OLEH :
NIM. 1316051137
1
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 1.
c. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat
Izin kepada Dokter dan Dokter Gigi. Dengan undang-undang ini KUHP
ditambahkan satu pasal, yaitu Pasal 512a tentang kejahatan praktek dokter
tanpa izin.
Di dalam RUU KUHP adanya suatu pergeseran dari asas legalitas formal
ke asas legalitas materil. Pengertian dari asas legailtas formal tersebut yang
tercantum dalam pasal 1 ayat 1 RKUHP di mana bahwa "tiada orang pun dapat
di pidana atau di kenakan tindakan, kecuali perbuatan yang di lakukan telah di
tetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang undangan yang
berlaku pada saat perbuatan itu di lakukan". Sebagai mana kita ketahui asas
legalitas merupakan asas yang terpenting di dalam KUHP yang mampu
memberikan suatu kepastian hukum, artinya bahwa asas legalitas formal
memberikan suatu pengertian di perluas bahwa suatu perbuatan tindak pidana
dapat di hukum apabila ada ketentuan peraturan perundang undangan yang
mengaturnya sedangkan apabila perbuatan tindak pidana belum adanya yang
mengaturnya maka perbuatan tersebut tidak bisa di hukum.
Ketentuan dari asas legalitas formal di dalam KUHP hanya mengatur
segala perbuatan yang dapat di hukum. Apabila terdapat di dalam peraturan
perundang undangan, dengan melihat perkembangan masyarakat yang semakin
pesat sehingga suatu keharusan di sini perlu adanya revisi terhadap KUHP untuk
mengimbangi perkembangan masyarakat yang modern. Pada hakikatnya hukum
dan masyarakat tidak dapat di pisahkan seperti apa yang sudah di kemukakan oleh
pakar hukum yaitu Cicero "ubi societas ibi ius" artinya bahwa dimana ada
masyarakat di situ ada hukum. Masyarakat dan hukum berjalan bersama sama
namun dengan melihat kenyataanya perkebangan masyrakat lebih cepat dari
perkebangan hukum di sini kita melihat bahwa hukum yang mengikuti masyarakat
bukan masyarkat yang mengikuti hukum tentunya asas legalitas yang terdapat di
dalam pasal 1 ayat 1 tidak dapat memberikan suatu cangkupan yang luas dengan
melihat segala perbuatan tindak pidana yang ada dengan gaya masyarakat yang
modern.
RKUHP memberikan suatu perubahan yang baru terhadap asas legalitas
yang terdapat di dalam pasal 1 ayat 1 KUHP bahwa ketentuan suatu perbuatan
bisa di hukum apabila sudah ada peraturan perundang undangan yang
mengaturnya tetapi di RKUHP yang baru di jelaskan bahwa di dalam pasal 1 ayat
3 yang berbunyi ketentuan sebagainana di maksud dalam pasal 1 ayat 1 RKUHP
tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang
menentukan bahwa seorang patut di pidana walapun perbuatan tersebut tidak di
atur dalam peraturan perundang undangan. Sebagaimana yang di maksud dalam
pasal 1 ayat 3 itu bahwa adanya suatu ketentuan perbuatan tindak pidana dapat di
hukum dengan menggunakan hukum yang hidup di masyarakaat. Hal ini yang di
maksud dengan adanya suatu pergeseran dari perubahan asas legalitas yang
terdapat di dalam KUHP dengan RKUHP yaitu dari asas legalitas formal ke asas
legalitas materil. Menyikapi dari asas legalitas meteril (hukum yang hidup di
masyarakat) pembentukan RUU KUHP bertitik tolak pada keseimbangan
monodualistik yaitu asas keseimbangan antara kepentingan/perlindungan individu
dengan kepentingan masyarakat. Keseimbangan antara kriteria formal dan materil
dan keseimbangan kepastian hukum dengan rasa keadilan nilai/ ide dalam RUU
KUHP di lanjutkan dalam menentukan tindak pidana adalah selalu melawan
hukum dengan di anutnya sifat melawan hukum materil ketentuan pasal 11 ayat 2
RUU KUHP menyatakan bahwa : untuk di nyatakan sebagai tindak pidana, selain
perbuatan tersebut di larang dan di ancam oleh peraturan perundang undangan,
harus juga bersifat melawan hukum atau bertentangan denga kesadaran hukum
masyarakaat. pembentukan pemikiran undang undang dalam menentukan dapat di
pidana harus memperhatikan keselarasan dengan perasaan hukum yang hidup
dalam masyarakat konklusinya nanti perbuatan tersebut tidak hanya bertentangan
dengan peraturan perundang undangan tetapi juga akan selalu bertentangan
dengan hukum. perbuatan yang bertentangan dengan adalah perbuatan yang di
nilai masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut di lakukan.
Di tentukan syarat bertentangan dengan hukum di dasarkan pada
pertimbangan bahwa penjatuhan pidana pada seseorang yang melakukan suatu
perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum di nilai tidak adil, oleh karena itu
untuk dapat menjatuhkan pidana, hakim harus selalu menentukan apakah yang di
lakukan perbuatan itu secara formil di larang oleh peraturan perundang undangan
dan apakah perbuatan tersebut secara materil juga bertentangan dengan hukum.
dalam arti kesadaran hukum masyarakat hal ini wajib di pertimbangkan dalam
putusan, oleh karena itu ketentuan pasal 1 ayat 3 RUU KUHP mengimbangi
ketentuan pasal 1 ayat 1 RUU KUHP tegasnya asal legalitas formil di imbangi
dengan asas legalitas materil.