Anda di halaman 1dari 2

petani singkong di Lampung - salah satu provinsi termiskin di Indonesia - menuai

manfaat dari pabrik bioetanol bermunculan di daerah tersebut.

kilang Bioetanol, termasuk PT Medco Energy, PT Acida Tama, PT Madusari Lampung


Indah dan PT Sungai Budi, telah berkembang di daerah tersebut, mengangkat
kapasitas produksi antara 180.000 liter dan 60 juta liter setiap tahunnya.

Berkat kehadiran mereka, produksi ubi kayu telah meningkat secara signifikanPada
bulan Juni, harga singkong di tingkat petani mencapai Rp 500 (US $ 0,5 per kilogram),
dibandingkan dengan antara Rp 150 sampai Rp 200 per kilogram sebelumnya.

Sebelumnya, perusahaan yang membeli singkong dari petani adalah PT Sungai Budi,
pabrik tepung tapioka terbesar di Lampung.

Seorang petani di Tulangbawang, Ferdi Gunsan, 45, sangat antusias adanya pabrik
bioetanol di Lampung dan melihat ke depan untuk tumbuh singkong di ladangnya di 50-
hektar.

"Tumbuh singkong sekarang lebih menguntungkan dari kopi atau kelapa sawit,
beberapa petani sawit telah berganti menjadi petani singkong sekarang.. Selain pabrik
bioetanol yang tersedia, teknologi untuk meningkatkan produksi kami juga tersedia
sekarang," Ferdi, mengacu pada bergabung batang bibit metode, kata.

Bergabung dengan batang bibit teknik termasuk melampirkan batang bawah singkong
biasa dengan batang atas dari varietas ubi kayu entres, lebih dikenal sebagai Singkong
karet.

Biasanya, batang bawah dipilih dari batang tanaman yang berumur 11 bulan dengan
batang sekitar 2 cm dengan diameter.

Batang bawah umumnya diambil dari berbagai Kasetsart dari Thailand, sedangkan
batang atas adalah varietas lokal, dengan diameter sekitar 1 sentimeter dan 15 sampai
30 cm panjang. Petani dapat menghasilkan 60 sampai 100 ton singkong dari plot satu
hektar dengan menerapkan metode ini.

Petani dengan modal terbatas biasanya bekerjasama dengan produsen bioetanol,


seperti di Lampung Timur, di mana Suparlan, 40, bekerja dengan petani lain bekerja
sama dengan PT Madusari Lampung Indah (MLI).

MLI kolaborasi manajer Susilo Sugiarto mengatakan dalam perjanjian kerjasama petani
hanya diminta untuk menyediakan tanah, sedangkan MLI menyediakan modal kerja dan
menjamin harga pasar.

"Paket modal kerja terdiri dari bibit, kompos, pestisida dan kapur dolomit senilai Rp 5,5
juta untuk setiap hektar lahan ubi kayu. Kami bekerja sama dengan sekitar 1.400 petani
dari 46 desa di Lampung Timur," kata Sugiarto.
Dengan kapasitas produksi sebesar 50 juta liter ethanol setiap tahunnya, MLI saat ini
mengoperasikan sekitar 1.600 hektar perkebunan singkong. Hal ini bertujuan untuk
mengelola 4.000 hektar perkebunan singkong dengan memperluas sistem kemitraan
kepada petani di Timur dan Lampung Selatan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasokan, MLI memerlukan setidaknya 4.000 hektar


perkebunan singkong menghasilkan antara 60 sampai 100 ton per hektar, kata Susilo.

"Para kemitraan hanya mencapai 1.600 hektar Harga kontrak saat ubi kayu telah
disepakati pada harga Rp 280 per kilogram. Namun, kami akan meningkatkan harga
karena melayang antara Rp 350 menjadi Rp 400 per kilogram di pasar sekarang.."

Petani mampu meraup lebih dari Rp 8 juta bahkan jika harga ditetapkan sebesar Rp
300 per kilogram, karena panen dari bergabung batang bibit hasil 60 ton per hektar,
dengan laba kotor sebesar Rp 18 juta.

Di Indonesia, investor umumnya menggunakan lahan yang telah tumbuh dengan ubi
kayu secara tradisional untuk memenuhi pasokan bahan baku mereka.

Sementara lahan pertanian singkong di Lampung bentang utama seluas 3.000 hektar,
peternakan lainnya yang tersebar di seluruh Sulawesi Tenggara dan Jawa, sementara
peternakan penutup di bawah 1.000 hektar.

Nitti Soedigdo adalah pemimpin unit desa Makmur koperasi di desa di Kecamatan
Pugung Raharjo Sekampung Udik, Lampung TimurDia mengatakan keberadaan pabrik
bioetanol di Lampung diharapkan dapat menghidupkan kembali pendapatan petani.

"Singkong petani di Lampung sejauh hidup sengsara karena harga rendah dari
komoditas akibat praktek monopoli," katanya.

Bioetanol pabrik akan bertindak sebagai penyangga harga singkong karena mereka
membutuhkan komoditas dalam volume besar untuk memenuhi pasokan bahan baku
mereka, katanya.

"Petani juga dalam posisi tawar yang kuat karena mereka memiliki begitu banyak
pilihan atas tempat untuk menjual hasil panen mereka."

Gubernur Lampung Syamsurya Ryacudu mengatakan provinsi telah ditargetkan untuk


menjadi salah satu produsen bioetanol terbesar selama lima tahun ke depan.

""Program ini didukung oleh lahan yang cukup luas dan kondisi tanah yang cocok di
Lampung Kami juga. Menyediakan fasilitas bagi para investor untuk terlibat di sektor
bioetanol," kata Syamsurya.

Anda mungkin juga menyukai