadi. Medan.

Apgar, virginia. (1953). "sebuah proposal untuk metode baru evaluasi bayi yang baru
lahir". Curr. Res. Anesth. Analg. 32 (4): 260-267. Pmid 13083014.http://apgar.net/apgar
paper.html.diakses pada tanggal 29 november 2011.

Dwi HT , Sarimawar D (2009), Aspek kehamilan dan persalinan pada kematian neonatal
akibat asfiksia lahir sebelum dan setelah interval manajemen asfiksia di Kabupaten Cirebon,
JurnalEkologiKesehatan,Vol.8 No.3
ASUHAN KEBIDANAN

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ………………………………………………………….

TOPIK 1. ASUHAN BAYI BARU LAHIR ENSENSIAL

1.1 Perawatan neonatal ensensial pada saat lahir ……………………

1.2 Perawatan neonatal ensensial pada saat setelah lahir ……………

TOPIK 2. PEMOTONGAN TALI PUSAT

2.1 Sejarah penjepitan dan pemotongan tali pusat ……………………

2.2 Patofisiologi penjepitan tali pusat …………………………………

2.3 Cara pemotongan tali pusat ……………………………………….

2.4 Perawatan tali pusat ……………………………………………….

TOPIK 3. EVALUASI NILAI APGAR

TOPIK 4. PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN ASFIKSIA

4.1 Penyebab dan gejala asfiksia pada bayi baru lahir …………………

4.2 Penanganan asfiksia ………………………………………………...

TOPIK 5.TEKNIK RESUSITASI BAYI BARU LAHIR YANG EFEKTIF

5.1 Pengertian resusitasi ……………………………………………….

5.2 Langkah-langkah saat resusitasi bayi ……………………………..

TOPIK 6. BOUNDING ATTACHMENT

6.1 Pengertian bounding attachment ………………………………….

6.2 Faktor yang mempengaruhi bounding attachment ………………..

TOPIK 7. PEMBERIAN ASI AWAL

7.1 Pengertian asi ……………………………………………………..

7.2 Manfaat asi ………………………………………………………..

7.3 Kandungan dalam asi ……………………………………………..


ASUHAN KEBIDANAN

7.4 Langkah keberhasilan pemberian asi ………………………………

7.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asi …………………

TOPIK 8. INISIASI MENYUSUI DINI

8.1 Definisi inisiasi menyusui dini ……………………………………..

8.2 Prinsip inisiasi menyusui dini ………………………………………

8.3 Manfaat inisiasi menyusui dini ………………………………………

8.4 Persiapan melakukan inisiasi menyususi dini ……………………….

8.5 Tatalaksaana iniasi menyusui dini ……………………………………

8.6 Inisiasi menyususi dini yang kurang tepat ……………………………

8.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksaan IMD ………………….

8.8 Faktor-faktor yang pengambat IMD ………………………………….

8.9 Kebijakan WABA tentang IMD ……………………………………...

8.10 Tahap perilaku bayi dalam IMD …………………………………….

DAFTAR PUSTAJKA …………………………………………………………….

Anda mungkin juga menyukai