Anda di halaman 1dari 26

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin beragamnya jenis inveksi yang disebabkan oleh mikroba untuk itu setiap
peralatan kesehatan yang digunakan oleh rumah sakit atau organisasi lainnya yang terkait
medis wajib menggunakan peralatan kesehatan yang steril. Sterilisasi adalah suatu proses
pengelolaan alat atau bahan yang bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan
mikroba termasuk endospora yang dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Proses
sterilisasi merupakan hal yang paling utama dalam menentukan kesterilan dari sediaan akhir
yang nantinya akan dibuat sehingga perlu dilakukan metode sterilisasi yang tepat dan sesuai
dengan sifat masing-masing bahan, alat serta wadah yang akan digunakan. Sterilisasi yang
tersentralisasi sangat penting dilakukan terutama untuk alat-alat yang memiliki kontak
langsung dengan tubuh yang saat ini semakin berkembang sesuai dengan kompleksitas
peralatan medik agar lebih efesien, ekonomis dan keamanan pasien semakin terjamin.
Salah satu alat kesehatan yang paling sering digunakan yaitu alat suntik, karena
sebagian besar pemberian vaksin dengan menggunakan alat suntik. Alat suntik atau spuit
(syringe) adalah pompa piston sederhana untuk menyuntikkan atau menghisap cairan. Alat
suntik terdiri dari tabung dengan piston di dalamnya yang keluar dari ujung belakang.
Adapun ujung depannya dapat dilengkapi dengan jarum hipodermik untuk membantu
mengarahkan aliran ke dalam atau keluar tabung. Alat suntik yang digunakan saat ini
umumnya dibuat sekali pakai, tidak dianjurkan dipakai ulang, dan harus dimusnahkan untuk
mencegah penularan virus dari tubuh satu ke tubuh lainnya, kondisi alat suntik juga harus
dalam keadaan steril sebelum diaplikasikan pada tubuh manusia agar tidak terjadi infeksi
maupun penularan dari bakteri yang mungkin muncul ketika proses perakitan.
Perlakuan terhadap alat suntik ini ternyata berbeda dengan biasanya, tidak boleh
menekan/mendorong penuh sebelum mengisap cairan obat/mengisi tabung. Karena di dalam
tabung terdapat semacam piston plastik bergerigi berada diatas klep karet, yang jika
didorong penuh, gerigi akan masuk ke lubang kecil kemudian terkunci. Jika kemudian tuas
penghisap ditarik keluar, karet klep akan terlepas dan tertinggal bersama gerigi yang
terkunci dan alat suntik tidak bisa digunakan lagi.
Karena alat suntik merupakan produk alat kesehatan yang terbuat dari bahan polimer
dan tidak tahan terhadap pemanasan dengan suhu tinggi, untuk itu proses sterilisasi yang
dapat digunakan adalah sterilisasi panas kering menggunakan gas etilen oksida (ETO) atau

1
radiasi. Sterilisasi dengan gas ETO akhir – akhir ini menjadi marak dilakukan oleh para
produsen alat kesehatan karena bahan baku yang mudah didapat dan prosesnya yang tidak
memakan banyak biaya.

B. Tujuan Umum
1. Menerapkan hasil belajar yang telah diperoleh dibangku kuliah dalam dunia kerja.
2. Agar mahasiswa berwawasan, berpengetahuan dasar untuk bekerja serta dapat
menyesuaikan atau adaptasi dengan keadaan / tuntutan pada lingkungan kerja secara luas.
3. Menghasilkan tamatan / lulusan sebagai angkatan kerja yang memiliki kemampuan
profesional dengan tingkat pengetahuan, keterampilan dan etos kerja yang sesuai dengan
tuntutan kerja di dunia usaha/industri.

C. Tujuan Khusus
1. Memahami dan mengetahui cara mensterilisasi alat suntik yang dilakukan oleh PT.
Oneject Indonesia.
2. Untuk mengetahui berapa lama waktu yang optimal pada proses sterilisasi alat suntik
sekali pakai.
3. Untuk mengetahui berapa lama waktu aerasi yang dibutuhkan produk setelah selesai
proses sterilisasi.

II. TINJAUAN UMUM INSTITUSI

PT. Oneject Indonesia didirikan pada bulan April 2004 sebagai perusahaan manufactur
yang bergerak di bidang alat alat kesehatan khususnya Alat Suntik Sekali Pakai (Auto
Disable Syringe). Sebagai pelopor produsen alat suntik sekali pakai di Indonesia dalam
menyediakan suntikan yang aman, PT. Oneject Indonesia memiliki kontribusi untuk
mengurangi jumlah jarum suntik standar yang diproduksi dan yang beredar di Indonesia.

2
Gambar 1. Gedung PT. Oneject Indonesia
Pendirian PT. Oneject Indonesia tidak terlepas dari misi global yang melatar belakangi
para pemegang saham untuk membangun perusahaan ini, yaitu pernyataan bersama badan
dunia WHO-UNICEF-UNFPA dimana penggunaan jarum suntik berulang menempatkan
masyarakat beresiko tinggi terhadap penyakit dan kematian. Oleh karena itu PT. Oneject
Indonesia mewujudkannya dengan menjadi aliansi Star Syringe Limited yang mempunyai
paten teknologi K1 dimana jika alat suntik akan digunakan untuk yang kedua kalinya maka
plunger pada alat suntik akan patah.

PT. Oneject Indonesia adalah satu satunya pemegang lisensi K1 di Indonesia. Dengan visi
dan misi yang dipegang perusahaan antara lain :

 Visi
Menjadi pelopor dalam proses mewujudkan kondisi penyuntikan yang aman di Indonesia
dalam upaya pencegahan penularan penyakit melalui penggunaan alat suntik berulang.
 Misi
1. Membuat produk Alat Suntik Sekali Pakai (ADS) sebagai perwujudan peran aktif kami
dalam proses pembangunan sektor kesehatan di Indonesia.
2. Membuka lapangan kerja bagi tenaga kerja kita sebagai perwujudan kepedulian kami
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
3. Menggalakan produksi dalam negeri untuk menghadapi era persaingan global.

PT. Oneject Indonesia menjamin kualitas produk yang dihasilkan dimana setiap
tahapan dalam proses produksi mulai dari pemilihan bahan baku dan komponen hingga
menghasilkan barang jadi diawasi dan dikontrol ketat oleh QC Department sesuai dengan
standar ISO 9001:2015 dan ISO 13485:2016, bekerjasama dengan Department Riset dan
Pengembangan produk untuk setiap saat dan secara terus menerus melakukan perbaikan dan
mencari inovasi dalam rangka meningkatkan kualitas produk.

3
Gambar 2. Struktur Organisasi PT. Oneject Indonesia

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Sejarah Sterilisasi


Sterilisasi dalam mikrobiologi berarti membebaskan tiap benda atau substansi dari
semua kehidupan dalam bentuk apapun. Untuk tujuan mikrobiologi dalam usaha
mendapatkan keadaan steril, mikroorganisme dapat dimatikan setempat oleh panas, gas-gas
seperti formaldehide, etilenoksida atau betapriolakton oleh bermacam-macam larutan kimia,
atau oleh sinar lembayung ultra dan sinar gamma. Mikroorganisme juga dapat disingkirkan
secara mekanik oleh sentrifugasi kecepatan tinggi atau oleh filtrasi (Curtis, 1999).
Awal mulanya Ambroise Pare pada tahun 1537 membasahi pembalut luka dengan
kuning telur, terpentin, dan bahan lainnya untuk menutupi luka tembak. Pada tahun 1816 –

4
1912 Ignatz Semmelweis dan Joseph Lister menerapkan sistem antiseptik dalam kasus
demam pada ibu - ibu setelah bersalin, Joseph Lister menganjurkan menggunakan asam
karbol untuk mencegah infeksi akibat pembedahan.
Seiring berjalannya waktu Robert Koch menemukan cara membunuh bakteri dan spora
dengan menggunakan uap panas, Prov. Von Bergman mengganjurkan para dokter untuk
menggunakan jas laboratorium saat melakukan pembedahan. Mikulicz menganjurkan
menggunakan sarung tangan yang telah disterilisasi saat melakukan pembedanan, Prof.
Halsted pada tahun 1890 menemukan cara sterilisasi sarung tangan karet dengan uap.

B. Metode Sterilisasi
Prosedur sterilisasi cukup beraneka ragam tergantung pada faktor seperti macam bahan
yang dibuat dan suasana peristiwa pemakaiannya. Metode utama yang biasa digunakan
dalam proses sterilisasi dapat berupa sterilisasi fisika dan sterilisasi kimia (Suendra et al.,
1991).
Metode sterilisasi yang dilakukan di rumah sakit terhadap instrumen medis dan linen
dapat berupa sterilisasi dengan uap air, panas kering, gas formaldehid, gas etilen oksida, dan
sterilisasi dengan plasma.

1. Sterilisasi dengan Panas Basah (autoklaf)


Sterilisasi dengan autoklaf adalah sterilisasi dengan menggunakan uap air disertai
tekanan. Autoklaf memiliki suatu ruangan yang mampu menahan tekanan di atas 1 atm.
Alat-alat atau bahan yang akan disterilkan, dimasukkan dalam ruangan. Setelah udara
dalam ruangan ini digantikan oleh uap air, maka ruangan ini ditutup rapat sehingga
tekanannya akan meningkat, yang juga akan diikuti oleh kenaikan suhunya
(Dwidjoseputro, 2005).
Ada tiga waktu yang dapat digunakan dalam proses sterilisasi dengan panas
basah. Sterilisasi dengan panas basah pada suhu 134-137 °C dengan waktu minimum 3
menit dan tekanan 2,25 bar. Sterilisasi pada suhu 126-129 °C selama 10 menit dan
tekanan 1,50 bar. Sterilisasi pada suhu 121-124 °C selama 15 menit dan tekanan 1,15
bar (Lawrence dan May, 2003).
Di dalam autoklaf yang mensterilkan adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh
karena itu, setelah air dalam tangki mendidih dan mulai dibentuk uap air, maka uap air
dialirkan ke ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalamnya. Apabila

5
masih ada udara yang tersisa, maka udara tersebut akan menambah tekanan di dalam
ruang pensteril yang akan mengganggu naiknya suhu dalam ruang tersebut.
2. Sterilisasi dengan Panas Kering
Proses sterilisasi dengan panas kering terjadi melalui mekanisme konduksi panas,
dimana panas yang terbentuk akan diabsorbsi oleh permukaan luar dari alat yang
disterilkan lalu merambat ke bagian dalam permukaan sampai akhirnya suhu untuk
sterilisasi tercapai. Sterilisasi panas kering digunakan untuk alat-alat dan bahan dimana
steam tidak dapat berpenetrasi secara mudah dan digunakan untuk peralatan yang
terbuat dari kaca (Anonim, 2009).
Siklus kerja dari mesin sterilisasi panas kering melalui empat tahapan, yaitu tahap
pemanasan, periode plateu (sterilisasi), tahap equilubrum, dan tahap pendinginan
chamber. Pada tahap pemanasan udara panas dihasilkan melalui mekanisme listrik dan
sirkulasi pada chamber. Kemudian berlanjut pada tahap plateu (sterilisasi) yang dimulai
ketika sensor mendeteksi tercapainya suhu proses sterilisasi pada chamber. Pada saat
seluruh chamber memiliki suhu yang sama maka akan berakhir fase equilubrum dan
dimulai fase “holding time” atau sterilisasi. Tahap akhir adalah tahap pendinginan
chamber (Anonim, 2009).
3. Sterilisasi dengan Gas
a) Sterilisasi dengan Etilen Oksida
Metode sterilisasi dengan etilen oksida merupakan metode sterilisasi dengan
suhu rendah. Gas etilen oksida merupakan zat yang dapat membunuh
mikroorganisme dengan cara bereaksi dengan DNA dari mikroorganisme melalui
mekanisme alkilasi. Etilen oksida merupakan gas yang sangat eksplosif dan larut di
dalam air. Untuk menjamin sterilitas bahan-bahan diperlukan empat elemen
esensial dalam sterilisasi dengan etilen oksida. Empat elemen itu adalah konsentrasi
dari gas etilen oksida tidak kurang dari 400 mg/liter. Suhu yang digunakan tidak
kurang dari 36°C pada siklus dingin dan tidak lebih dari 60°C pada siklus hangat.
Kelembaban relatif yang diperlukan antara 40%-100% dan waktu yang merupakan
korelasi langsung dengan suhu dan konsentrasi gas. Makin tinggi suhu dan
konsentrasi gas makin cepat waktu yang diperlukan untuk proses sterilisasi. Namun
etilen oksida meninggalkan residu yang iritatif untuk jaringan. Prosedurnya lambat,
makan waktu dan alatnya mahal (Anonim, 2001).
Keuntungan penggunaan etilen oksida adalah mudah menembus plastik dan
mensterilkan isi bungkusan-bungkusan. Alat-alat seperti alat optik, kateter,

6
komponen-komponen heart lung machine, arterial heart valves, bantal, kasur dan
sepatu dapat disterilkan dengan cara ini (Anonim, 2009).
b) Sterilisasi dengan Uap formaldehid
Selain dalam bentuk cairan, formaldehid juga sangat bermanfaat dalam
bentuk gas. Larutan formaldehid 37% dalam air apabila dipanaskan akan
melepaskan uap formaldehid yang merupakan disinfektan yang sangat efektif bagi
alat-alat dan berbagai bahan yang tercemar dengan spora atau Mycobacterium
tuberculosis. Gas formaldehid dapat membunuh mikroorganisme melalui
mekanisme alkilasi. Formaldehid biasa digunakan untuk mendisinfeksi ruangan,
lemari, maupun instrumen-instrumen (Anonim, 1994).
Siklus kerja mesin sterilisasi gas formaldehid ada beberapa tahap. Tahapan itu
berupa tahap pemanasan, loading atau memulai, prevakum, pemberian uap awal,
dan pulsing. Pada tahap pre vakum dilakukan di bawah 50 mbar, pada proses ini
akan menghilangkan udara dari chamber dan isi chamber. Sedangkan pada tahap
pulsing ada empat tahapan yaitu pemberian steam atau uap secara kontinyu sampai
suhu 73°C, pompa vakum dijalankan di bawah 50 mbar, pemaparan formaldehid
sehingga diperoleh konsentrasi 15 mg/m3 , serta fase kesetimbangan gas (Anonim,
2009).
c) Sterilisasi dengan Plasma
Plasma secara umum didefinisikan sebagai gas yang terdiri dari elektron, ion-
ion, maupun partikel-partikel netral. Plasma buatan dapat terjadi pada suhu tinggi
maupun suhu rendah. Gas plasma suhu rendah terjadi apabila dalam keadaan deep
vacuum. Gas tertentu distimulasi dengan frekuensi radio atau energi gelombang
mikro sehingga terbentuk plasma. Plasma dari beberapa gas seperti argon, nitrogen,
dan oksigen menunjukkan aktivitas membunuh spora (Anonim, 2001).
Dalam pembentukan plasma yang berasal dari hidrogen peroksida, akan
mengalami dua fase yaitu fase hidrogen peroksida dan fase plasma. Pembentukan
plasma dimulai setelah prevakum chamber. Uap hidrogen peroksida yang
dihasilkan dari larutan 58% hidrogen peroksida masuk ke dalam chamber melalui
mekanisme difusi. Kemudian alat dan bahan yang akan disterilkan dipaparkan pada
uap hidrogen peroksida selama 50 menit pada konsentrasi 6 mg/liter (Anonim,
2001)

C. Etilen Oksida

7
Etilena oksida, juga dikenal oksirana adalah senyawa organik dengan rumus molekul
C2H4O. Senyawa ini berjenis eter siklik. Etilena oksida berbentuk gas tak berwarna mudah
terbakar pada suhu ruangan dan berbau manis. Senyawa ini merupakan epoksida paling
sederhana cincin tiga-anggota dengan 1 oksigen dan 2 karbon. Karena struktur molekulnya
ini, etilena oksida banyak dipakai pada reaksi adisi, seperti polimerisasi. Etilen oksida
pertama kali disintesis oleh Wurtz tahun 1859 dan kemudian dikenal dengan proses
klorohidrin. Produksi pertama etilen oksida secara komersial dimulai tahun 1914 hingga
sekarang. Tahun 1931, Lefort mengembangkan proses oksidasi langsung yang menggeser
keberadaan proses klorohidin hingga sekarang.

Gambar 3. Struktur Etilen Okside


Etilen oksida umumnya digunakan sebagai bahan pensteril. Dalam kehidupan sehari-
hari digunakan untuk mensterilkan bahan-bahan seperti pakaian, perabot rumah tangga dan
bahkan bulu binatang. Etilen oksida juga digunakan sebagai pestisida. Di dunia kedokteran
etilen oksida dikenal luas sebagai desinfektan peralatan bedah, bahan-bahan plastik, dan
alat-alat lain yang tidak tahan panas sehingga tidak dapat disterilkan dengan uap pada suhu
tinggi.
 Sifat Fisika dan Kimia Etilen Okside
a) Sifat Fisik (Perry’s, 1983)
- Rumus Molekul : C2H4O
- Berat molekul : 44,053 gr/gmol
- Titik Didih (1 atm¸°C) : 10,8
- Titik lebur (1 atm, °C) : 112,5
- Temperatur Kritis (°C) : 195,8
- Tekanan kritis, Mpa : 7,2
- Densitas kritis : 314 kg/m3
- Densitas cairan pada 20°C : 876 kg/m
- Densitas gas pada 20°C : 2,98 g/l
- Tegangan Permukaan 20°C : 24,5 m N/m
- Kapasitas panas, gas 20°C : 1,1 kJ/kg K
- Panas penguapan (25°C, 101,3 k Pa) : 5,495 kJ/kg
- Panas pembakaran : 29, 648 kJ/kg
- Panas pembentukan, gas : 117,86 kJ/kg

8
b) Sifat kimia (Perry’s, 1983)
Etilen Oksida adalah senyawa yang sangat mudah bereaksi (reaktif), biasanya
reaksinya dimulai dengan terbakarnya struktur cincinnya dan umumnya bersifat
eksotermis. Suatu ledakan dapat terjadi jika etilen Oksida dalam bentuk uap
mendapatkan pemanasan yang berlebihan. Sifat kimia dari etilen oksida diantaranya
adalah:
1) Dekomposisi
Etilen Oksida dalam bentuk gas akan mulai terdekomposisi pada 400°C
membentuk CO, CH4, C2H4, H2. Langkah pertama yang terjadi adalah isomerisasi
menjadi asetaldehid.

2) Reaksi dengan atom hidrogen labil


Etilen bereaksi dengan senyawa yang mengandung atom hidrogen yang labil dan
membentuk gugus hidroksil etil.

3) Reaksi oleh senyawa ikatan rangkap


Etilen oksida dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa berikatan rangkap
(double bond) membentuk senyawa siklis, misalnya dengan CO2.

4) Isomerisasi katalitik
Etilen oksida dapat bereaksi membentuk asetaldehid dengan bantuan katalis Ag,
pada kondisi tertentu.

5) Reduksi menjadi etanol reduksi


Etilen oksida menjadi etanol dapat dilakukan dengan katalis Ni, Cu, Cr, dan Al 2
O3.

9
6) Reaksi dengan pereaksi Grignard
Reaksi etilen oksida dengan pereaksi Grignard menghasilkan senyawa dengan
gugus hidroksil primer.

D. Penilaian Sterilitas
Tujuan pelayanan sterilisasi adalah menyediakan produk atau bahan dan alat medik
yang steril, namun bukan berarti sekedar menghasilkan barang-barang yang steril. Barang-
barang yang telah disteril harus ada jaminan bahwa barang-barang tersebut benar-benar
steril. Untuk itu diperlukan mekanisme yang ketat. Pemeriksaan uji sterilitas intrumen pakai
ulang dapat dilakukan dengan pengamatan pada kombinasi indikator mekanik, kimia, dan
biologi sebagai parameter (Denyer dan Hodgers, 1998).
Indikator yang digunakan selama proses sterilisasi yang merupakan parameter
keberhasilan proses sterilisasi dapat berupa indikator mekanik, indikator kimia, dan
indikator biologi. Indikator mekanik merupakan bagian dari instrumen mesin sterilisasi
berupa tabel yang menunjukkan waktu, suhu maupun tekanan yang menerangkan bahwa alat
sterilisasi bekerja dengan baik. Pengamatan pada indikator kimia dapat dilihat dengan
terjadinya perubahan warna. Indikator ini berupa indikator eksternal berbentuk plester yang
digunakan di luar kemasan. Indikator kimia mampu memberikan informasi tercapainya
kondisi steril pada tiap kemasan serta memberikan informasi bahwa bagian luar kemasan
benda yang disterilkan telah melewati proses sterilisasi.
Pengamatan berikutnya dapat dilihat dari indikator biologi. Indikator biologi adalah
sediaan yang berisi populasi mikroorganisme spesifik dalam bentuk spora yang resisten
terhadap beberapa parameter. Parameter ini terkontrol dan terukur dalam suatu proses
sterilisasi tertentu. Prinsip kerja indikator biologi adalah dengan mensterilkan spora hidup
mikroorganisme yang non patogenik dan sangat resisten dalam jumlah tertentu. Apabila
selama proses sterilisasi spora-spora tersebut terbunuh, maka dapat diasumsikan bahwa
mikroorganisme lainnya juga terbunuh dan benda yang telah disterilkan bisa disebut steril.
Dalam indikator biologi umumnya bakteri yang digunakan adalah bakteri dari jenis
Bacillus. Karena Bacillus dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati yang proses
pengurangan kepadatan inokulum atau aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit yang

10
berada dalam keadaan aktif maupun dorman oleh satu atau lebih organisme baik secara aktif
maupun dengan manipulasi lingkungan dan inang, dengan menggunakan agens antagonis
atau dengan mengintroduksi satu atau lebih organisme antagonis (Baker & Cook, 1974).

Gambar 4. Bakteri Bacillus


Proses pengendalian hayati berjalan dengan lambat tetapi dapat berlangsung dalam
periode yang cukup panjang, relatif murah dan tidak berbahaya bagi kehidupan. Agens
antagonis adalah mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kemampuan bertahan atau
berpengaruh negatif terhadap aktivitas patogen dalam menimbulkan penyakit. Bahkan,
agens antagonis dapat berasal dari strain patogen avirulen yang dapat menghambat
perkembangan patogen (Agrios, 1997).
Menurut Fardiaz (1992), bentuk spora (endospora) Bacillus bervariasi bergantung pada
spesiesnya. Endospora ada yang lebih kecil dan ada juga yang lebih besar dari pada diameter
sel induknya. Pada umumnya sporulasi terjadi bila keadaan medium memburuk, zat-zat yang
timbul sebagai pertukaran zat yang terakumulasi dan faktor luar lainnya yang merugikan.

E. Faktor yang Mempengaruhi Proses Sterilisasi


Sterilisasi bukanlah hal yang asing di dunia kesehatan, mengingat banyaknya sediaan-
sediaan farmasi maupun alat-alat kesehatan yang mensyaratkan dilakukan sterilisasi terlebih
dahulu sebelum digunakan demi keamanan dari pasien. Sterilisasi dapat dilakukan dengan
berbagai cara dimulai dari sterilisasi panas kering biasa hingga sterilisasi radiasi yang
menggunakan inti-inti radioaktif. Tekonologi saat ini menjamin pengontrolan proses
sterilisasi gas secara penuh oleh komputer (computerized control) dan juga penggunaan

11
100% gas etilen oksida secara aman. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sterilisasi gas,
antara lain:
a) Kelembapan relatif udara saat sterilisasi
Kelembapan merupakan parameter paling penting yang mempengaruhi efisiensi
proses sterilisasi dengan gas. Ketika kelembapan optimal tercapai, maka proses sterilisasi
hanya bergantung pada aktivitas molekular dari gas pensteril dan interaksinya dengan
populasi mikroba yang diekspos. Kondisi kelembapan relatif optimum untuk suhu 25°C,
di mana terdapat kesetimbangan antara bahan dan lingkungan adalah 33%. Namun
umumnya diperlukan kelembapan relatif yang lebih tinggi karena proses sterilisai
biasanya berlangsung pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar.
Kelembapan sangat penting dalam memfasilitasi pembentukan sisi reaktif
(reactive sites) yang ada pada mikroba untuk berinteraksi dengan gas pensteril. Ketika sel
atau spora mengering akan membuat interaksi sisi reaktif dengan gas pensteril menurun
akibat terjadi perubahan pada bagian sel yang mengandung protein. Apabila kelembapan
relatif mencapai kesetimbangan dengan suhu kamar, namun suhu bahan yang akan
disterilkan meningkat maka akan menyebabkan penurunan kelembapan pada permukaan
mikroba.
Kondisi ini terjadi ketika bahan yang akan disterilisasi sudah dikemas sehingga
terdapat barier difusi kelembapan sehingga kelembapan relatif optimum hanya dicapai
oleh lingkungan di luar kemasan. Solusi atas permasalahan ini adalah dengan
memperbesar kelembapan relatif sebesar 33% agar dapat memberikan kelembapan yang
mampu menembus kemasan sehingga kondisi optimum pada permukaan mikroorganisme
dapat dicapai. Pada kenyataannya, kelembapan relatif pada chamber yang digunakan
biasanya ditingkatkan hingga 40-50%. Hal ini akan membuat kelembapan diabsorbsi
dengan baik oleh bahan dan menghasilkan gradient konsentrasi yang selanjutnya dapat
meningkatkan laju difusi melintasi bahan pengemas.
Sebagai contoh pada gas etilen oksida diperlukan kelembapan yang tepat agar gas
tersebut dapat berpenetrasi dan membunuh mikroorganisme. Pada kelembapan yang
rendah (contoh, kurang dari 20%), laju kematian mikroorganisme menjadi tidak
logaritmik dan dengan semakin berkurangnya kelembapan akan semakin meningkatkan
resistensi mikroorganisme. Kelembapan pada chamber sterilisasi biasanya dinaikkan
hingga 50-60% dan berlangsung sampai permukaan dan membran sel mikroorganisme
dapat menyerap kelembapan sebelum pemberian gas etilen oksida. Namun tingkat

12
kelembapan yang terlalu tinggi, yaitu ketika melebihi titik embun, juga dapat mengurangi
efektifitas dari gas etilen oksida. Jika titik embun terlewati, maka akan terjadi proses
pengembunan uap air di mana akan memperlambat perpindahan gas etilen oksida ke
spora. Selain itu, gas etilen oksida dapat bereaksi dengan air sehingga dapat mengurangi
jumlah molekul etilen oksida yang tersedia.
Uap air yang dimasukan ke dalam kamar sterilisasi bersama gas tidak akan dapat
menghidrasi mikroorganisme secara memadai. Padahal uap air harus diserap oleh bahan-
bahan di sekelilingnya dan dapat menembus mikroorganisme. Oleh karena itu pada setiap
siklus sterilisasi harus terdapat masa menetapnya uap air sampai kelembapan relatif
mencapai 95%.
b) Suhu saat sterilisasi
Sterilisasi dapat berlangsung pada suhu kamar namun akan membutuhkan waktu
pemaparan yang lama. Oleh karena itu, agar waktu sterilisasi berjalan efisien, umumnya
dilakukan peningkatan suhu. Setiap kenaikan suhu sebesar 17°C dalam kisaran 5-40°C
akan mengurangi waktu sterilisasi menjadi setengah kalinya. Penggunaan suhu yang
sangat tinggi untuk sterilisasi gas sudah tidak dilakukan sejak seringnya sterilisasi
terhadap bahan yang termolabil. Kisaran suhu 60°C dianggap sebagai batas tertinggi
untuk sterilisasi gas.

c) Konsentrasi gas pensteril dan lama sterilisasi


Efektifitas dari sterilisasi bergantung pada interaksi antara molekul gas pensteril
dengan mikroba yang diekspos. Oleh karena itu, semakin banyak molekul gas semakin
cepat laju kematian dari mikroba. Meskipun demikian, besarnya konsentrasi dari gas
pensteril juga perlu diseimbangkan dengan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu laju sterilisasi bergantung pada tekanan parsial gas yang ditentukan oleh jumlah
gas pada chamber.
Bila konsentrasi gas etilen oksida bukanlah faktor yang paling menentukan maka
laju peng-inaktifan spora akan meningkat dua kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar
10°C.
Waktu yang diperlukan pada proses sterilisasi gas cukup lama. Waktu sterilisasi
berhubungan dengan tingkat kontaminasi, kelembapan, suhu, dan konsentrasi gas.
Sebagai contoh, diperlukan konsentrasi etilen oksida sebesar 450 mg/L dan di bawah

13
kondisi tekanan 27 Psi, suhu 55°C, dan kelembapan relati 50% untuk dapat melakukan
proses sterilisasi dengan baik dalam jangka waktu 2-3 jam.
d) Kemampuan penetrasi gas pensteril
Penetrasi gas melewati barier kemasan menentukan banyaknya gas yang sampai
pada mikroorganisme. Sangat penting untuk memastikan bahwa benda-benda yang akan
disterilisasi gas telah bersih. Adanya partikel organik akan mengurangi efisiensi proses
sterilisasi tetapi tidak mencegah proses tersebut. Oklusi mikroorganisme dalam bentuk
kristal juga akan mencegah difusi kelembapan secara komplit. Penetrasi gas akan lebih
efektif bila gas tersebut secara luas dapat diabsorbsi oleh berbagai bahan.

F. Spesifikasi Mesin Sterilisasi


Proses sterilisasi kali ini menggunakan mesin sterilisai dengan spesifikasi sebagai
berikut :
Tabel 1. Spesifikasi Mesin Sterilisai Gas Etilen Oksida

MONOTECH KOREA
Ruang area mesin 3 x 4 meter
Berat mesin ± 7.500 kg
Daya listrik AC 360 Volt, 3 Phase, 50/60 Hz
Udara kompresor 7 Kgf / cm2
Jumlah mesin 1 unit

14
IV. BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam sterilisasi ini meliputi, Gas ETO 90% CO2 10%,
Indikator Kimia / Kertas, dan Indikator Biologi.
Alat yang digunakan antara lain Produk Alat Suntik ADS, Mesin Sterilisasi Monotech
Korea, Inkubator, Masker, dan Timbangan Gas Etilen Oksida
B. Metode Kerja
1. Pengoperasian Mesin Sterilisasi
Produk yang akan disterilisasi dimasukkan kedalam ruangan terpisah dari produk
yang telah di sterilisasi, sebelum melakukan proses sterilisasi menggunakan gas ETO
maka catat terlebih dahulu temperatur dan kelembaban ruangan tempat sterilisasi.
Panel MCB dinyalakan sampai posisi menunjukkan “ON”. Selanjutnya nyalakan
Valve Air Compressor dan grafik temperatur, setelah semua sudah dalam kondisi on
maka buka valve air untuk mengisi tangki vaporizer diisi. Isi tangki hingga penuh,
posisi tangki penuh akan terlihat dari lampu yang menyala apabila panel vaporizer
dihidupkan. Setelah panel hidup maka heater vaporizer dapat bekerja untuk
memanaskan air.
Panel Humidity dihidupkan untuk melihat tingkat kelembaban dalam ruangan
chamber. Jika kondisi air dalam tangki sudah penuh maka tutup Valve air. Selanjutnya
buka pintu chamber dan produk dapat dimasukkan kedalamnya. Sebelum produk
dimasukkan tempelkan terlebih dahulu Indikator Kimia pada master box sebagai
penanda jika produk telah steril dan masukkan indikator biologi kedalam chamber, jika
semua sudah dimasukkan maka tutup kembali dengan rapat pintu chamber.

15
Proses sterilisasi dapat dilakukan jika suhu didalam ruangan chamber stabil (55C
 5C) dan temperatur vaporizer menunjukkan angka 70C  10C. proses sterilisasi
diawali dengan menghidupkan panel Vacum untuk menghisap udara yang masuk ke
dalam chamber sampai pada tekanan kurang lebih – 0,800 kgf/cm2, kemudian motor
Vacum akan berhenti dengan sendirinya, matikan panel Vacum.
Kelembaban didalam chamber harus berada pada posisi ± 50% maka display
Humidity Control harus selalu dilihat, jika posisi kelembaban sudah berada pada posisi
60% atau tekanan pada chamber naik menjadi -0.780 – 0.760 kg/cm2 maka matikan
panel Humidity. Segera dicatat semua kondisi chamber yang tertera pada display
sebelum gas ETO dimasukkan kedalam chamber.
Buka valve pada tabung gas dan hidupkan panel gas “IN” maka gas ETO dengan
konsentrasi 90% akan masuk kedalam chamber hingga tekanan mencapai -0.350 kg/cm2
maka gas “IN” akan berhenti dengan sendirinya.
Panel Steril Time diatur pada posisi 3 jam (180 menit). Catat kondisi ruang chamber
setiap jam setelah dimasukkan gas ETO 90% hingga display Starile Time menunjukkan
angka 000.0 menit itu artinya sterilisasi telah selesai.
Panel Vacum Pump dapat dinyalakan sampai menunjukkan angka – 0,800 kgf/cm2
lalu matikan, selanjutnya Panel Air Insert dinyalakan sampai display Coumpound
Control menunjukkan angka 0.000 kgf/cm2, lalu Air Insert dapat dimatikan. Proses ini
diulangi sebanyak 3x karena merupakan proses pembilasan produk hasil sterilisasi.
Hasil sterilisasi dicatat dalam format laporan. Selanjutnya pintu chamber dapat dibuka
dan produk dikeluarkan lalu produk dimasukkan kedalam ruang khusus sebelum
akhirnya dapat dipasarkan.
 Proses Control Free Residual
Setelah produk di aerasi dalam ruangan khusus maka produk dapat
dipindahkan ke area penyimpanan gudang. Produk tidak akan dikeluarkan dari area
penyimpanan gudang sampai hasil pemeriksaan Indikator Biologi dan pemeriksaan
Residual Free dinyatakan lolos oleh pihak Quality Control. Jika pihak QC
menyatakan produk tidak steril maka dilakukan proses sterilisasi ulang.

2. Pemeriksaan Oleh Inspektor QC


Indikator biologi diambil setelah dilakukan proses sterilisasi, bakteri yang ada
didalam tabung kecil didalamnya dipcahkan hingga cairannya membasahi kertas kecil
pada bagian bawah tabung, selanjutnya indikator biologi dimasukkan ke dalam

16
inkubator pada suhu 37 oC ± 2 selama 48 jam. Jika sudah 48 jam maka dilihat apakah
terjadi perubahan warna atau tidak pada indikator biologi, jika tidak maka produk
dinyatakan steril.

Untuk Indikator Kimia dapat diperiksa setelah 10 menit produk dikeluarkan, satu
persatu dilihat apakah warna indikator tersebut telah berubah menjadi hijau atau tidak.
Setelah semua proses selesai makan hasilnya dicatat dalam format dan dilampirkan jika
produk akan dipasarkan.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Sampel
Tujuan awal dari proses sterilisasi ini yaitu untuk mengukur besarnya konsentrasi gas
agar dapat mensterilkan produk dengan tidak berlebihan dan residu yang dihasilkan akan
mudah menguap. Dalam proses sterilisasi material produk juga akan mempengaruhi

17
absorbansi dan kadar keberterimaan produk terhadap konsentrasi gas yang diberikan, pada
produk alat suntik ini terdapat 4 jenis material yang digunakan yaitu material karet, kertas,
pelastik, logam yang masing – masing material tersebut memiliki daya serap yang berbeda
terhadap tekanan gas yang diberikan sehingga akan menyebabkan residu sulit untuk
menguap.
Sampel yang digunakan yaitu Auto Disable Syringe 0.5 ml nomor lot 18122 yang di
proses pada tanggal 12 Juli 2019 menggunakan gas Etilen Okside 90%. Metode yang
digunakan adalah metode sterilisasi panas kering. Dengan menggunakan indikator biologi
dan indikator kimia pada setiap kemasan sehingga mempermudah dalam melihat hasil akhir
dalam sterilisasi.

Gambar 5. Alat Suntik Auto Disable Syringe (ADS)

B. Sterilisasi Sampel
Proses sterilisasi dimulai ketika gas ETO memasuki ruangan melalui penguapan
dengan sejumlah uap untuk menjaga tingkat kelembaban dan memastikan ETO mencapai
seluruh bagian beban. Bila konsentrasi yang dibutuhkan dalam ruang dan beban tercapai
tahap sterilisasi aktual dimulai. Semakin rendah konsentrasi gas dalam ruangan semakin
lama waktu sterilisasi. Karena ETO diserap oleh berbagai jenis bahan plastik, penting untuk
menjaga konsentrasi pada tingkat yang tepat. Hal ini dilakukan untuk memastikan tingkat
konsentrasi ETO yang tepat di dalam ruangan untuk mencapai sterilisasi yang efektif dan
aman. Hasil yang didapat dalam proses sterilisasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

18
Tabel 2. Data Hasil Pemeriksaan Sampel Setelah Sterilisasi

Tanggal
Pemeriksaan
Jenis Kadaluwarsa Pemeriksaan Warna Contoh
Hasil
Indikator
Berlaku Indikator Kimia Indikator Kimia: Terlampir
Coklat Hijau 10 menit setelah dibelakang
Mfg: Feb 2018 sterilisasi kertas
formulir
Standard
Indikator Biologi Indikator Biologi: pemeriksa
Exp: Feb 2020 Hijau Hijau 48 jam setelah n
Merah Merah sterilisasi

Indikato Coklat Hijau


Ok Ok
r Kimia
Indikato Tidak ada perubahan
Ok Ok
r Biologi warna
Passed Passed Passed
Hasil

Ada beberapa keuntungan dari sterilisasi menggunakan gas ETO diantaranya :

 Suhu rendah
 Efisiensi tinggi - menghancurkan mikroorganisme termasuk spora yang resisten
 Kapasitas volume / ruang sterilisasi yang besar
 Tidak korosif dengan plastik, logam dan bahan karet

Selain memiliki kelebihan metode ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari proses
sterilisasi menggunakan gas ETO ini yaitu :

 Masalah keamanan - karsinogenik bagi manusia


 Masalah toksisitas - residu beracun pada instrumen bedah dan tubing
 Tidak dianjurkan untuk lingkup fleksibel
 ETO mudah terbakar
 Membutuhkan kondisi ruangan khusus, peralatan keselamatan dan sistem ventilasi yang
terpisah
 Biaya tahunan yang relatif tinggi untuk perawatan, perawatan dan pemakaian
Sebelum diberikan gas mula mula udara didalam chamber harus divakum terlebih
dahulu dengan tekanan – 0,800 kgf/cm2, kekuatan tekanan tidak boleh lebih dari - 0,800
kgf/cm2 karena akan membuat produk rusak. Proses vakum ini bertujuan agar bakteri

19
kekurangan udara hingga akhirnya bakteri hampir mati selain itu vakum dilakukan agar
kondisi didalam chamber minus udara sehingga ketika dimasukkan gas tidak ada
perlawanan tekanan yang menyebabkan gas tidak bisa masuk dengan optimal kedalam
produk. Selain itu temperatur chamber juga dikondisikan pada suhu 55°C ± 5°C karena jika
temperatur chamber dibuat kurang dari 55°C akan menyebabkan uap panas tidak tersebar
dengan merata keseluruh produk (nilai absorb), diibaratkan jika suhu diarea terluar produk
55°C maka pada produk bagian dalam dan sulit terjangkau akan memiliki suhu berkisar
34°C sehingga proses sterilisasi berjalan optimal.

Gambar 6. Mesin Sterilisasi Gas Etilen Oksida

Kelembaban didalam chamber atau Relative Humidity berkisar antara 60% ± 10%
(Guideline for Good Indoor Quality, 1996) merekomendasikan tingkat kelembaban udara
atau biasa disebut Relative Humidity sebesar 65%. Bila kelembaban udara di dalam ruangan
di atas 65% (RH), maka jamur, lumut, dan bakteri yang menjadi pemicu alergi akan
bertumbuh dengan pesat. Sebaliknya, jika kelembaban di bawah 45% (RH), proses
penyerapan gas etilen okside menjadi kurang efektif karena kerapatan material dengan jenis
kertas akan menjadi sulit ditembus oleh gas. Oleh karena itu kelembaban didalam chamber
dibuat 60% yang dianggap sama seperti kondisi sebuah ruangan. Pada saat proses
pemasukkan gas ETO tekanan yang diberikan – 0.350 kgf/cm2 karena konsentrasi gas ETO
yang digunakan sebesar 90% sehingga tidak boleh diberikan tekanan yang besar agar residu
yang dihasilkan pada proses tidak banyak dan mudah hilang. Hasil validasi menunjukkan
lamanya waktu sterilisasi yaitu 3 jam agar produk dapat dipastikan benar – benar steril.
Setelah proses sterilisasi selesai maka tahap selanjutnya adalah pembilasan yang berguna
untuk menarik gas ETO yang berada didalam chamber dengan memvakum udara yang ada
didalam chamber hingga tekanana –0,800 kgf/cm2, lalu nyalakan tombol air insert hingga

20
tekanan 0,00 kgf/cm2. Ulangi proses sebanyak 3 kali proses agar sisa residu yang dihasilkan
benar benar sedikit. Terakhir produk dikeluarkan dan tempatkan diruangan khusus untuk
dilakukan karantina selama 7 hari untuk dapat dipasarkan, karena sifat dari gas ETO yang
karsinogenik maka proses karantina ini wajib dilakukan agar tidak menimbulkan bahaya
dikemudian hari,
Aerasi (Degassing) adalah bagian paling penting dan terpanjang dari siklus sterilisasi
ETO. Seperti disebutkan, bahan seperti plastik dan karet menyerap gas dan jika
diaplikasikan pada pasien, gas beracun bisa merusak jaringan tubuh mereka. Untuk alasan
ini, sangat penting untuk memiliki tahap aerasi yang berlebihan untuk menghilangkan gas
ETO yang tersisa dan membiarkan gas yang diserap menguap lagi dari barang yang
disterilkan. Hal ini dilakukan dengan sirkulasi udara yang disaring HEPA di atas beban pada
suhu 30 °C sampai 50 °C. Ini kadang dilakukan di ruang alat sterilisasi, tapi terkadang
barang yang disterilkan ditempatkan di lemari aerasi khusus. Jika barang yang disterilkan
direposisi dari bilik ke lemari aerasi maka tindakan pengamanan ketat harus dilakukan untuk
mencegah paparan gas ETO kepada orang-orang yang melakukan proses ini. Diperlukan
infrastruktur khusus, dengan pipa ventilasi gas yang kencang ke atap atau ke katalis.
Perpipaan ventilasi khusus harus diuji kebocoran gas sepanjang jalan karena ini adalah satu-
satunya cara untuk meminimalkan risiko.

C. Indikator Kimia dan Indikator Biologi


Indikator kimia dan biologi menjadi parameter utama untuk mengetahui apakah proses
sterilisasi berjalan akurat atau tidak. Pada indikator kimia akan terlihat perubahan warna dari
coklat menjadi hijau ketika produk telah steril, perubahan warna terjadi dikarenakan
konsentrasi uap gas etilen oksida yang mengenai indikator kimia serta lamanya waktu
sterilisasi. indikator kimia diletakkan disisi depan master box agar mudah dilihat dan
dibedakan.

21
Gambar 7. Letak Indikator Kimia Pada Kemasan

Indikator biologi dimasukkan ke dalam chamber pada posisi yang dianggap kritis, hal
ini dilakukan untuk memastikan gas etilen oksida mengenai seluruh bagian chamber
sehingga gas etilen oksida dapat mensterilisasi produk dengan maksimal. Untuk indikator
biologi setelah proses sterilisasi ADS harus langsung dimasukkan kedalam inkubasi,
sebelum dimasukkan bakteri yang ada didalam tabung dipecahkan terlebih dahulu agar dapat
ditumbuhkan didalam media tumbuhhnya. Indikator biologi tidak boleh lebih dari 20 menit
berada diudara luar setelah proses sterilisasi karena dikhawatirkan akan terkontaminasi oleh
udara. Proses inkubasi dilakukan selama 2 x 24 jam pada suhu 37°C, jika selama proses
inkubasi indikator biologi tidak terjadi perubahan warna maka proses dianggap steril, namun
jika selama proses inkubasi terjadi perubahan warna menjadi kuning maka proses sterilisasi
terhadap produk dianggap gagal dan perlu dilakukan sterilisasi ulang terhadap produk
tersebut. Perubahan warna yang dihasilkan oleh bakteri disebabkan adanya interaksi enzim
dalam spora dengan bahan yang ada dalam media pertumbuhannya yang mengidikasi bahwa
bakteri masih tetap hidup. Karena apabila dalam 1 juta pcs alat suntik yang disterilisasi dan
dari hasil tersebut ditemukan ada 1 pcs produk dalam keadaan tidak steril maka semua
produk akan dianggap tidak steril karena hal ini dapat membahayakan pasien, maka dalam
sterilisasi tidak ada toleransi batas minimal produk yang tidak steril.

22
Gambar 8. Indikator Biologi yang Digunakan

Bakteri yang digunakan dalam indikator biologi adalah bakteri Bacillus antrophaeus.
Pemilihan jenis bakteri ini didasarkan atas ketahanan hidup dari bakteri jenis bacillus di
lingkungan. Bakteri Bacillus antrophaeus memiliki spora yang biasa disebut body yang kuat
dan keras. Ada 2 tipe yaitu spora yang terbentu diluar sel disebut eksospora dan spora yang
terdapat didalam sel disebut endospora, masing-masing spora ini memiliki resistensi
(kekebalan atau ketahanan) bakteri dalam mempertahankan hidupnya pada suhu ekstrim, hal
ini terjadi karena adanya kandungan air didalam pembungkus spora yang tebal. Endospora
masih dapat bertahan hidup pada suhu air mendidih selama 20 jam. Bakteri dalam bentuk
spora lebih tahan terhadap kekeringan, panas, asam dan dingin karena dinding spora lebih
bersifat impermeabel dan spora mengandung sedikit air.
Mekanisme ketahanan spora terhadap panas adalah senyawa peptidoglikan yang
merupakan penyusun korteks dengan struktur ikatan silang dan bersifat elektronegatif,
berperan dalam meningkatkan ketahanan spora terhadap panas dengan cara mengontrol
kandungan air di dalam protoplas yaitu mempertahankan kadar air yang rendah. Beberapa
faktor yang ikut mempengaruhi sifat polimer peptidoglikan juga ikut berperan menurunkan
ketahanan spora terhadap panas, misalnya adanya asam dan beberapa kation
multivalent. (Naufal, 1999)
Umumnya indikator biologi yang digunakan sudah dikemas dalam bentuk tabung yang
dibuat dengan bahan Polypropilene Copolimer yang berukuran tinggi 44,0 mm, berdiameter
7,0 mm, dan ketebalan dinding 0,5 mm yang memudahkan dalam penggunaannya.
Didalamnya terdapat tempat seperti kaca yang digunakan untuk menyimpan bakteri yang

23
telah diberikan warna ungu dan pada bagian tutup dialasi dengan filter kertas kelas medis
untuk mencegah adanya kontaminasi. Dalam 1 tabung terdapat bakteri Bacillus antrophaeus
dengan jumlah 106 ATCC 9372 spora bakteri, indikator ini dibuat khusus untuk sterilisasi
gas ETO. Pada bagian label tabung diletakkan indikator kimia sepanjang 1,55 mm yang akan
memeberikan warna hijau ketika selesai proses sterilisasi. Hal ini juga akan memepermudah
dalam membedakan mana indikator yang sudah digunakan dan yang belum digunakan.
Setelah semua proses selesai produk dikeluarkan dan disusun berdasarkan lot dan
nomor peoses sterilisasi. Selanjutnya produk dimasukkan dalam ruangan khusus selama 7
hari sebelum akhirnya produk dapat di jual ke pasar. Hal ini bertujuan agar residu yang ada
didalam produk menguap keluar, dan menunggu keputusan hasil pemeriksaan QC yang
menyatakan produk telah rilis.

VI. KESIMPULAN

 Proses sterilisasi yang dilakukan oleh PT. Oneject Indonesia menggunakan metode
sterilisasi Gas Etilen Okside. Dengan konsentrasi gas yang digunakan yaitu 30% dan
90%, menggunakan indikator Kimia berupa kertas dan Indikator Biologi sebagai
penentu hasil sterilisasi tersebut.

24
 Proses sterilisasi berlangsung selama 3 jam berdasarkan hasil validasi sebelumnya
yang menunjukkan bahwa dalam waktu 3 jam produk sudah dalam kondisi steril.
 Proses aerasi berlangsung sebanyak 3x setelah proses pemasukkan gas ke dalam
chamber. Lalu selanjutnya produk dikarantina selama 7 hari di dalam gudang
penyimpanan.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendalianyya. Jakarta : Penerbit


salemba medika.

Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit. Jakarta :
Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.

25
Indah Kusumadewi. 2012. Perancangan Pabrik Etilen Glikol Dari Etilen Oksida dan Air Dengan
Proses Hidrasi Non Katalitik Kapasitas 110.000 Ton / Tahun. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta. file:///D:/PKL/Etilen%20Okside%202.pdf

Mukhamad Kosima, dan Surya Rosa Putra. 2010. Pengaruh Suhu Pada Protease Dari Bacillus
Subtilis (SK-091304). Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

Standar Nasional Indonesia (SNI) 7864. 2018. Jarum Hipodermik Steril Sekali Pakai –
Persyaratan dan Metode Uji. Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Standar Nasional Indonesia (SNI) 11135-1. 2014. Sterilisasi Produk Kesehatan – Etilen Oksida –
Bagian 1: Persyaratan Untuk Pengembangan, Validasi dan Kontrol Rutin Proses
Sterilisasi untuk Alat Kesehatan. Badan Standarisasi Nasional (BSN)

International Standard (ISO) 10993-7. 2008. Biological Evaluation Of Medical Devices- Part 7 :
Ethylene Oxide Sterilization Residuals

WHO, 2006. Air Quality Guidelines Global Update, Executive summary. World Health
Organization, Geneva, Switzerland. http://www.who.int/phe/air/aqg2006execsum.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai