Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan Terkini

Kegawatdaruratan pada Diabetes

Sarwono Waspadji
Pusat Diabetes dan Lipid,
Divisi Metabolik-Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo,
Jakarta

Diabetes melitus dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi kronik


maupun akut. Komplikasi akut yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan
ketoasidosis diabetik. Berbagai keadaan kesadaran menurun lain juga dapat terjadi
pada penyandang DM dan perlu dibedakan dengan hipoglikemia maupun KAD
karena pengelolaannya juga berbeda.
Hipoglikemia dapat memberikan gejala mulai dari yang ringan seperti
pusing dan disorientasi akibat neuroglukopenik ringan, berlanjut ke gejala
autonomik seperti berdebar dan banyak keringat, sampai kejang dan koma.
Diagnostik pasti mudah, hanya dengan pemeriksaan glukosa darah dan trias
Whiple, yaitu kesadaran menurun yang akan pulih setelah diberikan glukosa. Pada
hipoglikemia ringan, penatalaksanaan sangat mudah, tinggal diberikan gula,
bukan pemanis. Pada kasus yang lebih berat, perlu diberikan suntikan Dekstrosa
40% sampai pasien sadar, diteruskan dengan pemantauan dan pemberian D10%
dan kalau perlu kembali diberikan D40% sampai keadaan glukosa darah stabil
aman. Kadang diperlukan pemantauan yang lama, terutama jika dipakai obat
hipoglikemik kerja panjang (insulin, sulfonilurea).
Untuk mencegah terjadinya hipoglikemia, pada penatalaksanaan kasus
DM yang tidak dekompensasi umumnya tidak diperlukan ketergesaan. Moto start
low go slow sangat tepat untuk mencegah terjadinya hipoglikemia yang dapat juga
fatal atau memberikan kerugian berupa kerusakan otak jika hipoglikemia
berlangsung lama, berkelanjutan. Algoritma pengelolaan DM rawat jalan yang
dianjurkan oleh Perkeni 2007 agaknya tepat untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia.
Pada keadaan kegawatan hiperglikemia / dekompensasi, walaupun
memang kadar glukosa darah perlu diturunkan lebih segera dan lebih agresif,
kehati-hatian terhadap kemungkinan terjadinya hipoglikemia tetap harus
diterapkan. Pemantauan kadar glukosa darah yang cermat dan sering sangat
dianjurkan untuk mencegah terjadinya hipoglikemia.
Jikalau kadar glukosa darah berkelanjutan tinggi, dapat terjadi komplikasi
akut berupa Ketoasidosis diabetik. KAD dapat mengakibatkan angka kematian
yang sampai sekarang masih tinggi. KAD dapat terjadi akibat kekurangan insulin
yang hebat, yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia hebat dan disertai
ketoasidosis, dan juga terjadinya keadaan dehidrasi berat. Pada DM tipe 2
umumnya terjadinya KAD dipicu oleh berbagai faktor seperti infeksi, infark
miokard, stroke dll. Diagnosis KAD ditegakkan dengan keluhan yang khas,
disertai kadar glukosa darah yang sangat tinggi, ketosis dan kemudian asidosis.
Adanya faktor pencetus umumnya ditemukan pada DMT2.
Pengelolaan KAD berupa pemberian cairan yang adekuat disertai insulin,
mulai dengan pemberian IV, kemudian bertahap memakai dosis subkutan.
Penanggulangan faktor pencetus dan penunjang lain sangat membantu
keberhasilan pengelolaan. Algoritma pengelolaan KAD juga sudah sangat
diajarkan dan didapatkan hasil pengelolaan yang memadai, sejauh faktor pencetus
juga dikelola dengan baik. Untuk mencegah terjadinya KAD perlu kecermatan
dan pemantauan pengelolaan DM yang baik.
Peran dokter umum dalam mengelola DM sebaik-baiknya tentu sangat
membantu mencegah terjadinya komplikasi akut DM ini. Dengan mengikuti
algoritma pengelolaan DM dan komplikasinya secara cermat dan hati2 dapat
diharapkan berbagai komplikasi akut ini semakin jarang ditemukan dan semakin
dapat dikelola dengan baik. Tidak demikian halnya dengan komplikasi kronik DM
yang masih tetap memberikan hasil yang kurang memuaskan. Pengelolaan DM
secara agresif, dengan deteksi dini, pengelolaan dini, kombinasi obat dini sampai
mencapai target senormal mungkin, tetapi tidak menyebabkan hipoglikemia
merupakan tugas yang harus dijalankan oleh dokter umum yang merupakan
sumber daya manusia lini terdepan dalam menanggulangi semakin merebaknya
DM di Indonesia ini.

****swas2009****

Anda mungkin juga menyukai