ABSTRACT This study examines magical realism stylistics in Midnight’s Children novel
by Salman Rushdie. The novel is observed by magical realism and post-colonialism
approach. Actually, it will be keyed to some real issues which Rushdie wants to
deliver.The results prove that magical realism in Midnight’s Children can represents
some issues which are happened in post-colonial India. These issues show that the
condition in post-colonial India is between spiritual and modernity. It can be seen from
the character and setting.
Pendahuluan
Pada masa modernisasi, Inggris menjadi suatu negara yang multikultural karena banyak
penulis imigran berdatangan. Suara-suara para penulis yang berasal dari negara lain mulai padat.
Karakteristik tulisan mereka juga bervariasi serta membicarakan masalah politik dan budaya
(Christopher, 1999). Kesusastraan Inggris sebelum tahun 1960-an tentu saja membawa isu
berbeda dengan masa sekarang, termasuk kemunculan penulis imigran. Para penulis imigran
mulai menambahkan isu-isu kritis ke dalam karya mereka, misalnya saja seperti isu poskolonial,
multikultural, dan kependudukan. Kebudayaan yang beragam melahirkan perspektif dan proses
kreatif baru dalam menghasilkan karya sastra. Terutama ketika krisis budaya terjadi di negara
asal para penulis imigran yang turut melatarbelakangi penulisan sastra dengan membawa konteks
poskolonial. Mereka menggabungkan budaya imperial dan kolonial dari berbagai zaman, sebagai
sejarah yang terdokumentasikan dalam sastra (Ramamurti, 1987). Kemampuan tersebut,
Sehingga bukanlah hal yang mengherankan apabila oleh kritik seni, realisme magis pada
mulanya digunakan untuk mendeskrepsikan pencampuran akan hal-hal yang biasa dengan yang
fantastik. Salah satu gaya penulisan yang digunakan dalam karya sastra untuk mengangkat isu
poskolonial adalah gaya realisme magis. Gaya realisme magis dipilih oleh beberapa penulis
poskolonial sebagai cara pandang mereka terhadap kondisi sosial di negara dunia ketiga.
Penulisan cerita dengan realisme magis menghadirkan nilai-nilai supranatural dan fantasi seperti
Setelah menelaah aspek-aspek realisme magis yang merupakan fondasi utama dalam
membentuk novel ini, dapat dinyatakan bahwa novel ini adalah sebuah karya bergaya realisme
magis. Sementara itu, dalam penelaahan unsur-unsur pembangun karya ini, penulis
menyimpulkan bahwa karya ini merupakan karya sastra yang mengangkat permasalahan
poskolonial. Beberapa penggunaan latar waktu, seperti tanggal dan waktu, dan isi cerita berfokus
pada kondisi India poskolonial. Banyaknya keganjilan dan ketidakrasionalan dalam novel ini
merupakan cara tersendiri bagi pengarang dalam menunjukkan cara pandangnya terhadap
realitas. Kuatnya aspek-aspek magis yang berada di dalam realitas adalah sebuah penafsiran
khusus novel ini terhadap dunia India poskolonial. Salman Rushdie menggunakan stilistika
realisme magis yang bertujuan untuk mendobrak tatacara realisme mainstream. Dengan stilistika
tersebut, sebagai pengarang, Rushdie menciptakan dunia yang aneh, asing, tidak biasa, namun
keanehan tersebut tetap menjadi bagian dari realitas. Aspek-aspek realisme magis terlihat dari
penggambaran, sikap, dan perilaku tokoh-tokoh. Selain itu, realisme magis terlacak melalui
peristiwa-peristiwa yang terjadi di India pada periode poskolonial. Gambaran yang dinarasikan
dengan realisme magis tidaklah dapat diidentifikasi dengan sederhana dan mudah.Di dalam
novel Rushdie ini, terdapat tokoh-tokoh, yang ditunjukkan memiliki kemampuan-kemampuan
magis. Melalui tokoh-tokoh tersebut terlihat usaha Rushdie untuk menarasikan India poskolonial.
Walaupun alur dalam novel ini terlihat sangat kompleks, Rushdie melalui realisme magisnya
dapat menggambarkan secara jelas kepada pembaca mengenai tokoh, latar, dan peristiwa, yang
juga mewakili gambaran India poskolonial. Pengarang mampu mengangkat hal-hal yang menjadi
permasalahan penting yang terjadi pada periode poskolonial, khususnya di India, misalnya saja,
melalui pertentangan tokoh Saleem dan Shiva, Rushdie berusaha merefleksikan permasalahan
agama di India.
Di India poskolonial, pertentangan agama Islam dan Hindu kerap terjadi dan dapat
menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Era modernisasi India terlihat semakin pekat
menampakan kesenjangan sosial dan diskriminasi. Melalui stilistika realisme magisnya, maka
Rushdie menuliskan sejarah yang bersumber dari realitas sejarah India aslinya. Dengan kritik-
kritik yang Ia ungkapkan, bukan tidak mungkin bahwa Rushdie sebagai pengarang novel telah
membentuk persepsi bagi pembaca Midnight’s Children mengenai sejarah India poskolonial.Hal
Kemudian, terdapat beberapa kesamaan kritik yang dipaparkan Rushdie dan sejarawan
India, Pharta Chatterjee, membuktikan kesamaan sudut pandang antara novelis dan sejarawan
dalam melihat India poskolonial. Di samping itu, karya sastra memiliki kemampuan untuk
menyejajarkan dirinya dengan tulisan sejarah, serta menyuguhkan versi sejarah alternatif.
Adanya kesamaan sudut pandang tersebut berarti membantah pernyataan Massimo Bontempelli
bahwa menulis sejarah dengan realisme magis bisa jadi tidak relevan (dalam Warnes, 2005 ).
Dapat dikatakan jika penulisan realisme magis Salman Rushdie tidak sesuai dan tidak mewakili
realitas India poskolonial, maka pernyataan Bontempelli bahwa menulis sejarah dengan realisme
magis adalah hal yang mungkin tidak relevan menjadi benar adanya. Namun, yang terjadi justru
sebaliknya, Rushdie dengan realisme magisnya tampak berhasil melukiskan kondisi India
poskolonial, yang terbukti dari kesejajaran cara Rushdie dan sejarawan India dalam memahami
India poskolonial. Apa yang ditampilkan oleh penulisan realisme magis Rushdie adalah
semacam paralelisme antara India poskolonial dalam Midnight’s Children dan konteks India
poskolonial. Intensitas Rushdie dalam menggunakan metafora adalah wujud pemahaman
kritisnya mengenai sejarah India poskolonial, sehingga dengan cara memunculkan keganjilan
mengenai realitas yang dibangun dalam karya sastranya, Rushdie dapat menghasilkan katarsis
untuk pembaca karyanya.
Referensi
Poskolonial dan Aplikasinya Pada Karya Sastra. Bandung: Crest dan CCF
Chatterjee, P. (1994). The Nation and Its Fragments; Colonial and Postcolonial
Routledge
Gandhi, L. (1998). Postcolonial Theory: A Critical Introduction. Columbia University Press
Mullan, D. (1999). Magic Realism: A Problem. School of English at the Queen's University of
Belfast
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
NPM
Program Studi : \3 f J $
Departemen
Fakultas
Jenis Karya (SkTips^Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengclola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di
Pada tanggal :...M...F«br.V>.Qr»
Yang menyatakan
* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
Depok,
CV
Pembimbingfikripsj/Tesis/Disertasi*
* pilih salah satu