Komponen Kredit per hektar berupa kompensasi pengelolaan lahan, pupuk, biaya
garap, hama penyakit, bibit, dan ongkos tebang angkut. Besaran kredit yang diberikan yaitu
sebesar 50 juta rupiah per petani, dimana peruntukannya berbeda antara penggunaan untuk
tanaman Plant Cane (PC) dan Ratoon Cane (RC). Hal ini dikarenakan untuk tanaman PC
memerlukan biaya garap, bibit, dan biaya angkut yang lebih besar dibandingkan RC,
sehingga kompensasi pengelolaan lahan (KPL) untuk PC lebih rendah dibanding KPL untuk
RC. Bagi petani tebu yang menggarap tanaman PC maksimal lahan yang bisa digarap yaitu 1.7
hektar, sedangkan yang menggarap tanaman RC maksimal 2 hektar.
Masa tanam tebu kemitraan dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Oktober
dengan kesepakatan jangka waktu kerjasama selama 3 tahun dan dievaluasi setiap musim
tanam (setiap tahun). Apabila petani tebu dinilai oleh pihak PG tidak memiliki kompetensi
dalam pengelolaan kebun atau melakukan penyimpangan yang merugikan PG maka
kesepakatan sewaktu-waktu dapat diakhiri.
Pola kemitraan yang dilakukan disebut juga pola bagi hasil dimana dari hasil
penggilingan tebu pabrik gula memperoleh bagian 34% sedangkan petani tebu memperoleh
66% ditambah tetes tebu (molase) sebesar 3%. Untuk Musim 2018/2019 ini gula yang
diperoleh petani dibeli oleh pabrik gula setelah dilakukan perhitungan kurang lebih sebesar
Rp. 49.000 per kuintal. Berdasarkan pengalaman petani tebu yang ada di Desa Kerticala hasil
yang diperoleh ada yang merasa rugi dan ada yang merasa untung. Mereka merasa rugi
karena beberapa hal, salah satunya adalah karena petani penggarap di Desa Kerticala masih
awam dalam budidaya tebu sehingga biaya yang dikeluarkan terlalu boros, misalkan biaya
tenaga kerja harus mendatangkan dari desa lain yang sudah berpengalaman dalam budidaya
tebu. Oleh karena itu, untuk tanam selanjutnya agar mendapatkan hasil yang lebih maksimal
dari kemitraan ini, petani tebu di Desa Kerticala akan berusaha meminimalisir biaya-biaya
yang dikeluarkan. (Penulis : Evi Nina Novianti, SP).