Anda di halaman 1dari 4

INTIMASI DI MASA LANJUT USIA

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN STUDI


Mahasiswa Peserta Mata Kuliah Psikogerontologi Smt. I-2019/2019
Ke Panti Wredha Budhi Dharma, DIY
Nopember 2019

Dosen Pengampu: Dr. M.L. Anantasari, M.Si

Nama : Putri Andina Barsellina NIM/Kelas : 189114120/D

Tanggal dan waktu pengambilan data : Sabtu, 16 November 2019 Wisma : Merpati

A. Identitas seluruh narasumber


Nama : Ngatun Marto Sarjono
Tempat, Tanggal Lahir : Jlagran Kulon, 10 Oktober 1948
Usia : 71 tahun
Agama : Islam

B. Hasil observasi
Narasumber berusia 71 tahun, secara fisik badannya tidak terlalu berisi namun
cukup segar jika dibanding dengan orang tua yang seusianya. Terlihat bahwa ia masih
cukup kuat untuk beraktivitas dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara, narasumber
mengaku bahwa ia dipercayakan menjadi ketua di wisma yang ia tempati. Sebagai ketua,
ia dipercayakan untuk membantu mengoordinir teman-teman setiap kali ada kegiatan,
membantu menyampaikan informasi/keluhan dari pengurus ataupun penghuni, dan banyak
hal lainnya. Selain kondisi fisiknya, secara psikologis pun terlihat bahwa narasumber masih
dapat dikatakan sehat. Tidak banyak keluhan, maupun kesedihan yang ia ungkapkan. Dari
wawancara yang dilakukan, narasumber tampak menikmati dan tidak tertekan.
Dari hasil wawancara diketahui bahwa fasilitas panti dapat dikatakan sangat
lengkap dan menunjang segala aktivitas lansia, contohnya fasilitas untuk ibadah, dapur,
dan pengadaan kegiatan-kegiatan yang membantu lansia dalam menikmati hari-harinya.
Selain itu, setiap bulannya lansia diberikan uang sebesar 50 ribu untuk bekal belanja
keperluan pribadi atau sekedar untuk berbelanja barang kesukaan. Fasilitas kamar yang
diberikan juga dianggap baik untuk penghuni, setiap kamar dihuni oleh dua orang lansia
dan pintu kamar diberi celah agar dapat memantau orang yang berada di dalam kamar untuk
mencegah hal yang tidak diinginkan. Secara singkat, narasumber mengaku bahwa
lingkungan dan pelayanan di panti sendiri sangat lebih dari cukup sebagai tempat bagi para
lansia.

C. Paparan Hasil
Di awal cerita, narasumber memulai dengan menceritakan almarhum istrinya. Ia
menceritakan bahwa sebelumnya ia dan istri tinggal di Riau setelah menikah tahun 1977.
Di tahun 2015, istrinya dinyatakan mengalami lambung bocor dan kemudian berobat
bolah-balik di RS Pekanbaru hingga akhirnya dibawa ke Salatiga, tempat asal istrinya.
Kurang lebih 20 hari di Salatiga, istrinya meninggal tepat pada tanggal 10 Agustur 2015.
Kemudian selama 4 bulan setelah ditinggal istrinya, ia pun pergi ke Jogja dan tinggal di
rumah saudaranya selama 2 hari sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Riau
dan menjual rumah.
Diceritakan pula oleh narasumber, setelah pulang ke Riau dan menjual rumah, ia
kembali lagi ke Jogja berniat untuk bekerja menjadi tukang becak, namun keluarga
melarang dan dia berencana untuk mencari tempat tinggal sendiri karena tidak
memungkinkan untuknya tinggal bersama saudaranya yang sendirinya tinggal bersama
anak cucunya. Singkat cerita, ketika sesampainya di Jogja, ia mampir di Malioboro untuk
mampir makan di sebuah angkringan. Saat itu, ia membawa uang sejumlah 40 juta, hasil
penjualan rumah, dan ia taruh di tas tangan yang seingatnya ia letakan di bagian bawah
samping kursi tempat ia duduk. Namun, usai ia makan, ia terkejut karena tasnya hilang dan
ia tidak punya apa-apa kecuali uang di saku bajunya. Setelah itu, ia segera melapor kepada
polisi, setelah ditanya tujuan ingin kemana, akhirnya ia pun ditawari untuk tinggal di panti.
Singkat cerita, ia mengaku bahwa ia menikmati tinggal di panti. Setiap kegiatan
dan rutinitas di panti selalu ia nikmati dan ia mengaku belum pernah merasa menyesal
sejauh ini. Namun banyak hal terjadi selama ia tinggal di panti, baik selisih paham dengan
penghuni wisma lain, ataupun terjalinnya hubungan dengan penghuni wanita yang mana ia
mengaku hanya sekedar hubungan persahabatan. Secara intens, beberapa kali subjek
menyangkutpautkan ceritanya dengan salah seorang wanita yang ia anggap dekat tersebut.
Menurutnya, sahabat wanitanya itu sangat baik, perhatian, dan peduli. Tak jarang, ia sering
berbagi cerita, diberi oleh-oleh ketika dari luar wisma, dan banyak hal lainnya.
Dari banyak hal yang diceritakan oleh narasumber, hal yang menarik terlihat dari
bagaimana ia tidak terlalu larut dalam kesedihan setelah sepeninggalan almarhum istrinya.
Meskipun ia merasa sedih dan masih mengingat secara detail setiap kejadian bersama
istrinya, namun selama ia tinggal di panti jompo, ia dapat menikmati hari-harinya dengan
berbagai kegiatan bersama dengan penghuni panti lainnya. Bahkan, ia mengaku bahwa ia
memiliki teman wanita di wisma lain di dalam panti. Di usianya yang lanjut, narasumber
dapat dikatakan sehat secara psikologis, salah satu faktor yang mendukung adalah
bagaimana ia mampu mengenali dan memenuhi keinginan serta bagaimana ia mampu
mengatasi konflik yang terjadi antara ia dengan orang lain, ataupun ia dengan dirinya
sendiri.
,
D. Pembahasan.
Hooyman dan Kiyak (2011) dalam buku Social Gerontology: A Multidisciplinary Perspective,
menjelaskan bahwa kesejahteraan orang-orang lanjut usia dipengaruhi oleh beberapa
komponen keintiman (intimacy), seperti cinta, kelekatan, dan persahabatan. Berkaitan
dengan narasumber, dapat dilihat bahwa dengan ia menikmati keseharian bersama
penghuni lain, bahkan penghuni wanita dari wisma lain, menunjukkan bahwa ia
membutuhkan relasi seperti halnya persahabatan ataupun percintaan. Dijelaskan pula oleh
Hooyman dan Kiyak jalan untuk mengekspresikan keintiman adalah indrawi, sensual, dan
seksual, bahkan spiritual. Keintiman bisa berupa menggoda, tertawa, tersenyum,
mengomunikasikan cinta melalui kata-kata, menyanyi, menyentuh, dan berpegangan satu
sama lain, serta ekspresi genital. Dalam hal ini, persis seperti apa yang dialami narasumber
berkaitan dengan bentuknya mengekspresikan keintiman.
Persahabatan didefinisikan sebagai hubungan interdependence yang bersifat sukarela antara
dua orang dalam jangka waktu yang lama, untuk memfasilitasi tujuan sosial dan emosional kedua
belah pihak, dan di dalamnya mengandung berbagai tipe serta derajat kebersamaan, initimasi,
afeksi,
dan mutual assistance (Hays, dalam Demir & Ozdemir, 2010). Berdasarkan pernyataan tersebut,
persahabatan mencakup adanya keintiman antara dua buah pihak atau lebih. Sesuai dengan kondisi
lingkungan narasumber, ia dikelilingi oleh orang-orang yang sesuai dengannya bahkan seorang
wanita yang dapat dikatakan sangat dekat dengannya selama di panti.
Dalam usia lanjut, persahabatan bisa menjadi pilihan lain dari keinginan seorang lansia untuk
mengungkapkan kebutuhan seksual ataupun intimasi. Selain itu, beberapa orang dewasa yang lebih tua
mungkin merasa bersalah tentang ketertarikan seksual mereka, mungkin percaya bahwa keinginan
mereka tidak normal, atau merasa tidak diinginkan oleh pasangan (Langer, 2009). Pernyataan ini
menjadi menarik ketika sesuai dengan apa yang terjadi dengan narasumber. Bukan berarti ia sudah
melupakan almarhum istrinya, tetapi ia menyadari bahwa sebagai seorang pria ia masih membutuhkan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan akan intimasinya.

E. Saran
Berkaitan dengan narasumber, terlihat bahwa panti tidak membatasi penghuni untuk memiliki
hubungan satu sama lain bahkan yang berlawanan jenis. Hal, tersebut baik karena
membantu penghuni untuk memperoleh intimasi yang tidak hanya sekedar dari teman
ataupun pihak panti. Menyediakan fasilitas atau mengadakan aktivitas bersama antara
penghuni dengan penghuni lainnya, membantu meningkatkan perasaan nyaman penghuni
itu sendiri. Penelitian di luar negeri banyak menunjukkan adanya hubungan atau
ketertarikan seksual yang masih terjadi di antara lansia, namun berbeda dengan penelitian
di Indonesia yang mana budaya dan penilaian sosial kemungkinan mengubur keinginan
akan ketertarikan seksual dan digantikan dengan hubungan persahabatan (Hooyman &
Kiyak, 2011). Namun, tidak dipungkiri, bahwa kebutuhan akan hal itu masih mungkin
terjadi di usia lanjut meskipun tingkat persentasenya tidak setinggi di usia muda. Penelitian
mendalam perlu dilakukan untuk mengungkapkan apakah benar adanya ketertarikan
seksual yang masih terjadi hingga usia lanjut berkaitan pula dengan kebutuhan intimasi.
F. Evaluasi dan refleksi pribadi
Berkaitan proses wawancara, saya merasa kurang mempersiapkan banyak pertanyaan-
pertanyaan alternatif, dan kurang mampu mencari celah untuk bertanya ketika narasumber
asik bercerita. Untuk evaluasi sebagai bekal observasi dan wawancara selanjutnya, saya
harus menyiapkan banyak pertanyaan yang bisa menggali informasi lebih banyak dan tidak
kaku. Selain itu, perlu melatih sikap santai, agar interaksi dengan narasumber tidak terlalu
tegang dan membuat tidak nyaman.
Sebagai bahan refleksi, saya menyadari bahwa sebagai seorang lansia, tidak bisa dipungkiri
bahwa ketertarikan dengan lawan jenis mungkin saja masih terjadi. Namun, berkaitan
dengan kebiasaan, pandangan lingkungan, dan banyak penilaian bahwa tidak sepantasnya
lansia masih mengalami hubungan yang lebih antara pria dan wanita, maka biasanya
perasaan tersebut terkubur berubah menjadi perasaan persahabatan (Hooyman & Kiyak,
2011). Oleh karena itu, kesadaran akan kebutuhan yang masih dialami oleh lansia perlu
ditingkatkan agar lansia tidak merasa tuntutan sosial yang sebenarnya tidak berdampak
buruk dianggap sangat buruk.

G. Quote.
Cinta tidak terbatas kapan dan kepada siapa. Sampai usiamu lanjut, cinta tetap berlanjut tak
mengenal batas.

H. Daftar Pustaka,

Hooyman, Nancy. R., & Kiyak, H.A. (2011). Social Gerontology: A Multidisciplinary Perspective
(Tenth Edition). USA: Pearson Education

Demir, M., & Ozdemir, M. (2010). Frienship, need satisfaction, and happiness. Journal of
Happiness
Study, 11, 243-259. DOI: 10.1007/s10902-009-9138-5

Anda mungkin juga menyukai