Anda di halaman 1dari 52

=

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, dan
jaringan ikat yang menumpang, sehingga dalam kepustakaan dikenal
dengan istilah Fibromioma, leiomyoma, atau fibroid (Mansjoer, 2007).
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibros. Biasa juga disebut
Fibromioma uteri, leiomyoma uteri, atau uterine fibroid. Tumor jinak ini
meupakan neoplasma jinak yang paling sering ditemukan pada traktus
genitalia wanita, terutama usia produktif. Walaupun tidak sering, disfungsi
repoduksi dikaitkan ngan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan
persalinan premature, mal persentasi (Crum, 2010).
Mioma uteri merupakan tumor kandungan yang terbanyak pada
organ reproduksi wanita. Kejadiannya lebih tinggi pada usia 35 tahun,
yaitu endekati angka 40%. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35-
50 tahun menunjukkan, adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik akan
membahas secara spesifik mengenai masalah ini dengan membuat Asuhan
Keperawatan Pada NY.N Dengan Post Op histerektomy a/i mioma uteri di
Kamar Operasi Hermina Tangerang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian data dalam latar belakang, penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
“Bagaimana asuhan keperawatan intraoperatif pada pasien dengan
mioma uteri yang dilakukan tindakan miomektomi di Kamar Operasi
RS.Hermina Tangerang

1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Melaporkan hasil asuhan keperawatan intraoperatif pada pasien
miomektomi dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
utuh dan komperhensif.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Menjelaskan konsep dan penatalaksanaan mioma uteri yang meliputi
anatomi fisiologi, definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinik,
komplikasi, pencegahan, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, dan
penatalaksanaan.
b. Menguraikan asuhan keperawatan klien intraoperatif miomektoi
meliputi pengkajian, penegakan diagnosa, rencana intervensi,
implementasi, dan evaluasi.
c. Mengidentifikasi kendala dan faktor pendukung dalam proses
pemberian asuhan keperawatan pada pasien intraoperatif
hiaterektomy.
2. Metode Penulisan
Metode penulisan dilakukan melalui studi kasus dengan
pendekatan pemecahan masalah melalui proses keperawatan yang terdiri
dari pengkajian, penegakan diagnosa, perencanaan intervensi,
implementasi, dan evaluasi. Adapun teknik penulisan bersifat deskriptif
yaitu dengan memberikan gambaran tentang pengelolaan kasus pasien
dengan apendiktomi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi partisipatif, studi dokumenter, dan studi pustaka.
3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan terdiri dari lima bab sebagai berikut :
a. Bab satu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.

2
b. Bab dua tinjauan teori yang terdiri dari teori medis dan teori
keperawatan apendisitis. Teori medis meliputi anatomi fisiologi,
definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinik, komplikasi,
pencagahan, patofisiologi, pemeriksaan diagnostik, dan
penatalaksanaan. Teori keperawatan meliputi pengkajian perioperatif,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi, dan
evaluasi.
c. Bab tiga tinjauan kasus yang membahas asuhan keperawatan
intraoperatif pada Ny. N di Ruang OK RS Hermina Tangerang
d. Bab empat pembahasan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan intervensi, implementasi dan evaluasi.
e. Bab lima penutup yang membahas simpulan dan saran dari kasus
yang dibahas sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengelolaan kasus selanjutnya.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam
kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri,
leiomyoma uteri atau uterine fibroid. (Prawirohardjo,1996:281) Mioma uteri
adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang terdiri dari otot polos dan
jaringan fibrosa.(Sy/lvia A.P, 1994)
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%),
subserosa (48%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter (4,4%)
1. Mioma submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus.
Jenis ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun
besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma
submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan.
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena
proses di atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk
simpai yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai

4
banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-
benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang terletak pada dinding
depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong
kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Miomasubserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol
pada permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat
tumbuh di antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri dari
uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali
ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada servik
dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit.

B. ETIOLOGI
Faktor terbentuknya tumor
1. Faktor Internal
Terjadi kesalahan replikasi pada saat sel-sel yang mati diganti oleh
sel yang baru. Merupakan kesalahan genetika yang diturunkan dari orang
tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada usia dini. Bila
seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta semua anak
gadisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang mengalami
kesalahan genetik harus mengalami kerusakan lebih dulu sebelum berubah
menjadi sel kanker. Hanya saja individu pembawa sel genetika yang salah,
memang lebih beresiko terkena kanker daripada yang tidak memiliki
mutasi gen yang salah.
Faktor mutasi gen secara internal, tidak dapat dicegah namun faktor
eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker, disebabkan

5
oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal. Jadi,
sekalipun tidak 100%, sebenarnya kanker dapat kita cegah atau hindari
dangan menghindari faktor eksternal.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak gen adalah virus, polusi udara,
makanan, radiasi, dan berasal dari bahan kimia, baik bahan kimia yang
ditambahkan pada makanan, maupun bahan kimia yang berasal dari
polusi. Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan, seperti pengawet
dan pewarna makanan. Cara memasak juga dapat mengubah makanan
menjadi senyawa kimia yang berbahaya. Daging atau ikan yang
dipanggang hingga gosong, mengandung zat kimia seperti benzo-a-piren,
amin heterosoklik, dioxin, dan lain-lain.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun,
misalnya racun aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya
dengan kanker hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar
kemungkinan sel normal menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh tubuh, dalam prosesnya sering menghasilkan senyawa yang
lebih berbahaya bagi tubuh, yaitu senyawa yang bersifat radikal atau
korsinogenik. Zat korsinogenik dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping
faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human
growth hormone.
a. Estrogen.
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen
eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan
pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya
yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan
fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan
hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan
bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.

6
17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah
reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu:
mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi
hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu
HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan
hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

C. PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi
tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma
biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus
uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada
dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga
menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah
pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi
anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh

7
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu
dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami
kekurangan volume cairan.(Sastrawinata, 2007 )

D. MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan panggul rutin ataupun saat pemeriksaan ultrasonogafi (USG).
Gejala yang timbul bergantung pada lokasi dan besarnya tumor, namun
yang paling sering ditemukan adalah :
1. Perdarahan yang banyak dan lama selama masa haid.
2. Penekanan organ di sekitar tumor oleh mioma uteri seperti kandung
kemih, saluran kemih (ureter), usus besar (rektum) atau organ rongga
panggul lainnya sehingga menimbulkan gangguan buang air besar dan
buang air kecil, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul,
gangguan ginjal karena penekanan saluran kemih (ureter).
3. Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta
adanya reaksi peradangan steril di dalam rahim.
4. Teraba benjolan pada bagian bawah perut dekat rahim yang terasa
kenyal.
5. Gangguan sulit hamil (infertilitas) karena terjadi penekanan pada
saluran indung telur ataupun menyebabkan keguguran berulang
(recurrent pregnancy loss).
6. Rasa nyeri biasanya diakibatkan oleh perubahan mioma uteri yang
disebut degenerasi atau kontraksi uterus berlebihan pada mioma yang
tumbuh ke dalam rongga rahim. Gejala sulit hamil ataupun keguguran
berulang dapat disebabkan gangguan sumbatan pada saluran telur
(tuba fallopi) dan gangguan implantasi sel telur yang telah dibuahi
pada endometrium.
Sedangkan mioma uteri selama kehamilan dapat mengganggu
kehamilan itu sendiri berupa kelainan letak bayi dan plasenta,
terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan

8
yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta.
Sebaliknya, kehamilan juga dapat merangsang pertumbuhan mioma uteri.
Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar seiring dengan
meningkatnya kadar hormon wanita (estrogen) selama kehamilan.
Pembesaran yang cepat ini memicu perubahan dari mioma uteri
(degenerasi) yang dapat menimbulkan rasa nyeri.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama
lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainain pada rahim, termasuk mioma
uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas
yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
Sehingga sangatlah tepat untuk digunnakan dalam monitoring
(pemantauan) perkembangan mioma uteri.
2. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai
alat untuk penegakkan diagnosis dan sekaligus untuk pengobatan karena
dapat diangkat.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI
dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat
disimpulkan.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis

9
memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri.
Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma
dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian
GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan
pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan
preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak
mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).
2. Operasi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of
Reproductive Medicine (ASRM) adalah:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana
oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau
histerektomi.
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang
ingin mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin
dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya
pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina.
Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh
anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.
(Prawirohardjo, 2007).

10
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi,
histeroskopi maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi,
dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk mengangkat mioma
dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah lapangan
pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap
perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi
dapat ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi secara
laparotomi resiko terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan
mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa
penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap
mioma submukosum yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan
tehnik ini adalah masa penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari.
Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat timbul
perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan
perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan
laparoskopi. Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat
diangkat dengan mudah secara laparoskopi. Mioma subserosum
yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat
dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi
pada pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap
organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan.
Sampai saat ini miomektomi dengan laparoskopi
merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya (Hadibroto,
2005).
b. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya
adalah tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007). Tindakan

11
histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus.
Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia,
metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran
uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan
laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal
histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari
resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan yang banyak,
trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun
dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada
TAH, jaringan granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat
menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan perdaraahn paska
operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang
menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginanm, dimana
tindakan operasi tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum
histerektomi vaginal hampir seluruhnya merupakan prosedur
operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat
minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut
bekas operasi sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik.
Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih
minimal dan masa penyembuhan lebih cepat dibanding
histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik.
Tetapi yang dijelaskan hanya 2 yaitu: histerektomi vaginal dengan

12
bantuan laparoskopi (Laparoscopically assisted vaginal
histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated edged
macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy.
Pada LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa
dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing kearah
ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah
uterina dilakukan dari vagina.
CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana
lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan
morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat
mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan
aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus.
Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada ureter
dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal,waktu operasi
yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa
penyembuhan yang cepat.
Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah melakukan
histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan kerana masa penyembuhan yang
singkat dan angka morbiditas yang rendah dibanding prosedur
histerektomi abdominal (Hadibroto, 2005).

G. KOMPLIKASI
1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 – 70 %
dari semua sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang
selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong-konyong menjadi
besar, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran.
Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan

13
sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik
dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-
kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam
hal ini ada ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis
dan infeksi sekunder.(Prawiroharjo, 2007)

H. PROGNOSIS
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif.
Myomectomi yang extensif dan secara signifikan melibatkan miometrium
atau menembus endometrium, maka diharuskan SC (Sectio caesarea) pada
persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah
myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan
lebih lanjut.

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA HISTEREKTOMY


1. Pengkajian Keperawatan
Klien dengan gangguan sistem reproduksi akan memberikan respon
psikososial yang spesifik karena merupakan organ vital yang sangat privasi
Tahapan proses keperawatan:
a. Pengumpulan data
1) Identitas
2) Riwayat Kesehatan
3) Keluhan Utama
a) Nyeri (Jenis, Intensitas, waktu, durasi, daerah yang
menyebabkan nyeri bertambah, atau berkurang), hubungan
nyeri dengan menstruasi, seksualitas, fungsi urinaria, dan
gastrointestinal.
b) Perdarahan (pada saat kehamilan, setelah menopause,
karakteristik, faktor pencetus, jumlah, warna, konsistensi)

14
c) Pengeluaran cairan/secret melalui vagina (iritasi, gatal, nyeri,
jumlah, warna, konsistensi)
d) Masa (pada mamae, karekterisrik, hubungannya dengan
menstruasi, kekenyalan, ukuran, nyeri dan pembesaran limfe)
e) Keluhan fungsi reproduksi
4) Riwayat Kesehatan Sekarang : Pengembangan keluhan utama
dengan PQRST
5) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah dialamai masa anak-anak, penyakit kronis
pada masa dewasa, riwayat infertilitas, penyakit gangguan
metabolisme/nutrisi, penggunaan obat-obatan radiasi yang lama,
peradangan panggul, rupture appendik peritonitis.
6) Riwayat Genito Reproduksi
Riwayat menstruasi, usia pertama menstruasi, siklus, durasi,
jumlah darah yang keluar, dismenore. Jika menopause, mentruasi
terakhir, gejala klimaksterium, pemeriksaan papsmear,
pemeriksaan payudara, riwayat STDS . Jika pernah hamil: waktu
persalinan, metoda persalinan, komplikasi saat melahirkan.
Aktivitas seksual : kekuatan respon seksual, rasa nyeri.
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
DM, kardiovaskuler, kehamilan kembar, kanker, gangguan
genetik, kongenital.
b. Pemeriksaan Fisik
Secara umum: tinggi badan berat badan bentuk, system pernafasan,
system kardiovaskuler, sistem persarafan. Secara khusus:
Pemerikasaan payudara: ukuran, kesimetrisan, massa, retraksi jaringan
parut, kondisi puting susu. Pemeriksan abdomen : adanya masa
abdominopelvic
Genetalia eksterna: inpeksi dan palpasi dengan posisi litotomi
bertujuan mengkaji kesesuaian umur dengan perkembangan sistem
reproduksi, kondisi rambut pada simpisis pubis dan vulva, kulit dan

15
mukosa vulva, tanda-tanda peradangan, bengkak dan pengeluaran
cairan vagina.
Pelvis : dengan mengunakan spekulum dilakukan inpeksi servik yaitu
warna, bentuk, dilatasi servik, erosi, nodul, masa, cairan pervaginam,
perdarahan, lesi atau luka. Setelah spekulum dilepas dapat dilakukan
pemeriksaan bimanual yaitu : memasukan dua jari kedalam vagina
untuk pemeriksaan dinding posterior vagina ( adanya masa, ukuran,
bentuk, konsistensi, mobilitas uterus, mobilitas ovarium, adneksa).
Pemeriksaan rectum dan rekto vagina.
8) Status sosial ekonomi
Tempat Tanggal lahir, lingkungan, posisi dalam keluarga,
pendidikan, pekerjaan, sumber stress, situasi financial,
aktivitas dan support system.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Diagnostik:
a) Papsmear : untuk mengetahui keadaan servik
b) Sistoskopi dan intravena pielogram : untuk mengetahui
kandung kemih.
c) MRI / CT Scan abdomen : untuk menilai penyebaran
dari tumor
d) Pemeriksaan Hematologi
e) Pemeriksaan EKG dan Rontgen
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan inflamasi
karena penambahan massa dalam uterus
2) Gangguan eleminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung
kemih oleh mioma
3) Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi
histerektomy
4) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan yang
sering terjadi

16
5) Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan pendarahan yang
terus menerus
6) Gangguan rasa nayaman nyeri b.d terputunya jaringan kulit
7) Gangguan pola nafas b.d efek anastesi
8) Resiko cidera b.d posisi intra operatif
9) Perubahan pola aktifitas b.d proses epitalisasi
10) Resiko tinggi infeksi b.d terpapar agen infeksius

17
3. Diagnosa keperawatan dan Perencanaan Keperawatan

TUJUAN DAN
DIAGNOSA
TGL KRITERIA RENCANA KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN
HASIL
1. Gangguan rasa nyaman Tujuan : setelah 1. Observasi skala nyeri yang dialami 1. Observasi skala nyeri diperlukan
nyeri b.d inflamasi karena dilakukan tindakan pasien agar kita dapat mengetahui tingkat
penambahan masa dalam keperawatan 2x24 2. Tentukan luas, lokasi, dan intesitas nyeri yang dialami pasiensehingga
uterus jam nyeri klien nyeri dapat memberikan intervensi yang
dapat berkurang 3. Beri posisi duduk sambil memeluk tepat
Kriteria hasil: bantal yang dirasa nyaman pada 2. Untuk mengetahui lokasi nyeri
1. Skala nyeri (1- pasien dialami klien, nyeri pada
10)= 1-3 4. Beri intruksi dalam tehnik relaksasi abdomenmengindikasikan
2. RR: 16- dan distraksi terjadinya komplikasi
24x/menit 5. Anjurkan klien untuk 3. Dapat memberikan rasa nyaman
3. Nadi :80- menggunakan kompres hangat pada klien
100x/menit 6. Kolaborasi pemberian analgetik 4. Tehnik relaksasi dan nafas dalam
7. Evaluasi tanda2vital pada pasien dapat meningkatkan rasa nyaman
dan mengurangi tingkat nyeri yang
dialami klien

18
5. Kompres hangat dapat
memvaloditasi pembuluhan darah
pada lokasi nyeri sehingga nyeri
dapat berkurang
6. Pemberian analgesic sangat
diperlukan apabila tingkat nyeri
pasien dalam skala 7-10, analgesic
ini meningkatkan relaksasi,
menurunkan perhatian terhadap
nyeri, dan mengontrol efek
samping tindakan
7. Untuk mengetahui kondisi klien
setelah di lakukan intervensi
sehingga dapat menentukan
tindakan selanjutnya
2. Gangguan eliminasi urine Tujuan: setelah 1. Palpasi di atas simfisi pubis 1. Untuk mengetahui blas penuh atau
b.d penekanan kandung dilakukan tindakan 2. Observasi intake dan output cairan tidak
kemih oleh mioma keperawatan 3. Kolaborasi pemasangan urine 2. Mengetahui keseimbangan cairan
selama 3x 24 jam, kateter persiapan pre operasi. pada pasien
pola eliminasi urine 4. Perhatikan posisi kateter urin. 3. Untuk membantu elimasi pada

19
klien dapat kembali 5. Kolaborasi pemberian cairan pasien dan bantu observasi output
normal perpsrenteral dan obat untuk urine pasien.
1. Urine dapat melancarkan urin. 4. Memastikan Pengeluaran urine
keluar lancer 6. Evaluasi masukan dan haluaran dan lancar atau tidak.
dengan warna catat jumlah, warna, konsentrasi 5. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
urin kuning pasien
jernih dan 6. Mengetahui hasil akhir pada pasien
baunya khas
ammonia
2. Balance cairan
intake sama
dengan output.
3. Tidak terdapat
tanda-tanda
dehidrasi
3. Ansietas b.d kurang Tujuan: setelah 1. Jelaskan bahwa tindakan 1. Untuk memberi pemahaman
pengetahuan tentang dilakukan tindakan histerektomy mempunyai kontra kepada pasien dan keluarga
tindakan operasi keperawatan indikasi yang sedkit tetapi 2. Untuk pasien mengetahui dampak
selama 1x 24 jam , membutuhkan waktu yang lama setelah dilakuakan operasi
pengetahuan pasien untuk pulih, menggunakan anastesi 3. Agar pasien dapat beroperasi

20
tentang ang banyak dan memberikan rasa dengan aman dan komplikasi tidak
histerektomy dapat nyeri yang sangat setelah operasi terjadi saat operasi
bertambah dan 2. Jelaskan efek dari pembedahan 4. Mengetahui kebutuhan yang
kecemasan klien terhadap menstuasi dan ovulasi diperlukan pasien dan keluarga
berkurang 3. Jelaskan persiapan operasi 5. Mengurasi rasa cemas pada pasien
Kriteria hasil: 4. Berikan ruang pada pasien dan 6. Membantu pasien mengurangi rasa
1. Klien keluarga untuk mengungkapa rasa cemas yang berlebihan
mengatakan cemas pasien dan keluarga
cemas berkurang 5. Berikan suasana nyaman pada
2. Klien kooperatif pasien
terhadap prosedur 6. Kolaborasi pemerian obat
/ berpatisipasi penenang jika diperlukan
saat pre operasi
3. Klien tampak
rileks
4.Perubahan nutrisi kurang Tujuan:setelah 1. Tinjau penyebab resiko malnutrisi: 1. Dapat mengetahui dasar penyebab
dari kebutuhan b.d peristaltic dilakukan tindakan mual, muntah terjadi mual dan muntah
menurun keperawatan 2. Obeservasi BB pasien sesuai 2. Mengetahui perkembangan BB
selama 3x24 jam indikasi pasien
perubahan nutrisi 3. Observasi mual dan muntah pada 3. Mengetahuai pasien dehidrasi atau

21
kurang dari pasien tidak karena mual muntah
kebutuhan teratasi 4. Jelaskan mengenai pembatasan 4. Agar pasien paham tentang intake
Kriteria hasil: puasa yang diberikan
1. Pasien tidak ada 5. Kolaborasi pemberian cairan 5. Kebutuhan nutrisi dan cairan
menunjukkan intravena terpenuhi
tanda2 kurang
nutrisi
2. Berat badan
sesuai BMI
5.Gangguan perfusi jaringan Tujuan: setelah 1. Kaji TTV, kadar HB 1. Untuk mengetahui keadaan psien
b.d pendarahan yang sering dilakukan tindakan 2. Oservasi pendarahan yang terjadi 2. Mengetahui jumlah pendarahan
terjadi keperawatan 3. Berikan o2 jika tanda2 syok dan mencegah terjadi syok
selama perawatan hipovolemik terjadi 3. Mensuplasi O2 ke seluruh tubuh
tidak terjadi 4. Kolaborasi pemberian terapi cairan pasien
gangguan perfusi dan tranfusi 4. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
jaringan 5. Jelaskan kepada pasien jika terjadi pasien dan darah pada pasien
Kriteria hasil: tanda2 syok hipvolemik 5. Agar keluarga paham tanda2
1. Konjungtiva 6. Kolaborasi jika diperlukan terjadi syok
tidak anemis 6. Sangat dibutuhkan agar tidak
2. CRT < 2 detik terjadi komplikasi

22
3. TTV satbil
4. Hasil lab 11-
13 %gr
6.resiko kekurangan cairan Tujuan: setelah 1. Kaji tanda-tanda kurang cairan 1. Mengetahui keadaan pasien
pada pasien b.d pendarahan dilakukan tindakan 2. Obeservasi TTV 2. Mengetaui kestabilan selama
terus menerus keperawatan 3. Observasi pendarahan pada pasien diobservasi
selama perawatan 4. Observasi intake dan output pasien 3. Mengetahui jumlah pendarah yang
tidak terjadi 5. Jelaskan kepada keluarga tada- terjadi
kekurangan cairan tanda kekurangan cairan 4. Mengetahui cairan yang masuk dan
pada pasien 6. Lakukan kolaborasi untuk keluarga sehingga mengetahui
Kriteria hasil: dilakukan tranfusi untuk tindakan selanjutnya
1. Ttv stabil 7. Observasi tanda2 efek pemberian 5. Keluarga bisa memahami keadaan
2. Turgor tranfusi pasien
kulit elastis 6. Memenuhi kebutuhan darah pada
dan lembab pasien
3. Intake 7. Mengetahui respon dari efek
output pemberian tranfusi
tidak lebih
dan kurang
dari 500 cc

23
7. Gangguan rasa nyaman Tujuan: 1. Kaji skala nyeri 1. Mengetahui ambang nyeri
nyeri b.d terputusnya jaringan Setelah dilakukan pada pasien
kulit tindakan 2. Obserasi TTV 2. Mencegah syok kardiogenik
keperawatan karena nyeri
selama perawatan 3. Bantu pasien ambulasi dini 3. Melemaskan otot2 perut
nyeri teratasi sesuai kondisi daerah operasi agar tidak kaku
Kriteria hasil yang membuar nyeri
 Pasien 4. Ajarkan tehnik relaksasi dan 4. Mengurasi rasa nyeri pada
mengatakan distraksi pasien
nyeri berkurang 5. Jelaskan penyebab nyeri pasca 5. Pasien paham dan mengerti
atau hilang pembedahan penyebab nyeri
 Pasien tidak 6. Libatkan keluarga saat 6. Keluarga memotivasi pasien
tampak mengajarkan tehnik relaksasi untuk menurangi sakit
kesakitan dan distraksi
 Skala nyeri 1-3 7. Kolaborasi pemberian 7. Mengurangi rasa nyeri pada
 Sikap tubuh analgetik pasien jika nyeri tidak bisa di

rileks tolelir

 Tanda- tanda
Vital:
 TD 90/60 s.d

24
140/90 mmHg
 Nadi : 60-
100x/mnt
 RR: 16-24
x/mnt
 Suhu :36.5-
37.5 0C
8. Gangguan pola nafas Pola napas tidak 1. Amati dan catat pola napas( 1. Mengetahui tanda2 efek
berhubuang dengan efek efekti tidak terjadi frekuensi, irama, kedalaman), anastesi
anastesi Setelah dilakukan perhatikan adanya sianosis
tindakan 2. Atur posisi tidur pasien 2. Membantu pernafasan dengan
keperawatan baik
selama perawatan 3. Observasi tanda sianosis dan 3. Mencegah terjadi aspirasi pada
Kriteria hasil: penggunaan otot bantu napas pasien
 Pernapasan 4. Lakukan suction bila perlu 4. Mengurangi slem yang tersisa
normal sehingga dapat membantu pola
 Pasien tidak nafas
gelisah 5. Anjurkan / bantu latihan napas 5. Membantu mengurangi slem
 Kesadaran : dalam atau batuk efektif yang mash ada
compos mentis 6. Libatkan keluarga pada latihan 6. Keluarga dapat memotivasi

25
 Tanda- tanda napas dalam atau batuk efektif pasien
Vital: 7. Berikan penkes tentang efek 7. Keluarga paham efek dari
 TD 130/85 sekunder anastesi anastesoi
mmHg 8. Kolaborasi 8. O2 dalam tubuh terpenuhi
 Nadi : 88 Berikan oxygen sesuai instruksi maksimal jika ditambah
x/mnt dokter oksigen
 RR: 18
x/mnt
 Suhu : 370C
9. Resiko cidera b.d Cidera intra 1. Kaji apakah mempunyai factor 1. Mengetahui cidera sebelum
pemasangan alat operatif tidak resiko sebelumnya, mis: tindakan operasi
elektromedik terjadi Setelah kedinginan, luka bakar, injury. 2. Mengetahui abnormalitas pada
dilakukan tindakan 2. Kaji kondisi pasien seperti pasien sebelum kerja
keperawatan kemampuan rentang gerak,
selama perawatan abnormalitas fisik, status sirkulasi.
Kriteria hasil 3. Kurangi kentaan terhadap cidera
Pasien bebas dari jaringan / anggota tubuh : 3. Mencegah luka bakar
cidera selama Pasang elektromedik, elektro
operasi seperti luka koaguasi sesuai dengan Protocol
bakar, injur, 4. Selalu minta izin kepada ahli 4. Utuk memantau pemasangan alat

26
dislokasi sendi dll. anastesi, untuk memindahakan bantu nafas untuk tidak berubah
pasien / merubah posisi pasien posisi
yang sudah dianastesi
5. Observasi selama operasi 5. Untuk mencegah terjadi cidera
berlangsung apakah ada penekanan penekanan pada anggota tubuh
pada anggota tubuh pasien dengan pasien
alat-alat , dan penekanan dari
anggota tubuh tim operasi
6. Bila mungkin selalu kaji dan
tanyakan kepada pasien apakah 6. Mengetahui efek dari pemasangan
ada rasa terbakar, panas, nyeri elektromedik dan area penekan
selama dalam pembaringan selama operasi
7. Pindahkan pasien dengan brankar 7. Mengurangi terjadi cidera
pre dan post operasi sesuai dengan
prosedur
8. Kaji ulang kondisi dan kelahan 8. Mengetahui keadaan pasien setelah
pasien post operasi operasi
9. Kolaborasi dengan dokter anastesi 9. Menentukan kedaan pasien stail
untuk memindahakan pasien ke RR untuk pindah ruangan

27
10. Resiko tinggi infeksi b.d Tujuan: 1. Kaji adanya eksudat dan rembesan 1. Mengetahui keadaa luka infeksi
terpapar agen infeksius Setelah dilakukan 2. Observasi tanda-tanda vital (suhu) atau tidak
tindakan 3. Lakukan perawatan luka/ ganti 2. Kenaikan suhu menandakan
keperawatan verban dengan tehnik septic aseptic adanya tanda2 infeksi
selama perawatan 4. Berikan penkes pada pasien untuk 3. Menjaga agar tidak terjadi infeksi
infeksi tidak terjadi selalu menjaga kebersihan sekitar 4. Agar pasien dapat melakukan
Kriteria hasil: luka dan menjaga luka tetap kering perawatan luka secara mandiri
1. Insisi tetap 5. Kolaborasi dengan dokter dalam tanpa terjadi infeksi
bersih dan pemberian terapi antibiotic 5. Untuk menambahkan antibody
kering pada pasien
2. Tidak terjadi
peningkatan
suhu tubuh
dan pasien
bebas dari
infeksi

28
BAB III
TINJAUAN KASUS
1.1 Pengkajian
Pengkajian Awal
Tanggal Masuk : 20-09-2017
Tanggal Pengkajian : 20-09- 2017
Diagnosa Medis : Myoma Uteri
Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Usia : 46 tahun
RM : k152633
Alamat : Jalan kyai maja kec. Pinang kab. tangerang
Penanggung Jawab
Nama : Tn. R
Usia : 52 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan pasien : Suami
Alamat : Jalan kyai maja kec.pinang kab. tangerang
1) Anamnesa
Keluhan Utama : Pasien mengatakan perutnya membesar sejak 6 tahun
yang lalu, teraba benjolan.
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan muncul benjolan di
rahim sejak 6 tahun yang lalu, semakin lama semakin membesar
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengatakan tidak pernah sakit darah
tinggi, hepatitis, TBC, HIV, pasien mengatakan ada riwayat sakit asma
sejak kecil kambuh terakhir 1 bln yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan keluarga tidak ada
riwayat pernah sakit darah tinggi, hepatitis, TBC, HIV, Asma
Riwayat Penggunaan Obat : ventolin inhalasi

29
Riwayat Alergi : tidak ada
Riwayat Transfusi Darah : Belum pernah.
Riwayat Kemoterapi : Belum pernah.
Riwayat Radioterapi : Belum pernah
Riwayat Persalinan : P2A0. Riwayat persalinan normal tahun 2009 dan
2010
2) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : TD 120/70mmHg, Nadi 78x/ mnt teratur kuat, Suhu 36°C
pernafasan 20x/mnt
BB : 72kg TB : 154cm
3) Pengkajian Persistem
Sistem Susunan Syaraf Pusat : Kesadaran CM, Kepala tidak ada
kelainan, ubun-ubun datar, wajah tidak ada kelainan, leher tidak ada
kelainan, kejang tidak ada, kekuatan otot kuat.
Sistem Penglihatan : Posisi mata tidak ada kelainan, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikterik.
Sistem Pendengaran : Tidak dikaji.
Sistem Penciuman : Tidak dikaji.
Sistem Pernafasan :Pernapasan 20 x/mnt, sesak retraksi tidak ada,
saturasi 100%
Sistem Kardiovaskular : Sirkulasi akral hangat, nadi 80x/mnt teratur
kuat.
Sistem Pencernaan : Tidak
Sistem Genitourinaria :Kebersihan bersih, tidak ada kelainan, BAK
spontan.
Sistem Reproduksi : menstruasi diluar siklus selama 3hari/bulan, terdapat
flek secoin.
Sistem Integumen : Turgor baik, elastis, integritas kulit utuh
Sistem Muskuloskeletal : Pergerakan bebas, otot kuat.

30
4) Pengkajian Khusus Pediatrik Dan Neonatus
Tidak dikaji

5) Pengkajian Pre Operasi


Keluhan Utama/ alasan masuk : Pasien mengatakan muncul benjolan di
rahim
Riwayat Penyakit Pasien: asma
Riwayat Operasi/ anastesi: Tak ada.
Komplikasi Operasi/ anastesi yang lalu: Tak ada.
Indikasi operasi : Myoma Uteri
Jenis Operasi : histerektomy
6) Riwayat Psikososial/ Spiritual
Status emosional: Pasien tampak cemas, skala cemas 2
Skalacemas
0 = Tidak cemas
1 = Mengungkapkan kerisauan
2 = Tingkat perhatian tinggi
3 = Kerisauan tidak berfokus
4 = Respon simpate-adrenal
5 = Panik
Pengetahuan tentang penyakit :
Pasien mengerti tentang penyakit dan rencana tindakan yang akan
dilakukan
7) Skala Nyeri

Skala nyeri : 3

31
8) Survey sekunder secara head to toe :
Dalam batas
Jika tidak dalam batas normal
normal
jelaskan
Ya Tidak
Kepala √ -
Lehar √ -
Dada √ -
Abdomen - √ terdapat mioma uteri ukuran
7,8x5,8x7,7 cm
Genitalia √ - Keluar flek darah sekoin
Integumen √ -
Ekstermitas √ -

9) Hasil data penunjang


Hasil USG Abdomen tgl 17/09/2017
Terdapat mioma uteri ukuran 7,8x 5,8x 7,7 cm

Hasil laboratorium tgl 20/ 09/ 2017


Jenis Pemeriksaan Nilai Referensi
Hemoglobin : 8,4 (12,0 – 16,0) g/dl
Hematokrit : 28,0 (36,0 – 46,0) %
Leukosit : 9300 (4.500 – 11.000) /ul
Trombosit : 455.000 (150.000 – 350.000) /ul
SGOT : 28 (0 – 31) U/L
SGPT : 11 (0 – 32) U/L
GDS : 135 (70 – 110) mg/dl
Ureum : 20 (10,00 – 50,00) mg/dl
Masa perdarahan: 2’ < 3 menit
Masa pembekuan: 14, 5 – 19 menit
HBsAg : - / NEG NEGATIF

32
10) Checklist pre operasi
Umum :
No Kegiatan Ya Tidak
1 Puasa makan terakhir jam √ -
23.00
2 Klisma / Huknah √ -
3 Ijin operasi √ -
4 barang berharga dititipkan - √
5 Make up , kutex dihapuskan √ -
6 Gigi palsu , kontak lensa, dan √ -
perhiasan dilepaskan
7 File pasien lengkap √ -
8 Hasil laboratorium √ -
9 Pemberitahuan kepada √ -
keluarga
10 Diperiksa lagi oleh PJ √ -
Khusus :
No Kegiatan Ya Tidak
1 Daerah operasi dicukur √ -
2 Kateter terpasang - √
3 Infus terpasang √ -
4 Sedia darah - √
5 DJJ didengarkan - √
6 EKG √ -
7 Foto Thorax √ -
8 Inform Consent anestesi √ -
9 Pemeriksaan pra anestesi √ -
10 Konsultasi spesialis lain - √
11 Premedikasi √ -

33
11). Intra operasi
Anastesi dimulai jam 18.00. Pembedahan dimulai jam 18.10
Jenis anastesi : Spinal . Posisi operasi : supine. Status ASA 2.
Lokasi pemasangan patien plate : paha kanan.
Integritas kulit sebelum pemasangan patien plate : utuh.
Catatan anastesi :
Posisi Pembiusan : duduk
Lumbal : 3-4
Jarum spinal NO : 27 G
Obat anastesi : fentanyl 20 mcg + Bunaskan spinal 20 mg
Premedikasi : ondansentron 8 mg.
TTV : TD 135/77 mmHg, Suhu 36,7°C, Nadi 78x/mnt teraba
kuat, RR 20x/mnt, Saturasi O2 100 %
Total cairan masuk : Infus kristaloid 1000 cc. Koloid (-). Tranfusi (210 cc)
Total 1210 cc.
Total cairan Keluar : Urine 250cc. Perdarahan 300cc. Total 550 cc.
Balance cairan : 1210-550 = + 760 cc
(Perawat yang mengkaji Br. D)

34
12) Post Operasi
Pasien pindah ke RR jam : 19. 55 WIB
Keadaan umum : sakit sedang
TTV : Suhu 36°C, Nadi 76x/mnt, RR 20x/mnt, TD 100/70mmHg, Saturasi
98-99 %. Kesadaran Compos Mentis
3. 2 Analisa Data
Tgl/ Problem
Data Fokus ETIOLOGI
Jam
PRE OPERASI
20/9/17 DS : pasien Tindakan operasi Aktual
Jam mengatakan takut Pengeahuan cemas.
20.00 akan dilakukan kurang
operasi cemas
DO :
- Skala cemas 2
INTRA OPERASI
21/9/17 DS : - Posisi Resiko
Jam DO : pembedahan cedera intra
05.30 Posisi intra operasi penekanan pada
operatif
lithotomy anggota tubuh
Terpasang pasien
penyangga kaki Resiko cidera
21/9/17 DS: - Besarnya ukuran Resiko
Jam DO: ukuran mioma mioma uteri perdarahan
07.10 ukuran 20 cm Posisi mioma
Perdarahan: 300 cc uteri di intramural
Pengangkatan
uterus

Pecahnya
pembuluh darah
uterus
POST OP
21/9/17 DS : Pasien Terputusnya Nyeri akut.
Jam mengatakan nyeri jaringan kulit
09.00 daerah operasi
DO : Robekan pada

35
- TTV : jaringan saraf
S: 37°C, N: perifer
82x/menit,
RR:20x/menit, Nyeri akut
TD:110/70mmHg
- Ekspresi wajah
tampak tegang
- Tampak pasien
kesakitan
- Skala nyeri 4 – 5
- Sikap tubuh
tampak kaku
21/9/17 Ds: - Pengaruh obat Resiko Pola
Jam Do: Akral dingin anastesi nafas tidak
09.15 TTv : N: 82x/menit, Pernafasan
efektif
RR: 20x/menit menurun
Kesadaran belum Ekspansi rongga
penuh dada menurun
Anastesi Narkose Pengembangan
umum paru tidak
maksimal
Resiko pola nafas
tidak efektif

3.3 Rumusan Masalah Keperawatan :


PRE OP : Dx. 1 Cemas b.d prosedur pembedahan.
INTRA OP :Dx. 2 Resiko cedera intra op b.d posisi intra operasi litotomi.
Dx. 3 Resiko Perdarahan b.d pecahnya pembuluh darah uterus.
POST OP : Dx. 4 defisit perawatan diri b. d
Dx. 5 Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan, efek insisi
pembedahan

3.4 Diagnosa Keperawatan


Dx 1 Cemas b.d kurangnya pengetahun ditandai dengan skala cemas 2, pasien
bertanya-tanya mengenai prosedur operasi

36
Dx 2 Resiko perdarahan b.d pecahnya pembuluh darah uterus.
Dx 3 Resiko cidera intra operasi b.d posisi intra operasi
Dx 4 Nyeri berhubungan terputusnya jaringan kulit ditandai dengan skala
nyeri 4-5, wajah meringis kesakitan.
Dx 5 Resiko Gangguan Pola Nafas b.d pengaruh obat anastesi

37
3.5 Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan
TGL PERENCANAAN
DITEGAKK
TGL
NO AN
DIAGNOSA TERATASI
DX DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL RENCANA TINDAKAN
& NAMA
& NAMA
PERAWAT
PERAWAT
1 Pre Operasi Cemas  Pasien tampak rileks  Kaji tingkat cemas, catat
Cemas b.d  Teratasi  Pasien mengatakan siap perilaku pasien (gelisah, tidak
 ransang simpatis (reaksi inflamasi)  Tidak terjadi dilakukan operasi kontak mata, peka rangsang,
 kurang pengetahuan sekunder setelah  Tanda- tanda Vital: menolak)
kurangnya informasi tentang 20/09/2017 dilakukan  TD 90/60 s.d 140/90  Berikan lingkungan yang 21/09/2017
prosedur teknik pembedahan Jam 21.00 tindakan mmHg tenang, dan anjurkan tetap Jam 08.30
ditandai dengan : Br. R keperawatan  Nadi : 60-100x/mnt rileks Sr. A
DS: selama 1x12 jam  RR: 16-24 x/mnt  Berikan kesempatan untuk
 pasien mengatakan takut akan  Suhu :36.5- 37.5 0C mengungkapkan pertanyaa,
dilakukan operasi dan berikan umpan balik
DO:  Bantu pasien dalam
 Keadaan Umum: sedang menemukan mekanisme
 Kesadaran : compos mentis koping yang elektif untuk
 Tanda- tanda Vital: menghadapi cemas.
 TD 130/85 mmHg  Libatkan keluarag pasien

38
 Nadi : 88 x/mnt untuk memberikan perhatian
 RR: 18 x/mnt  Jelaskan prosedur persiapan
 Suhu : 37 C0 pembedahan, dan berikan
 Pasien tampak tegang penjelasan secara akurat

 Sering bertanya mengenai tindakan tentang tindakan yang akan

operasi dilakukan

 Skala cemas 2 Kolaborasi


 Pemberian obat sedative
sesuai dengan indikasi
2  Resti Aktual 21/09/2017 Cidera intra operatif Pasien bebas dari cidera  Kaji apakah mempunyai 21/09/2017
Cidera intra operasi bd: Jam 05.30  Teratasi selama operasi seperti luka factor resiko sebelumnya, Jam 08.30
 Kebutuhan posisi pembedahan Sr. A  Tidak terjadi bakar, injur, dislokasi sendi mis: kedinginan, luka bakar, Sr. A
 Pemasangan elektromedik Setelah dilakukan dll. injury.
 Kehilangan sensori protektif sekunder tindakan  Kaji kondisi pasien seperti
terhadap anastesi keperawatan selama kemampuan rentang gerak,
Ditandai dengan: 1x2jam. abnormalitas fisik, status
DS: sirkulasi.
DO:  Kurangi kentaan terhadap
 Terpasangnya alat-alat elektromedik cidera jaringan / anggota
saat pembedahan tubuh :
 Posisi pada saat operasi Pasang elektromedik, elektro
trendelenburg s.d supine koaguasi sesuai dengan
Protocol

39
 Selalu minta izin kepada ahli
anastesi, untuk
memindahakan pasien /
merubah posisi pasien yang
sudah dianastesi
 Observasi selama operasi
berlangsung apakah ada
penekanan pada anggota
tubuh pasien dengan alat-alat ,
dan penekanan dari anggota
tubuh tim operasi
 Bila mungkin selalu kaji dan
tanyakan kepada pasien
apakah ada rasa terbakar,
panas, nyeri selama dalam
pembaringan
 Pindahkan pasien dengan
brankar pre dan post operasi
sesuai dengan prosedur
 Kaji ulang kondisi dan
kelahan pasien post operasi
 Kolaborasi dengan dokter
anastesi untuk memindahakan

40
pasien ke RR
3  Resti Aktual 21/09/2017 Perdarahan  Konjungtiva merah muda  Observasi ttv, membrane 21/9/2017
Perdarahan b.d. pecahnya pembuluh Jam 07.00  Teratasi  Perdarahan intra operatif mukosa Jam 12.30
darah uterus Sr. A  Tidak > 200cc  Observasi tanda-tanda Sr. A
DS: - terjadi  Membrane mukosa perdarahan selama operasi
DO: ukuran mioma uteri 7.8 cm Setelah dilakukan lembab  Berikan penkes tentang
Perdarahan 300cc tindakan  TTV dalam batas normal penyebab perdarahan
keperawatan selama  TD 110/70 – 120/80  Libatkan keluarga dalam
1x 6 jam mmHg pemberian penkes tentang
 Nadi : 60-100 x/mnt penyebab perdarahan
 RR: 16-24 x/mnt  Kolaborasi dengan dokter
 Suhu : 36,5 -37,50C dalam pemberian tranfusi

 Hb : >10 g/dl darah dan pemeriksaan Hb


 Hitung jumlah cairan yang
masuk dan keluar
4 POST OPERASI 21/09/2017 Pola napas tidak  Pernapasan normal  Amati dan catat pola napas ( 21/09/2017
 Resti Aktual Jam 08.15 efektif  Pasien tidak gelisah frekuensi, irama, kedalaman), Jam 12.30
Pola napas tidak efekti b.d: Sr. A  Teratasi  Kesadaran : compos perhatikan adanya sianosis Sr. A
Efek sekunder pembiusan ditandai  Tidak mentis  Atur posisi tidur pasien
dengan: terjadi  Tanda- tanda Vital:  Observasi tanda sianosis dan
DS: Setelah dilakukan  TD 130/85 mmHg penggunaan otot bantu napas
DO: tindakan  Nadi : 88 x/mnt  Lakukan suction bila perlu

41
 Keadaan umum : sedang keperawatan selama  RR: 18 x/mnt  Anjurkan / bantu latihan
 Kesadaran : compos mentis 1x4 jam  Suhu : 370C napas dalam atau batuk
 Tanda- tanda Vital: efektif
 TD 100/70 mmHg  Libatkan keluarga pada
 Nadi : 76 x/mnt latihan napas dalam atau

 RR: 20 x/mnt batuk efektif

 Suhu : 360C  Berikan penkes tentang efek

 Saturasi O2: 98-99% sekunder anastesi

 Perubahan kedalaman /  Kolaborasi

kecepatan pernapasan Berikan oxygen sesuai

 Bunyi napas vesikuler instruksi dokter

 Napas spontan2
4 Nyeri b.d: 21/09/2017 Nyeri :  Pasien mengatakan nyeri  Kaji skala nyeri
Terputusnya kontinuitas jaringan efek Jam 08.30 Teratasi ,setelah berkurang atau hilang  Obserasi TTV
insisi pembedahan Sr. A dilakukan tindakan  Pasien tidak tampak  Bantu pasien ambulasi dini
Ditandai dengan: keperawatan selama kesakitan sesuai kondisi
DS: Pasien mengatakan nyeri daerah 1x24 jam  Skala nyeri 1-3  Ajarkan tehnik relaksasi dan
operasi  Sikap tubuh rileks distraksi
DO:  Tanda- tanda Vital:  Jelaskan penyebab nyeri
 Ekspresi wajah tampak tegang  TD 90/60 s.d 140/90 pasca pembedahan
 Tampak pasien kesakitan mmHg  Libatkan keluarga saat
 Skala nyeri 4 – 5  Nadi : 60-100x/mnt mengajarkan tehnik relaksasi

42
 TTV :  RR: 16-24 x/mnt dan distraksi
 S: 37°C,  Suhu :36.5- 37.5 0C  Kolaborasi pemberian
 N: 82x/menit, analgetik
 RR: 20x/menit,
 TD:110/70mmHg
 Ekspresi wajah tampak tegang
 Sikap tubuh tampak kaku

43
3.6 Implementasi Keperawatan
Tanggal/ Tanda
Implementasi
waktu tangan/nama
20/09/17 Melakukan visit rencana tindakan operasi tanggal 21/09.17 Br R
20.00 dengan miomektomi a/I mioma uteri jam 05.30 sio (+) sia (+) Upt
pribadi kelas 2 laparaskopi, konsul anastesi (+) konsul IPD (-)
Hasil Lab (+), USG ( +), RO (+) Rencana Puasa jam 23.00,
Khugnah tinggi dan rendah, bersihkan daerah puser, pasang Infus,
turun ke kamar operasi jam 04.30. Therap sesuai DPJP.
21/09/17 Menerima pasien renacna tindakan operasi dari lt4 dengan Bd.A Sr.Y
04.30 Hasil infus terpasang RL 20 tpm, AB tricefin 1gr Jam 04.30

04.45 Memberikan suasana nyaman pada pasien hasil ruangan teetutup Sr.y
skerem tidak berisik pasien nyaman
05.00 Menyarankan pasien untuk berdoa bersama keluarga hasil: os dan Sr.Y
keluarga berdoa menurut agama dan kepercayaan
05.05 Memindahkan Pasien dari RR Pre-op ke kamar Operasi hasil Sr.Y
Pasien pindah dengan brankar
05.30 Mengkaji tanda-tanda cidera pada pasien hasil tanda2 cidera tidak Sr.A
ada
05.35 Mengobservasi ttv Sr.A
hasil TD: 130/70mmhg, N: 105x/menit, RR: 15x/menit
05.40 Menyakskan dilakukan intubasi Sr.A
hasil intubasi dilakukan dan terpasang ETT
05.45 Memposisikan Pasien Litotomi Sr.A
hasil Posisi pasien Litotomi dan memang plate
06.00 Menyaksikan dokter memulai tindakan Sr.A
hasil tindakan dilakukan
06.15 Mendengarkan DPJP memutuskan untuk dilakukan miomektomi Sr.A
karena miom berukuran besar

44
Hasil: Operasi berubah melakuakan inform concent ulang kepada
keluarga pasien oleh DPJP
06.25 Menyaksikan tindakan miomektoi Sr.A
hasil: operasi dilakukan
06.40 Mengobservasi tanda-tanda cidera Sr.A
hasil : posisi tetap litotomi, terpasang elektomedik, masih dengan
anastesi umum
07.00 Mengobservasi tanda perdarahan : perdarahan 300cm. Sr. A
Konjungtiva merah muda. Membran mukosa lembab.
TTV : TD:110/ 60mmHg, Nadi: 76x/mnt. S: 36.20C, RR: 18x/mnt
07.05 Melakukan kolaborasi DPJP Anastesi : Sr. A
Advice: tidak perlu untuk sedia darah / transfusi darah. Infus
diganti dengan Gelofusal 1 kolf.
07.30 Menyaksiakan operasi selesai dilakukan Sr.A
Hasil : operasi selesai dilakukan
07.45 Menyaksikan dokter melakukan ekstubasi Sr.A
Hasil: ekstubasi dilakukan
08.00 Memindahkan pasien dari ok ke RR-post op Sr.A
Hasil Pasien dipindahkan dengan brankar
08.15 Melakukan kolaborasi dengan dr anastesi untuk memindahkan Sr.A
pasien
Hasil: ACC pindah rungan oleh dr. I
08.30 Menerima pasien Post miomektomi dari kamar operasi Sr.A
melakuakn assesment lanjutan
Hasil: Ds os mengeluhkan terasa nyeri
Do: TD: 135/80mmhg, N: 90x/menit, RR: 18x/menit
KU: Sedang, Kesadaran: CM, Terpasang dower kateter, luka
ditutup cerplas 200, skala nyeri 4-5, pasien mengerang kesakitan
08.45 Menobservasi ttv pada pasien dan pola nafas pasien Sr.A
Hasil terlampir

45
08.50 Melakukan kolaborasi dengan dr. anastesi untuk pemberina O2 Sr.A
Hasil: Terpasang O2 3 liter
09.00 Mengkaji ulang skala nyeri ulang pada pasien Sr.A
Hasil: skala nyeri 4-5
09.10 Menjelaskan efek sekunder anastesi dan pada pasien kepada Sr.A
keluarga
Hasil: keluarga mengerti
09.45 Mengajarkan pasien untuk tehnik relaksasi dan distraksi Sr.A
Hasil: pasien melakukan tarik nafas dalaam secara perlahan dan
memberikan suasan nyaman pada pasien
10.00 Melakukan kolaborasi dengan dokter anastesi karena pasien Sr.A
merasa kesakitan
Hasil pethidine 25 mg encerkan berikan per bolus ekstra
11.00 Mengatur posisi pasien Sr.A
Hasil : kepala pasien lebih tinggi
11.30 Membantu pasien untuk mobilisasi Sr.A
Hasil: membantu posisi pasien miring
12.30 Membantu pasien untuk menggantikan baju pasien Sr.A
Hasill: baju sudah diganti dengan yg bersih os merasa lebih
nyama
13.00 Memindahkan pasien dari RR Post op ke perawatan Sr.A
Hasil: Pasien dijemput oleh Bd. S

3.7 Evaluasi Keperawatan


S: Pasien mengatakan nyeri masih terasa, mual tidak ada, sesak, rasa
terbakar tidak ada. Pasien merasa tenang bahwa operasi sudah selasesai.
O: KU: Sedang, Kes: CM, Pasien tampak tenang, TD 110/70 mmHg, nadi
76x/menit, suhu 37,0 0C dan RR 18x/menit, skala nyeri 4, luka tidak ada
rembesan, mobilisasi baik
A: Dx I Cemas teratasi
DX II Resti Cidera tidak terjadi

46
DX III Resti Pendarahan tidak terjadi
DX IV Nyeri belum teratasi
DX V Resiko Gangguan Pola Nafas tidak efektif tidak terjadi
P: 1.Obervasi nyeri pasien, 2. Terapi sesuai intruksi DPJP dan Anastesi,
Cek Hr Post op, Observasi Luka operasi.

47
BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan Perioperatif pada Ny. E dengan


Miomektomi di Kamar Operasi Rumah Sakit Hermina Pasteur, yang dilaksanakan
pada tanggal 20 sd 21 September 2017. Penulis mencoba menganalisis
perbandingan antara teori dan kasus ditempat praktek dengan menerapkan asuhan
keperawatan meliputi tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
asuhan keperawatan.

Tahap Teori Kasus Analisa Usulan

Pengkajian Faktor internal Dalam kasus Penyebab antara Meningkatkan


Faktor eksternal ditemukan teori dan kasus asuhan
kemungkinan memiliki kesamaan keperawatan
penyebab mioma salh satu faktor mengenai
uteri : penyebab mioma pengkajian pasien
Hormonal uteri dengan mioma
uteri
Diagnosa Dalam teori Dalam kasus Diagnosa Meningkatkan
terdapat 10 didapatkan 4 ditegakkan asuhan
diagnosa diagnosa mengacu pada keperawatan
keperawatan keperawatan data data yang mengenai pasien
1. Cemas perioperative ditemukan dengan mioma
2. Nyeri 1. Cemas uteri
3. Resti cedera 2. Nyeri post
intra operasi operasi
4. 4.Nyeri 3. Resti cedera
5. 5.Pola napas intra operasi
tidakefektif 4. Resti

48
6. Resiko Infeksi luka pendarahan
operasi 5.Resiko pola
7. Gangguan napas tidak efektif
eleminasi urin
berhubungan
dengan penekanan
kandung kemih
oleh mioma
8. Gangguan perfusi
jaringan
berhubungan
dengan pendarahan
yang sering
9. terjadi

49
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E
Miomektomi atas indikasi mioma uteri di Kamar Operasi Rumah Sakit
Hermina Pasteur pada tanggal 20 sd 21 September 2017 menggunakan
proses keperawatan perioperatif, maka penulis mengambil kesimpulan yaitu
1. Data yang ditemukan pada Ny. E yaitu adanya massa di abdomen
bawah, nyeri saat haid dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit
yang sama. Ny. S mengatakan takut untuk tindakan operasi yang akan
dilakukan, menanyakan prosedur tindakan operasi. bagaimana agar luka
lekas kering. Ditunjang dengan ekspresi Ny.E tampak cemas, terpasang
patient plate pada betis kanan, terdapat luka post miomektomi tertutup
kasa, luka tampak kering dan bersih.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Ny. E yaitu cemas
berhubungan dengan kurang pengetahuan sekunder kurangnya informasi
tentang prosedur medik dan rencana pembedahan, risiko cedera operasi
berhubungan dengan kebutuhan posisi pembedahan tehadap pemasangan
elektro medis, nyeri pasca operasi, resiko pola napas tidak efektif
berhubungan dengan efek anastesi umum.
3. Perencanaan yang disusun untuk mengatasi masalah yang ditemukan
pada kasus Ny. E yaitu kaji tingkat cemas, berikan lingkungan yang
tenang dan anjurkan tetap rileks, Kaji apakah pasien mempunyai factor
sebelumnya, misal kedinginan, luka bakar, injury, kaji kondisi pasien
seperti kemampuan rentang gerak, abnormalitas fisik, observasi selama
operasi berlangsung apakah ada penekanan pada anggota tubuh pasien
dengan alat-alat, kaji ulang kondisi dan keluhan pasien post operasi.
Memberikan selimut tebal dan O2 Kaji kemampuan pasien dalam
melakukan perawatan diri terutama ADL, jaga privasi dan keamanan

50
pasien selama memberikan perawatan, berikan pedidikan kesehatan pada
pasien tentang perawatan diri, berikan antiemetik.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan yaitu, mengkaji tingkat cemas,
memberikan lingkungan yang tenang dan anjurkan tetap rileks, mengkaji
apakah pasien mempunyai factor sebelumnya, misal kedinginan, luka
bakar, injury, mengaji kondisi pasien seperti kemampuan rentang gerak,
abnormalitas fisik , mengobservasi selama operasi berlangsung apakah
ada penekanan pada anggota tubuh pasien dengan alat-alat, mengkaji
ulang kondisi dan keluhan pasien post operasi. Memberikan selimut
tebal dan O2, mengkaji kemampuan pasien dalam melakukan perawatan
diri terutama ADL, jaga privasi dan keamanan pasien selama
memberikan perawatan, berikan pedidikan kesehatan pada pasien
tentang perawatan diri dan memberikan ekstra antiemetik.
Dari lima masalah yang ada, empat masalah teratasi, satu masalah
teratasi sebagian. Masalah yang tidak menjadi actual yaitu resiko
perdarahan, resiko cedera operasi, dan resiko gangguan pola napas tidak
efektif. Sedangkan diagnosa yang sebagian teratasi dilanjutkan di ruang
perawatan. Untuk evaluasi yang digunakan, menggunakan evaluasi formatif
dan sumatif.

5.2. Saran
Dalam upaya meningkatkan kualitas perawatan pada tingkat
pemahaman tentang perawatan perioperatif pasien dengan miomektomi atas
indikasi mioma uteri sehingga perawatan lebih efektif dan komprehensif,
maka sehubungan dengan penulisan makalah ini ada beberapa saran yang
dapat penulis sampaikan:
Untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan secara efektif dan
efisien pada pasien seperti menyediakan ruangan khusus untuk tindakan
pendidikan kesehatan yang dilengkapi dengan media yang terkait dengan
kasus di ruangan agar dapat mempermudah perawat dalam memberikan
pendidikan kesehatan terhadap pasien.

51
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria. (2008). Nursing Interventions Classification Fifth Edition.


Philadelphia : Mosby
Corvin, E.J .2008. Penyakit Kandungan .Fitramaya, Yogyakarta
Cunningham, F. G. 2006 . Obsetry :Gynecology William. Jakarta: EGC.
Manuaba,IBG.,2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Moorhead, Sue. (2008). Nursing Outcomes Classification Fourth Edition.
Philadelphia : Mosby
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.
Yogyakarta : Nuha Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Taqiyyah Bararah & mohammad Jauhar. 2013. Asuhan Keperawatan : Panduan
lengkap menjadi Perawat Professional. Jilid 2. Jakarta : Prestasi Pustaka.

52

Anda mungkin juga menyukai