Anda di halaman 1dari 2

Kemitraan Tebu Desa Penyangga dengan Pabrik Gula (PG) Jatitujuh

Tebu (Sacharum spp.) adalah jenis tanaman


rumput-rumputan tahunan yang banyak didapati
di daerah tropis. Tanaman tebu memerlukan suhu
panas atau paparan sinar matahari tinggi, cukup
air dan drainase yang baik, serta lahan yang subur.
Masa tanam tebu beraneka ragam yaitu antara
sekitar 10 hingga 24 bulan. Tanaman tebu
merupakan tanaman industri perkebunan yang
berperan pada pembangunan ekonomi dan
dimanfaatkan sebagai bahan yang utama dalam
industri pergulaan nasional. Gula yang dihasilkan
oleh tanaman tebu merupakan salah satu dari
bahan makanan pokok yang penting dalam
kebutuhan hidup masyarakat. Gula pasir
memberikan konstribusi lebih dari 90%dari
pemenuhan konsumsi masyarakatsebagai pemanis
(Sawit dkk, 1998dalam Meiditha, 2003). Sumber : Arsip BPP Tukdana

Dalam rangka meningkatkan produktivitas gula serta sebagai upaya pemberdayaan


dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di Desa Penyangga, Anak
Perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) yang bergerak dalam sektor
agroindustri, PT PG Rajawali II meluncurkan Program Kemitraan Tebu Desa Penyangga
dengan Pabrik Gula (PG) Jatitujuh. PG Jatitujuh memiliki luas area sekitar 12.000 Ha dan
berbatasan langsung dengan 22 Desa Penyangga yang lokasinya terbagi di dua Kabupaten,
yaitu 11 desa di wilayah Kabupaten Majalengka dan 11 desa di wilayah Kabupaten Indramayu.
Salah satu desa penyangga yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu yaitu Desa Kerticala.
Pola Kemitraan yang diterapkan yaitu kemitraan dengan pabrik gula sebagai avails atau
pabrik gula sebagai penjamin kredit untuk permodalan petani tebu. PG Jatitujuh
memberikan rekomendasi kepada Bank Pelaksana/lembaga pembiayaan lainnya terhadap
petani tebu yang akan mendapatkan kredit dengan beberapa persyaratan yang telah
ditetapkan.

Komponen Kredit per hektar berupa kompensasi pengelolaan lahan, pupuk, biaya
garap, hama penyakit, bibit, dan ongkos tebang angkut. Besaran kredit yang diberikan yaitu
sebesar 50 juta rupiah per petani, dimana peruntukannya berbeda antara penggunaan untuk
tanaman Plant Cane (PC) dan Ratoon Cane (RC). Hal ini dikarenakan untuk tanaman PC
memerlukan biaya garap, bibit, dan biaya angkut yang lebih besar dibandingkan RC,
sehingga kompensasi pengelolaan lahan (KPL) untuk PC lebih rendah dibanding KPL untuk
RC. Bagi petani tebu yang menggarap tanaman PC maksimal lahan yang bisa digarap yaitu 1.7
hektar, sedangkan yang menggarap tanaman RC maksimal 2 hektar.
Masa tanam tebu kemitraan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Oktober
dengan kesepakatan jangka waktu kerjasama selama 3 tahun dan dievaluasi setiap musim
tanam (setiap tahun). Apabila petani tebu dinilai oleh pihak PG tidak memiliki kompetensi
dalam pengelolaan kebun atau melakukan penyimpangan yang merugikan PG maka
kesepakatan sewaktu-waktu dapat diakhiri.
Pola kemitraan yang dilakukan disebut juga pola bagi hasil dimana dari hasil
penggilingan tebu pabrik gula memperoleh bagian 34% sedangkan petani tebu memperoleh
66% ditambah tetes tebu (molase) sebesar 3%. Untuk Musim 2018/2019 ini gula yang
diperoleh petani dibeli oleh pabrik gula setelah dilakukan perhitungan kurang lebih sebesar
Rp. 49.000 per kuintal. Berdasarkan pengalaman petani tebu yang ada di Desa Kerticala hasil
yang diperoleh ada yang merasa rugi dan ada yang merasa untung. Mereka merasa rugi
karena beberapa hal, salah satunya adalah karena petani penggarap di Desa Kerticala masih
awam dalam budidaya tebu sehingga biaya yang dikeluarkan terlalu boros, misalkan biaya
tenaga kerja harus mendatangkan dari desa lain yang sudah berpengalaman dalam budidaya
tebu. Oleh karena itu, untuk tanam selanjutnya agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal
dari kemitraan ini, petani tebu di Desa Kerticala akan berusaha meminimalisir biaya-biaya
yang dikeluarkan. (Penulis : Evi Nina Novianti, SP).

Anda mungkin juga menyukai