Anda di halaman 1dari 26

PERCOBAAN I

ISOLASI SOLANIN

1. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk memisahkan solanin yang merupakan salah
satu alkaloid dalam jaringan kentang secara maserasi.

2. DASAR TEORI
Alkaloid pada umumnya mencakup semua senyawa yang bersifat basa,
mengandung satu atau lebih nitrogen dan biasanya merupakan bagian dari sistem
siklik. Alkaloid terjadi secara karakteristik dalam tumbuhan dan sering dikenal
dengan aktifitas fisiologisnya, sehingga menjadi sangat penting dalam industri
farmasi.
Senyawa alkaloid benyak terkandung dalam akar, biji, kayu, maupun daun
dari tumbuh-tumbuhan. Alkaloid merupakan hasil metebolisme dari tumbuh-
tumbuhan atau dapat berguna sebagai cadangan bagi biosintesis protein.
Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai pelindung dari serangan hama.
Hampir semua alkaloid dapat membentuk garam seperti garam sulfat,
garam oksalat, garam perkhlorat dan garam halogen. Garam alkaloid dan alkaloid
kuartener sangat larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Karena itu
sebelum diekstrak dengan pelarut garamnya harus dibebaskan dengan
penambahan ammonium hidroksida.
Solanin (glukosa steroid) adalah alkaloid utama tanaman kentang, sifat
racunnya relatif rendah dan jumlah sesepora yang tedapat dalam umbi kentang
yang dibudidayakan tidak cukup memberikan efek fisiologi. Konsentrasi solanin
dapat sangat tinggi dalam umbi yang warnanya kehijauan, yang tumbuh dekat
permukaan tanah. Meskipun jarang, kematian dapat terjadi akibat makan kentang
kehijauan itu, terutama pada ternak. Pada konsentrasi tinggi, solanin merupakan
racun, maka cara pemisahan dan penentuan kandungan solanin dalam kentang
merupakan hal yang penting untuk dipelajari.

1
3. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
1. Corong
2. Kertas pH
3. Sentrifus
4. Gelas ukur 100 ml
5. Gelas piala 500 ml
6. Thermometer

3.2. Bahan
1. Kentang yang berwarna kehijauan
2. Asam asetat 5%
3. Amoniak pekat
4. NH4OH 1%
5. Metanol

4. PROSEDUR KERJA
1. Timbang kentang hijau 4 atau 5 buah dan hancurkan dengan blender
2. Ektraksi jaringan secara maserasi dengan asam asetat 10% (15–20 bagian)
selama 2 jam
3. Saring ekstrak itu untuk memisahkan serpihan sel
4. Panaskan sampai 70 0C.
5. Pada suhu kamar tambahkan amoniak pekat tetes demi tetes sampai pH 10.
6. Sentrifus ekstrak, lapisan yang bening dibuang
7. Endapan dicuci dengan NH4OH 1% dan sentrifus lagi.
8. Murnikan solanin kotor tersebut dengan melarutkannya dengan metanol
mendidih
9. Saring dan uji dengan pereaksi dragendorff
10. Keringkan, timbang dan tentukan kadar alkaloid dalam kentang hijau.

2
5. PERTANYAAN / TUGAS
1. Apa yang dimaksud dengan maserasi ?
2. Berikan beberapa contoh alkaloid lain beserta strukturnya !
3. Terangkan empat macam pereaksi bagi alkaloid !
4. Tuliskan struktur solanin !
5. Kenapa ekstraksi solanin dalam percobaan ini menggunakan asam asetat?
6. Sebutkan beberapa sifat fisik dan kimia alkaloid

3
PERCOBAAN II
DESTILASI UAP

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal cara memurnikan suatu zat cair yang titik didihnya tinggi dari
campuran atau kotoran

2. DASAR TEORI
Untuk memurnikan suatu zat cair dari campuran atau kotorannya
dipergunakan cara destilasi. Dasar dari destilasi adalah perbedaan titik didih dari
zat-zat cair dalam campuran zat cair tersebut. Titik didih yang terendah akan
menguap lebih dahulu, kemudian bila didinginkan akan mengembun.
Destilasi uap digunakan untuk memurnikan zat cair yang titik didihnya
tinggi dan sebelum mencapai titik didihnya zat cair tersebut sudah terurai atau
rusak. Syarat lain bahwa zat cair tersebut tidak larut dalam air. Untuk menurunkan
titik didihnya supaya zat cair tersebut tidak terurai maka dialirkan uap air, sebab
titik didih campuran lebih rendah dari pada titik didih masing-masing zat cair

3. ALAT DAN BAHAN


3.1. Alat
1. Labu dasar bulat berleher dua (5 L) 2 buah
2. Kaki tiga dan kasa 1 buah
3. Mantel 1 buah
4. Pembakar bunsen 1 buah
5. Pendingin leibig 1 buah
6. Elenmeyer 1 buah
7. Statif dan klem 3 buah
8. Pipa penghubung
9. Pipa uap
10. Corong saring 1 buah
11. Corong pisah 1 buah

4
3.2. Bahan
1. Kulit jeruk halus / kayu manis bubuk / buah cengkeh bubuk 250 g
2. Na2SO4 anhidrat

4. PROSEDUR KERJA

Gambar 1. Rangkaian alat destilasi uap

1. Desain alat seperti gambar 1.


2. Masukkan air pada labu pertama
3. Masukkan sampel pada labu kedua
4. Panaskan air dengan menghidupkan mantel sehingga uap air akan dialirkan
kedalam tumpukan jaringan sampel

5
5. Tampung destilat dengan erlenmeyer berisi air
6. Panaskan labu kedua kalau terdapat banyak air
7. Lakukan destilasi selama  2 jam
8. Pisahkan hasil destilat dengan corong pisah ( minyak di bagian atas )
9. Lapisan minyak ditambah dengan Na2SO4 anhidrat , kemudian dekantasi
10.Timbang minyak yang saudara peroleh. Hitunglah kadarnya !
5. PERTANYAAN/TUGAS
1. Apakah zat pada bagian atas destilat ? Apakah komponen utamanya ?
2. Apa fungsi penambahan Na2SO4 anhidrat ?

6
PERCOBAAN III
PENENTUAN TITIK LELEH

I. Tujuan Percobaan
Mengenal cara penentuan titik leleh dengan menggunakan berbagai alat

II. Dasar Teori


Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur dimana zat padat berubah
menjadi cairan pada tekanannya satu atmosfer. Titik leleh dari zat yang berbentuk
hablur di mana fase padatnya adalah dalam keadaan setimbang dengan fase
cairnya. Untuk menentukan titik leleh suatu zat yang berbentuk hablur, sedikit
dari suatu zat yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam suatu tabung atau pipa
kapiler yang berdinding tipis. Temperatur yang dicatat sebagai titik leleh adalah
temperatur di mana zat padat itu mulai meleleh sampai mencair semuanya.
Jarak titik leleh (interval antara mulai meleleh sampai mencair semuanya)
dan titik leleh yang sebenarnya adalah petunjuk yang penting dari kemurnian dari
suatu zat. Suatu zat yang murni biasanya mempunyai titik leleh yang tertentu dan
tajam, zat tersebut meleleh semuanya dalam jarak temperatur yang pendek sekali
(tidak boleh lebih dari 0,5o sampai 1,0o , bila digunakan teknik pengerjaan yang
baik). Jarak titik leleh tidak hanya dipengaruhi oleh kemurnian saja tetapi juga
oleh faktor lain seperti ukuran besarnya hablur, jumlah zat yang dilelehkan,
kecepatan pemanasan dan sebagainya.
Adanya sedikit zat pengotor dapat menyebabkan jarak titik leleh akan
membesar dan titik leleh dari zat yang diamati menjadi lebih rendah dari titik leleh
zat murninya. Oleh karena itu titik leleh merupakan kriteria yang sangat berarti
untuk suatu senyawa organik.
Alat penentuan titik leleh ada 2 jenis :
1. Penentuan titik leleh dengan pipa kapiler
a. Labu berleher panjang
b. Alat thiele
Merupakan alat penentu titik leleh dengan pipa kapiler yang lebih baik
karena dengan alat ini perambatan panas lebih merata. Pada alat ini

7
cairan pemanas yang digunakan biasanya minyak sehingga dapat
digunakan untuk penentuan senyawa bertitik leleh sampai 200oC
c. Alat melting blok
Pada alat ini, penentuan titik leleh dapat dilakukan pada suhu rendah
sampai –50oC. Pengamatan dapat dilakukan dengan menggunakan gelas
piala berisi karbon dioksida padatan dalam pelarut metanol. Pertama alat
ini didinginkan sampai zat yang berada dalam pipa kapiler memadat
kemudian campuran dingin ini diaduk perlahan-lahan hingga suhunya
naik.

Macam-macam penangas untuk penentuan titik leleh dengan pipa kapiler :


1. Untuk titik leleh di bawah 100o digunakan air
2. Untuk titik leleh 100-250o dapat digunakan minyak parafin,
gliserin/gliserol yang tidak mengandung air, minyak jarak (castrol oil),
minyak yang sudah dihidrogenasikan (dijenuhkan). Asam sulfat pekat
agak berbahaya bila dipakai sebagai cairan penangas dalam tempat yang
terbuka
3. Untuk titik leleh yang lebih tinggi dari 250 o digunakan melting blok,
karena sering terbentuk asap dan terjadi penguraian dari cairan penangas
pada suhu tinggi

Untuk memperoleh hasil yang memuaskan :


1. Penangas harus dipanaskan dengan pemanasan yang teratur naik, kira-kira
2o setiap menit bila telah mendekati titik lelehnya
2. Memperkecil perbedaan waktu proses peleburan dan pemindahan panas
yang dapat dicapai dengan cara :
a. Jumlah zat yang dilelehkan harus sedikit
b. Zat harus dihaluskan terlebih dahulu dan dimasukkan secara padat
ke dalam pipa kapiler
c. Pipa kapiler yang digunakan dindingnya harus tipis dan
diameternya harus kecil (1 mm)

8
2. Penentuan titik leleh dengan pemanas listrik
Dewasa ini penentuan titik leleh banyak dilakukan dengan menggunakan alat
penentuan titik leleh dengan pemanas listrik, misalnya penentu titik leleh
Fischer-John dan Kofler. Dengan menggunakan alat ini pengerjaan relatif lebih
mudah karena pipa kapiler dan cairan pemanas tidak diperlukan, jumlah bahan
yang diperlukan tidak terlalu banyak dan dapat menentukan titik leleh sampai
360oC, kristal yang akan ditentukan titik lelehnya diletakkan pada lempeng
kaca dan pengamatan titik leleh dibantu dengan kaca pembesar.
Untuk pengukuran yang benar alat harus dikalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan senyawa standar. Contoh senyawa standar adalah asam
benzoat Tl = 122oC. Untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi, sebaiknya alat
tersebut dikalibrasi 2 kali dengan 2 senyawa standar yang titik lelehnya
berdekatan dengan titik leleh senyawa yang diamati.
Titik leleh dapat ditentukan dengan 2 cara, yaitu ;
1. Cara kontinu : suhu pada tempat pemanas dinaikkan tanpa dihentikan
sampai zat meleleh dengan sempurna.
2. Saat kesetimbangan : suhu dimantapkan dengan penyesuaian pemanas
sehingga keadaan kesetimbangan antara fasa padat dan cair tercapai.
Cara ini memungkinkan untuk menentukan titik leleh dengan lebih
teliti.
Penunjuk yang lebih rinci akan dapat diperoleh dari instruksi olah alat yang
bersangkutan.

III. Alat dan Bahan


3.1 Alat
Labu berleher panjang/Labu alas bulat
Kaca arloji
Termometer (skala 200o)
Kaki tiga dan kasa
Klem tiga jari
Statif
Pembakar bunsen

9
Pipa kapiler (panjang 70 mm dan diameter 1-2 mm)
Alat penentu titik leleh Fisher-Jhon
3.2 Bahan
1. Asam salisilat
2. Asam benzoat
3. Asam Oksalat
4. Minyak goreng
5. Gliserin

IV. Prosedur Kerja


Penentuan titik leleh dengan pipa kapiler dalam labu leher panjang
1. Masukkan bubuk zat sampel yang sudah dihaluskan ke dalam pipa kapiler
yang telah ditutup salah satu ujungnya dengan cara memanaskan. Untuk
memasukkan zat ini letakkan kristal yang telah dihaluskan pada kaca arloji
dan ujung kapiler yang terbuka didorong kearah serbuk tersebut.
Kemudian pipa kapiler dijatuhkan beberapa kali melalui tabung gelas yang
diletakkan vertikal. Cara ini dapat dilakukan beberapa kali sehingga
diperoleh ketinggian bahan dalam pipa kapiler kira-kira 2-4 mm
2. Ikatkan pipa kapiler berdampingan dengan termometer dan atur sehingga
ujung pipa kapiler berdampingan dengan reservoir air raksa.
3. Masukkan gliserin ke dalam labu leher panjang, kemudian masukkan pipa
kapiler yang diikatkan pada termometer dan rakitlah alat ini.
4. Nyalakan pembakar bunsen, amati mulai temperatur berapa zat itu meleleh
di dalam pipa kapiler. (Pemanasan harus dilakukan perlahan-lahan agar
didapatkan pengamatan yang teliti)
5. Ulangi dengan sampel yang lain sampai tiga kali dan catatlah titik lelehnya
(Pengamatan ulang harus menggunakan zat baru dan biarkan cairan
pemanas selama beberapa waktu agar dingin sampai kira-kira 20oC
dibawah titik leleh zat yang diukur)
6. Bandingkan dengan titik leleh senyawa dari literatur

10
Penentuan titik leleh dengan alat Fisher John
Pengukuran titik leleh dengan melting point apparatus ini dilakukan untuk
memastikan kemurnian senyawa, yaitu dengan cara meletakkan beberapa butir
kristal diantara 2 lempeng kaca objek mikroskop, kemudian alat dihidupkan dan
diatur kenaikan suhu. Amati suhu saat kristal mulai meleleh sampai saat meleleh
sempurna.

V. Pertanyaan
1. Mengapa penangas yang digunakan dalam percobaan ini gliserin ?
jelaskan!
2. Mengapa zat yang ditentukan titik lelehnya diletakkan dekat reservoir air
raksa? jelaskan !
3. Untuk melakukan pengamatan ulang terhadap titik leleh harus
menggunakan zat yang baru, kenapa ?
4. Buatlah gambar 3 buah alat penentuan titik leleh dengan pipa kapiler !
5. Cari titik leleh dari 5 senyawa hasil isolasi metabolit sekunder tumbuhan !
6. Bagaimana menentukan kisaran titik leleh pada cara kontinu pada alat
Fisher –Jhon ?

11
PERCOBAAN IV
UJI FITOKIMIA KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER

1. TUJUAN PERCOBAAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder
yang terdapat dalam tumbuhan.

2. DASAR TEORI
Secara umum kandungan senyawa metabolit sekunder dalam bahan alam
hayati dikelompokkan berdasarkan sifat reaksi khas suatu metabolit sekunder
dengan pereaksi tertentu. Atas dasar ini kandungan metabolit sekunder dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Alkaloid : Kelompok senyawa yang mengandung nitrogen
dalam bentuk gugus fungsi amin.
2. Triterpenoid/Steroid : Kelompok senyawa turunan asam mevalonat.
3. Flavonoid : Kelompok senyawa fenil propanoid dengan
kerangka karbon C6-C3-C6.
4. Fenolat : Kelompok senyawa aromatis dengan gugus
fungsi hidroksil.
5. Saponin : Kelompok senyawa dalam bentuk glikosida
triterpenoid/steroid.
Di samping kelompok senyawa yang telah disebutkan, masih banyak lagi
kandungan metabolit sekunder lainnya yang tidak mudah dideteksi keberadaannya
dalam sampel bahan alam hayati kecuali setelah diisolasi, dimurnikan dan
dikarakterisasi strukturnya secara spektroskopi.
Uji fitokimia kandungan metabolit sekunder dalam sampel bahan alam
hayati dapat dilakukan langsung di lapangan maupun setelah sampel dibawa ke
laboratorium. Uji lapangan relatif sederhana, cepat, tetapi tidak begitu akurat.

12
3. ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat
1. Lumpang porselen
2. Pipet tetes
3. Lampu spritus
4. Tabung reaksi besar dan kecil
5. Plat tetes

3.2. Bahan
1. Sampel tumbuhan segar
2. Logam magnesium
3. Kloroform
4. Asam klorida pekat
5. Asam sulfat pekat
6. Larutan FeCl3
7. Asam asetat anhidrida
8. Pasir
9. H2SO4 2 N
10. Pereaksi Meyer
11. Pereaksi Wagner

4. PROSEDUR KERJA
Uji Triterpenoid/Steroid
- Sampel segar (± 4 g) dipotong kecil dan digerus dalam lumpang
bersama sedikit pasir dan sedikit kloroform (± 10 mL).
- Pindahkan sebagian ekstrak kloroform (dengan bantuan pipet dan
kapas) ke dalam dua lobang plat tetes.
- Ke dalam ekstrak kloroform dalam plat tetes ditambahkan asam asetat
anhidrida (2-3 tetes) pada salah satu lubang, sementara pada lubang
yang lain ditambahkan asam sulfat pekat (1-2 tetes) sebagai
pembanding.
- Bagian yang ditambahkan asam asetat anhidrida diaduk perlahan

13
beberapa saat sampai kering, kemudian ditambahkan asam sulfat pekat
(1-2 tetes) dan amati pewarnaan yang timbul.
- Pewarnaan merah atau merah ungu memberikan mengindikasikan
senyawa triterpenoid, sementara pewarnaan hijau-biru
mengindikasikan senyawa steroid.

Uji Flavonoid, Fenolat dan Saponin


- Sampel segar (± 4 g) dipotong kecil dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi besar, kemudian ditambahkan air sampai semua sampel
terendam dan dididihkan dengan api langsung (dapat digunakan lampu
spritus).
- Air rebusan dipindahkan selagi masih panas ke dalam tabung reaksi
lain dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
a. Flavonoid
Sebagian air rebusan dipipet ke dalam tabung reaksi kecil, lalu
ditambahkan asam klorida pekat (± ½ volum air) dan beberapa butir
serbuk magnesium. Pewarnaan orange sampai merah
mengindikasikan senyawa flavonoid.
b. Fenolat
Sebagian air rebusan dipindahkan ke dalam tabung reaksi kecil,
kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3. Pewarnaan biru
atau biru ungu mengindikasikan senyawa fenolat.
c. Saponin
Air rebusan dalam tabung reaksi dikocok kuat beberapa lama.
Pembentukan busa permanen (± 15 menit) dan tidak hilang dengan
penambahan 1 tetes HCl pekat mengindikasikan senyawa saponin.

Uji Alkaloid
- Sampel segar (± 4 g) dipotong kecil dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi besar, kemudian ditambahkan asam sulfat 2N
- Sampel yang telah dilarutkan kemudian diberi pereaksi Meyer dan
pereaksi Wagner.

14
- Ada tidaknya endapan berwarna diamati.

5. PERTANYAAN /TUGAS
1. Dalam pengerjaan sampel (khususnya pada waktu menggerus) digunakan
pasir, jelaskan apa guna pasir tersebut!
2. Tuliskan masing-masing 5 contoh senyawa yang termasuk kelompok
flavonoid, triterpenoid dan steroid!

15
PERCOBAAN V
EKSTRAKSI SENYAWA METABOLIT SEKUNDER

1. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal metode ekstraksi (maserasi dan fraksinasi) senyawa metabolit
sekunder dalam kimia organik

2. DASAR TEORI
Ekstraksi adalah proses yang melibatkan perpindahan suatu konstituen
padat atau cair ke dalam cairan lain yaitu pelarut. Berdasarkan definisi ini,
ekstraksi dibagi 2 yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair.

Ekstraksi padat cair (maserasi)


Salah satu metode ekstraksi padat cair yang paling klasik adalah maserasi
atau perendaman. Metode ini sederhana dalam penempatan sampel tumbuhan di
dalam kontainer berbentuk gelas atau stainless still yang ditutup. Pada metode ini
terjadi kontak langsung antara sampel dengan pelarut untuk mengizinkan
penetrasi pelarut kedalam struktur sellular untuk melarutkan senyawa yang dapat
larut. Effisiensi dari metode ini dapat meningkat dengan waktu pemanasan atau
pengocokan kontainer atau dengan menggunakan magnetik stirrer untuk
menghomogenisasi larutan akhir dan penjenuhan pelarut. Metode maserasi ini
bersifat tidak kontinue sehingga pelarut harus diperbarui sampai semua metabolit
sekunder habis terekstrak keluar.
Untuk memisahkan bahan padat dari larutan cair dapat dilakukan dengan
cara penyaringan apabila bahan padat yang dipisahkan sangat kasar maka dapat
dipisahkan dengan menggunakan corong dilengkapi dengan kertas saring. Apabila
kristal yang dipisahkan sangat halus, penyaringan dilakukan dengan
menggunakan corong buchner. Proses penyaringan dapat menyebabkan
kehilangan pelarut, metabolit dan sampel tumbuhan, kemudian hasil didapat
berupa filtrat.
Pemisahan dengan cara dekantasi sering dilakukan dalam laboratorium
kimia organik. Caranya sebagai berikut, larutan dituang secara pelan-pelan dengan
bantuan pengaduk gelas. Bahan padat tetap tinggal dalam labu atau gelas piala

16
Syarat pelarut yang dipilih untuk ekstraksi seharusnya mudah didapat,
melarutkan metabolit sekunder, tidak bereaksi dengan senyawa yang diisolasi,
mudah diuapkan, tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Pelarut teknis harus
didestilasi sebelum digunakan. Beberapa plasticizer biasanya terdapat sebagai
pengotor dalam pelarut (Silva dkk., 1998).
Ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan ini menggunakan
sampel kering agar kadar airnya seminimal mungkin. Sampel tumbuhan
dikeringkan pada udara atmosfer yaitu pada temperatur ruangan.
Pemotongan sampel membantu penetrasi pelarut ke struktur selular dari
jaringan tumbuhan oleh karena itu membantu melarutkan metabolit sekunder dan
meningkatkan hasil ekstraksi. Secara umum, ukuran partikel yang lebih kecil dari
material tumbuhan lebih mengefisienkan ekstraksi (Silva dkk., 1998).
Ekstraksi sampel pada praktikum ini dilakukan secara maserasi
(perendaman) menggunakan pelarut metanol. Metanol sering dipilih sebagai
pelarut dalam ekstraksi pendahuluan bagian tumbuhan. Ekstraksi dengan pelarut
metanol dapat dilakukan secara efisien berdasarkan prinsip bahwa ukuran
molekulnya yang kecil sehingga dapat menembus sampai ke dalam dinding sel
dan vakuola sel tumbuhan tempat dimana metabolit sekunder tersebut berada.
Metanol dapat mengeluarkan semua metabolit sekunder yang berada dalam
vakuola. Metanol melarutkan metabolit polar bersama dengan medium dan
senyawa-senyawa non polar diekstrak dengan cosolubilization (Silva dkk., 1998).
Jadi pada ekstrak metanol kasar terkandung ekstrak non polar sampai polar.

Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi adalah pemisahan suatu substansi dari 1 fase ke fase yang lain.
Ekstraksi cair-cair dilakukan untuk mengekstraksi senyawa organik yang terlarut
dalam suatu pelarut dengan pelarut lainnya dan diantara kedua pelarut tidak saling
melarutkan sehingga akan membentuk 2 lapisan. Senyawa organik yang
diinginkan akan tertarik kepada pelarut yang ditambahkan. Ekstraksi ini dilakukan
dalam corong pisah. Dalam proses pengekstraksian ini jumlah volume yang sama

17
dari suatu pelarut lebih baik dilakukan banyak kali daripada 1 kali saja. Dengan
pengekstraksian banyak kali akan terjadi pengekstraksian yang lebih sempurna
(Fessenden dkk., 2001 ).
Ekstraksi cair-cair dalam corong pisah digunakan untuk memisahkan
ekstrak metanol kasar dengan pelarut berdasarkan kepolarannya yaitu dengan n-
heksana, kloroform, etil asetat sehingga akan diperoleh ekstrak dengan jumlah
komponen lebih sederhana yaitu non polar, semi polar dan polar. Dalam
prakteknya, akan terbentuk bidang batas antara ekstrak yang polar dengan yang
lebih non polar sehingga dapat dipisahkan.
Corong pisah digunakan untuk mengekstraksi senyawa organik yang terlarut
dalam suatu pelarut dan antara kedua pelarut tidak saling bercampur, sehingga
terjadi dua lapisan, dan senyawa organik yang diinginkan akan tertarik kedalam
pelarut yang ditambahkan. Untuk memisahkan campuran tersebut dilakukan
dengan menggunakan corong pisah seperti ditunjukkan pada gambar 1. Campuran
dimasukkan dalam corong pisah ditunggu beberapa saat, tergantung dari keadaan
campuran. Kadang dijumpai pemisahan dua lapisan yang lama, sampai beberapa
hari. Setelah terjadi dua lapisan pemisahan dapat dilakukan dengan membuka kran
secara pelan-pelan sampai batas pemisahan.

Gambar 1. Rangkaian pemisahan dengan corong pisah

Ekstrak metanol hasil maserasi dapat dipekatkan dengan Rotary


evaporator. Begitu juga masing-masing ekstrak hasil fraksinasi dengan corong
pisah, dari fraksi non polar sampai polar dapat dievaporasi pelarutnya dengan

18
rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kering. Rotary evaporator adalah
pengembangan dari teknik penguapan destilasi vakum. Dengan rotary evaporator
pengusiran pelarut berlangsung dengan sempurna. Rotary evaporator terdiri dari 3
komponen utama yaitu vakum, pendingin dan pemanas. Vakum berperan untuk
menurunkan titik didihnya, pendingin untuk mencairkan kembali pelarutnya dan
pemanas untuk menguapkan pelarutnya. Labu putar tempat sampel dan
mendapatkan hasil yang diinginkan, dan labu gantung untuk menampung pelarut
yang telah mencair.

Gambar 2. Rotari evaporator

3. ALAT DAN BAHAN


3.1. Alat
1. Botol coklat 1 L
2. Erlenmeyer 1 L ml 2 buah
3. Erlenmeyer 250 mL 3 buah
4. Gelas piala 500 ml 2 buah
5. Corong pisah 1 L
6. Kertas saring
7. Corong
8. Seperangkat alat rotary evaporator
9. Corong pisah

19
3.2. Bahan
0,5 – 1 kg sampel tumbuhan (segar) dari praktikum sebelumnya (Percobaan 4)
yang mempunyai uji fitokimia paling bagus, aquades, metanol, petroleum
eter/heksana, DCM (diklorometil), etil asetat.

4. PROSEDUR KERJA
1. Sampel tumbuhan dipotong kecil-kecil dan dimaserasi dengan metanol
selama  1 malam pada suhu ruang (dikerjakan 1 hari sebelum praktikum)
2. Lakukan dekantasi dan penyaringan !
3. Ekstrak metanol yang dihasilkan dipisahkan pelarutnya dengan rotary
evaporator.
4. Mulanya labu putar dijalankan dan diiringi dengan pemvakuman dengan
pompa vakum yang menggunakan air dengan pipa T.
5. Atur temperatur kira-kira 40oC. Pengusiran pelarut dilanjutkan sampai
tidak ada lagi pelarut yang naik.
6. Timbang ekstrak metanol pekat yang dihasilkan.
7. Ekstrak metanol pekat dimasukkan kedalam corong pisah kemudian
ditambahkan petroleum eter atau n-heksana. Dalam pengisian corong pisah
hendaknya tidak penuh dan sisakan rongga udara sepertiganya.
8. Corong pisah dipegang dengan kedua tangan dalam mengocoknya.
Biarkan beberapa waktu sampai terbentuk 2 lapisan
9. Bila tidak terbentuk lapisan 2 lapisan (bidang batas), tambahkan sedikit
air. Kemudian kocok lagi. Pisahkan kedua lapisan dengan cara
menampung lapisan bawah dengan gelas piala dan dilanjutkan dengan
lapisan atas pada gelas piala yang lain
10. Dalam proses pengekstraksian, jumlah volume yang sama dari suatu
pelarut lebih baik dilakukan banyak kali daripada satu kali saja. Karena
dengan pengekstraksian banyak kali akan terjadi pengekstraksian yang
lebih sempurna.
11. Lanjutkan fraksinasi dengan kloroform/DCM dan etil asetat serta n-
butanol.

20
5. PERTANYAAN
1. Kenapa aquades tidak larut dalam petroleum eter ?
2. Pada lapisan mana petroleum eter berada dalam corong pisah? kenapa ?
Hubungkan dengan berat jenis kedua pelarut !
3. Mengapa penarikan pelarut dengan rotary evaporator dapat dilakukan pada
suhu 40oC, lebih rendah dari titik didih pelarut organik pada umumnya ?

21
PERCOBAAN VI
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

1. TUJUAN PERCOBAAN
Pemisahan dan identifikasi metabolit sekunder secara kualitatif dengan
metode kromatografi lapis tipis (KLT)

2. DASAR TEORI
Cara pemisahan dengan adsorbsi pada lapisan tipis adsorben yang
sekarang dikenal dengan kromatografi lapis tipis (Thin Layer Chromatography
atau TLC) telah dipakai sejak tahun 1983. Tekhnik ini bertujuan untuk
memisahkan komponen kimia secara cepat berdasarkan prinsip adsorbsi dan
partisi. TLC atau KLT dapat digunakan untuk memisahkan berbagai senyawa
seperti ion–ion anorganik, kompleks senyawa-senyawa organik dengan senyawa–
senyawa anorganik, dan senyawa-senyawa organik baik yang terdapat di alam
maupun senyawa-senyawa organik sintetik.
Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis dibandingkan dengan
kromatografi kertas adalah karena dapat dihasilkannya pemisahan yang lebih
sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, dan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat.
KLT merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai
fase diam. Empat macam adsorben yang umum digunakan adalah silica gel,
alumina, kieselghur dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben tersebut, yang
paling banyak dipakai adalah silica gel karena mempunyai daya pemisahan yang
baik. Fase diam untuk KLT seringkali juga mengandung substansi yang dapat
berpendar dalam sinar ultra violet. Fasa gerak atau larutan pengembang biasanya
digunakan pelarut campuran organik atau bisa juga campuran pelarut organik-
anorganik.
Sampel yang biasanya berupa campuran senyawa organik ditotolkan di
dekat salah satu sisi lempengan dalam bentuk larutan dengan jumlah kecil,
biasanya beberapa mikroliter berisi sejumlah mikrogram senyawa. Noda sampel
dibuat sekecil mungkin, dan kemudian sisi lempengan tersebut dicelupkan ke
dalam fasa bergerak (eluen) yang sesuai. Pelarut bergerak naik di sepanjang

22
lapisan tipis zat padat di atas lempengan, dan bersamaan dengan pergerakan
pelarut tersebut, zat terlarut (sampel) dibawa dengan laju yang tergantung pada
kelarutan zat terlarut, fasa bergerak dan interaksinya dengan zat padat. Setelah
pelarut naik sampai menyentuh garis batas atas KLT, lempengan dikeringkan dan
noda-noda zat terlarut diperiksa dengan menggunakan sinar UV atau penampak
noda.

Sebuah garis menggunakan pensil digambar dekat bagian bawah


lempengan dan sampel ditotolkan pada garis itu. Diberikan penandaan pada garis
di lempengan untuk menunjukkan posisi awal dari sampel. Ketika bercak dari
sampel mengering, lempengan ditempatkan dalam sebuah gelas kimia bertutup
berisi pelarut dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Perlu diperhatikan bahwa
batas pelarut berada di bawah garis dimana posisi bercak berada. Gelas kimia
ditutup agar kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk
mendapatkan kondisi ini, dalam gelas kimia biasanya ditempatkan potongan
kertas saring yang terbasahi oleh pelarut.

3. ALAT DAN BAHAN


3.1. Alat
1. Bejana pengembang kromatografi (Chamber) 1 buah
2. Erlemeyer 50 mL 3 buah
3. Pinset 1 buah
4. Gelas ukur 10 mL 3 buah
5. Pipet tetes 4 buah
6. Oven

23
7. Pipa kapiler (alat penotol) 5 buah
8. Plat KLT F254 1 lembar
9. Mistar 1 buah
10. Pinsil 2B 1 buah
11. Cutter 1 buah
12. Vial 5 buah

3.2. Bahan
1. Sampel berupa fraksi n-heksana, etilasetat dan metanol yang didapat dari
percobaan V
2. Penampak noda (Pereaksi Dragendroft, Libermann-Burshard, FeCl3, asam
sulfat 10% dan serium sulfat)
3. Kapas
4. Lagban
5. Label
6. Tissue
7. Heksana
8. Diklorometana
9. Etilasetat
10. Aseton
11. Metanol

4. PROSEDUR KERJA
1. Potong plat KLT dengan ukuran 8 x 1,5 cm
2. Garis dengan pinsil bagian atas dan bawah KLT kira-kira 0,5 cm
3. Celupkan pipet kapiler ke dalam larutan sampel (fraksi heksana) dan
totolkan dengan hati-hati ditengah-tengah garis bawah KLT (lakukan
untuk 5 potongan plat KLT)
4. Masukkan eluen kedalam chamber hingga ketinggian 0,4 cm dari dasar
chamber
5. Jenuhkan eluen dengan kertas saring yang disandarkan mengelilingi
hampir separuh dinding chamber (ditandai dengan naiknya eluen hingga
membasahi seluruh bagian dari kertas saring).

24
6. Masukkan KLT ke dalam chamber dan tutup champer dengan penutup
kaca
7. Eluen dibiarkan naik sampai menyentuh garis batas atas KLT
8. KLT dikeluarkan dari chamber menggunakan penjepit dan dibiarkan
kering
9. Noda yang terdapat pada KLT disemprot/diolesi menggunakan kapas
masing-masing dengan pereaksi dragendroft, libermann-burchard, FeCl3,
asam sulfat 10% dan serium sulfat.
10. Masukkan plat kedalam oven sampai muncul warna noda pada KLT
11. Catat warna yang muncul, lapisi dengan lagban dan difoto.
12. Lakukan variasi campuran eluen sampai didapatkan pemisahan noda yang
bagus
13. Lakukan prosedur yang sama untuk fraksi etilasetat dan metanol

5. PERTANYAAN/TUGAS
1. Jelaskan prinsip pemisahan dan identifikasi senyawa pada KLT!
2. Sebutkan fungsi dari:
a. Kertas saring
b. pereaksi dragendroft
c. pereaksi libermann-burchard
d. FeCl3
e. asam sulfat 10%
f. serium sulfat
3. Mengapa sebelum plat KLT dimasukkan kedalam chamber harus
dijenuhkan terlebih dahulu!

DAFTAR PUSTAKA

Chairil Anwar, Bambang Purwono, Harno Dwi Pranowo, Tutik Dwi Wahyuningsih,
1994, Pengantar Praktikum Kimia Organik, Depdikbud, Dikti
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2006, Kecakapan Hidup (Life Skill),
Jakarta
Fessenden, R.J.and Fessenden, J. S., 1995, Kimia Organik, Jilid 1, ed-3, Erlangga,
Jakarta
Fessenden, R.J., Fessenden, J.S. and Feist, P., 2001, Organic Laboratory

25
Techniques, 3rd edition, Brooks/Cole, Canada

Miller J.A., Neuzel E.F., 1980, Modern Experimental Organic Chemistry,


Western Washington University, Canada
Sanusi Ibrahim, Amri Napis, 1991, Praktikum Kimia Organik, Jurusan Kimia,
FMIPA, UNAND, Padang
Sanusi Ibrahim, 1998, Teknik Laboratorium Kimia Organik, Pasca Sarjana,
UNAND, Padang.
Silva, G.L., Lee, I. and Kinghorn, A.D., 1998, Special Problems with the
Extraction of Plants, in Natural Products Isolation, editor Richard, J.P.
Cannell, Humana Press, Totowa, New Jersey

26

Anda mungkin juga menyukai