Anda di halaman 1dari 44

BAB 38

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN


BA B 3 8

PE RU MA H AN D A N PE RM U K IM AN

I. P E ND A H UL U AN

Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan


Permukiman menyebutkan bahwa perumahan adalah kelompok
rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan, sedangkan permukiman adalah bagian dari lingkungan
hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar


manusia. Dalam masyarakat Indonesia, perumahan beserta
prasarana pendukungnya merupakan pencerminan dari jati diri
manusia, baik secara perseorangan maupun dalam suatu kesatuan
dan kebersamaan serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya.
Perumahan dan permukiman juga mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa,

411
sehingga perlu dibina dan dikembangkan demi kelangsungan serta
peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Perumahan dan permukiman selain berfungsi sebagai wadah


pengembangan sumber daya manusia dan pengejawantahan dari
lingkungan sosial yang tertib, juga merupakan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi melalui sektor industri perumahan sebagai
penyedia lapangan kerja serta pendorong pembentukan modal yang
besar. Melalui peningkatan serta pemenuhan kebutuhan akan
perumahan dan permukiman, diharapkan masyarakat dapat
meningkatkan produktivitas, berperan serta secara aktif dalam
pembangunan, dan mampu meningkatkan pemupukan modal bagi
pembangunan selanjutnya.

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993


mengamanatkan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan oleh
masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
pembangunan, dan Pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang.
Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah saling menunjang,
saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah
menuju terciptanya tujuan pembangunan nasional.

GBHN 1993 juga mengamanatkan bahwa dalam Rencana


Pembangunan Lima Tahun Keenam (Repelita VI) pembangunan
perumahan dan permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hunian, lingkungan kehidupan, pertumbuhan
wilayah dengan memperhatikan keseimbangan antara
pengembangan perdesaan dan perkotaan, memperluas lapangan
kerja serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka
mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh
rakyat Indonesia.

GBHN 1993 juga menggariskan bahwa dalam Repelita VI


pembangunan perumahan dan permukiman, perlu ditingkatkan
kerja sama secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah

412
daerah, koperasi, usaha negara, usaha swasta, dan masyarakat
dengan mengindahkan persyaratan minimum bagi perumahan dan
permukiman yang layak, sehat, aman, dan serasi dengan
lingkungan serta terjangkau oleh daya beli masyarakat luas, dengan
memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang
berpenghasilan menengah dan rendah.

Pembangunan perumahan dan permukiman dalam PJP II dan


Repelita VI disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan
kepada pengarahan-pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di
atas.

II. PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN


DALAM PJP I

Pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari


pembangunan nasional dalam PJP I telah menunjukkan peningkatan
yang cukup berarti, yaitu makin terpenuhinya kebutuhan akan
prasarana dan sarana dasar serta meningkatnya mutu lingkungan
perumahan dan permukiman di perkotaan dan di perdesaan. Hasil
tersebut merupakan usaha nyata dari penjabaran trilogi
pembangunan dan merupakan landasan yang kuat bagi bangsa
Indonesia untuk memasuki proses tinggal landas dalam PJP II yang
dimulai dengan Repelita VI ini.

Dalam PJP I, pembangunan perumahan dan permukiman


dilaksanakan melalui program kegiatan yang terdiri atas Program
Perumahan Rakyat, Program Penyehatan Lingkungan
Permukiman, dan Program Penyediaan Air Bersih. Selain itu,
dilaksanakan pula kegiatan penunjang seperti pengembangan sistem
pembiayaan serta pengembangan teknologi perumahan dan
permukiman yang memberi dukungan operasional dalam rangka
pembangunan fisik perumahan dan permukiman, di samping
pemantapan dan peningkatan kelembagaan serta penyiapan
peraturan perundang-undangan yang diperlukan.

413
Titik berat pembangunan program perumahan rakyat selama
PJP I disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan pokok yang
dihadapi masyarakat pada saat itu. Dalam Repelita I orientasi
pembangunan perumahan dan permukiman adalah perintisan
teknologi konstruksi dan rekayasa. Selanjutnya, dalam Repelita II
titik berat pembangunan adalah rehabilitasi perumahan dan
permukiman melalui perbaikan kampung serta pemugaran
perumahan desa. Mulai Repelita III hingga kini, pembangunan
perumahan dan permukiman, selain menangani aspek fisik
konstruksi, juga memasukkan aspek nonfisik secara terpadu. Selain
itu, perhatian Pemerintah makin ditekankan kepada pembangunan
rumah sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah terutama
di kota-kota metropolitan dan kota besar.

Selanjutnya, konsep pengembangan lembaga pengelola


perumahan dan permukiman mulai diterapkan melalui
pembentukan badan pengelola perumahan dan permukiman beserta
lembaga pembiayaannya. Selain itu, juga dikembangkan peraturan
perundang-undangan, pedoman serta standar teknis pembangunan
perumahan dan permukiman terutama yang berkaitan dengan
prasarana dan sarana bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Dengan demikian, hasil PJP I meliputi pengembangan konsep


pembangunan perumahan dan permukiman; pengembangan
kelembagaan; peraturan perundang-undangan; pembangunan fisik
perumahan dan permukiman.

1. Pengembangan Konsep Pembangunan Perumahan dan


Permukiman

Kebijaksanaan pemerintah pada awal PJP I untuk


pembangunan perumahan dan permukiman lebih bersifat stimulans
dan terbatas pada pemenuhan kebutuhan prasarana dan sarana
dasar.

414
Dengan terbatasnya anggaran dan rendahnya daya beli
masyarakat, dalam Repelita II dikembangkan konsep subsidi
silang. Dalam konsep itu kapling tanah matang, berupa kapling
ukuran besar, dijual dengan harga tinggi guna memberi subsidi
kepada rumah-rumah inti sederhana. Dalam Repelita III
pembangunan perumahan dan permukiman yang terjangkau oleh
rakyat banyak makin ditingkatkan. Di samping itu, dirintis pula
pembangunan rumah susun dan pendekatan peremajaan kota.
Dalam Repelita IV diperkenalkan kebijaksanaan baru, yaitu konsep
kapling siap bangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Kemudian dalam Repelita V dikembangkan konsep rumah sangat
sederhana (RSS) yang dilaksanakan dengan subsidi pemerintah,
usaha koperasi dalam pengadaan rumah, dan kemitraan antara
pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat.

Selain itu, dalam rangka peningkatan efisiensi lahan bagi


perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas permukiman
dibangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai khususnya
bagi kawasan yang berpenduduk padat dengan lahan terbatas.
Untuk itu, diperkenalkan bentuk rumah susun yang terdiri dari
bagian yang dimiliki bersama dan satuan yang masing-masing
dapat dimiliki secara terpisah.

Perbaikan kampung yang dimulai dalam Repelita II pada


awalnya terdiri atas kegiatan pokok yang meliputi perbaikan dan
pembangunan jalan lingkungan, perbaikan saluran air hujan,
saluran air limbah, sarana mandi cuci kakus (MCK), pengadaan air
bersih, dan penanganan persampahan. Perintisan kegiatan tersebut
dikembangkan lebih lanjut dan mencakup aspek penyuluhan dan
kegiatan sosial ekonomi lainnya, dikenal sebagai Kampung
Improvement Program (KIP). Cakupan dan pelayanan KIP pada
akhir Repelita IV diperluas, mencakup pengadaan prasarana dan
sarana perkotaan. Pendekatan ini melibatkan beberapa sektor atau
pun instansi terkait di berbagai tingkatan pemerintahan, dikenal
sebagai Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT).

415
Di bidang pembangunan perumahan perdesaan, masalah yang
dihadapi lebih kompleks dan melibatkan berbagai instansi di
berbagai tingkatan pemerintahan. Program yang telah ada
ditingkatkan keterpaduannya melalui pendekatan pembangunan
perumahan dan lingkungan desa secara terpadu (P2LDT). P2LDT,
dengan pendekatan pembangunan bertumpu pada masyarakat
ditempuh melalui asas tribina, yaitu bina manusia, bina
lingkungan, dan bina usaha serta asas pembangunan partisipatif.

Mulai Repelita V perhatian terhadap penataan bangunan makin


meningkat. Dalam rangka itu, mulai disusun dan dilaksanakan
rencana tata bangunan dan lingkungan (RTBL) sebagai panduan
perwujudan fisik bangunan dan lingkungan serta panduan bagi
pengendalian pelaksanaan. RTBL juga berisi rencana keserasian
antarbangunan dan estetika lingkungan, di samping rencana fisik
bangunan.

Selama PJP I program penyehatan lingkungan permukiman


meliputi pengelolaan persampahan, pengelolaan drainase, dan
pengelolaan air limbah. Di dalam pengelolaan persampahan antara
lain dikembangkan sistem modul dalam pelayanan dan pengelolaan
sampah. Pengumpulan sampah dari rumah tangga sampai dengan
tempat pembuangan sementara dilakukan oleh RT/RW atau LKMD
setempat, sedangkan pengangkutan sampah selanjutnya ke tempat
pembuangan akhir dilakukan oleh pemerintah daerah/perusahaan
daerah.

Penanganan drainase diutamakan untuk mengatasi kawasan di


perkotaan yang rawan genangan. Secara bertahap dimulai
pengembangan sistem jaringan drainase perkotaan yang lebih luas.
Pengelolaan drainase masih terbatas pada penanganan
genangan-genangan pada kawasan perkotaan dengan merehabilitasi
dan menyempurnakan jaringan saluran drainase perkotaan,
termasuk pompa dan bangunan drainase lainnya.

416
Dalam pengelolaan air limbah dikembangkan konsep
pelayanan dan pengelolaan dengan cara sanitasi setempat
menggunakan teknologi murah dan tepat guna. Konsep pelayanan
menggunakan jamban keluarga, MCK dan sebagainya diterapkan
pada kawasan berkepadatan rendah dan memiliki muka air tanah
rendah. Dalam hal penanganan dengan cara sanitasi setempat sudah
tidak memadai, mulai dikembangkan sistem pengelolaan terpusat
dengan menggunakan perpipaan, terutama pada kawasan
berkepadatan tinggi di kota metropolitan dan kota besar.

Penyediaan dan pengelolaan air bersih dalam PJP I


memprioritaskan pelayanan pada kota-kota yang memiliki cakupan
pelayanan sangat terbatas, sedangkan pelayanan untuk daerah
perdesaan dan pantai diprioritaskan pada permukiman penduduk
yang sulit air bersih, serta yang terdapat banyak penyakit menular,
khususnya penyakit yang ditularkan melalui air.

Penanganan penyediaan air bersih untuk PJP I ditekankan pada


peningkatan kapasitas produksi serta penambahan jumlah
sambungan rumah. Dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan, khususnya untuk meluaskan pelayanan bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, terpencil, dan sulit
air, dalam Repelita V ditetapkan strategi utama berupa
pembangunan hidran umum dan terminal air, yang dilanjutkan
dengan pemasangan sambungan ke rumah-rumah sesuai
perkembangan kemampuan masyarakat.

2. Kelembagaan

Untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah dalam rangka


pengadaan rumah sederhana, dibentuk Perusahaan Umum
Perumahan Nasional (Perum Perumnas) dan ditetapkan Bank
Tabungan Negara (BTN) sebagai lembaga penyalur kredit pemilik-
an rumah (KPR) pada tahun 1974. Selanjutnya 11 bank lainnya
yang terdiri dari bank pembangunan daerah dan bank swasta
nasional, juga ditunjuk sebagai penyalur kredit pemilikan rumah.

417
Melihat makin beratnya permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan perumahan maka dalam Repelita III dibentuk Kantor
Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat, yang dalam Repelita IV
ditingkatkan menjadi Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat.
Pada tahun 1974 dibentuk Badan Kebijaksanaan Perumahan
Nasional (BKPN) yang berperan memberikan arahan kebijaksanaan
pembangunan perumahan dan permukiman yang diketuai oleh
Menteri Pekerjaan Umum. Pada tahun 1985 diadakan perubahan,
dan selanjutnya BKPN diketuai oleh Menteri Negara Perumahan
Rakyat. Pada tahun 1993 dilakukan penyempurnaan dengan
keanggotaan terdiri dari Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Dalam
Negeri, Menteri Sosial, Menteri Perindustrian, Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Menteri Negara Kependudukan/Kepala
BKKBN, Menteri Negara Agraria/Kepala BPN, Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas), Menteri Transmigrasi dan
Permukiman Perambah Hutan, Menteri Koperasi dan Pembinaan
Pengusaha Kecil, dan Gubernur Bank Indonesia.

Dalam hal pengelolaan prasarana permukiman, sejak Repelita


IV Badan Pengelola Air Minum (BPAM) ditingkatkan menjadi
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang tersebar di seluruh
daerah tingkat II. Selain itu juga telah dibentuk perusahaan daerah
yang mengelola air limbah terpusat di Jakarta, Bandung, Medan,
dan dinas-dinas pengelola kebersihan di beberapa kota besar dan
sedang.

Kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi perdesaan sejak


Repelita I hingga Repelita IV diselenggarakan secara terpisah-pisah
oleh instansi yang berbeda. Mulai Repelita V pelaksanaannya
dilakukan secara terkoordinasi dengan pembagian tugas yang jelas
antar instansi yang menangani. Dalam hal ini, Departemen
Pekerjaan Umum bertanggung jawab atas aspek pembinaan dan
pelaksanaan fisik konstruksi, Departemen Kesehatan
bertanggungjawab atas aspek kualitas air serta penyuluhan
kesehatan masyarakat, dan Departemen Dalam Negeri bertanggung

418
jawab atas penyiapan masyarakat beserta kelembagaannya.
Pelaksanaan kebijaksanaan tersebut sepenuhnya dikoordinasikan
dan dikendalikan oleh pemerintah daerah.

Dalam rangka memperkuat kelembagaan di daerah


dikembangkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) yang di dalamnya
terdapat unit yang bertugas menangani perumahan dan
.permukiman.

3. Peraturan Perundang-undangan

Dalam tahun 1985 disahkan Undang-Undang Nomor 16


tentang Rumah Susun yang ditujukan untuk mengatur tata cara
perolehan dan pembangunan rumah susun. Dalam Repelita V
ditetapkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan
dan Permukiman yang mengatur mengenai penataan perumahan
dan permukiman. Selain itu, juga ditetapkan Undang-Undang
No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang menjelaskan
tentang perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan
ruang yang sesuai dengan peruntukan dan daya dukung lingkungan.

Dalam rangka desentralisasi penanganan prasarana dan sarana


ditetapkan peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian
urusan pemerintah di bidang pekerjaan umum kepada Daerah
tingkat I dan daerah tingkat II. Selain itu, juga ditetapkan peraturan
pemerintah tentang rumah susun yang bertujuan untuk menjamin
kepastian hukum dalam pemanfaatannya. Dalam menangani
kawasan kumuh di perkotaan yang terletak di atas tanah negara,
ditetapkan peraturan yang mendorong dunia usaha untuk berperan
secara aktif dalam kegiatan meremajakan permukiman kota dengan
memperhatikan dan mengutamakan kepentingan masyarakat
setempat.

Kemudian ditetapkan pula peraturan tentang pemantapan


sistem pembiayaan pengadaan perumahan sederhana, yang pada
pokoknya menetapkan bahwa pembangunan perumahan harus

419
selalu mengacu pada keseimbangan sosial dengan mempertimbang-
kan komposisi penghunian perumahan antara kelompok
berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi.

Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas telah


memberikan arahan yang lebih jelas bagi pembangunan sektor
perumahan dan permukiman.

4. Pembangunan Fisik Perumahan dan Permukiman

a. Pengadaan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat


Sederhana

Dalam Repelita I dilaksanakan uji coba teknis pembangunan


rumah sederhana, yaitu rumah tipe T-36 dengan luas 36 meter
persegi sampai tipe T-70 dengan luas 70 meter persegi. Dalam
Repelita II dimulai pembangunan rumah sederhana dan rumah inti
oleh Perumnas sebanyak 23.126 unit yang tersebar di 11 kota.
Melihat bahwa rintisan tersebut cukup berhasil, sejak tahun
terakhir Repelita II Perumnas dan dunia usaha mengembangkan
pembangunan rumah sederhana melalui fasilitas Kredit Pemilikan
Rumah Bank Tabungan Negara (KPR BTN).

Dalam Repelita V telah berhasil dibangun 339.700 unit rumah


sederhana. Dari jumlah tersebut Perumnas membangun sebanyak
67.940 unit (20 persen), sementara dunia usaha dan masyarakat
membangun rumah sebanyak 271.760 unit (80 persen). Guna
melayani kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah
dikembangkan pembangunan rumah sangat sederhana (RSS) di
sekitar kota metropolitan dan kota besar.

Selain itu, dalam PJP I dilaksanakan pembangunan rumah


sewa serta pengadaan kapling siap bangun yang dalam
pelaksanaannya juga melibatkan usaha swasta dan koperasi.

420
b. Perbaikan Kampung
Penanganan perbaikan kampung dimulai dalam Repelita I
(1969) di Jakarta. Rintisan tersebut dalam Repelita II dilanjutkan di
Surabaya. Penanganan perbaikan kampung dalam Repelita V
dilakukan di 470 kota dengan luas 37.000 hektare dan penduduk
yang terlayani mencapai kurang lebih 15 juta jiwa. Selain itu,
melalui program pelayanan sosial dasar terpadu perkotaan telah
ditingkatkan jangkauan pelayanan dan perbaikan kualitas sarana air
bersih dan sarana sanitasi perkampungan kota untuk 13 kotamadya.

c. Peremajaan Permukiman Kota

Kegiatan peremajaan kota mulai dilaksanakan dalam tahun


1988/89 di kawasan Segitiga Senen dan Kemayoran di Jakarta, dan
di kawasan Dupak dan Sombo di Surabaya. Hasil rintisan tersebut
kemudian dikembangkan di berbagai kawasan di kota-kota
metropolitan dan kota besar lainnya seperti di Pekunden,
Semarang, dan di Kelurahan Arjuna, Bandung. Sampai dengan
tahun keempat Repelita V telah diremajakan 21 kawasan di delapan
kota metropolitan dan kota besar.

Selain itu, dalam Repelita V dilaksanakan kegiatan


permukiman kembali bagi penduduk yang kawasan huniannya
berubah fungsi di tiga kota, yaitu Jakarta, Samarinda, dan
Balikpapan. Kegiatan ini dilakukan di kawasan-kawasan kota yang
keadaannya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kota dan
di kawasan kumuh yang keadaannya tidak memungkinkan lagi
diperbaiki melalui kegiatan perbaikan kampung.

d. Pemugaran Perumahan Desa

Pemugaran perumahan desa bertujuan untuk meningkatkan


kesadaran masyarakat desa akan pentingnya permukiman yang
bersih dan sehat. Kegiatan ini meliputi kegiatan penyuluhan,
pembangunan rumah percontohan, perbaikan fisik rumah,

421
perbaikan jalan lingkungan, pengadaan sarana MCK dan
pengadaan sarana air bersih, serta dilaksanakan melalui swadaya
masyarakat. Pemugaran perumahan desa mulai dilaksanakan dalam
Repelita II (1973/74 - 1977/78). Dalam Repelita V jumlah rumah
yang berhasil dipugar mencapai sekitar 240.000 rumah di 20.000
desa.

Sementara itu, untuk mendukung pengembangan desa pusat


pertumbuhan dalam Repelita V telah disiapkan lebih dari 100
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) bagi desa-desa
terpilih. Pelaksanaan percontohan pembangunan sarana dan
prasarana oleh sektor terkait telah dilaksanakan di tujuh kawasan
desa terpilih.

e. Penataan Bangunan

Sejak Repelita I hingga Repelita III, kegiatan penataan


bangunan lebih ditekankan pada penyelenggaraan urusan gedung-
gedung negara, sebagai kelanjutan tugas Jawatan Gedung-gedung
Negara yang sudah ada sejak sebelum Repelita I. Dalam
perkembangan selanjutnya, di pertengahan Repelita III, peran
penataan bangunan mulai dirasakan perlu untuk dikembangkan,
terutama untuk menyusun standar keselamatan bangunan gedung.
Penyusunan standar keselamatan tersebut dimaksudkan untuk
menciptakan tertib pembangunan dan keselamatan banguhan
umum, serta menjaga manfaat bangunan, baik terhadap kerusakan
sebelum waktunya maupun terhadap gempa dan kebakaran.

Dalam periode tersebut, kegiatan penataan bangunan meliputi


penyusunan pedoman, standar dan model peraturan bangunan, baik
yang bersifat nasional maupun regional. Dalam Repelita IV usaha
ini disempurnakan dan ditingkatkan menjadi penyusunan dan
penyempurnaan peraturan penataan bangunan skala lokal, dan
selesai disiapkan peraturan penataan bangunan untuk kawasan
khusus, seperti Puncak, Cilegon, Batam, Asahan, dan
Karangkates.

422
Dalam rangka tertib dan keselamatan bangunan, sampai
dengan Repelita V telah disusun Pedoman Bangunan Setempat, dan
telah dilaksanakan di 139 daerah tingkat II (dati II) atau 46 persen
dari seluruh dati II yang ada. Selain itu, telah disusun 48 pedoman
teknis keselamatan bangunan dan 22 standar teknis keselamatan
bangunan.

f. Penyehatan Lingkungan Permukiman

Kegiatan penyehatan lingkungan permukiman dalam Repelita I


dilaksanakan melalui pemberian bantuan teknis dan rehabilitasi
drainase kepada beberapa kota. Dalam Repelita II dan III, selain
rehabilitasi drainase juga dilakukan penelitian penanganan
persampahan kota. Kemudian dalam Repelita IV kegiatan-kegiatan
tersebut dikembangkan dengan menerapkan pendekatan terpadu
khususnya untuk perbaikan sistem persampahan, penanganan air
limbah, dan drainase.

Penanganan air limbah setempat yang bersifat percontohan dan


perintisan sebagai komponen dari penyehatan lingkungan
permukiman dalam Repelita V telah dilaksanakan di 337 kota.
Proyek percontohan dalam penanganan air limbah terpusat telah
dilakukan secara terbatas di kota-kota metropolitan dan kota besar
seperti Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang,
Cirebon, dan Tangerang. Penanganan drainase dalam Repelita V
telah dilaksanakan di 240 kota dengan luas daerah genangan yang
berhasil ditangani mencapai 30 persen atau sekitar 22.300 hektare
dari 74.608 hektare daerah genangan. Sementara itu, pengelolaan
sampah telah dilaksanakan di 492 kota dengan volume sampah
yang diangkut mencapai 55 persen dari produksi sampah. Dalam
Repelita V penanganan sanitasi perdesaan baru bersifat perintisan
dengan memperkenalkan sistem penanganan limbah setempat dan
MCK pada beberapa desa percontohan.

423
g. Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Dalam PJP I penambahan kapasitas produksi air bersih dengan


sistem perpipaan untuk daerah perkotaan telah meningkat dari 9
ribu liter per detik dalam Repelita I menjadi 66 ribu liter per detik
pada akhir Repelita V. Usaha tersebut telah meningkatkan
pelayanan air bersih di daerah perkotaan dari 4 juta penduduk yang
dilayani dalam Repelita I menjadi 27,6 juta penduduk terlayani
dalam Repelita V. Ini berarti sekitar 40 persen penduduk perkotaan
telah dilayani air bersih melalui sistem perpipaan. Dengan
memperhitungkan upaya swadaya masyarakat melalui sistem
nonperpipaan, diperkirakan sampai dengan akhir Repelita V,
penduduk perkotaan yang telah menikmati air bersih mencapai 80
persen.

Di daerah perdesaan, kegiatan penyediaan dan pengelolaan air


bersih dalam PJP I masih menekankan pada penyuluhan
dan pengembangan motivasi untuk meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pengadaan air bersih yang sesuai
dengan keadaan lingkungan dan tingkat sosial ekonomi penduduk
setempat. Kegiatan penyuluhan tersebut juga didukung dengan
penyediaan bantuan sarana air bersih berupa sistem perpipaan
terbatas, sumur pompa tangan, sumur gali, penampungan air
hujan, dan perlindungan mata air. Dalam Repelita V kebijaksanaan
pembangunan sarana air bersih perdesaan lebih ditekankan pada
kegiatan rehabilitasi sarana yang sudah terpasang dan masih dapat
difungsikan. Pada akhir Repelita V penduduk perdesaan yang telah
dilayani air bersih mencapai 50 persen.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG


PEMBANGUNAN

Dalam PJP I berbagai upaya telah dilakukan untuk


menyediakan perumahan dan permukiman sehat dan layak bagi
masyarakat. Dibanding kebutuhan maka apa yang telah dihasilkan

424
belumlah memadai. Oleh karena itu, dalam PJP II upaya
pembangunan perumahan dan permukiman akan dilanjutkan dan
ditingkatkan. Untuk itu, pembangunan perumahan dan permukiman
perlu memperhatikan berbagai tantangan dan kendala yang akan
dihadapi, serta memanfaatkan setiap peluang yang ada.

1. Tantangan

Pertambahan penduduk Indonesia yang terus meningkat


disertai laju pertumbuhan ekonomi yang mantap mengakibatkan
kebutuhan perumahan dan permukiman juga cenderung terus
bertambah. Oleh sebab itu, tantangan yang dihadapi dalam PJP II,
antara lain (a) memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman
terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah; (b) mengurangi
kesenjangan pelayanan prasarana dan sarana antar tingkat golongan
masyarakat; (c) meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia
usaha; (d) menyediakan prasarana dan sarana perumahan dan
permukiman yang serasi dan berkelanjutan; dan (e) mengelola
pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan
efisien.

Meskipun telah dapat ditekan, laju pertumbuhan penduduk


jumlahnya masih cukup besar. Pada akhir PJP II penduduk
Indonesia akan berjumlah 258,2 juta dibanding 189,1 juta
sekarang. Jumlah penduduk di daerah perkotaan meningkat cukup
pesat, yaitu dari 64,35 juta jiwa atau 34 persen dari total jumlah
penduduk pada akhir Repelita V, diperkirakan akan menjadi lebih
kurang 80,3 juta atau 39,3 persen pada akhir Repelita VI.
Penduduk Indonesia pada akhir Repelita V sebagian besar (59,9
persen) berada di Pulau Jawa. Masih tingginya laju pertumbuhan
penduduk serta penyebaran yang tidak merata mengakibatkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kemampuan penyediaan
perumahan dan permukiman. Dengan demikian, tantangan yang
dihadapi adalah memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman
di perkotaan dan perdesaan, terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
425
Pembangunan perumahan dan permukiman selama PJP I
belum sepenuhnya menjangkau masyarakat berpenghasilan rendah.
Masyarakat berpenghasilan rendah umumnya belum terlayani atau
menikmati kemudahan memperoleh perumahan dan permukiman
yang sehat dan layak. Pembangunan perumahan dan permukiman
meskipun telah banyak diarahkan untuk menjangkau masyarakat
berpenghasilan rendah namun sasaran ini belum secara menyeluruh
dapat dicapai. Oleh karena itu, tantangan besar yang dihadapi
dalam PJP II adalah membangun lebih banyak perumahan dan
permukiman yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah
sehingga dapat mengurangi kesenjangan pelayanan perumahan dan
permukiman antar golongan masyarakat.

Belum terciptanya iklim yang memadai dan terbatasnya


kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan, termasuk
pembangunan perumahan dan permukiman, mengakibatkan
lambatnya pemenuhan kebutuhan masyarakat akan perumahan dan
permukiman. Oleh karena itu, perlu dimanfaatkan sumber daya
yang ada di masyarakat dan dunia usaha melalui penciptaan
suasana yang dapat mendorong peningkatan partisipasi aktif
masyarakat serta kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan
dunia usaha. Saat ini, masyarakat dan dunia usaha belum terlibat
secara optimal dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
Dengan demikian, merupakan tantangan pula untuk meningkatkan
peran serta masyarakat dan dunia usaha untuk membangun dan
memelihara prasarana dan sarana permukiman, serta menciptakan
mekanisme kemitraan yang efektif antara Pemerintah, masyarakat,
dan dunia usaha.

Penyediaan perumahan terdiri dari kegiatan industri yang


melibatkan tenaga kerja, sumber daya alam, ribuan jenis usaha
industri, barang, jasa dan keterampilan pengelolaan. Pembangunan
perumahan dan permukiman juga meliputi kegiatan penyediaan
prasarana dan sarana. Semuanya itu merupakan kegiatan besar
dan membutuhkan keterpaduan. Keterpaduan antarsektor, antara

426
pemerintah pusat dan daerah, serta kerja sama antara pemerintah
dengan masyarakat merupakan tantangan pula dalam melaksanakan
pembangunan perumahan dan permukiman secara efektif dan
efisien.

2. Kendala
Dalam menjawab berbagai tantangan dalam pembangunan
perumahan dan permukiman terdapat beberapa kendala yang
dihadapi, antara lain (a) terbatasnya lahan yang tersedia untuk
lokasi pembangunan perumahan dan permukiman; (b) rendahnya
kondisi sosial ekonomi masyarakat; (c) terbatasnya informasi
tentang perumahan dan permukiman; (d) terbatasnya kemampuan
pemerintah dalam penyediaan perumahan dan permukiman.

Makin meningkatnya laju pembangunan dan jumlah penduduk


di perkotaan dan di perdesaan membawa akibat peningkatan
kebutuhan lahan, sementara itu ketersediaan lahan baik di
perkotaan maupun di perdesaan sangat terbatas. Potensi persediaan
lahan untuk tujuan ini makin langka. Akibat timpangnya
permintaan dan penawaran maka nilai lahan terus meningkat dan
penggunaannya sering tidak sesuai dengan peruntukan. Dengan
demikian, sulitnya memperoleh lahan merupakan kendala dalam
pembangunan perumahan dan permukiman, apalagi untuk golongan
masyarakat berpenghasilan rendah.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama yang


berpenghasilan rendah juga merupakan kendala dalam membangun
perumahan dan permukiman yang sehat dan layak. Kondisi
perumahan dan lingkungannya yang kumuh berkaitan erat dengan
kemiskinan, disamping kekurang pahaman masyarakat mengenai
pemeliharaan lingkungan yang bersih.

Keterbatasan kemampuan pemerintah juga tidak


memungkinkan pembangunan perumahan dan permukiman
dilakukan secepat peningkatan kebutuhannya. Demikian pula,

427
keterbatasan penyediaan prasarana dan sarana merupakan kendala
dalam pembangunan di bidang perumahan dan permukiman.

3. Peluang

Peluang utama bagi pembangunan perumahan dan


permukiman di samping hasil-hasil yang telah dicapai dalam PJP I
adalah meningkatnya pendapatan nasional, meningkatnya
kemampuan dan kepedulian dunia usaha dan masyarakat,
terkendalinya peningkatan jumlah penduduk, telah tersusunnya
sejumlah rencana tata ruang baik di daerah tingkat I maupun di
daerah tingkat II, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta meningkatnya koordinasi dalam pembangunan perumahan dan
permukiman.

Untuk membiayai pembangunan perumahan dan permukiman


diperlukan dana yang cukup besar. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi yang diiringi dengan meningkatnya pendapatan nasional
dapat memperluas sumber pendanaan bagi pembangunan
perumahan dan permukiman. Peningkatan peranan dan kemampuan
dunia usaha serta masyarakat umumnya, juga akan mengurangi
beban pemerintah dalam menyediakan dana untuk pembangunan
perumahan dan permukiman.

Laju pertumbuhan dan persebaran penduduk yang makin


terkendali, dalam jangka panjang dapat mengurangi tekanan
peningkatan kebutuhan akan perumahan dan permukiman.

Ketersediaan rencana tata ruang yang sekarang sudah tersusun


atau dalam proses penyusunan akan membantu menyerasikan dan
menerpadukan pembangunan perumahan dan permukiman dengan
pembangunan sektor-sektor lainnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang


pembangunan perumahan dan permukiman yang disertai dengan
peningkatan sumber daya manusia, akan meningkatkan kemampuan

428
pembangunan perumahan dan permukiman, yang makin terjangkau
oleh masyarakat banyak.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN


PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan untuk


meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta
menciptakan suasana kerukunan hidup keluarga dan
kesetiakawanan sosial masyarakat dalam rangka membentuk
lingkungan serta persemaian nilai budaya bangsa dan pembinaan
watak anggota keluarga. Pembangunan perumahan dan
permukiman, baik pembangunan perumahan baru maupun
pemugaran perumahan di perdesaan dan di perkotaan, bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, baik
dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat
serta kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa
aman, damai, tenteram, dan sejahtera.

Pembangunan perumahan dan permukiman perlu lebih


ditingkatkan dan diperluas hingga dapat makin merata dan
menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah dengan
senantiasa memperhatikan rencana tata ruang dan keterkaitan
serta keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Pembangunan perumahan dan permukiman harus dapat mendorong
kegiatan pembangunannya dengan memperhatikan prinsip swadaya
dan gotong royong, disamping meningkatkan perkembangan
pembangunan di sektor lain. Penyuluhan teknis tentang
pembangunan dan pemugaran perumahan perlu dilanjutkan dan
diperluas untuk meningkatkan kualitas lingkungan dalam kehidupan
masyarakat. Pembangunan rumah susun di kota-kota besar perlu
terus dilanjutkan dan ditingkatkan dengan memperhatikan
lingkungan sosial di sekitarnya.

429
Koperasi, usaha negara, dan usaha swasta yang melayani
pembiayaan pembangunan perumahan perlu ditingkatkan dan
dikembangkan peranannya sehingga dapat mendorong
terhimpunnya modal yang memungkinkan pembangunan rumah
milik dan rumah sewa dalam jumlah besar. Perlu diciptakan iklim
yang menarik bagi pembangunan perumahan oleh masyarakat dan
perseorangan antara lain dengan penyediaan kredit yang memadai,
pengaturan persewaan dan hipotek perumahan. Perlu didorong
peran serta aktif masyarakat dalam pemupukan dana bagi
pembangunan perumahan.

Pembangunan perumahan dan permukiman harus mampu


memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja serta mendorong
berkembangnya industri bahan bangunan murah yang memenuhi
syarat teknis dan kesehatan serta terbuat dari bahan dalam negeri
dengan mengutamakan penggunaan bahan setempat. Pemanfaatan
sumber daya alam, pengolahan bahan, penyuluhan teknis, dan
pemasyarakatan perlu disempurnakan dan makin dikembangkan.
Kualitas tenaga pembangunan perumahan dan permukiman perlu
ditingkatkan dan kelembagaannya perlu dimantapkan.

Penciptaan lingkungan perumahan dan permukiman yang


layak, bersih, sehat, dan aman perlu terus ditingkatkan antara lain
melalui pembangunan prasarana dan penyediaan air bersih, fasilitas
sosial dan ibadah, fasilitas ekonomi dan transportasi, fasilitas
rekreasi dan fasilitas olah raga, serta prasarana lingkungan
termasuk fasilitas pengelolaan limbah, disertai upaya peningkatan
kesadaran dan tanggung jawab warga masyarakat, baik di
perdesaan maupun di perkotaan agar makin banyak rakyat
mendiami rumah sehat dalam lingkungan permukiman yang sehat
pula.

430
2. Sasaran

a. Sasaran PJP II

Sasaran pembangunan perumahan dan permukiman dalam


PJP II meliputi tersedianya dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat
akan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman yang makin
layak dan terjangkau, baik dalam jumlah maupun kualitasnya serta
terciptanya suasana kehidupan permukiman yang memberikan rasa
aman, damai, tenteram, dan sejahtera; dan makin mantapnya peran
serta masyarakat dan dunia usaha dalam pendanaan dan
penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman, yang
ditunjang oleh iklim berusaha yang menarik.

b. Sasaran Repelita VI

Sasaran pembangunan perumahan dan permukiman dalam


Repelita VI adalah makin terarah dan meratanya pemenuhan
kebutuhan prasarana dan sarana perumahan dan permukiman
dengan kualitas hunian serta pelayanan prasarana dasar yang layak,
dan terjangkau terutama oleh masyarakat berpenghasilan rendah;
makin efisien dan efektifnya pengelolaan pembangunan perumahan
dan permukiman yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
meningkatnya peran serta masyarakat, koperasi, dan dunia usaha
dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman
termasuk pendanaannya; makin meningkatnya kesempatan usaha
dan lapangan kerja dalam bidang industri penunjang pembangunan
perumahan dan permukiman, seiring dengan pengembangan
perumahan dan permukiman; dan terciptanya lingkungan
perumahan dan permukiman yang layak, bersih, sehat, dan aman
dengan segala fasilitas lingkungan permukimannya.

Sasaran kuantitatif yang ingin dicapai dalam Repelita VI


dalam rangka pembangunan perumahan bagi rakyat adalah
pengadaan lebih kurang 500.000 unit rumah meliputi rumah inti,
rumah sangat sederhana (RSS), dan rumah sederhana (RS);

431
perbaikan kawasan kumuh seluas 21.250 hektare di 125 kota
dikawasan yang kepadatannya cukup tinggi; peremajaan kawasan
kumuh seluas 750 hektare; serta pemugaran perumahan dan
permukiman di 20.000 desa tertinggal. Keseluruhan sasaran
penyediaan serta perbaikan perumahan dan permukiman dapat
dilihat pada Tabel 38-1.

Di samping itu, dalam Repelita VI dibangun prasarana air


bersih, dengan peningkatan kapasitas produksi air bersih sebesar
30.000 liter per detik di perkotaan yang melayani lebih dari 22 juta
orang serta perluasan pelayanan air bersih di perdesaan di 22.000
desa yang melayani lebih dari 16,5 juta orang (Tabel 38-2).

Pembangunan penyehatan lingkungan permukiman serta


penataan kota dan bangunan yang juga merupakan bagian dari
pembangunan perumahan dan pemukiman, dapat dilihat sasarannya
pada Tabel 38-3 dan Tabel 38-4.

3. Kebijaksanaan

Untuk mewujudkan berbagai sasaran dan sesuai dengan


amanat GBHN 1993 tersebut di atas, kebijaksanaan
pembangunan perumahan dan permukiman dalam Repelita VI
meliputi penyelenggaraan pembangunan . perumahan dan
permukiman yang terjangkau oleh masyarakat luas;
penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; peningkatan peran
serta masyarakat dalam penyediaan pelayanan perumahan dan
permukiman; pengembangan sistem pendanaan perumahan dan
permukiman terutama yang dapat membantu masyarakat
berpenghasilan rendah; pemantapan pengelolaan pembangunan
perumahan dan permukiman secara terpadu; dan pengembangan
perangkat peraturan perundang-undangan pendukung.

432
TABEL38—1
SASARAN PENYEDIAAN DAN PERBAIKAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
1994/85—1988/99

Jenis Sasaran Satuan Akhir Repelita VI


Repelita V 1) 1994/95 1995196 1996/97 1997/98 1998/991 Jumlah

A Penyediaan perumahan dan permukiman


1. Penyediaan lingkungan permukiman
a. Pembangunan sarana dan prasarana
kawasan/lingkungan siap bangun
(KASIBA/LISIBA)
a) Jumlah kawasan kawasan — — 1 1 1 1 1 2)
b) Luas ha — — 100 200 400 500 1,200
b. Pembangunan kawasan terpilih pusat kawasan — 200 300 450 500 550 2,000 3)
pengembangan desa
2. Pembangunan rumah sederhana/sangat unit 339,700 70,000 90,000 110,000 110,000 120,000 500,000
sederhana (RS/RSS)

B. Perbaikan perumahan dan permukiman


1. Peremajaan sarana dan prasarana ha 280 100 100 150 200 250 750
lingkungan permukiman kota
2. Perbaikan lingkungan permukiman
kota
a. Luas ha 37,000 2,000 3,000 4,500 5,500 8,250 21,250
b. Jumlah kota kota 470 40 60 90 110 125 125 4)
3. Pemugaran perumahan dan permukiman
desa tertinggal
a. Perbaikan sarana dan prasarana desa 20,000 2,300 3,400 4,000 4,800 5,700 20,000 5)
b. Pemugaran perumahan unit 240,000 30,000 50,000 60,000 70,000 90,000 300,000

Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)


2) Dalam Repelita VI dimulai sebagai proyek perintisan di satu kawasan
3) Baru dimulai dalam Repelita VI
4) Dalam Repelita VI dilaksanakan di kota—kota yang berpenduduk lebih dari 100.000,
sebagian ditangani secara berulang
5) Dalam Repelita V dilaksanakan melalui program pemugaran perumahan
dan lingkungan desa terpadu (P2LDT)
433
434

TABEL38—2
SASARAN PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN AIR BERSIH
1994/85—1988/99

Jenis Sasaran Satuan Akhir Repelita VI


Repelita V *) VI
1994/95, 1995/98 1996/97 1997/98 1998/89 Jumlah

A. Perkotaan
1. Tingkat kebocoran
a. Kota metropolitan dan besar % 38 35 32 29 27 25 25
b. Kota sedang dan kecil % 40 35 34 33 32 30 30
2. Peningkatan kapasitas dan
perluasan pelayanan
a. Peningkatan kapasitas produksi liter/detik 20,000 2,300 4,600 8,900 8,100 8,100 30.000
b. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 27,600 1,600 3,400 5,000 6,000 6,000 22,000

B. Perdesaan
1. Jumlah desa Desa 14,000 4,200 4,400 4,500 4,500 4,400 22,000
2. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 10,500 3,150 3,300 3,375 3,375 3,300 16,500

Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama lima tahun, kecuali untuk A.1.a. dan A.1.b. keadaan tahun terakhir Repelita V)
TABEL36-3
SASARAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
1994/95-1998/99

Jenis Sasaran Satuan Akhir Repelita VI


Repelita V 1) 1994/95 1995/96 1906/97 1997/88 1998/99 Jumlah

A. Pengelolaan air limbah


1. Perkotaan
a. Jumlah kota metropolitan dan besar kola 16 9 9 9 9 9 9 2)
b. Jumlah Kota sedang/kecil kota 337 120 140 160 180 200 200 2)
c. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 2,500 1,400 1,900 2,400 3,300 4,000 13,000
2. Perdesaan
a. Jumlah desa desa 5,600 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 7,000
b. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 1,400 800 680 800 900 1,020 4,000

B. Pengelolaan persampahan
1. Penyediaan prasarana pengelolaan
persampahan sistem kola
a. Jumlah kota metropolitan dan besar kota 16 12 14 16 18 20 20 2)
b. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 4,000 960 1,120 1,280 1,440 1,600 6,400
2. Pembinaan pengelolaan persampahan
sistem modul
a. Jumlah kota sedang dan Kecil kota 478 180 170 180 190 200 200 2)
b. Jumlah penduduk terlayani ribu orang 3,800 920 990 1,040 1,100 1,150 5,200

C. Penanganan drainase
1. Sistem makro
a. Jumlah kota metropolitan dan besar kota 16 12 14 16 18 20 20 2)
b. Luas ha 12,800 2,500 2,900 3,300 3,700 4,100 18,500
2. Sistem mikro
a. Jumlah kota sedang dan kecil kota 224 120 140 160 180 200 200 2)
b. Luas ha 9,500 3,760 5,170 6,580 7,990 9,400 32,900

Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)


2) Pada Repelita VI sejumlah kola ditangani secara berulang, dan angka tersebut merupakan angka total
yang ditangani dalam Repelita VI
435
436

TABEL38—4
SASARAN PENATAAN KOTA DAN PENATAAN BANGUNAN
1994/95—1998/99

Jenis Sasaran Satuan Akhir Repelita VI


Repelita V 1) 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99 Jumlah

1. Penataan kota
a. Penyiapan program jangka menengah kota 170 20 40 50 60 80 250
(PJM) perkotaan
b. Rencana pembangunan sarana dan kawasan — 20 21 22 23 24 110
prasarana (RPSP) dan PJM kawasan
andalan

2. Penataan bangunan
a Rencana tata bangunan dan kawasan 135 34 38 42 48 50 210
lingkungan (RTBL)

Catatan : *) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)


a. Penyelenggaraan Pembangunan Perumahan dan
Permukiman yang Terjangkau oleh Masyarakat Luas

Kebijaksanaan mengenai pembangunan perumahan dan


permukiman yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas
diselenggarakan guna meningkatkan pemerataan dan memperluas
cakupan pelayanan penyediaan perumahan dan permukiman, dan
dapat menjangkau masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Kebijaksanaan yang akan ditempuh meliputi penyelenggaraan


pembangunan perumahan dan permukiman yang berkualitas dan
layak huni sebagai sarana pembinaan keluarga serta terjangkau
oleh kemampuan masyarakat luas, dengan memberikan perhatian
khusus kepada masyarakat yang berpenghasilan menengah dan
rendah; pengembangan standar jenis rumah sederhana beserta
fasilitas lingkungannya dengan menerapkan teknologi tepat guna
yang sesuai dengan kondisi setempat; dan pelaksanaan perbaikan,
peremajaan, relokasi, dan permukiman kembali penghuni kawasan
kumuh dengan tetap memperhatikan kesinambungan kerja
penghuni asal, bahkan lebih meningkatkan pendapatan masyarakat
penghuni asal.

b. Penyelenggaraan Pembangunan Perumahan dan


Permukiman yang Berwawasan Lingkungan dan yang
Berkelanjutan

Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan


untuk mewujudkan kualitas lingkungan permukiman yang sehat dan
terpelihara guna mendukung terselenggaranya pembangunan yang
berkelanjutan.

Dalam rangka itu diupayakan untuk menetapkan dan


menerapkan baku mutu lingkungan di kawasan permukiman,
perkotaan dan perdesaan; meningkatkan pemanfaatan sumber daya
alam terutama air dan lahan bagi pembangunan perumahan dan
permukiman secara lebih terkendali dan bertanggung jawab;

437
meningkatkan kondisi lingkungan perumahan dan permukiman
yang sehat melalui pembangunan prasarana dan sarana lingkungan
seperti penyediaan air bersih, penyehatan lingkungan, dan fasilitas
sosial ekonomi lainnya; meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan
dalam pembangunan perumahan dan permukiman melalui
pembangunan rumah susun di kota-kota besar yang disesuaikan
dengan ketersediaan lahan dan lingkungan sosial setempat serta
upaya pemugaran permukiman di perkotaan dan perdesaan; dan
meningkatkan pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna
sejalan dengan tuntutan pembangunan dan keterjangkauan
masyarakat.

c. Peningkatan Peranserta Masyarakat dan Dunia


Usaha Dalam Penyediaan Perumahan dan
Permukiman

Kebijaksanaan pengembangan peranan masyarakat dan dunia


usaha dalam pembangunan perumahan dan permukiman diarahkan
untuk mendorong terciptanya penyediaan perumahan dan
permukiman secara mandiri sehingga mengurangi ketergantungan
pembiayaannya pada Pemerintah.

Kebijaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dan


dunia usaha dalam penyediaan pelayanan perumahan dan
permukiman ditempuh dengan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab sosial masyarakat di perdesaan dan perkotaan
untuk mendiami rumah sehat dalam lingkungan yang sehat melalui
berbagai upaya penyuluhan secara berencana; meningkatkan
pembangunan perumahan dan permukiman yang bertumpu pada
upaya swadaya masyarakat, yang berasaskan kesetiakawanan
sosial; menciptakan iklim yang efektif untuk meningkatkan
kesempatan usaha dan lapangan kerja serta mengembangkan
kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan perumahan
dan permukiman; dan memantapkan mekanisme kemitraan dunia
usaha dan masyarakat dalam penyediaan perumahan dan
permukiman.

438
d. Pengembangan Sistem Pendanaan Perumahan dan
Permukiman

Kebijaksanaan sistem pendanaan diarahkan untuk menciptakan


iklim yang memungkinkan dan menarik bagi pembangunan
perumahan oleh masyarakat dan dunia usaha, mengembangkan
sumber pembiayaan bagi pembangunan perumahan dan
permukiman terutama melalui sumber-sumber dana masyarakat,
serta menyediakan kemudahan bagi masyarakat luas yang
berpenghasilan rendah dalam memperoleh sumber pendanaan
seperti kredit lunak.

Upaya pengembangan sistem pendanaan perumahan dan


permukiman meliputi kegiatan mengembangkan usaha kerja sama
dengan koperasi dan dunia usaha melalui penyertaan modal dalam
pembangunan prasarana dan sarana permukiman dan perumahan;
memantapkan mekanisme pembiayaan pembangunan perumahan
dan permukiman bagi masyarakat luas melalui penyediaan fasilitas
hipotek sekunder di samping perkreditan dari koperasi dan dunia
usaha lainnya, serta bagi masyarakat berpenghasilan rendah,
melalui penyempurnaan mekanisme kredit dan subsidi silang antar-
lapisan masyarakat; dan mengembangkan dan mengintegrasikan
sistem keuangan pengadaan perumahan dan permukiman dengan
sistem keuangan nasional melalui peningkatan peran lembaga
perbankan nasional dalam pembiayaan pembangunan perumahan
dan permukiman.

e. Pemantapan Kelembagaan dan Pola Pengelolaan


Pembangunan Perumahan dan Permukiman Secara
Terpadu

Kebijaksanaan ini diselenggarakan dengan menerapkan asas


desentralisasi guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pembangunan baik dalam perencanaan maupun pelaksanaannya.

439
Dalam rangka itu, diupayakan untuk meningkatkan kerja sama
secara terpadu antara pemerintah pusat, pemerintah daerah,
koperasi, usaha negara, usaha swasta, dan masyarakat dalam
penyediaan perumahan dan permukiman; menyelenggarakan
pengelolaan pembangunan terpadu dengan mengacu kepada
program pembangunan jangka menengah untuk setiap pemerintah
daerah tingkat I dan II; dan memantapkan lembaga pengelola
pembangunan perumahan dan permukiman melalui penyempurnaan
struktur organisasi dan peningkatkan kualitas sumber daya
manusianya.

f. Pengembangan Perangkat Peraturan Pendukung

Pembangunan perumahan dan permukiman didukung oleh


perangkat peraturan pendukung yang disesuaikan dengan kondisi
setempat dalam rangka mencapai hasil yang lebih optimal, antara
lain perangkat peraturan yang menciptakan peluang dan iklim yang
menarik bagi peran serta dunia usaha dan masyarakat; perangkat
peraturan untuk memeratakan pembangunan dan mengurangi
kesenjangan dalam penyediaan perumahan dan permukiman;
perangkat peraturan untuk mengendalikan dan mencegah dampak-
dampak negatif pembangunan; dan perangkat peraturan untuk
mengkoordinasikan penanganan dan keterpaduan dalam
pengelolaan pembangunan perumahan dan permukiman; serta
perangkat peraturan yang memberikan kepastian dan jaminan
hukum terhadap pemilikan rumah.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN

Dalam rangka mewujudkan berbagai sasaran dan


melaksanakan berbagai kebijaksanaan tersebut di atas maka di
kembangkan beberapa program yang terdiri atas program pokok
dan program penunjang. Program pokok terdiri atas (1) Program
Penyediaan Perumahan dan Permukiman; (2) Program Perbaikan
Perumahan dan Permukiman; (3) Program Penyehatan Lingkungan

440
Permukiman; (4) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air bersih;
(5) Program Penataan Kota; dan (6) Program Penataan Bangunan.

Untuk dapat melaksanakan program pokok tersebut dengan


baik perlu dukungan, seperti peraturan perundang-undangan,
penyusunan rencana tata ruang, pelaksanaan konsolidasi tanah,
pengembangan teknologi tepat guna, peningkatan sumber daya
manusia, dan pelestarian sumber daya alam. Berbagai kegiatan
tersebut tercakup dalam program penunjang, yaitu (1) Program
Pengembangan Hukum di Bidang Perumahan dan Permukiman;
(2) Program Penelitian dan Pengembangan Perumahan dan
Permukiman; (3) Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air;
(4) Program Penataan Ruang; (5) dan Program Penataan
Pertanahan.

1. Program Pokok

a. Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman

Pembangunan perumahan dan permukiman bertujuan untuk


meningkatkan kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta
meningkatkan kemandirian dan kesetiakawanan sosial masyarakat
dalam pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman.

Program ini terdiri atas kegiatan (1) pembangunan perumahan


dan permukiman di perkotaan dan (2) pembangunan perumahan
dan permukiman di perdesaan.

1) Pembangunan Perumahan dan Permukiman di


Perkotaan

Kegiatan ini meliputi (a) penyediaan dan penyiapan kawasan


permukiman skala besar dalam bentuk penyediaan kawasan siap
bangun (kasiba), lingkungan siap bangun (lisiba) di dalam wilayah
kota yang sudah terbangun atau di wilayah pengembangan berupa
pembangunan kota baru; (b) pengembangan kerja sama

441
Pemerintah dengan dunia usaha dalam pengembangan permukiman
skala besar; (c) pengadaan lebih kurang 500.000 unit rumah yang
meliputi rumah inti, rumah sangat sederhana (RSS), dan rumah
sederhana (RS) dengan luas antara 21 meter persegi sampai dengan
70 meter persegi yang ditujukan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah; (d) pengadaan rumah susun sederhana dan
rumah sewa dengan lebih banyak melibatkan peran serta dunia
usaha dan masyarakat khususnya di kota-kota metropolitan,
kota besar, dan kawasan industri; (e) pemantapan pola
pembiayaan melalui bank pemerintah dan bank swasta bagi
masyarakat berpenghasilan menengah ke atas; (f) pengembangan
dan pemantapan pola pembiayaan khusus bagi masyarakat
berpenghasilan rendah dengan pemanfaatan dana pemerintah dan
masyarakat melalui fasilitas hipotek sekunder, kredit pemilikan
rumah, kredit perbaikan rumah, kredit pemilikan kapling siap
bangun, kredit pemilikan rumah usaha, kredit membangun rumah,
kredit rumah sewa, kredit rumah produktif, kredit perumahan
perusahaan, dan kredit pembangunan perumahan guna mendorong
swadaya masyarakat.

2) Pembangunan Perumahan dan Permukiman di


Perdesaan

Pembangunan perumahan dan permukiman perdesaan


ditujukan untuk membantu dan mendorong masyarakat desa untuk
memperbaiki rumah serta lingkungannya agar memenuhi
persyaratan teknis maupun kesehatan.

Kegiatan ini meliputi (a) pembangunan rumah percontohan


dan pengadaan rumah desa melalui pengembangan swadaya
masyarakat dalam bentuk sistem arisan serta sistem perguliran; (b)
pengembangan penyuluhan dan penggerakan partisipasi masyarakat
dalam kegiatan swadaya; (c) penyediaan prasarana dan sarana
perdesaan di 2.000 kawasan perdesaan dengan mengacu pada
konsep pusat pengembangan terpadu antardesa (PPTAD).

442
b. Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman

Kegiatan program ini diselenggarakan dengan pendekatan


Tribina (bina manusia, bina lingkungan, dan bina usaha) yang
dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan kemampuan pengelolaan dan
pemeliharaan prasarana dan sarana yang telah dibangun.

Program ini terdiri atas kegiatan (1) perbaikan dan peremajaan


kawasan perumahan dan permukiman di perkotaan; dan (2)
pemugaran perumahan dan permukiman di perdesaan.

1) Perbaikan dan Peremajaan Kawasan Perumahan dan


Permukiman di Perkotaan

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan


dan kehidupan masyarakat terutama masyarakat berpenghasilan
rendah melalui perbaikan lingkungan dan penyediaan prasarana
dasar.

Kegiatan perbaikan dan peremajaan kawasan meliputi: (a)


pelaksanaan Tribina untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan
prasarana dan sarana yang telah dibangun; (b) perbaikan kawasan
kumuh sebesar 21.250 hektare yang dilaksanakan di 125 kota di
kawasan perkotaan yang kepadatannya cukup tinggi; (c)
peremajaan kawasan kumuh sebesar 750 hektare yang dilaksanakan
guna peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan dan tertib bangunan
serta pengurangan dampak sosial dan pengurangan kesenjangan
penyediaan prasarana dan sarana dasar; (d) penanganan kawasan
kumuh yang lokasinya tidak sesuai dengan peruntukan yang
ditetapkan dalam rencana umum tata ruang yang dilaksanakan
melalui kegiatan pemindahan atau relokasi permukiman tersebut ke
lokasi permukiman baru yang sesuai dengan peruntukannya dengan
tetap memperhatikan kesinambungan kerja penghuni dan
meningkatkan pendapatan masyarakat penghuni asal.

443
2) Pemugaran Perumahan dan Permukiman di
Perdesaan

Kegiatan ini dilaksanakan melalui pendekatan pembangunan


perumahan dan lingkungan desa secara terpadu (P2LDT) yang
mencakup antara lain perumahan dan permukiman, jalan desa,
dan listrik desa. Dalam Repelita VI kegiatan pemugaran perdesaan
akan diutamakan di 20.000 desa tertinggal.

c. Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program ini meliputi kegiatan (1) pengelolaan air limbah; (2)


pengelolaan persampahan; dan (3) penanganan drainase.
Penanganan kegiatan-kegiatan dalam program tersebut dilakukan
dengan peningkatan kemampuan pemerintah daerah serta prakarsa
dan peran serta masyarakat.

1) Pengelolaan Air Limbah

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan


masyarakat dan lingkungannya. Pengelolaan air limbah mencakup
pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, non rumah
tangga, industri, bahan berbahaya beracun (B3), dan antara lain
ditujukan untuk menunjang Program Kali Bersih (Prokasih) serta
melindungi mutu air tanah. Kegiatan pengelolaan limbah meliputi
(a) pembangunan pengelolaan air limbah setempat dan
pembangunan instalasi pengolah lumpur tinja (IPLT) terutama di
kota metropolitan dan kota besar, kawasan berkepadatan tinggi,
kawasan kumuh, daerah rawan penyakit dan daerah yang
mengalami penurunan kualitas sumber daya air; (b) pembangunan
sistem perpipaan air limbah sederhana khusus bagi kawasan kumuh
dan padat; (c) pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat
yang meliputi pembangunan sistem jaringan pengumpul air limbah
dan bangunan pengolah air limbah; (d) pengembangan dan
pemantapan kelembagaan pengelolaan air limbah melalui
pembentukan unit pengelola air limbah atau perusahaan daerah air

444
limbah (PDAL) serta kemitraan dengan dunia usaha dan
masyarakat; (e) pembangunan sarana pengelolaan air limbah
perdesaan melalui percontohan dan pemasyarakatan pembuatan
sarana sanitasi sederhana seperti jamban keluarga, jamban jamak,
sarana pembuangan air limbah (SPAL) dan sarana mandi, cuci,
dan kakus (MCK); (f) pembangunan prasarana air limbah di 9 kota
metropolitan dan kota besar, 200 kota sedang dan kota kecil, dan
7.000 desa yang melayani 13 juta penduduk perkotaan dan 4 juta
penduduk perdesaan yang dalam penyelenggaraannya akan
dikembangkan dengan bentuk pola percontohan penerapan prinsip
daur ulang tertentu di kota/kawasan yang sumber dayanya
terbatas; (g) pelaksanaan penyuluhan guna meningkatkan
pemahaman pentingnya kebersihan lingkungan dan pemeliharaan
sarana yang telah dibangun.

2) Pengelolaan Persampahan
Kegiatan ini ditujukan untuk mengendalikan pengumpulan dan
pembuangan atau pemusnahan limbah padat untuk menghasilkan
lingkungan yang bersih, sehat, dan aman.

Kegiatan pengelolaan persampahan meliputi: (a) peningkatan


penanganan persampahan di daerah permukiman yang berada di
sepanjang badan air guna mendukung pelaksanaan Prokasih; (b)
pengelolaan pembuangan akhir sampah melalui pembuangan
terbuka terkendali (controlled landfill) dan gali urug terkendali
(sanitary landfill) di kota-kota yang mempunyai lahan pembuangan
yang cukup luas; (c) pengembangan metode daur ulang dan
pembakaran (incinerator) di kota-kota yang tidak mempunyai lahan
buangan yang luas; (d) peningkatan pengelolaan persampahan di 20
kota metropolitan dan besar, serta di 200 kota sedang dan kota
kecil dan diharapkan dapat melayani lebih kurang 11,6 juta
penduduk perkotaan.

445
3) Penanganan Drainase

Kegiatan ini ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang


aman, baik terhadap genangan maupun luapan sungai, banjir
kiriman, dan hujan lokal. Kegiatan penanganan drainase meliputi
kegiatan: (a) pelaksanaan rehabilitasi saluran yang telah ada dan
pembangunan saluran baru di kawasan permukiman yang rawan
genangan; (b) penanganan drainase di 20 kota metropolitan dan
besar meliputi area seluas lebih kurang 16.500 hektare dan di 200
kota sedang dan kecil lainnya meliputi area seluas 32.900 hektare;
(c) peningkatan kemampuan pemerintah daerah serta prakarsa dan
swadaya masyarakat dalam pengelolaan dan pemeliharaan
bangunan drainase melalui program penyuluhan.

d. Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Program penyediaan dan pengelolaan air bersih meliputi


kegiatan (1) penyediaan dan pengelolaan air bersih di perkotaan;
(2) penyediaan dan pengelolaan air bersih di perdesaan.

1) Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih di Perkotaan

Kegiatan penyediaan dan pengelolaan air bersih di perkotaan


meliputi: (a) peningkatan pengelolaan sistem air bersih perpipaan
melalui upaya penurunan kebocoran Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM); di kota metropolitan dan kota besar diupayakan
untuk ditekan menjadi 25 persen sedangkan untuk kota sedang dan
kota kecil ditekan hingga 30 persen; (b) peningkatan dan perluasan
prasarana air bersih untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk
serta menunjang perkembangan ekonomi kota dan kawasan
pertumbuhan melalui sistem perpipaan dan nonperpipaan; (c)
peningkatan pemanfaatan kapasitas produksi yang sudah terpasang
melalui perluasan jaringan distribusi, sambungan rumah, hidran
umum, terminal air, peningkatan kapasitas produksi sistem
terpasang, dan pengembangan sistem distribusi baru sebesar
30.000 liter per detik sehingga dapat menambah jumlah pelayanan

446
sebanyak 22 juta jiwa; dan (d) peningkatan efisiensi pengelolaan
dan pengusahaan PDAM.

Sejalan dengan kegiatan tersebut di atas, usaha untuk


mendapatkan sumber-sumber air baku dalam jumlah dan mutu
yang memadai akan terus ditingkatkan. Dalam penyediaan dan
pengelolaan air bersih perkotaan, peluang dan iklim bagi
peranserta usaha swasta dan masyarakat akan dikembangkan.

2) Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Perdesaan

Kegiatan ini meliputi (a) peningkatan penyediaan jumlah


sarana produksi, dan mengoptimalkan pemanfaatan sarana produksi
yang sudah dibangun untuk 22.000 desa; (b) pengembangan sistem
perpipaan bagi wilayah perdesaan yang berfungsi sebagai pusat
pengembangan terpadu antardesa (PPTAD); (c) pengembangan dan
penerapan teknologi tepat guna termasuk pemanfaatan tenaga air,
tenaga surya, dan tenaga angin untuk meningkatkan efisiensi
penyediaan air bersih; (d) peningkatan swadaya masyarakat desa
dalam penyediaan dan pengelolaan air bersih; (e) peningkatan
penyuluhan tentang pentingnya penggunaan air bersih bagi
kesehatan masyarakat; serta (f) pengoperasian dan pemeliharaan
prasarana dan sarana air bersih perdesaan.

e. Program Penataan Kota

Program ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi


penyediaan, dan pelayanan prasarana dan sarana perkotaan yang
akan mendorong pemantapan fungsi kawasan-kawasan kota
sehingga dapat meningkatkan produktivitas kota namun tanpa
mengesampingkan aspek-aspek pemerataan, lingkungan, dan
budaya.

Program penataan kota meliputi kegiatan (a) penyiapan dan


penyusunan rencana program jangka menengah (PJM) bagi 250
kawasan/kota dalam rangka pelaksanaan pembangunan kota

447
terpadu mengacu pada rencana tata ruang dan rencana
pembangunan kota dan wilayah; (b) penyusunan rencana, program
strategis, dan pengendalian pelaksanaan pembangunan prasarana
dan sarana serta penataan lingkungan bagi 110 kawasan andalan
meliputi kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan
perdagangan, kawasan pertahanan dan keamanan, dan kawasan
tertentu; (c) penyempurnaan dan pemantapan sistem data dan
informasi penataan kota dalam rangka pengadaan dan perbaikan
perumahan dan permukiman.

f. Program Penataan Bangunan

Program ini dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata


bangunan dan lingkungan yang terkendali sebagai bagian wujud
struktural pemanfaatan ruang perkotaan, tertib dan keselamatan
bangunan, serta terpeliharanya fungsi dan keserasian bangunan dan
lingkungan yang mempunyai nilai, tradisi, dan sejarah bangsa yang
luhur. Program ini terdiri atas kegiatan (a) penyusunan rencana,
pelaksanaan, dan pengendalian pelaksanaan tata bangunan dan
lingkungan (RTBL) bagi 210 kawasan serta penyusunan pedoman
rencana teknik bangunan (RTB) yang merupakan arahan tiga
dimensi bangunan dan lingkungan sebagai wujud struktural
pemanfaatan ruang kota mengacu pada kondisi fisik, sosial, dan
budaya guna membentuk jati diri kota; (b) pengendalian tertib dan
keselamatan bangunan melalui penyusunan perundang-undangan
penataan bangunan di tingkat nasional dan lokal, pedoman teknis
dan prosedur pembangunan, serta standar bangunan dan
lingkungan; (c) pemasyarakatan dan penyuluhan produk teknis
yang telah dibuat; (d) peningkatan pengelolaan pembangunan dan
pemanfaatan gedung negara, gedung sekolah menengah dan rumah
sakit melalui peningkatan pengelolaan teknis, pengendalian
pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembinaan teknis aparat
dan mitra pembangunan, inventarisasi gedung-gedung negara, dan
pemeliharaan kualitas bangunan.

448
2. Program Pendukung

a. Program Pengembangan Hukum di Bidang


Perumahan dan Permukiman

Program ini bertujuan untuk menunjang kegiatan perancangan


peraturan perundang-undangan, baik yang berupa hukum yang
bersifat mendasar maupun yang bersifat sektoral. Program ini
mencakup kegiatan pengkajian, penelitian hukum, serta
penyusunan naskah akademis peraturan perundang-undangan.
Dalam Repelita VI, sehubungan dengan pembangunan perumahan
dan permukiman, akan diselesaikan beberapa peraturan perundang-
undangan, seperti (a) pola kerja sama dunia usaha dan masyarakat
dalam penyediaan perumahan dan permukiman serta pengelolaan
kawasan siap bangun; (b) pemanfaatan fasilitas hipotek sekunder
untuk pembiayaan pembangunan perumahan dan permukiman bagi
masyarakat berpenghasilan rendah; (c) prosedur dan mekanisme
pengadaan tanah, pematangan tanah, dan penyalurannya dalam
rangka pembangunan kasiba dan lisiba; (d) pengelolaan peng-
hunian, pengalihan status dan hak atas rumah, serta pengen-
dalian harga sewa rumah bangunan milik negara; dan (e)
pengawasan terhadap pembangunan perumahan dan permukiman
yang memenuhi persyaratan kesehatan.

b. Program Penelitian dan Pengembangan Perumahan


dan Permukiman

Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan


pendayagunaan kemajuan ilmu pengetahuan terapan terutama yang
tengah berkembang dengan pesat dan diperhitungkan memiliki
pengaruh yang besar bagi pembangunan. Selain itu, diharapkan
akan dikembangkan teknologi tepat guna serta pendayagunaan
sepenuhnya bahan baku lokal, dilaksanakan oleh pusat-pusat
penelitian dan pengembangan permukiman serta termasuk
perguruan-perguruan tinggi.

449
c. Program Penyelamatan Hutan, Tanah, dan Air

Program ini bertujuan untuk melestarikan fungsi dan


kemampuan sumber daya hayati dan non-hayati serta lingkungan
hidup.

Bagi pembangunan perumahan dan permukiman khususnya


dalam program penyediaan dan pengelolaan air bersih, kelestarian
sumber air baku merupakan hal yang paling utama. Oleh karena
itu, diperlukan kegiatan yang meliputi (a) pengembangan sistem
tata guna dan alokasi air bagi pembangunan; (b) pengembangan
sumber-sumber air baku, baik air tanah maupun air permukaan
(waduk, danau, sungai); (c) penyuluhan dan peningkatan peran
serta masyarakat dalam pemeliharaan ekosistem DAS; serta (d)
diperkenalkan pemanfaatan air laut di beberapa kota dengan
teknologi sederhana.

d. Program Penataan Ruang

Program penataan ruang bertujuan untuk menyusun dan


mengembangkan pola tata ruang dan mekanisme pengelolaan yang
dapat menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan air, tanah, serta sumber daya lainnya. Dalam Repelita
VI Akan diselesaikan sejumlah rencana tata ruang perkotaan dan
perdesaan untuk digunakan sebagai acuan dalam pembangunan
perumahan dan permukiman.

e. Program Penataan Pertanahan

Program ini bertujuan untuk mengupayakan peningkatan dan


pengembangan sistem pengelolaan pertanahan yang terpadu, serasi,
efektif, dan efisien, sehingga pemanfaatannya dapat mewujudkan
keadilan sosial dan kemakmuran masyarakat. Dengan
dilaksanakannya program ini diharapkan sistem penataan
penguasaan, pemilikan, dan pengalihan hak atas tanah termasuk
pelaksanaan konsolidasi tanah perkotaan, mendukung

450
pembangunan perumahan dan permukiman, khususnya
pembangunan kawasan siap bangun dan kota baru.

VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM


REPELITA VI

Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan


baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam program-
program tersebut, yang merupakan program dalam bidang
perumahan dan permukiman, yang akan dibiayai dengan anggaran
pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah
sebesar Rp5.441.510,0 juta. Rencana anggaran pembangunan
perumahan rakyat dan permukiman untuk tahun pertama dan
selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan program dalam
sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 38-5.

451
452

Tabel 38—5
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)

(dalam juta rupiah)


No.
Kode Sektor/Sub Sektor/Program 1994/95 1994/95 — 1998/99

14 SEKTOR PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

14.1 Sub Sektor Perumahan dan Permukiman

Program Penyediaan Perumahan dan Permukiman 92.510,0 630.840,0


14.1.01
14.1.02 Program Perbaikan Perumahan dan Permukiman 73.750,0 471.600,0
14.1.03 Program Penyehatan Lingkungan Permukiman 191.320,0 1.295.710,0
14.1.04 Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih 482.720,0 3.043.360,0

Anda mungkin juga menyukai