Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH BAHAYA SEKS BEBAS

Guru Pembimbing : Ana Merlin Wijaya, M. Pd

Disusun Oleh : 1. Ahmad Majiddil Ikhsan

2. Fira Amelia Eka Putri

3. Joan Dwi Prasetyo

4. Reiza Maharani Putri Hidayatulloh

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 7 SAMARINDA

202
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena

berkat karunia-Nya makalah ini dapat kami selesaikan dengan tepat waktu,

sekalipun ada kesulitan yang kami temui di tengah-tengah pembuatan makalah,

kesulitan tersebut dapat diselesaikan.

Rasa terima kasih kami ucapkan kepada guru pengampu mata pelajaran

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Ibu Ana Merlin Wijaya, M. Pd yang

telah membimbing kami hingga saat ini.

Adapun makalah ini kami tulis untuk memenuhi nilai pada mata pelajaran

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia serta menambawah wawasan baik untuk

kami selaku penulis maupun pembaca.

Samarinda, 26 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah

1.4 Manfaat

BAB II DASAR TEORI

2.1 Definisi Seks

2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual

2.3 Definisi Seks Bebas

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Macam-macam Perilaku Seks Bebas

3.1.1 Pranikah

3.1.2 Kumpul Kebo


3.1.3 Pelacuran

3.1.4 Gigolo

3.1.5 Homoseksual

3.1.6 Pemerkosaan

3.2 Pengetahuan Remaja Mengenai Seks Bebas dan Dampaknya

3.3 Faktor Pendorong Remaja Melakukan Seks Bebas

3.4 Dampak Berbahaya Seks Bebas

3.4.1 Berjangkitnya Penyakit Kelamin

3.4.2 HIV/AIDS

3.4.3 Kehamilan yang Tidak Diinginkan

3.4.4 Dampak Psikologi

3.4.5 Penyimpangan Perilaku Seksual

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata seks sering kita dengar dan hampir tidak pernah sepi hinggap di telinga

kita dalam kehidupan sehari-hari. Seks adalah kata yang teruntai dari 4 huruf

tetapi memiliki makna dan arti yang sangat banyak dan bervariasi. Seks

merupakan topik yang paling kontroversial di dalam masyarakat kita. Kebanyakan

masyarakat kita memandang seks sebagai sesuatu yang ”menyeramkan”, jorok,

menjijikkan, kotor dan nista. Seks dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan tidak

pantas untuk dibicarakan secara terbuka tanpa alasan yang jelas. Di samping itu

seringkali seks diidentikkan dengan sesuatu yang haram berlumur dosa. Benarkah

demikian?

Ironisnya meskipun topik ini dianggap sebagai sesuatu yang tak layak

dikemukakan, tetapi seks merupakan topik yang tak p ernah habis dibahas. Orang

tak pernah bosan dan jenuh membicarakannya. Hal ini mendorong timbulnya

sikap munafik dalam masyarakat. Di satu sisi seseorang akan bersikap seolah-olah

acuh dan cuek dengan masalah seks bahkan melarang membicarakannya

walaupun dalam forum keilmuan, tetapi di sisi lain sebenarnya ia sangat tertarik

dengan masalah seks dan berusaha mencari jawabannya sendiri, bahkan ia

memburu dan mencari buku-buku dan majalah porno. Bahkan seringkali

justifikasi agama dipakai untuk membungkam remaja yang bertanya tentang

masalah seksual.
Perilaku seks bebas saat ini adalah masalah yang dialami remaja Indonesia.

Remaja saat ini mudah terpengaruh oleh ajakan lawan jenis untuk melakukan

penyimpangan seksual didorong dengan saling mencintai satu sama lain. Dikutip

dari Sindonews.com Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2007

pernah mencatatkan bahwa dari 4.500 remaja yang disurvei 97% di antaranya

pernah menonton film porno. Sebanyak 93,7% remaja SMP dan SMA pernah

berciuman serta berhubungan seks. Bahkan, survei KPAI tersebut menunjukkan

bahwa 62,7% remaja SMP sudah pernah berhubungan seks. Selain itu, sebanyak

21,2% remaja SMA mengaku pernah melakukan aborsi. Data survei KPAI ini

dipublikasikan 15 tahun silam. Artinya, angka ini bisa berubah, lebih baik atau

bahkan lebih buruk.

1.2 Tujuan

Seks dengan segala ketertutupannya, prasangka, dan kesalahkaprahannya,

telah membuat banyak orang menjadi kian penasaran dan semakin ingin tahu dan

menyelaminya lebih jauh. Apalagi bagi seorang anak dan remaja yang sedang

bertumbuh dan berkembang serta mempunyai rasa ingin tahu yang sangat tinggi,

menutup-nutupi masalah seks dan melarang membicarakannya justru akan

semakin membuatnya menjadi semakin penasaran. Ia akan mencari informasi

tentang hal ini dari sumber manapun yang bisa ia dapatkan. Seringkali informasi

yang ia terima merupakan informasi yang salah dan tidak tepat. Seringkali pula

seorang anak atau seorang remaja menjadi tertarik untuk mencoba dan melakukan

hubungan seks yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya seks bebas karena itu
makalah ini bertujuan untuk memberikan edukasi mengenai seks bebas dan

bahayanya.

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apa saja macam-macam perilaku seks bebas?

1.3.2 Bagaimana pandangan remaja mengenai seks bebas?

1.3.3 Apa saja faktor pendorong seseorang melakukan seks bebas?

1.3.4 Apa saja dampak berbahaya seks bebas?

1.4 Manfaat

Makalah ini dapat dijadikan bahan referensi bacaan untuk pembaca, dan dapat

dimanfaatkan sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain yang akan

mengangkat tema serupa.


BAB II DASAR TEORI

2.1 Definisi Seks

Menurut Sarwono (2011) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama

jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam macam mulai dari perasaan

tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek

seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

Perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan

seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai

perilaku. Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara

heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak

normal (menyimpang) misalnya homoseksual.

Menurut Sarwono (2011) sebagian dari perilaku seksual itu memang tidak

berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat

ditimbulkannya. Tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya

bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para-

para gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya

2.2 Bentuk-bentuk Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah suatu bentuk aktivitas fisik antara laki-laki dan

perempuan ataupun sesama jenis yang dilakukan karena adanya dorongan-


dorongan seksual untuk mengekspresikan perasaan atau emosi dan kesenangan

seksual melalui berbagai perilaku.

Menurut Sarwono (2011), ada empat jenis-jenis perilaku seksual, yaitu:

1. Perasaan tertarik, yaitu minat dan keinginan remaja untuk melakukan

perilaku seksual berupa perasaan suka, perasaan sayang dan perasaan

cinta.

2. Berkencan, yaitu aktivitas remaja ketika berpacaran berupa berkunjung

ke rumah pacar, saling mengunjungi dan berduaan.

3. Bercumbu, yaitu aktivitas seksualitas di saat pacaran yang dilakukan

remaja berupa berpegangan tangan, mencium pipi, mencium bibir,

memegang buah dada, memegang alat kelamin di atas baju dan

memegang alat kelamin dibalik baju.

4. Bersenggama, yaitu kesediaan remaja untuk melakukan hubungan

seksual dengan pacarnya atau lawan jenis.

Menurut Masland (2004), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai

dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, sampai intercourse. Tahap perilaku seks

ini meliputi:

1. Kissing

Kissing adalah ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan

seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif


yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir

tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut

dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut french kiss.

Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/ soul kiss.

2. Necking

Necking adalah berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan

istilah yang digunakan untuk menggambarkan ciuman di sekitar leher dan

pelukan yang lebih mendalam.

3. Petting

Petting adalah perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif,

seperti payudara dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih

mendalam dari necking. Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh

pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah

kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.

4. Intercrouse

Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan

wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina

untuk mendapatkan kepuasan seksual.

Sedangkan menurut Kusuma (2011), beberapa tahapan perilaku seks yaitu:


1. Aweking and eksploration, yaitu rangsangan terhadap diri sendiri dengan

cara berfantasi, menonton film, dan membaca buku-buku porno.

2. Autosexuality: Masturbation yaitu perilaku merangsang diri sendiri

dengan melakukan masturbasi untuk mendapatkan kepuasan seksual.

3. Heterosexuality: Kissing dan necking yaitu saling merangsang dengan

pasangannya, tetapi tidak mengarah ke daerah sensitif pasangannya,

hanya sebatas cium bibir dan leher pasangannya.

4. Heterosexuality: Petting, terbagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Light petting: Perilaku saling menempelkan anggota tubuh dan masih

dalam keadaan memakai pakaian,

2) Heavy petting: Perilaku saling menggesek-gesekkan alat kelamin dan

dalam keadaan tidak memakai pakaian untuk mencapai kepuasan.

Tahap ini adalah awal terjadinya hubungan seks.

5. Heterosexuality: Copulaation yaitu perilaku melakukan hubungan

seksual dengan melibatkan organ seksual masing-masing.

2.3 Definisi Seks Bebas

Menurut Kartono (1997) seks bebas merupakan perilaku yang didorong oleh

hasrat seksual, di mana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan

dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang

berlaku dalam masyarakat


Menurut Desmita (2005), pengertian seks bebas adalah segala cara

mengapresiasikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari

kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan

kontak seksual, tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena

remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual.

Sarwono (2003) menyatakan bahwa seks bebas adalah segala tingkah laku

yang didorong oleh hasrat seksual baik dengan lawan jenis, mulai dari tingkah

laku yang dilakukannya seperti sentuhan, berciuman (kissing), berciuman belum

sampai menempelkan alat kelamin yang biasanya dilakukan dengan memegang

payudara atau melalui oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama

(necking), dan bercumbuan sampai menempelkan alat kelamin, yaitu dengan

saling menggesek-gesekan alat kelamin dengan pasangan namun belum

bersenggama (petting), dan yang sudah bersenggama (intercourse), yang

dilakukannya di luar hubungan pernikahan.

Dapat disimpulkan bahwa seks bebas merupakan segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang

dilakukan di luar hubungan pernikahan dan bertentangan dengan norma-norma

tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak diterima secara umum.
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Macam-macam Perilaku Seks Bebas

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

atau aktifitas fisik yang melibatkan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotis

atau afeksi. Menurut Tanjung (2007) ada beberapa macam-macam perilaku seks

bebas antara lain:

3.1.1 SeksPranikah

Perilaku hubungan seks pranikah di kalangan remaja disebabkan oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah disebabkan pertumbuhan

psikologi dan psikis remaja yang mengalami perubahan dari masa anak-anak

menuju dewasa. Sedangkan faktor eksternal adalah adanya dorongan dari

lingkungan untuk melakukan hubungan pranikah. Seperti derasnya informasi

hubungan seksual di tengah masyarakat melalui media masa, film, atau

internet.

Dipenuhinya dorongan seksual ini sangat dipengaruhi oleh faktor

keagamaan dan adat istiadat yang dipercaya dan diyakini remaja

bersangkutan. Makin kuat keyakinan dan pengalaman nilai-nilai agama dan

adat istiadat maka makin kuat dorongan untuk tidak terlibat dalam hubungan

seks pranikah.
3.1.2 Kumpul Kebo

Kumpul kebo adalah hubungan seks yang dilakukan berulang-ulang oleh

seorang laki-laki dan perempuan sebagaimana layaknya pasangan suami istri,

namun tidak diikat oleh akad nikah dalam sebuah pernikahan. Pasangan

kumpul kebo hidup serumah, perbuatan ini dikatakan kumpul kebo karena

pasangan laki-laki dan perempuan melakukan hubungan seks seperti kerbau

(binatang) yang melakukan hubungan seks tanpa ada ikatan melalui

pernikahan yang sah. Perbuatan kumpul kebo dilakukan atas dasar suka sama

suka. Bagi sebagian masyarakat di barat, tidur (melakukan hubungan badan)

sepasang laki-laki dan perempuan di luar pernikahan tidak dipersoalkan.

Mereka boleh saja tidur bersama asal suka sama suka.

Pasangan kumpul kebo tidak hanya sekedar menyalurkan kebutuhan seks

semata, tetapi ada yang sampai melahirkan anak. Alasan melakukan kumpul

kebo yang terungkap adalah:

1. Berbeda agama dan latar belakang

2. Tidak siap untuk berkeluarga

3. Tidak mau diikat surat nikah resmi

Umumnya pasangan hidup bersama tidak melanjutkan hubungan ke

jenjang pernikahan dan berakhir perpisahan. Putus dan berpisah, kemudian

mencari pasangan baru lazim ditemui pada pasangan hidup bersama. Sejauh

ini banyak pasangan hidup bersama yang menikmati kebersamaan mereka


dalam jangka waktu relatif lama, sehingga masyarakat menganggap mereka

adalah pasangan resmi.

3.1.3 Pelacuran

Pelacur merupakan perbuatan perzinaan hubungan seks bebas di luar

pernikahan yang sah antara pria dan perempuan dengan motif pemuasan nafsu

seks yang salah satu pihak memberikan imbalan jasa pada pihak lainnya.

Istilah lain bagi pelacur adalah pekerja seks karena mereka sudah menjadikan

seks sebagai profesi atau pekerjaan untuk mendapatkan uang dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan motif-motif yang mendorong

banyak wanita untuk memilih profesi pelacur sebagai mata pencaharian

antara lain:

1. Ada nafsu seks abnormal

2. Aspirasi materi tinggi dibarengi dengan usaha mencari kekayaan lewat

jalan yang mudah

3. Memberontak terhadap otoritas orangtua, tabu-tabu religius, dan norma

sosial

4. Ada disorganisasi kehidupan keluarga atau broken home.

3.1.4 Gigolo

Lain pelacur lain pula gigolo. Jika pelacur merupakan wanita yang

melakukan tindakan seks untuk memenuhi nafsu laki-laki dan laki-laki


tersebut memberi imbalan atas jasanya, gigolo sebaliknya, mereka bekerja

untuk memuaskan nafsu wanita. Atas kesediaan laki-laki memenuhi

kebutuhan seks si wanita itu, ia menerima imbalan baik berupa uang dengan

jumlah tertentu maupun hadiah lain atas kepuasan seks yang diterimanya.

Umumnya wanita yang memanfaatkan gigolo adalah wanita-wanita yang

memiliki banyak uang, hidup mewah, sementara kebutuhan seksnya tidak

terpenuhi oleh sang suami. Boleh jadi suaminya jarang di rumah, sering

keluar kota, sibuk kerja, sehingga istrinya kesepian atau suami sudah tua,

tidak bernafsu (bertenaga), dan sebagainya atau seorang wanita janda, tetapi

enggan menikah lagi dan memiliki kesanggupan membayar seorang laki-laki

untuk memenuhi kebutuhan seksnya.

3.1.5 Homoseksual

3.1.5.1 Gay

Gay merupakan hubungan homoseksual yang dilakukan sesama laki-laki.

Gay melakukan hubungan seks dengan memasukkan penis ke dalam anus

laki-laki lain (pasangannya). Laki-laki gay merasa tertarik dan terangsang

untuk berhubungan seks bila melakukannya dengan sesama laki-laki.

3.1.5.2 Lesbian

Lesbian merupakan hubungan homoseksual yang dilakukan oleh sesama

wanita. Lesbian melakukan seks dengan menggesekkan atau menyentuhkan

alat vital saja.


3.1.6 Pemerkosaan

Perbuatan pemerkosaan merupakan seks bebas (free sex) di luar nikah

yang merugikan pihak lain yang diperkosa. Perbuatan pemerkosaan dilakukan

dengan kekerasan karena bukan didasarkan atas suka sama suka. Umumnya

pemerkosaan dilakukan laki-laki terhadap perempuan tapi tidak menutup

kemungkinan akan terjadi pula pada laki-laki. Pelaku pemerkosaan bisa satu,

dua orang atau lebih. Bila pelaku lebih dari satu orang korban digilir tanpa

merasa kasihan, biasanya korban setelah diperkosa ditinggalkan begitu saja.

Pemerkosaan merupakan perbuatan yang dikecam oleh masyarakat, dan

bisa dituntut dengan hukuman berat. Pemerkosaan selalu didorong oleh

nafsu-nafsu seks yang sangat kuat atau abnormal dibarengi emosi-emosi yang

tidak dewasa, biasanya dibarengi unsur-unsur kekejaman dan sifat sadis.

Penyebab terjadinya pemerkosaan antara lain:

Pertama, kesempatan yang makin banyak untuk memperkosa baik

disengaja, diciptakan, atau secara kebetulan. Calon korban pemerkosaan

sendiri tanpa menyadari ikut menciptakan kesempatan terjadinya perkosaan.

Seperti jalan sendiri di tengah malam, suasana sepi, berduaan dengan laki-laki

bukan suami di tempat sepi atau di ruang khusus jauh dari keramaian.

Kedua, niat memerkosa yang didorong oleh nafsu seks tidak terkendali.

Munculnya dorongan seks yang menggebu boleh jadi akibat menonton film-

film porno, merangsang “panas” sehingga muncul niat melampiaskan nafsu

seks dengan memerkosa.


Ketiga, ada niat ada kesempatan. Bila niat dan kesempatan berpadu maka

pemerkosaan sulit dielakkan. Sebelumnya memang sudah ada niat

memerkosa, karena belum ada kesempatan niat tersebut masih belum jadi

kenyataan. Ketika melihat kesempatan maka pelaku akan menyerang target.

3.2 Pengetahuan Remaja Mengenai Seks Bebas dan Dampaknya

Pandangan remaja terhadap seks kian berubah. Remaja dengan sikap

keserbabolehan, sebagian menganggap hubungan seks pranikah tidak perlu

dipersoalkan. Tidak jarang di kalangan remaja, mahasiswa, atau orang dewasa

melakukan hubungan seks pranikah di hotel, indekos, dan tidak jarang di rumah

(ketika rumah dalam keadaan sepi).

Hubungan seks pranikah umumnya berawal dari masa pacaran. Pada masa

pacaran ini hubungan intim mulai dilakukan kalangan remaja. Baik pelajar,

mahasiswa, pemuda-pemudi tidak sekolah, mereka tinggal di kota atau di desa.

Waktu pacaran tergiur melakukan cumbu rayu, peluk cium, dan bila gejolak nafsu

tidak terkendali berlanjutnya ke hubungan badan. Ironis memang, saat pacaran ini,

pemuda (sang pacar) mulai mengarahkan rayuan gombal berhubungan seks

dengan coba-coba. Remaja putri makin sulit mengelak, bila bentuk rayuan gombal

sang pacar minta bukti ketulusan cintanya dengan berhubungan seks. Inilah yang

seringkali disalah artikan kalangan remaja. Bukti cinta diukur dengan sebatas

hubungan seks. Kasarnya, penyerahan kehormatan wanita (pasangan) untuk

dinikmati seketika adalah bukti ketulusan cinta sang pacar. Pandangan tersebut
akan membuat remaja gelap mata dan dengan mudah melakukan seks bebas tanpa

berpikir mengenai akibat jangka panjang yang akan terjadi.

Putri (2019) melakukan penelitian yang diikuti oleh 172 siswa di SMA

Negeri 1 Stabat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Dari penelitian tersebut

terungkap bahwa sebagian besar menolak perilaku seks bebas. Diketahui pula

bahwa mereka mendapatkan pendidikan karakter yang memadai dari orangtua dan

memiliki pengetahuan cukup baik mengenai resiko seks bebas.

Asiah, Sitohang, dan Suza (2020) melakukan penelitian yang melibatkan

remaja anak jalanan di Komunitas Peduli Anak Jalanan Kelurahan Medan

Maimun, hasil penelitiannya menggungkapkan bahwa 44% anak jalanan belum

menjawab dengan benar pertanyaan mengenai HIV/AIDS, hal ini dikarenakan

minimnya pendidikan seks bagi mereka.

Dari dua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap

remaja mengenai seks bebas dan dampaknya dipengaruhi oleh bagaimana

lingkungan mereka tinggal dan sejauh mana edukasi seks yang mereka dapatkan.

3.3 Faktor Pendorong Remaja Melakukan Seks Bebas

Tidak bisa dibantah, bahwa manusia sesungguhnya adalah makhluk yang

tidak bisa dilepaskan dari seks. Karena sejak awal manusia terlahir ke dunia ini

merupakan akibat dari adanya hubungan seks antara laki-laki dan perempuan.

Selain itu fitrahnya seorang laki-laki dan seorang perempuan saling tertarik satu
sama lain, saling ingin mencintai dan dicintai, menyalurkan naluri seks masing-

masing dan memiliki keturunan.

Menurut Cuningham (2010), perilaku seksual merupakan hasil interaksi

antara kepribadian dengan lingkungan sekitarnya. Ada beberapa yang

memengaruhi perilaku seksual, yaitu :

1. Perspektif biologis

Maksud dari perspektif biologis adalah perubahan-perubahan hormonal yang

meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat seksual ini

membutuhkan penyaluran dalam bentuk pengeluaran sperma.

2. Persepektif sosial kognitif

Kemampuan sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan

yang menyediakan pemahaman perilaku seksual di kalangan remaja. Remaja

mampu mengambil keputusan secara tepat berdasarkan nilai-nilai yang

dianutnya yang dapat lebih menampilkan perilaku seksual yang lebih sehat.

3. Pengaruh orangtua

Baik karena ketidaktahuhan maupun karena sikapnya yang masih

mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak tidak terbuka terhadap

anak. Orangtua cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

4. Pengaruh teman sebaya


Kecenderungan pengetahuan yang makin bebas antara laki-laki dan

perempuan dalam masyarakat. Selain itu pada masa remaja, pengaruh teman

sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual

dikaitkan dengan norma kelompok sebaya.

5. Perspektif akademik.

Remaja dengan presentasi rendah dan tahap aspirasi rendah cenderung lebih

sering memunculkan aktifitas seksual dibandingkan remaja yang memiliki

presentasi yang baik.

3.4 Dampak Berbahaya Seks Bebas

Banyak remaja yang tidak mengetahui akibat dari perilaku seks bebas

terhadap kesehatan reproduksi baik dalam waktu yang cepat ataupun dalam waktu

yang lebih panjang. Beberapa dampak perilaku seks bebas pada remaja menurut

Notoatmodjo (2010) antara lain:

3.4.1 Berjangkitnya Penyakit Kelamin

3.4.1.1 Gonore

Penyebab utama penyakit gonore ini adalah seks bebas dengan bergonta-

ganti pasangan. Di sarang pelacuran terdapat virus gonococcus penyebab

utama penyakit gonore yang oleh masyarakat awam disebut penyakit kencing

nanah. Penyebaran penyakit ini umumnya ditularkan melalui hubungan seks

selain itu dapat juga akibat kontak dengan tangan, alat-alat, pakaian atau air

mandi yang terkontaminasi (tercemar) oleh kuman tersebut. Keadaan ini


kemungkinan ditemukan pada bayi dan anak-anak sebelum pubertas terutama

pada perempuan.

Pada laki-laki mudah dikenal sebagai kencing nanah. Penyakit ini

disebabkan oleh bakteri yang disebut Neisseria gonorrhoeae di mana gejala-

gejala akan muncul antara 2 hingga 10 hari setelah terjadi hubungan seksual.

Gejala pada perempuan antara lain keluar cairan kental berwarna

kekuningan, nyeri di perut bagian bawah dan bisa muncul tanpa gejala.

Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: penyakit radang pinggul,

kemandulan, infeksi mata pada bayi baru lahir dan memudahkan penularan

infeksi HIV.

3.4.1.2 Syphilis

Sifilis disebut juga “raja singa” yang disebabkan oleh bakteri Treponema

pallidum. Munculnya gejala dibagi menjadi 4 tahap.

1. Tahap primer muncul saat awal bakteri masuk, ditandai dengan tapak

luka tunggal, menonjol, dan tidak nyeri.

2. Tahap sekunder muncul dalam kurun waktu 2-6 bulan apabila gejala pada

sifilis primer tidak diobati, pada tahap ini akan muncul bintil/bercak

merah di tubuh dan akan hilang dengan sendirinya.

3. Tahap laten terjadi tanpa gejala dan muncul pada 12 bulan pertama sejak

terinfeksi bakteri.
4. Tahap tersier, tahap ini terjadi sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal.

Jika sifilis sudah memasuki tahap tersier maka akan menyebabkan

timbulnya guma kronik, bentuknya seperti tumor yang inflamasi dengan

ukuran yang berbeda-beda. Guma ini dapat muncul di kulit, tulang, hati,

jantung, otak, dan lambung.

3.4.1.3 Ulcus Molle (chancroid)

Ulcus Molle adalah penyakit kelamin yang menimbulkan pembengkakan

kelenjar-kelenjar getah bening. Penyebab penyakit kelamin ini adalah kuman

Baemopbilus ducrey.

3.4.1.4 Limfogranuloma Venereum

Limfogranuloma venereum merupakan infeksi menular seksual yang

disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serovar. Penyakit ini ditularkan

melalui hubungan seksual dengan penderita. Limfogranuloma venereum

meningkatkan resiko terjangkit HIV dan hepatitis C.

3.4.1.5 Granuloma Inguinale

Granuloma inguinale atau donovanosis merupakan penyakit menular

seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri menahun, bersifat progresif, dan

destruktif yang menyerang kulit pada area genital dan sekitarnya, berbentuk

ulkus atau luka, meskipun granuloma inguinale merupakan penyakit menular

melalui hubungan seksual tapi orang sehat pun akan tertular jika terkena

cairan luka pengidap


3.4.2 HIV/AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang dapat

menurunkan sistem kekebalan tubuh. Virus penyebabnya disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada

tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi

oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada

dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-

benar bisa disembuhkan.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus-virus sejenisnya umumnya

ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa)

atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV seperti darah, air

mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi

melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik

yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau

menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Gejalanya adalah kelompok tanda-tanda dan gejala yang dihubungkan dengan

sakit atau penyakit tertentu, penyakit ini ditularkan lewat kontak seksual, berbagai

jarum yang tercemar dan menerima darah yang terinfeksi serta alat-alat untuk

transfusi darah. Perempuan hamil yang terinfeksi AIDS dapat menularkan

penyakit itu kepada anaknya. AIDS memengaruhi individu yang homoseksual


(tertarik pada jenis kelamin yang sama) ataupun heteroseksual (tertarik pada

lawan jenis). Kelompok yang paling sering tertular oleh AIDS adalah:

1. Laki-laki homoseksual.

2. Laki-laki dan perempuan yang memiliki pasangan seksual yang berganti-

ganti, baik pada homoseksual dan heteroseksual.

3. Pengguna obat melalui suntikan.

4. Hemofil (seseorang yang menderita kelainan darah yang memerlukan

transfusi darah terus-menerus).

AIDS disebabkan oleh salah satu dari kelompok virus yang dinamakan

retroviruses yang juga disebut Human Immunodeficiency Viruses atau HIV adalah

salah satu dari kelompok organisme yang sangat kecil dan harus dilihat di bawah

mikroskop khusus, dapat menyebabkan infeksi pada binatang, termasuk manusia,

demam, dan cacar air. Salah satu infeksi yang paling umum yang menyerang

penderita AIDS adalah bentuk pneumonia yang parah (pneumocystis carinii).

Beberapa orang yang mengidap AIDS jarang terserang kanker, tetapi penyakit

sistem syaraf dan otak yang memburuk dengan cepat. AIDS Related Complex

(ARC) tidak begitu parah jika dibandingkan AIDS. Gejala utamanya adalah

demam, diare, kehilangan bobot tubuh, dan keringat malam (berkeringat

berlebihan sepanjang malam, kadang-kadang pakaian dan alas tidurnya sampai

basah kuyup). ARC juga dikaitkan dengan menurunya jumlah sel limfosit T yaitu
sel darah putih yang melawan kuman. Sekitar 25% orang yang mengidap ARC

akan berkembang jadi AIDS dalam waktu tiga tahun.

3.4.3 Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy).Kehamilan yang

tidak diinginkan merupakan terminologi yang biasa dipakai untuk member istilah

adanya kehamilan yang tidak dikehendaki oleh wanita yang bersangkutan maupun

lingkungannya. Kehamilan yang tidak diinginkan adalah suatu kehamilan yang

terjadi dikarenakan suatu sebab sehingga keberadaannya tidak diinginkan oleh

salah satu atau kedua calon orang tua bayi tersebut. Kehamilan yang tidak

diinginkan ini berdampak pada kondisi mental remaja, remaja menjadi stress dan

tertekan terlebih jika lingkungan mereka juga menolak kondisi yang sedang

dialami, hal ini bisa saja membuat mereka yang mengalami kehamilan memilih

untuk melakukan aborsi bahkan bunuh diri.

3.4.4 Dampak Psikologi

Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan

kesehatan reproduksi adalah konsensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi, pihak

perempuan atau tepatnya korban utama dalam masalah ini. Perasaan bingung,

cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilannya

bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang

disertai rasa benci, marah baik terhadap diri sendiri maupun kepada pasangan, dan

kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang

berhubungan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.
3.4.5 Penyimpangan Perilaku Seksual

Penyimpangan perilaku seksual bisa berupa gangguan identitas, gambaran

utama dari gangguan ini adalah ketidaksesuaian antara alat kelamin dengan

identitas jenis yang terdapat pada diri seseorang. Jadi, seorang yang berkelamin

laki-laki merasa dirinya wanita, atau sebaliknya


BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Seks bebas merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan

pernikahan dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam

masyarakat yang tidak diterima secara umum.

Perilaku seks bebas sendiri dibedakan menjadi beberapa macam di antaranya,

perilaku seks bebas pranikah, kumpul kebo, pelacuran, gigolo, homoseksual, dan

pemerkosaan.

Pengetahuan dan sikap remaja mengenai seks bebas dan dampaknya

dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan mereka tinggal dan sejauh mana edukasi

seks yang mereka dapatkan.

Faktor pendorong remaja melakukan seks bebas terdiri dari perspektif

biologis remaja, perspektif sosial kognitif remaja, pengaruh orangtua, teman

sebaya, dan perspektif akademik remaja.

Bahaya seks bebas sangat nyata, dibuktikan dari dampak-dampak negatif

karena melakukan seks bebas seperti penyakit kelamin berupa gonore, sifilis,

ulcus molle, limfogranuloma venereum, dan granuloma inguinnale, selain itu seks

bebas dapat menyebabkan tertularnya HIV/AIDS, kehamilan yang tidak


diinginkan, mengganggu kondisi psikologis, dan menyebabkan penyimpangan

perilaku seksual.

4.2 Saran

Untuk mengatasi masalah mengenai seks bebas ini diperlukan adanya

pemahaman dan penerangan tentang seks secara benar dan tepat yang dilandasi

oleh nilai-nilai agama, budaya, dan etika yang ada di masyarakat.

Pendidikan seks bebas pertama sudah seharusnya dilakukan orangtua dengan

menciptakan suasana keluarga yang nyaman, selain itu orangtua sudah seharusnya

membimbing dan memberikan pengetahuan seks sesuai dengan tingkat

kematangan usia anak, pendidikan seks juga perlu dilakukan di sekolah oleh guru,

perlu diingat bahwa penerangan tentang seks harus dilandaskan pada ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai agama, sehingga seorang remaja akan mendapatkan

informasi yang benar dan tepat dengan berlandaskan pada nilai-nilai agama dan

keimanan yang kuat supaya remaja dapat terhindar dari hal-hal yang negatif dan

tercela terkait dengan masalah seks.


DAFTAR PUSTAKA

Asiah, N., Sitohang, N. A., & Suza, D. E. (2020). Pengetahuan Remaja Anak

Jalanan Tentang Bahaya Seks Bebas dan Penyakit menular Seksual di

Komunitas Peduli Anak Kelurahan Medan Maimun. Diakses 7 Agustus

2022, dari

https://jurnal.kesdammedan.ac.id/index.php/jurhesti/article/view/209/132

Cunningham, F. G. (2010). Menanggulangi Seks Pranikah. Diakses 7 Agustus

2022, dari http:/www.bkkbn/go.id.detailrubrik.php?myid:397

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Efrida, Elvinawaty. (2014). Imunopatogenesis Treponema Pallidum dan

Pemeriksaan Serologi. Diakses 26 Juli 2022, dari

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/203/198

Kartono, Kartini. (1997). Patologi Sosial. Jakarta: CV. Rajawali.

Kartono, Kartini. (1989). Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual.

Bandung: PT. Mandar Maju.

Dharma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta:

Trans Info Media.

Maesaroh & Iryadi, R.. (2020). Pengaruh Empat Faktor Terhadap Pemberdayaan

Remaja Dalam Upaya Pencegahan Seks Bebas Pada Program PKPR.

Diakses 27 Juli 2022, dari


https://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/view/

1073

Maharani, M. K. D. (2016). Limfogranuloma Venereum. Diakses 26 Juli 2022,

dari

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://erepo.un

ud.ac.id/id/eprint/

10749/1/85c4f1f8ab8fdc8f96be5ab8240f71ec.pdf&ved=2ahUKEwi9yum

Wh6D5AhWiU3wKHW9EAfoQFnoECAwQAQ&usg=AOvVaw1Bu_3K

3PrWnh9tdqlLCa1J

Masland, R. P. & Estridge, D. (2004). Apa yang Ingin Diketahui Remaja Tentang

Seks. Alih bahasa: Windy, M. T. Jakarta: Bumi Aksara.

Natalla dkk. (2021). Resiko Seks Bebas dan Pernikahan Dini Bagi Kesehatan

Reproduksi Pada Remaja. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://jceh.org/index.php/JCEH/artcle/view/113

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineke Cipta.

Prayuda, M. R. (2015). Pencegahan dan Tatalaksana HIV/AIDS. Diakses 26 Juli

2022, dari

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/agro/article/view/1351/pdf

Purnama, Y. & Bima, A. S. M. (2020). Faktor Penyebab Seks Bebas Pada

Remaja. Diakses 29 Juli 2020, dari


https://www.neliti.com/publications/330244/faktor-penyebab-sesks-bebas-

pada-remaja

Putri, D. I. (2022). Gonore. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://m.klikdokter.com/penyakit/gonore

Putri, D. I. (2022). Gonore. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://m.klikdokter.com/penyakit/gonore

Putri, Dwi, A. J. (2019). Studi Deskriptif tentang Pola Asuh Otoritatif, Kontrol

Diri, dan Sikap Remaja terhadap Perilaku Seks Bebas. Diakses pada 7

Agustus 2022, dari

http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/biblio/article/viewFile/3230/3052

Putri, P. H & Pawitri, A. (2021). Chancroid. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/penyakit/chancroid/amp

Putri, P. H & Pawitri, A. (2021). Granuloma Inguinale. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://www.google.com/amp/s/www.sehatq.com/penyakit/granuloma-

inguinale/amp

Sarwono, Sarlito, W. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Gravido Persada.

Sarwono, Sarlito, W. (2011). Psikologi Remaja. Edisi revisi. Jakarta: Rajawali

Pers.

Sidjabat, F. N. dkk. (2017). Lelaki Seks Lelaki, HIV/AIDS dan Perilaku

Seksualnya di Semarang. Diakses 26 Juli 2022 dari


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://ejournal.

litbang.kemkes.go.id/index.php/kespro/article/download/4747/

pdf&ved=2ahUKEwjBok3gjaD5AhWwR2wGHdlnDCQQFnoECC4QAQ

&usg=AOvVaw1ZKpz0hRQu8dhSyYePMSSS

Sukardi, M. (2022). 4 Kota di Indonesia dengan Jumlah Seks Bebas Tertinggi,

Nomor 3 Mengejutkan. Diakses 26 Juli 2022, dari

https://lifestyle.sindonews.com/read/716335/156/4-kota-di-indonesia-

dengan-umlah-seks-bebas-tertinggi-nomor-3-mengejutkan-1647576223

Tanjung, Armaidi. (2007). Free Sex No! Nikah Yes. Jakarta: Amzah.

Anda mungkin juga menyukai