Anda di halaman 1dari 53

Bahan Ajar

STATISTIKA PENDIDIKAN

Oleh:
Izzuddin Noor
1.
2. Izzuddin Noor

Fakultas Tarbiyah
Institute Agama Islam Darussalam Martapura
2018
1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, bahan ajar Statistika Pendidikan ini dapat terselesaikan. Bahan
ajar ini disusun khusus untuk Fakultas Tarbiyah pada Institut Agama Islam Darussalam
Martapura. Pada mulanya, penulis menggunakan buku Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar
Statistik Pendidikan, dalam memberikan kuliah. Namun, karena latar belakang mahasiswa yang
sangat beragam – mulai dari pasantren, madrasah, sekolah kejuruan dan sekolah umum – maka
penulis merasa perlu untuk memberikan bahan ajar yang ringkas dan lebih mudah dimengerti.
Istilah dan lambang statistika yang digunakan dalam bahan ajar ini disesuaikan dengan istilah
dan lambang statistika yang umum digunakan dalam bahan bacaan statistika di sekolah lanjutan
terbitan terbaru.
Sesuai dengan silabus yang ada dengan masa kuliah selama satu semester, maka bahan
ajar ini terbatas pada pengertian statistik, data, penyajian data, ukuran data serta analisis korelasi
bivariet dan analisis komparasi bivariet. Diharapkan dengan pelajaran ini, mahasiswa sudah
mampu mengolah dan menyajikan data pendidikan dalam bentuk tabel dan grafik, serta mampu
menggunakan analisis korelasi dan komparasi dalam melakukan penelitian.
Bahan ajar ini pertama kali kami siapkan pada Oktober 2009, kemudian penulis merasa
perlu untuk melakukan perbaikan pada materi ragam dan simpangan baku serta penambahan
pada analisis komparasi. Selanjutnya kami tambahkan lagi dengan materi skala pengukuran.
Selanjutnya bahan ini kami perbaiki dan kami tambah dengan hal yang dirasa perlu yang kami
sajikan pada semester genap 2018.
Bahan ajar ini diperbanyak khusus untuk kalangan sendiri dan semoga bermanfaat
kepada kita semua. Amien.

Martapura, Pebruari 2018.

Ir. Izzuddin Noor, MS

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ........................................................................... ............................................... iii
1. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Pengertian Statistika Pendidikan .............................................................................. 2
2. DATA STATISTIK .......................................................................................................... 3
2.1. Pengertian Populasi dan Sampel ................................................................................ 3
2.2. Jenis Data ................................................................................................................... 3
2.3. Sifat Data Statistik ................................................................................................ 4
2.4. Pengumpulan Data Statistik ..................................................................................... 4
3. SKALA PENGUKURAN .................................................................................................. 5
4. TABEL .......................................................................................................................... 7
4.1. Tabel Baris Kolom ..................................................................................................... 7
4.2. Tabel Distribusi Frekuensi ......................................................................................... 8
4.3. Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif ....................................................................... 11
4.4. Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Tabel Persentase) .............................................. 11
4.5. Tabel Persentase Kumulatif ....................................................................................... 12
5. GRAFIK ............................................................................................................................... 13
5.1. Grafik Poligon............................................................................................................ 13
5.2. Grafik Histogram ....................................................................................................... 15
5.3. Grafik Garis ............................................................................................................... 17
5.4. Grafik Balok (Grafik Batang) .................................................................................... 18
5.5. Grafik Lingkaran........................................................................................................ 19
6. UKURAN DATA ................................................................................................................ 20
6.1. Ukuran Pemusatan Data............................................................................................. 20
6.2. Ukuran Penyebaran Data (Dispersi) .......................................................................... 25
6.3. Penggunaan Rataan Hitung dan Simpangan Baku di Bidang Pendidikan ................. 30
7. ANALISIS KORELASI....................................................................................................... 33
7.1. Arah Korelasi ............................................................................................................ 33
7.2. Angka Korelasi ......................................................................................................... 33
7.3. Korelasi Produk Momen ........................................................................................... 33
8. ANALISIS KOMPARASI ................................................................................................... 37
8.1. Tes t Student ............................................................................................................. 37
8.2. Tes Kai Kuadrat (Chi-Square Test) . ........................................................................ 42
9. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 48
LAMPIRAN . ........................................................................................................................... 49

iii
1. PENDAHULUAN

Kata ‘statistik’ berasal dari kata status (Latin) yang berarti state (Inggris), staat (Belanda)
atau negara (Indonesia). Pada awalnya kata statistik diartikan sebagai bahan keterangan yang
berguna bagi negara. Keterangan tersebut digunakan untuk memperlancar penarikan pajak dan
mobilisasi rakyat ke dalam angkatan perang. Pada zaman Romawi, setiap akhir bulan Desember,
Caesar Agustus mengeluarkan dekrit agar setiap orang kembali ke kota masing-masing dan
melakukan registrasi. Registrasi tersebut meliputi keterangan tentang nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan dan jumlah keluarga. Keterangan seperti itu kini dikenal sebagai data sensus
penduduk.
Pada perkembangannya, statistik diartikan sebagai data kuantitatif atau kumpulan data
yang berwujud angka. Biro Pusat Statistik setiap tahun menerbitkan buku yang memuat data
kuantitatif mengenai keadaan bermacam kegiatan dan keadaan di Indonesia, meliputi statistik
ekonomi, statistik pertanian, statistik kependudukan dan sebagainya.
Penggunaan metoda statistika dalam penelitian ilmiah dimulai sejak tahun 1880, ketika F.
Galton pertama kali melakukan pengukuran korelasi dalam penelitian ilmu hayat. Pada akhir
abad ke sembilanbelas Karl Pearson mempelopori penggunaan metoda statistika dalam penelitian
biologi dan pemecahan masalah sosio-ekonomi. Metode statistika modern mengalami kemajuan
pesat mulai tahun 1918–1935 ketika R. Fisher memperkenalkan analisis varian ke dalam
literatur statistika. Kini metode statistika telah digunakan dalam penelitian pada bermacam
bidang ilmu pengetahuan.
Beberapa tentang istilah ‘statistik’ sekarang ini adalah:
a. Data statistik; yaitu kumpulan bahan keterangan berupa angka, yang dapat memberikan
gambaran mengenai keadaan, peristiwa atau gejala tertentu. Misalnya statistik penduduk,
statistik pertanian, statistik perdagangan, statistik pendidikan dan sebagainya. Padanan kata
data statistik dalam bahasa Inggris adalah statistic.
b. Kegiatan statistika; yaitu mencakup pengumpulan data, penyajian data (penyusunan, tabulasi
dan pelaporan) dan analisis data. Contoh: Biro Pusat Statistik mempunyai kegiatan pokok
dalam bidang pengumpulan data, penyajian data dan penganalisisan data.
c. Metode statistika; yaitu cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan,
menyusun, menyajikan, menganalisis dan menginterpretasikan data sehingga dapat
memberikan pengertian dan makna tertentu.
d. Ilmu statistika; yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan mengembangkan secara
ilmiah tahapan yang ada dalam kegiatan statistika. Hal tersebut meliputi metoda
pengumpulan, penyusunan, penyajian dan analisis data serta penarikan kesimpulan dan
pembuatan prakiraan secara ilmiah dari kumpulan data angka tersebut. Padanan kata ilmu
statistika dalam bahasa Inggris adalah statistics.

Secara umum, Ilmu statistika dibagi menjadi dua fase, yaitu: Statistika deskriptif adalah
fase statistika yang meliputi kegiatan-kegiatan mengumpulkan data, menyusun dan
menggambarkan data dalam bentuk tabel atau grafik, serta menganalisis data yang diperoleh
tanpa menarik kesimpulan terhadap populasi secara umum. Statistika inferensial adalah fase
statistika lebih lanjut, dengan melakukan analisis terhadap data yang diperoleh sehingga dapat
menarik kesimpulan terhadap polulasi secara umum.
Ciri khas statistika adalah:
a. Statistika bekerja dengan angka. Bahan keterangan yang dapat dianalisis secara statistika
haruslah bersifat kuantitatif. Jika terdapat data kualitatif, maka data tersebut haruslah
dirubah kedalam bentuk kuantitatif, melalui proses kuantifikasi, agar dapat dianalisis secara
statistika.
b. Statistika bersifat objektif. Kesimpulan atau prakiraan yang dikemukakan oleh statistika
sebagai ilmu pengetahuan semata-mata didasarkan pada data angka yang tersedia.
c. Statistika bersifat universal. Ruang lingkup bidang garapan statistika mencakup semua
cabang kegiatan hidup manusia. Misalnya Statistik Perdagangan, Statistik Pertanian,
Statistik Penduduk, Statistik Pendidikan dan sebagainya.

1
1.1. Pengertian Statistika Pendidikan
Statistika Pendidikan adalah Ilmu Pengetahuan yang mempelajari dan mengembangkan
prinsip, metoda dan prosedur yang perlu ditempuh dalam rangka pengumpulan, penyusunan,
penyajian, penganalisisan bahan keterangan yang berwujud angka mengenai hal yang berkaitan
dengan pendidikan, serta penarikan kesimpulan dan pembuatan prakiraan secara ilmiah (secara
matematik) atas dasar kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka tersebut.
Dalam proses pendidikan, seorang pendidik pada akhirnya akan melakukan penilaian
hasil pendidikan terhadap anak didik. Umumnya hasil penilaian tersebut dinyatakan dalam
bentuk angka. Dalam hal ini statistika berfungsi sebagai alat bantu dalam mengolah,
menganalisis dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penilaian tersebut.
Selain itu, dengan menggunakan statistika sebagai alat bantu seorang pendidikan
berdasarkan data eksak akan dapat:
a. Memperoleh gambaran tentang suatu gejala, keadaan atau peristiwa.
b. Mengikuti perkembangan suatu gejala, keadaan atau peristiwa.
c. Melakukan pengujian, apakah suatu gejala berbeda dengan gejala lainnya.
d. Mengetahui, apakah suatu gejala ada hubungannya dengan gejala yang lain.
e. Menyusun laporan yang berupa data kuantitatif dengan teratur, ringkas dan jelas.
f. Menarik kesimpulan secara logis, mengambil keputusan secara tepat dan mantap, serta dapat
membuat prakiraan hal mungkin akan terjadi dan langkah konkret apa yang perlu dilakukan.

2
2. DATA STATISTIK

Data merupakan kumpulan dari datum. Datum merupakan fakta tunggal. Dengan
demikian data statistik adalah kumpulan dari datum yang diperoleh dari suatu kegiatan atau
bidang tertentu. Misal, hasil pengukuran berat badan 5 murid adalah 43 kg, 43 kg, 44 kg, 55 kg
dan 60kg. Adapun tingkat kesehatan dari kelima murid itu adalah baik, baik, baik, buruk dan
buruk. Data 43 kg, 43 kg, 44 kg, 55 kg dan 60 kg disebut fakta dalam bentuk angka. Adapun
hasil pemeriksaan kesehatan, yaitu baik dan buruk disebut fakta dalam bentuk kategori.
Data bisa diperoleh dari pencatatan terhadap satu individu yang dilakukan lebih dari satu
kali. Misal, nilai hasil belajar Bahasa Arab dari seorang siswa pada Semester I hingga Semester
VI adalah 5, 6, 6, 7, 7 dan 8. Data bisa juga diperoleh dari satu kali pencatatan dengan objek
yang berbeda. Misalkan, nilai hasil belajar Bahasa Arab pada Semester VI dari 5 orang siswa
adalah 7, 6, 5, 9 dan 8.

2.1. Pengertian Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita. Misal, seorang
peneliti ingin mengumpulkan data tentang tinggi badan seluruh siswa SMA di Kabupaten Banjar.
Data tinggi badan seluruh siswa SMA di Kabupaten Banjar disebut populasi. Namun, karena
adanya keterbatasan seperti waktu dan biaya, maka data tinggi badan seluruh siswa SMA di
Kabupaten Banjar akan sulit diperoleh.
Untuk mengatasinya, dilakukan pengambilan tinggi badan dari beberapa siswa SMA di
Kabupaten Banjar yang dapat mewakili keseluruhan siswa SMA di Kabupaten Banjar.
Data tersebut dinamakan data dengan nilai perkiraan, sedangkan sebagian siswa SMA
yang dijadikan objek penelitian disebut sampel. Agar diperoleh hasil yang berlaku secara umum
maka dalam pengambilan sampel, diusahakan agar sampel dapat mewakili populasi.

2.2. Jenis Data


Menurut sifatnya, data dibagi menjadi dua golongan, yaitu Data kuantitatif dan Data
kualitatif.
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan.
Data kuantitatif terbagi atas dua bagian, yaitu data cacahan dan data ukuran.
a. Data cacahan (data diskrit) adalah data yang diperoleh dengan cara membilang, sehingga
data cacahan tidak mungkin dalam bentuk pecahan. Misalnya, data tentang jumlah murid
(dalam satuan orang) 20, 25, 26, 30, 32 dan sebagainya. Data tentang jumlah buku-buku
perpustakaan (dalam satuan eksemplar) 125, 300, 5113 dan sebagainya.
b. Data ukuran (data kontinu) adalah data yang diperoleh dengan cara mengukur. Data kontinu
angka-angkanya merupakan deretan angka yang sambung menyambung. Misalnya, data
tentang ukuran tinggi badan murid (dalam ukuran centimeter): 150, 150,1, 150,2, 150,3,
150,4, 150,5, 150,6 dan seterusnya.
Data kualitatif adalah data yang bukan berbentuk bilangan.
Data kualitatif adalah data yang berupa ciri, sifat atau gambaran dari kualitas objek. Data seperti
ini disebut atribut. Sebagai contoh, data mengenai kualitas pelayanan, yaitu baik, sedang dan
kurang.
Menurut bentuk angka, data dibedakan atas data tunggal dan data terkelompok.
Data tunggal adalah data yang masing-masing angkanya merupakan suatu kesatuan.
Data terkelompok adalah data yang tiap unitnya terdiri dari sekelompok angka. Misalnya data
nilai evaluasi dikelompokkan kedalam nilai 0–49, 50–59, 60–69, 70–79 dan 80–100. Pada unit
nilai 0–49 terdapat nilai 0, 1, 3 dan seterusnya hingga nilai 49.
Menurut sumbernya, data terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh dari tangan pertama. Misalnya data murid suatu sekolah
yang diperoleh dari sekolah itu sendiri.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari tangan kedua. Misalnya data murid suatu sekolah
yang diperoleh dari surat kabar, laporan hasil penelitian mahasiswa dan sebagainya.

3
Menurut waktu pengumpulan, data dibedakan atas data seketika dan data urutan waktu.
Data seketika adalah data yang mencerminkan keadaan pada satu waktu saja.
Data urutan waktu adalah data yang mencerminkan keadaan dari satu waktu ke waktu secara
berurutan.

2.3. Sifat Data Statistik


Data kuantitatif memiliki sifat tertentu, yaitu:
a. Memiliki nilai relatif. Nilai relatif dari suatu angka adalah nilai yang ditunjukkan oleh
angka itu sendiri. Contoh nilai relatif dari angka 5 adalah angka 5 itu sendiri. Nilai relatif
dari angka 72 adalah angka 72 itu sendiri.
b. Memiliki nilai nyata. Nilai nyata dari suatu angka adalah daerah tertentu dalam suatu
deretan angka, yang diwakili oleh nilai relatif. Contoh nilai nyata dari angka 5 adalah daerah
antara (5 – 0,5) sampai dengan (5 + 0,5). Jadi nilai nyata dari angka 5 adalah daerah antara
4,5–5,5. Nilai nyata dari angka 17,5 adalah daerah antara (17,5 – 0,05) sampai dengan (17,5
+ 0,05) yaitu 17,45–17,55. Nilai nyata dari angka 17,58 adalah daerah antara (17,58 – 0,005)
sampai dengan (17,58 + 0,005), yaitu 17,575–17,585.
c. Data terkelompok memiliki batas bawah relatif (batas bawah), batas atas relatif (batas
atas), batas bawah nyata (tepi bawah) dan batas atas nyata (tepi atas).
Contoh: untuk bilangan 40–44, bilangan 40 disebut batas bawah dan bilangan 44 disebut
batas atas. Tepi bawah adalah 40 – 0,5 = 39,5 dan tepi atas adalah 44 + 0,5 = 44,5. Bilangan
40–44 disebut nilai relatif dan bilangan 39,5–44,5 disebut nilai nyata. Tepi bawah adalah
batas bawah dikurangi ½ satuan ukuran dan tepi atas adalah batas atas ditambah ½ satuan
ukuran.
d. Data terkelompok memiliki nilai tengah (titik tengah). Nilai tengah adalah bilangan yang
terletak di tengah deretan bilangan data terkelompok. Atau, jumlah batas bawah dan batas
atas, dibagi dua. Contoh bilangan 40–44 nilai tengahnya adalah (40 + 44) : 2 = 42. Bilangan
42 tersebut terletak ditengah deretan bilangan 40, 41, 42, 43, 44.
e. Dalam proses perhitungan digunakan sistem desimal (sistem persepuluhan).
f. Dalam proses perhitungan digunakan sistem pembulatan angka tertentu. Jika angka yang
dibulatkan lebih dari atau sama dengan 5, pembulatan dilakukan dengan menambah 1 angka
di depannya. Jika angka yang akan dibulatkan kurang dari 5, maka angka tersebut dianggap
tidak ada atau langsung dihilangkan.

2.4. Pengumpulan Data Statistik


Dari segi luasnya elemen yang menjadi objek penelitian, pengumpulan data dapat
dilakukan dengan cara sensus dan sampling.
Sensus adalah cara mengumpulkan data dengan mencatat seluruh elemen yang menjadi
objek penelitian. Jadi pada cara sensus, objek yang diamati adalah populasi.
Keuntungan cara sensus adalah hasil yang diperoleh merupakan nilai karakteristik yang
sebenarnya, karena mencakup seluruh objek yang ada pada populasi. Kelemahannya ialah cara
sensus sangat banyak memerlukan waktu, tenaga, biaya dan peralatan.
Sampling adalah cara mengumpulkan data dengan mencatat sebagian kecil saja dari
seluruh elemen yang menjadi objek penelitian, yaitu objek yang dijadikan sampel saja. Hasil
yang diperoleh adalah nilai karakteristik perkiraan. Untuk itu, objek penelitian yang dijadikan
sampel harus mewakili seluruh objek penelitian atau populasi.
Dari bentuk pelaksanaan kegiatan, pengumpulan data dapat berbentuk: Pengamatan
(observasi), wawancara, angket (questioner), pemeriksaan dokumentasi (data yang sudah ada)
dan tes.

4
3. SKALA PENGUKURAN

Pengukuran adalah penetapan atau pemberian angka terhadap objek atau fenomena
menurut aturan tertentu. Pengukuran tersebut dilakukan dengan menggunakan skala (ukuran)
tertentu sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Sifat dasar skala pengukuran yang digunakan
akan menentukan cara pengolahan data dan analisisnya. Ketidaksesuaian antara skala
pengukuran dengan operasi matematika atau peralatan statistika yang digunakan akan
menghasilkan kesimpulan tidak tepat.
Dalam ilmu-ilmu alam, skala (ukuran) dari satu variabel dapat secara langsung diamati
dan dibandingkan dengan realita. Misalnya tanaman jagung A dua kali lebih tinggi dari tanaman
jagung B. Konteks ini dapat diukur secara realita dengan menggunakan sentimeter. Tingkat
panas suatu benda dapat diukur dengan memberikan angka terhadap derajat panas dalam bentuk
derajat celcius. Pada sisi lain, pengukuran variabel dalam ilmu sosial dan pendidikan sering
mengandung tanda tanya, apakah pengukuran cocok dengan realita? Suatu pengukuran yang baik harus
mempunyai sifat yang sama bentuknya dengan realita.
Ada empat skala pengukuran data, yaitu: nominal, ordinal, interval, dan rasio.
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah ukuran yang paling sederhana yang digunakan untuk pembedaan
atau pengklasifikasian obyek, individu atau kelompok dalam bentuk kategori. Skala nominal
hanya bisa membedakan benda atau peristiwa yang satu dengan yang lainnya berdasarkan nama.
Skala nominal merupakan tingkatan skala yang paling rendah di antara skala pengukuran yang
ada. Pemberian angka atau kode pada skala nominal tidak memiliki maksud kuantitatif. Kode
pada skala nominal hanya menunjukkan atribut atau karakteristik pada obyek yang diukur.
Misalnya, jenis kelamin diberi kode 1 untuk laki-laki dan kode 2 untuk perempuan.
Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori. Kita tidak bisa mengatakan perempuan dua
kali dari laki-laki. Kita bisa saja memberi kode 2 untuk laki-laki dan kode 1 untuk perempuan,
atau bilangan apapun asal kodenya berbeda antara laki-laki dan perempuan. Misalnya lagi untuk
agama, kita bisa memberi kode 1=Islam, 2=Kristen, 3=Hindu, 4=Budha dan seterusnya. Kita bisa
menukar angka-angka tersebut, karena masing-masing kode angka menunjukkan suatu
karakteristik yang berbeda dengan karakteristik lainnya.
Angka (kode) yang digunakan pada skala nominal tidak memiliki sifat sebagaimana
bilangan pada umumnya. Oleh karena itu, pada variabel dengan skala nominal tidak dapat
diterapkan operasi matematika seperti pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya.
Peralatan statistika yang sesuai dengan skala nominal adalah peralatan statistika yang
berbasiskan jumlah dan proporsi seperti modus, distribusi frekuensi, Chi Square dan beberapa
peralatan statistika non-parametrik lainnya.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal sering juga disebut skala peringkat. Angka yang diberikan mengandung
pengertian tingkatan. Skala ordinal digunakan untuk pembedaan dan peringkat obyek yang
diukur menurut karakteristik tertentu. Skala ordinal ini tingkatannya lebih tinggi daripada skala
nominal.
Misal (1) tingkat pendidikan akhir seseorang bisa kita beri kode 5=Sarjana, 4=Diploma,
3=SLTA, 2=SLTP dan 1=SD. Atau misalnya dalam kenaikan kelas atau penilaian lainnya, diberi
peringkat 1, 2, 3 dan seterusnya. Dalam skala ordinal, penentuan skala harus dilakukan secara
berurutan dari besar ke kecil atau dari kecil ke besar. Jadi, tidak boleh kita buat kode 1=Sarjana,
2=SD, 3=SLTA dan seterusnya. Yang boleh adalah 1=Sarjana, 2=Diploma, 3=SLTA dan
seterusnya. Selain itu, meskipun skala ordinal sudah memiliki batas nilai yang jelas, namun skala
ordinal ini belum memiliki jarak (selisih). Kita tidak tahu berapa jarak tingkat pendidikan
misalnya dari SD ke Sarjana. Dengan kata lain juga, walaupun Sarjana kita beri angka 5 dan SD
kita beri angka 1, kita tidak bisa mengatakan bahwa tingkat pendidikan Sarjana lima kali lebih
tinggi dibandingkan SD.
Misal (2) ada 8 orang bayi, yaitu A, B, C, D, E, F, G, dan H, dengan berat masing-masing
1.500 gram, 4.700 gram, 4000 gram, 3.000 gram, 2.800 gram, 2.600 gram, 2.500 gram, dan
2.000 gram, maka ukuran secara ordinal untuk bayi-bayi tersebut adalah sebagai berikut.

5
Berat (gram) 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000

bayi A H G F ED C B
rangking 1 2 3 4 5 6 7 8
Gambar 1. Jajaran nilai ranking dengan nilai absolut
Dari gambar terlihat bahwa ukuran ordinal pada berat bayi (a) hanya menyatakan
ranking; (b) tidak menyatakan nilai absolut; dan (c) tidak menyatakan bahwa interval
antara angka-angka tersebut sama besarnya.
Pada skala ordinal, kita juga tidak dapat menerapkan operasi matematika seperti
pengurangan, penjumlahan, perkalian, dan lainnya. Peralatan statistika yang sesuai dengan skala
ordinal juga adalah peralatan statistika yang berbasiskan jumlah dan proporsi seperti modus,
distribusi frekuensi, Chi Square dan beberapa peralatan statistika non-parametrik lainnya.
3. Skala Interval
Skala interval mempunyai karakteristik sebagai pembedaan, peringkat dan interval yang
tetap. Dengan demikian, skala interval sudah memiliki jarak, tetapi jarak tersebut belum
merupakan kelipatan. Skala interval diartikan juga sebagai skala yang tidak memiliki nilai nol
mutlak.
Misalnya pada pengukuran suhu. Kalau ada tiga daerah dengan suhu daerah A = 10 oC,
daerah B = 15oC dan daerah C=20oC. Kita bisa mengatakan bahwa selisih suhu daerah B, 5oC
lebih panas dibandingkan daerah A, dan selisih suhu daerah C dengan daerah B adalah 5 oC. (Ini
menunjukkan pengukuran interval sudah memiliki jarak yang tetap). Tetapi, kita tidak bisa
mengatakan bahwa suhu daerah C dua kali lebih panas dibandingkan daerah A (artinya tidak bisa
jadi kelipatan).
Contoh lainnya, misalnya kita mengukur indeks prestasi (IP) lima orang mahasiswa dan
diperoleh bahwa mahasiswa A mempunyai IP 4, mahasiswa B 3,5, C 3, D 2,5, dan E 2,
maka dapatlah kita menyimpulkan bahwa interval antara mahasiswa A dan C (4 – 3 = 1). Interval
antara dua objek penelitian dapat dikurangi atau ditambahkan dengan interval dua objek lainnya.
Misalnya, interval A dan C ditambah dengan interval C dan E. Namun. karena nilai IP ini adalah
nilai interval, kita tidak dapat mengatakan bahwa mahasiswa A adalah dua kali lebih pintar dari
mahasiswa E. Angka-angka IP tersebut tidak mengukur kuantitas prestasi mahasiswa, tetapi
hanya menunjukkan bagaimana urutan ranking kemampuan akademis kelima mahasiswa tadi
serta interval atau jarak kemampuan akademis antara seorang mahasiswa dengan mahasiswa
lainnya.
Skala interval ini sudah benar-benar angka dan, kita sudah dapat menerapkan semua
operasi matematika serta peralatan statistik kecuali yang berdasarkan pada rasio seperti koefisien
variasi.
4. Skala Rasio
Skala rasio mempunyai karakteristik pembedaan, peringkat, interval dan adanya nilai nol
yang bersifat mutlak. Nilai nol mutlak ini artinya adalah nilai dasar yang tidak bisa diubah
meskipun menggunakan skala yang lain. Oleh karenanya, pada skala ratio, pengukuran sudah
mempunyai nilai perbandingan. Skala rasio adalah skala data dengan kualitas paling tinggi.
Karena ada nilai nol, maka skala rasio dapat dibuat perkalian ataupun pembagian. Angka pada
skala rasio menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang diukur. Jika ada 4 bayi, yakni; A, B,
C, dan D mempunyai berat badan masing-masing 1 kg, 3 kg, 4 kg, dan 5 kg, maka skala rasio
dapat digambarkan sebagai berikut.
Bayi A B C D
Berat (kg) 0 1 2 3 4 5
Dari gambar tersebut, dapat dilihat bahwa dengan skala rasio, berat bayi C adalah 4 kali berat
bayi A; berat bayi D adalah 5 kali berat bayi A, berat bayi C adalah 4/3 kali berat bayi B. Dengan
perkataan lain, rasio antara C dan A adalah 4:1; rasio antara D dan A adalah 5:1, sedangkan rasio
antara C dan B adalah 4:3. Interval antara A dan C adalah 4 – 1 = 3 kg dan berat bayi C adalah 4
kali berat bayi A. Ukuran rasio banyak sekali digunakan dalam ilmu sosial termasuk dalam
bidang ilmu pendidikan. Beberapa contoh variabel yang menggunakan ukuran rasio adalah
jumlah anak hidup, tingkat ketergantungan, tingkat pengangguran, dan sebagainya.

6
4. TABEL
4.1. Tabel Baris Kolom
Dalam pengumpulan data akan diperoleh data yang banyak, yang sifatnya masih kasar.
Data tersebut belum dapat memberikan informasi dengan jelas. Data dapat disajikan secara
ringkas dalam bentuk tabel, sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas.
Tabel adalah alat penyajian data statistik dalam bentuk baris dan kolom. Tabel statistik
harus sederhana dan jelas. Tabel harus mempunyai judul tabel, judul kolom, judul baris, dan data
(isi tabel) serta keterangan dan sumber data jika diperlukan.
Skema bentuk tabel dan bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Banyak Lulusan di SMA Rajawali Banjarmasin
Judul tabel
Tahun 2004 sampai 2008.

Murid Judul kolom


Tahun Jumlah
Laki-laki Perempuan
2004 82 100 182
2005 90 80 170
2006 95 90 185 Tubuh tabel
Judul baris (data)
2007 100 95 195
2008 100 110 210
Jumlah 467 475 942
Keterangan:
Sumber:

Judul tabel menjelaskan secara singkat tentang: apa, klasifikasi, tempat, waktu dan satuan
data yang digunakan. Jika diperlukan, judul tabel bisa dilengkapi dengan sub judul.
Nomor tabel perlu dicantumkan jika dalam suatu tulisan terdapat lebih dari satu tabel.
Judul kolom dan judul baris harus singkat dan jelas. Judul kolom merupakan nama
variabel dari data pada tabel. Jika masing-masing kolom mempunyai satuan data yang berbeda,
maka satuan data dapat dicantumkan pada masing-masing kolom. Judul baris merupakan nama
klasifikasi atau katagori yang berhubungan dengan variabel tersebut. Untuk judul kolom
dan judul baris yang perlu penjelasan, maka penjelasan dapat dicantumkan pada baris
Keterangan di bagian bawah tabel.
Tubuh tabel adalah bagian tabel yang mencantumkan data, sesuai dengan judul baris dan
kolom.
Jika data pada tabel merupakan data yang dikutip dari sumber tertentu, maka sumber data
berupa nama penulis atau nama buku dan tahun terbitannya harus dicantumkan pada baris
Sumber.
Agar memudahkan pencarian, pembacaan dan analisa data pada tabel, maka dalam
membuat judul kolom dan judul baris harus diperhatikan antara lain:
a. Nama-nama sebaiknya disusun menurut abjad
b. Waktu disusun secara berurutan, misalnya 2004, 2005, 2006, dan seterusnya.
c. Klasifikasi dicatat menurut urutan kebiasaan, misalnya: laki-laki, perempuan; besar, kecil;
untung, rugi; dan sebagainya.
Tabel dapat terdiri dari beberapa variabel data dengan beberapa klasifikasi. Namun,
semakin banyak variabel dan klasifikasi pada suatu tabel, maka tabel tersebut semakin rumit.
Agar sederhana, tabel rumit sebaiknya dibuat menjadi beberapa buah tabel.

Pada contoh Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari judul tabel tergambar isi data pada tabel
yaitu lulusan SMA Rajawali yang dibagi atas murid laki-laki dan perempuan dan
perkembangannya dari tahun 2004 hingga 2008. Dalam suatu tulisan yang memuat banyak tabel,
judul tabel beserta nomor tabel dan halaman tempat terdapatnya tabel tersebut dicantumkan pada
daftar tabel, untuk memudahkan pembaca mencari tabel yang diinginkannya. Dari data dapat
dilihat perkembangan jumlah lulusan dalam lima tahun, serta perbandingan antara lulusan murid
laki-laki dan lulusan murid perempuan.
7
4.2. Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel Distribusi Frekuensi adalah tabel yang memuat angka yang menggambarkan
penyebaran frekuensi dari suatu variabel. Pada Tabel Distribusi Frekuensi akan didapatkan
variabel, frekuensi dan jumlah frekuensi. Variabel adalah data angka yang menjadi objek
pengamatan. Misalnya: data nilai hasil ujian dari sejumlah siswa, data jumlah murid pada
masing-masing kelas pada suatu sekolah, dan lain sebagainya. Frekuensi adalah angka yang
menunjukkan berapa kali munculnya suatu variabel dalam suatu pengamatan.

4.2.1. Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal

Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal adalah tabel statistik yang menyajikan frekuensi
dari data angka yang tidak terkelompok. Data yang disajikan dengan tabel distribusi frekuensi
data tunggal hanya memungkinkan jika jumlah baris datanya (Jangkauannya) kecil. Untuk
jumlah baris data yang besar, tentu kurang efisien jika disajikan dengan distribusi frekuensi data
tunggal karena akan diperlukan banyak baris.

Contoh 1: misalkan hasil evaluasi pelajaran Matematika 10 siswa seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Matematika dari 10 Siswa SMA


No. Nama Nilai
1. Wahid 65
2. Isnaniah 60
3. Salasiah 45
4. Arbayah 75
5. Hamsah 70
6. Isrin 55
7. Wahidah 90
8. Arbain 80
9. Hamsin 85
10. Samani 50

Siswa yang mendapatkan nilai 45 ada satu orang, nilai 50 satu orang dan seterusnya nilai
55, 60, 65, 70, 75, 80, 85 dan 90 masing-masing sebanyak satu orang. Dengan kata lain, nilai 45,
50, 55, 60, 65, 70, 75, 80, 85 dan 90 masing-masing mempunyai frekuensi satu. Penyajian dalam
bentuk Tabel Distribusi Frekuensi Data Tunggal adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Matematika dari 10 Siswa SMA.

Nilai (x) Frekuensi (f)


45 1
50 1
55 1
60 1
65 1
70 1
75 1
80 1
85 1
90 1
Total 10

8
Contoh 2, misalkan dari sejumlah 40 siswa SMA diperoleh nilai Matematika sebagai berikut:

5 8 6 4 6 7 9 6 4 5
3 5 8 6 5 4 6 7 7 10
4 6 5 7 8 9 3 5 6 8
10 4 9 5 3 6 8 6 7 6
Pada contoh ini jumlah data ada 40 dengan beberapa murid mempunyai nilai Matematik
yang sama. Untuk menyajikan data tersebut dalam bentuk Tabel Distribusi Frekuensi Data
Tunggal diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan nilai rentang (Jangkauan).
Jangkauan adalah selisih data terkecil (Lowest score) dan data terbesar (Highest score).
Jangkauan = data terbesar – data terkecil, J = H – L. Dari data didapat L = 3 dan H = 10,
maka J = 10 – 3 = 7.
b. Menentukan banyaknya baris data.
Untuk data tunggal, banyaknya baris data adalah Jangkauan ditambah satu. Maka banyak
baris data adalah 7 + 1 = 8 baris, yaitu
data 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10.
c. Menyusun tabel distribusi frekuensi.
Untuk menyusun tabel distribusi frekuensi diperlukan tabel dengan tiga kolom dan sepuluh
baris (satu baris judul, delapan baris data dan satu baris jumlah).
Kolom 1 diberi judul Nilai (x), kemudian data angka diurutkan dari atas ke bawah, sebanyak
8 baris, mulai dari 3, data terkecil, hingga 10, data terbesar.
Kolom 2, diberi judul Tally (turus, tanda hitung) digunakan untuk menghitung frekuensi
masing-masing kelas dengan sistem tally.
Kolom 3 diberi judul Frekuensi (f), menyatakan banyaknya frekuensi dari masing-masing
kelas sesuai dengan sistem tally pada kolom 2.
Jumlah seluruh frekuensi dicantumkan pada baris terakhir (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Nilai Matematika 40 Siswa SMA.


Nilai (x) Tally Frekuensi (f)
3 /// 3
4 //// 5
5 //// // 7
6 //// //// 10
7 //// 5
8 //// 5
9 /// 3
10 // 2
Jumlah 40

4.2.2. Tabel Distribusi Frekuensi Data Terkelompok

Tabel Distribusi Frekuensi Data Terkelompok adalah tabel statistik yang menyajikan
frekuensi dari data angka yang terkelompok. Untuk data dengan jangkauan yang besar, penyajian
dalam bentuk data tunggal akan menghasilkan tabel yang jumlah barisnya banyak. Disamping itu
ada kemungkinan baris data yang disajikan pada tabel mempunyai frekuensi 0 (nol) karena tidak
terdapat dalam deretan data. Untuk itu data dengan jangkauan yang besar perlu dikelompokkan
terlebih dahulu sebelum dihitung frekuensinya.
Cara membuat Tabel Distribusi Frekuensi Data Terkelompok adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Jangkauan (J)
Jangkauan adalah selisih data terbesar (Highest score) dan data terkecil (Lowest score),
yaitu: J = H – L
b. Menentukan banyaknya kelas interval data dan panjang interval.

9
Untuk data terkelompok, banyak kelas interval (K) ditentukan oleh jangkauan (J) dan
panjang interval (I), yaitu:
𝐽+1
K= 𝐼

Banyaknya kelas interval (K) pada Tabel Distribusi Frekuensi sebaiknya minimal 10 baris
dan maksimal 20 baris, sehingga diperoleh tampilan tabel yang rapi. Dengan diketahuinya
besar Jangkauan dari data yang ada, maka kelas interval (K) akan ditentukan oleh panjang
interval (I). Panjang interval (I) sebaiknya ditetapkan bilangan ganjil, yaitu 3, 5, 7, 9, 11 dan
seterusnya. Maksudnya agar nilai tengah dari interval merupakan bilangan bulat, sehingga
memudahkan dalam perhitungan selanjutnya.
c. Menentukan batas bawah dan batas atas interval.
Batas bawah interval baris pertama diambil dari data terkecil (L).
Batas bawah interval kedua adalah batas bawah interval pertama ditambah dengan panjang
interval (I), dan seterusnya untuk interval berikutnya.
d. Menyusun tabel distribusi frekuensi.
Masing-masing interval dimasukkan pada kolom pertama, data interval dihitung dengan
sistem tally pada kolom kedua dan jumlah frekuensi pada kolom ketiga.

Contoh, misalkan ada 80 siswa SMA mendapatkan nilai Biologi sebagai berikut:
65 54 68 70 57 61 58 62 58 60 65 60 50 60 53 74
59 67 47 63 57 60 77 55 71 55 65 53 49 65 56 70
57 60 73 58 65 57 52 66 57 66 59 69 56 64 52 58
78 55 60 54 62 75 51 60 64 62 61 61 55 48 72 56
54 61 51 59 61 60 63 59 50 60 65 59 62 67 45 80

a. Data terkecil, L = 45, dan data terbesar, H = 80.


J = H – L; J = 80 – 45 = 35.
b. Dengan menetapkan panjang interval, I = 3 maka kelas interval,
𝐽+1 35 + 1 36
K= ; K= = = 12, nilai K antara 10 dan 20.
𝐼 3 3
K = 12, maka kelas interval adalah 12. Jika nilai K tidak bilangan bulat maka kelas
intervalnya adalah bilangan bulatnya ditambah satu, misal K = 12,3 maka kelas interval
adalah 13.
c. Menetapkan bilangan batas bawah dan batas atas interval.
Batas bawah interval baris pertama dapat diambil dari data terkecil (L). Batas bawah interval
kedua adalah batas bawah interval pertama ditambah dengan panjang interval (I). Batas atas
interval pertama dapat dilihat dari batas bawah dan panjang intervalnya. Panjang interval
menunjukkan banyaknya nilai pada interval tersebut, berarti pada interval pertama terdapat
nilai 45, 46, dan 47, kemudian ditulis 45–47. Pada interval kedua terdapat nilai 48, 49, dan
50, kemudian ditulis 48–50 dan seterusnya untuk variabel berikutnya.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Interval Tally Frekuensi (f)


45–47 // 2
48–50 //// 4
51–53 //// / 6
54–56 //// //// 10
57–59 //// //// //// 14
60–62 //// //// //// /// 18
63–65 //// //// 10
66–68 //// 5
69–71 //// 4
72–74 /// 3
75–77 // 2
78–80 // 2
Jumlah 80

10
4.3. Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif

Pada Tabel Distribusi Frekuensi Kumulatif disajikan nilai frekuensi yang dijumlahkan
dari baris ke baris. Nilai frekuensi kumulatif terakhir adalah jumlah seluruh frekuensi.
Contoh:
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kumulatif Nilai Matematika 40 Siswa SMA.

Nilai (x) Frekuensi (f) Frekuensi kumulatif (fk)


3 3 3
4 5 8
5 7 15
6 10 25
7 5 30
8 5 35
9 3 38
10 2 40
Jumlah 40

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kumulatif Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Interval Frekuensi (f) Frekuensi kumulatif (fk)


45–47 2 2
48–50 4 6
51–53 6 12
54–56 10 22
57–59 14 36
60–62 18 54
63–65 10 64
66–68 5 69
69–71 4 73
72–74 3 76
75–77 2 78
78–80 2 80
Jumlah 80

4.4. Tabel Distribusi Frekuensi Relatif (Tabel Persentase)

Frekuensi relatif adalah angka persentase (p) yang menyatakan perbandingan frekuensi
(f) masing-masing kelas terhadap jumlah frekuensi keseluruhan (n). Frekuensi relatif dihitung
sebagai berikut:
contoh untuk f = 2 dan n = 80, maka:
𝑓 2
p= x 100% = x 100% = 2,50%
𝑛 80

Tabel 8. Distribusi Persentase Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Interval Frekuensi (f) Persentase (p)


45–47 2 2,50
48–50 4 5,00
51–53 6 7,50
54–56 10 12,50
57–59 14 17,50
60–62 18 22,50
63–65 10 12,50
66–68 5 6,25
69–71 4 5,00
72–74 3 3,75
75–77 2 2,50
78–80 2 2,50
Jumlah 80 100

11
4.5. Tabel Persentase Kumulatif

Tabel Persentasi dapat juga disajikan dalam bentuk Tabel Persentase Kumulatif.

Tabel 9. Distribusi Persentase Kumulatif Nilai Biologi 80 Siswa SMA.


Interval Persentase (p) Persentase kumulatif (pk)
45–47 2,50 2,50
48–50 5,00 7,50
51–53 7,50 15,00
54–56 12,50 27,50
57–59 17,50 45,00
60–62 22,50 67,50
63–65 12,50 80,00
66–68 6,25 86,25
69–71 5,00 91,25
72–74 3,75 95,00
75–77 2,50 97,50
78–80 2,50 100
Jumlah 100

12
5. GRAFIK
Grafik (Diagram) adalah alat penyajian data statistik yang tertuang dalam bentuk lukisan
garis, gambar atau lambang.
Data statistik, selain dalam bentuk tabel dapat juga ditampilkan dalam bentuk grafik.
Dalam bentuk grafik, penyajian data statistik tampak lebih menarik dari bentuk tabel. Pada grafik
akan terlihat gambaran umum dan menyeluruh tentang suatu perkembangan maupun
perbandingan. Grafik yang dibuat menurut aturan benar akan memberikan gambaran yang jelas
dan mudah dimengerti.
Secara umum grafik terdiri dari:
a. Judul Grafik dan Nomor Grafik
b. Sumbu tegak dan sumbu datar
c. Tanda skala, angka skala dan unit skala
d. Lukisan atau gambar grafik
e. Keterangan grafik
Ada beberapa macam grafik, antara lain:
a. Grafik Poligon
b. Grafik Histogram (Grafik ruang)
c. Grafik garis
d. Grafik balok
e. Grafik lingkaran (Cyrclegram, Diagram Pastel)
f. Grafik gambar (Pictogram)
g. Grafik peta (Kartogram)
h. Grafik bidang
i. Grafik volume
Grafik yang sering digunakan dalam analisis data statistik adalah Grafik Poligon (Poligon
frekuensi) dan Grafik Histrogram (Histogram frekuensi). Macam grafik lainnya umum
digunakan dalam laporan administrasi.

5.1. Grafik Poligon

Grafik poligon dapat dibedakan atas (a) Grafik Poligon Data Tunggal, (b) Grafik Poligon
Data Terkelompok.
Grafik poligon data tunggal dibuat sebagai berikut:
a. Membuat sumbu datar, dengan lambang X dan sumbu tegak, dengan lambang Y.
b. Menetapkan skala pada sumbu tegak dan sumbu datar.
c. Menempatkan angka skala yaitu variabel nilai pada sumbu datar (X), mulai dari perpotongan
sumbu berurutan ke kanan, dari nilai terkecil hingga nilai terbesar.
d. Menempatkan angka skala yaitu frekuensi pada sumbu tegak (Y), dimulai dari 0 (nol) pada
perpotongan sumbu berurutan ke atas hingga angka frekuensi terbesar.
e. Menetapkan titik koordinat dari masing-masing nilai variabel.
f. Melukiskan garis poligon dengan cara membuat garis yang menghubungkan titik koordinat
– titik koordinat, mulai dari nilai variabel terkecil berurutan hingga nilai variabel terbesar.
g. Grafik harus dilengkapi dengan judul grafik yang menyatakan tentang data yang
digambarkan.

13
Contoh: Menggambar poligon frekuensi dari data tunggal pada Tabel 4.
Grafik 1. Poligon frekuensi nilai Matematika 40 siswa SMA

f
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 X
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Grafik poligon data terkelompok dibuat dengan terlebih dahulu menetapkan nilai tengah
masing-masing interval pada tabel distribusi frekuensi. Nilai tengah adalah jumlah batas atas
dan batas bawah dibagi dua. Kemudian grafik dibuat sebagai berikut:
a. Membuat sumbu datar, dengan lambang X dan sumbu tegak, dengan lambang Y.
b. Menetapkan skala pada sumbu tegak dan sumbu datar.
c. Menempatkan angka skala yaitu nilai tengah masing-masing interval pada sumbu datar (X),
mulai dari perpotongan sumbu berurutan ke kanan, dari nilai tengah terkecil hingga nilai
tengah terbesar.
d. Menempatkan angka skala yaitu frekuensi pada sumbu tegak (Y), dimulai dari 0 (nol) pada
perpotongan sumbu berurutan ke atas hingga angka frekuensi terbesar.
e. Menetapkan titik koordinat dari masing-masing nilai tengah interval.
f. Melukiskan garis poligon dengan cara membuat garis yang menghubungkan titik koordinat,
mulai dari nilai tengah interval terkecil berurutan hingga nilai tengah interval terbesar.
g. Grafik harus dilengkapi dengan judul grafik yang menyatakan tentang data yang
digambarkan.
Contoh: Menggambar poligon frekuensi dari data terkelompok pada Tabel 5.
Data pada Tabel 5 disusun kembali pada Tabel 10. Nilai tengah interval pertama
didapatkan dari (45 + 47) : 2 = 46. Untuk nilai tengah interval berikutnya didapatkan dengan cara
yang sama.

Tabel 10. Nilai Tengah pada Distribusi Frekuensi Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Nilai Tengah Frekuensi


Interval
(x) (f)
45–47 46 2
48–50 49 4
51–53 52 6
54–56 55 10
57–59 58 14
60–62 61 18
63–65 64 10
66–68 67 5
69–71 70 4
72–74 73 3
75–77 76 2
78–80 79 2
Jumlah 80

14
Grafik 2. Poligon frekuensi nilai Biologi 80 siswa SMA
f
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 X
46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79

5.2. Grafik Histogram


Grafik histogram dapat dibedakan atas (a) Grafik Histogram Data Tunggal, (b) Grafik
Histogram Data Terkelompok.
Grafik histogram data tunggal dibuat dengan terlebih dahulu menetapkan nilai nyata dari
masing-masing nilai pada tabel distribusi frekuensi. Kemudian grafik dapat dibuat sebagai
berikut:
a. Membuat sumbu datar, dengan lambang X dan sumbu tegak, dengan lambang Y.
b. Menetapkan skala pada sumbu tegak dan sumbu datar.
c. Menempatkan angka skala yaitu nilai nyata masing-masing variabel nilai pada sumbu datar
(X), mulai dari perpotongan sumbu berurutan ke kanan, dari nilai terkecil hingga nilai
terbesar.
d. Menempatkan angka skala yaitu frekuensi pada sumbu tegak (Y), dimulai dari 0 (nol) pada
perpotongan sumbu berurutan ke atas hingga angka frekuensi terbesar.
e. Menetapkan titik koordinat dari masing-masing nilai nyata.
f. Melukiskan garis histogram dengan cara membuat garis yang menghubungkan titik
koordinat, mulai dari nilai variabel terkecil berurutan hingga nilai variabel terbesar.
g. Grafik harus dilengkapi dengan judul grafik yang menyatakan tentang data yang
digambarkan.
Contoh: Menggambar histogram frekuensi dari data tunggal pada Tabel 4.
Data pada Tabel 4 disusun kembali pada Tabel 11. Nilai nyata interval pertama
didapatkan dari (3 – 0,5)–(3 + 0,5) = 2,5–3,5. Dengan cara yang sama didapatkan nilai nyata
interval kedua dan seterusnya.
Tabel 11. Nilai Nyata pada Distribusi Frekuensi Nilai Matematika 40 Siswa SMA.
Nilai Frekuensi
Nilai nyata
(x) (f)
3 2,5–3,5 3
4 3,5–4,5 5
5 4,5–5,5 7
6 5,5–6,5 10
7 6,5–7,5 5
8 7,5–8,5 5
9 8,5–9,5 3
10 9,5–10,5 2
Jumlah 40

15
Grafik 3. Histogram frekuensi nilai Matematika 40 siswa SMA

f
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 X
2,5 3,5 4,5 5,5 6,5 7,5 8,5 9,5 10,5

Grafik histogram data terkelompok dibuat dengan terlebih dahulu menetapkan nilai nyata
(tepi bawah dan tepi atas) dari masing-masing interval pada tabel distribusi frekuensi. Kemudian
grafik dapat dibuat sebagai berikut:
a. Membuat sumbu datar, dengan lambang X; dan sumbu tegak, dengan lambang Y.
b. Menetapkan skala pada sumbu datar dan sumbu tegak.
c. Menempatkan angka skala yaitu nilai nyata masing-masing interval pada sumbu datar (X),
mulai dari perpotongan sumbu berurutan ke kanan, dari nilai nyata terkecil hingga nilai
nyata terbesar.
d. Menempatkan angka skala yaitu frekuensi pada sumbu tegak (Y), dimulai dari 0 (nol) pada
perpotongan sumbu berurutan ke atas hingga angka frekuensi terbesar.
e. Menetapkan titik koordinat dari masing-masing nilai nyata interval.
f. Melukiskan garis histogram dengan cara membuat garis yang menghubungkan
titik koordinat–titik koordinat, mulai dari nilai nyata terkecil berurutan hingga nilai nyata
terbesar.
g. Grafik harus dilengkapi dengan judul grafik yang menyatakan tentang data yang
digambarkan.
Contoh: Menggambar histogram frekuensi dari data terkelompok pada Tabel 5.
Data pada Tabel 5 disusun kembali pada Tabel 12. Nilai nyata interval pertama
didapatkan dari (45 – 0,5)–(47 + 0,5) = 44,5–47,7. Dengan cara yang sama didapatkan nilai
nyata interval kedua dan seterusnya.
Tabel 12. Nilai Nyata pada Distribusi Frekuensi Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Frekuensi
Interval Nilai Nyata
(f)
45–47 44,5–47,5 2
48–50 47,5–50,5 4
51–53 50,5–53,5 6
54–56 53,5–56,5 10
57–59 56,5–59,5 14
60–62 59,5–62,5 18
63–65 62,5–65,5 10
66–68 65,5–68,5 5
69–71 68,5–71,5 4
72–74 71,5–74,5 3
75–77 74,5–77,5 2
78–80 77,5–80,5 2
Jumlah 80

16
Grafik 4. Histogram frekuensi nilai Biologi 80 siswa SMA

f
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0 X
44,5 47,5 50,5 53,5 56,5 59,5 62,5 65,5 68,5 71,5 74,5 77,5 80,5

5.3. Grafik Garis


Grafik garis biasanya digunakan untuk menggambarkan data tentang keadaan yang
berkesinambungan. Misalnya, jumlah murid setiap tahun, jumlah murid yang lulus setiap tahun
dan lain-lain. Grafik garis memerlukan sumbu datar (horizontal) dan sumbu tegak (vertikal) yang
saling berpotongan tegak lurus. Sumbu datar biasanya menyatakan jenis data, misalnya waktu
dan nilai dan lain-lain. Adapun sumbu tegaknya menyatakan frekuensi data.
Langkah-langkah untuk membuat diagram garis adalah sebagai berikut:
a. Membuat suatu sistem koordinat dengan sumbu mendatar menunjukkan waktu dan sumbu
tegak menunjukkan data pengamatan.
b. Menetapkan tanda skala pada sumbu datar beserta angka atau nama skala waktu.
c. Menetapkan tanda skala pada sumbu tegak beserta angka skala pengamatan, dimulai dari 0
(nol) pada perpotongan sumbu berurutan ke atas hingga angka terbesar.
d. Menetapkan titik koordinat yang menunjukkan waktu dan data pengamatan.
e. Melukiskan garis grafik dengan cara membuat garis yang menghubungkan titik koordinat
mulai dari kiri ke kanan, dengan memperhatikan nama skala pada sumbu datar.
f. Grafik harus dilengkapi dengan Nomor dan Judul Grafik, Unit Skala pada sumbu tegak dan
keterangan tentang garis grafik.
Contoh: Menggambar grafik garis dari data pada Tabel 1.

17
Grafik 5. Jumlah lulusan SMA Rajawali Tahun 2004–2008.

120
110
100
90
80
70
Murid

60
50
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008

Laki-laki Perempuan

5.4. Grafik Balok (Grafik Batang)


Grafik balok digunakan untuk menggambarkan data tentang keadaan yang dibedakan atas
suatu klasifikasi. Grafik balok adalah bentuk penyajian data statistik dalam bentuk batang yang
dicatat dalam interval tertentu pada bidang cartesius.
Contoh: Menggambar grafik balok dari data pada Tabel 13.

Tabel 13. Banyaknya murid menurut tingkat sekolah di Kabupaten Contoh, tahun 2005.

Banyak murid
Sekolah Jumlah
Laki-laki Perempuan
SD 675 725 1400
SMP 555 645 1200
SMA 375 425 800
SMK 325 275 600
Jumlah 1930 2070 4000

Grafik 6. Banyaknya murid menurut tingkat sekolah di Kabupaten Contoh, Tahun 2005.

750
700
650
600
550
500
Jumlah murid

450
400
Laki-laki
350
300 Perempuan
250
200
150
100
50
0
SD SMP SMA SMK

18
Grafik 7. Banyaknya murid menurut tingkat sekolah di Kabupaten Contoh, Tahun 2005.

1400
1300
1200
1100
1000
Jumlah murid
900
800
700 Perempuan
600 Laki-laki
500
400
300
200
100
0
SD SMP SMA SMK

5.5. Grafik Lingkaran


Untuk mengetahui perbandingan suatu data terhadap keseluruhan, data tersebut lebih
tepat disajikan dalam bentuk grafik lingkaran. Grafik lingkaran adalah bentuk penyajian data
statistika dalam bentuk lingkaran yang dibagi menjadi beberapa juring lingkaran. Grafik
lingkaran dibuat dengan membagi sebuah lingkaran menjadi beberapa juring lingkaran untuk
menggambarkan katagori yang datanya telah dirubah ke dalam derajat.
Contoh: Menggambar grafik lingkaran dari data pada Tabel 13.
Data pada Tabel 13 disusun kembali pada Tabel 14 untuk menghitung persentase jumlah
murid dan besaran sudut juring.
Tabel 14. Persentase banyaknya murid dan sudut juring menurut tingkat sekolah di
Kabupaten Contoh, tahun 2005.
Jumlah
Sekolah
murid Persentase Sudut juring
1400 35
SD 1400 × 100% = 35% × 360° = 126°
4000 100
1200 30
SMP 1200 × 100% = 30% × 360° = 108°
4000 100
800 20
SMA 800 × 100% = 20% × 360° = 72°
4000 100
600 15
SMK 600 × 100% = 15% × 360° = 54°
4000 100
Jumlah 4000 100% 360°

Grafik 8. Persentase banyaknya murid menurut tingkat sekolah di Kabupaten Contoh,


Tahun 2005.

SMK
15%
SD
35%
SMA
20%

SMP
30%

19
6. UKURAN DATA
Untuk menyajikan data statistik dikenal alat penyajian data berupa Tabel Distribusi
Frekuensi serta Grafik Poligon dan Histogram. Selanjutnya akan dijelaskan alat statistik berupa
ukuran data. Ada tiga ukuran data statistik yaitu ukuran pemusatan data, ukuran letak data dan
ukuran penyebaran data.

6.1. Ukuran Pemusatan Data


Sekumpulan data angka, misalnya nilai rapor, nilai ijazah dan nilai prestasi akademik,
umumnya dilengkapi dengan rataan (nilai rata-rata). Rataan dianggap dapat mewakili atau
menggambarkan keadaan kumpulan data tersebut, sehingga lebih mudah dalam mengambil suatu
ketentuan tentang data tersebut. Misalnya, rataan bisa digunakan dalam penentuan peringkat
kenaikan kelas, penentuan predikat kelulusan dan lain-lain. Yang termasuk dalam ukuran
pemusatan data antara lain, Rataan, Median dan Modus.

6.1.1. Rataan
Rataan merupakan salah satu ukuran untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
singkat tentang sekumpulan data. Rataan merupakan wakil dari sekumpulan data atau dianggap
suatu nilai yang paling dekat dengan hasil pengukuran yang sebenarnya. Jenis rataan antara lain:
rataan hitung, rataan ukur, dan rataan harmonis.

Rataan hitung (Mean). Mean dari sekelompok data kuantitatif adalah jumlah dari keseluruhan
data dibagi dengan banyaknya data. Secara umum dapat dinyatakan:
∑𝑥
𝑥̅ = 𝑛

𝑥̅ = Rataan hitung (Mean); ∑ 𝑥 = Jumlah seluruh data; n = Banyaknya data. ∑

Contoh: Pada Tabel 2 ada data nilai Matematika dari 10 siswa sebagai berikut: 65, 60, 45, 75, 70,
55, 90, 80, 85 dan 50.
Rataan hitung dari data tersebut adalah:
∑𝑥
𝑥̅ = 𝑛
65 + 60 + 45 + 75 + 70 + 55 + 90 + 80 + 85 + 50 675
𝑥̅ = = = 67,5
10 10
Untuk data tunggal pada tabel distribusi frekuensi dengan frekuensi lebih dari satu maka
jumlah seluruh data adalah jumlah dari hasil perkalian masing-masing nilai dan frekuensinya.
Banyaknya data adalah jumlah seluruh frekuensi.
Secara umum dapat dinyatakan:
∑ 𝑓𝑥
𝑥̅ = 𝑛
𝑥̅ = Rataan hitung (Mean); ∑ 𝑓𝑥 = Jumlah seluruh data; n = Banyaknya data (jumlah frekuensi).
Contoh: Rataan hitung dari data pada Tabel 4.
Data Tabel 4 disusun pada Tabe15 untuk menghitung besar f x dari nilai (x) dan
frekuensi (f) data tersebut.
Tabel 15. Perhitungan Rataan Hitung dari Nilai Matematika 40 Siswa SMA.
Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓) 𝑓𝑥
3 3 9
4 5 20
5 7 35
6 10 60
7 5 35
8 5 40
9 3 27
10 2 20
Jumlah 40 246
∑ 𝑓𝑥 = 246; n = 40.
∑ 𝑓𝑥 246
𝑥̅ = = = 6,15
𝑛 40

20
Untuk data terkelompok pada tabel distribusi frekuensi, nilai 𝑥 adalah nilai tengah dari
masing-masing interval. Dengan demikian Rataan Hitung dapat diperoleh dengan cara yang
sama seperti untuk data tunggal.
Contoh: Rataan hitung dari data pada Tabel 5.
Data Tabel 5 disusun pada Tabel 16. untuk menghitung besar f x dari nilai tengah (x) dan
frekuensi (f) data tersebut.
Tabel 16. Perhitungan Rataan Hitung dari Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Nilai tengah Frekuensi


Interval 𝑓𝑥
(𝑥) (𝑓)
45–47 46 2 92
48–50 49 4 196
51–53 52 6 312
54–56 55 10 550
57–59 58 14 812
60–62 61 18 1098
63–65 64 10 640
66–68 67 5 335
69–71 70 4 280
72–74 73 3 219
75–77 76 2 152
78–80 79 2 158
Jumlah 80 4844

∑ 𝑓𝑥 = 4844; n = 80.
∑ 𝑓𝑥 4844
𝑥̅ = = = 60,55
𝑛 80

Penggunaan Rataan Hitung dalam analisis data harus memperhatikan hal berikut:
a. Data statistik yang dianalisis merupakan data yang distribusi frekuensinya bersifat normal
atau simetris atau setidaknya mendekati normal. Jika distribusi frekuensinya tidak normal,
maka Rataan Hitung yang diperoleh akan terlalu jauh menyimpang dari keadaan sebenarnya.
b. Selain Rataan Hitung, analisis data harus dilengkapi dengan alat ukur lainnya seperti Deviasi
Standar, Korelasi dan sebagainya.

6.1.2. Median
Median yang disimbolkan dengan Me adalah nilai data yang terletak di tengah setelah
data diurutkan. Dengan demikian, median membagi data menjadi dua bagian yang sama besar.
Contoh: Nilai Bahasa Inggris dari 9 orang siswa adalah 65, 60, 65, 75, 70, 60, 80, 90, dan 85.
Urutan nilai mulai dari yang terkecil adalah:
60 60 65 65 70 75 80 85 90
Urutan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Median dari 9 buah nilai tersebut terletak pada urutan ke 5 yaitu, Me = 70.

Secara umum, jika n adalah jumlah urutan ganjil, maka median adalah nilai bilangan ke
𝑛+1
( ). Untuk contoh di atas:
2
9+1 10
Me = nilai bilangan ke ( ) = nilai bilangan ke ( 2 )
2

= nilai bilangan ke 5 = 70.


Untuk jumlah data yang genap maka median dihitung dari rataan dua nilai yang terletak
di tengah setelah data diurutkan.

Contoh: Nilai Bahasa dari 12 orang siswa adalah 80, 85, 60, 60, 70, 75, 75, 65, 50, 55, 60 dan 70.
Urutan nilai mulai dari yang terkecil adalah:

21
50 55 60 60 60 65 70 70 75 75 80 85
Urutan ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Median dari 12 buah nilai tersebut terletak diantara urutan ke 6 dan ke 7, nilai 65 dan 70.
65 + 70 135
Nilai median dihitung sebagai berikut Me = = = 67,5
2 2

Secara umum, jika 𝑛 adalah jumlah urutan genap, maka median adalah
𝑛 𝑛
nilai bilangan ke ( ) + ke ( + 1)
2 2
2

Untuk contoh di atas:


12 12
nilai bilangan ke ( ) + ke ( + 1)
2 2
Me = 2
nilai bilangan ke (6) + ke (6 + 1)
= 2
nilai bilangan ke 6 + ke 7 65 + 70 135
= = = = 67,5
2 2 2

Median Data Tunggal pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk data tunggal yang sudah
tersusun dalam tabel distribusi frekuensi dapat dihitung dengan ketentuan tersebut.
Contoh: Data seperti pada Tabel 4 yang disusun kembali pada Tabel 17 mediannya dapat
dihitung sebagai berikut.
Pada Tabel 17 didapatkan 𝑛 = 40, yaitu jumlah frekuensinya.
𝑛 𝑛
nilai bilangan ke ( ) + ke ( + 1)
2 2
Maka Me = 2
40 40
nilai bilangan ke ( ) + ke ( + 1)
2 2
= 2
nilai bilangan ke (20) + ke (20 + 1)
= 2
nilai bilangan ke 20 + ke 21
= 2

Tabel 17. Perhitungan Median pada Nilai Matematika 40 Siswa SMA.

Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓) Frekuensi kumulatif (𝑓𝑘)


3 3 3
4 5 8
5 7 15
6 10 25
7 5 30
8 5 35
9 3 38
10 2 40
Jumlah 40

Bilangan ke 20 dan ke 21 dapat dilihat letaknya pada kolom frekuensi kumulatif pada
Tabel 17. Frekuensi kumulatif yang mendekati bilangan ke 20 dan ke 21 adalah frekuensi
kumulatif = 15, urutan bilangan sampai pada baris itu adalah bilangan ke 15. Pada frekuensi
kumulatif = 25, urutan bilangan adalah 16–25. Berarti bilangan ke 20 dan ke 21 berada pada
baris fk = 25 dengan nilai 6, maka bilangan ke 20 = 6 dan bilangan ke 21 = 6. Dengan demikian,
nilai Matematik 40 siswa SMA mempunyai Median = 6.
nilai bilangan ke 20 + ke 21 6+6 12
Yaitu Me = = = = 6
2 2 2

22
Median Data Terkelompok pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk data terkelompok pada
Tabel Distribusi Frekuensi, Median dapat dihitung dengan cara berikut.
𝑛
− 𝑓𝑘
Me = Tb + I ( 2𝑓𝑀𝑒 )

Me = Median; Tb = tepi bawah kelas median; I = panjang interval; 𝑛 = jumlah frekuensi;


𝑓𝑘 = frekuensi kumulatif sebelum kelas median; 𝑓𝑀𝑒 = frekuensi kelas median.
Contoh: Data pada Tabel 7 mediannya dapat dihitung sebagai berikut.
Pada Tabel 18 (dari Tabel 7), jumlah frekuensi (𝑛) = 80, maka Median ada pada sekitar
𝑛 80
bilangan ke 2 = ke = ke 40. Frekuensi kumulatif yang mendekali bilangan ke 40 adalah
2
frekuensi kumulatif = 36. Berarti bilangan ke 40 ada pada baris fk = 54 dengan kelas interval 60–
62. Kelas interval 60–62 adalah kelas interval yang mengandung median (kelas median).

Tabel 18. Perhitungan Median pada Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Interval Frekuensi (𝑓) Frekuensi kumulatif (𝑓𝑘)


45–47 2 2
48–50 4 6
51–53 6 12
54–56 10 22
57–59 14 36
60–62 18 54
63–65 10 64
66–68 5 69
69–71 4 73
72–74 3 76
75–77 2 78
78–80 2 80
Jumlah 80

Pada kelas interval tersebut, batas bawah kelas median = 60, maka tepi bawah kelas median,
Tb = 60–0,5 = 59,5; panjang interval, I = 3; jumlah frekuensi, 𝑛 = 80; frekuensi kumulatif
sebelum kelas median, 𝑓𝑘 = 36; frekuensi kelas median, 𝑓𝑀𝑒 = 18.
𝑛
− 𝑓𝑘
2
Me = Tb + I ( )
𝑓𝑀𝑒

80
− 36 40 − 36 4
2
Me = 59,5 + 3 ( ) = 59,5 + 3 ( ) = 59,5 + 3 (18)
18 18

4 12
= 59,5 + 3 × 18 = 59,5 + = 59,5 + 0,67 = 60,17
18

Jadi mediannya adalah 60,17.

6.1.3. Modus

Modus yang disimbolkan dengan Mo adalah gejala atau nilai data yang yang sering
muncul. Modus digunakan juga sebagai ukuran pemusatan data karena modus dapat menyatakan
sesuatu yang banyak terjadi. Dengan demikian, maka modus ditunjukkan oleh nilai frekuensi
terbanyak. Misalnya pernyataan: Sebagian besar murid mendapat nilai 7 untuk bahasa Indonesia.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa nilai 7 untuk bahasa Indonesia mempunyai frekuensi
yang terbanyak.
Karena modus merupakan nilai dengan frekuensi terbanyak, maka pada suatu kelompok
data bisa terdapat lebih dari satu modus jika frekuensi terbanyak lebih dari satu.
Contoh: Tentukan modus data: 4, 5, 7, 5, 6, 6, 8, 9, 4, 6, 6, 7, 7, 7, 5, 6, 4.
Penyelesaian: Karena frekuensi data 6 paling banyak yaitu sebanyak 5 kali, f = 5, maka modus
data tersebut adalah Mo = 6.
Contoh: Tentukan modus data: 4, 5, 6, 7, 7, 6, 8, 9, 10, 6, 4, 6, 6, 7, 7, 8, 7, 5.

23
Penyelesaian: Karena frekuensi data 6 dan 7 adalah paling tinggi, yaitu sebanyak 5, f = 5, maka
modus dari data tersebut adalah Mo = 6 dan 7.

Modus Data Tunggal pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk data tunggal pada tabel distribusi
frekuensi Tabel 19, frekuensi terbanyak adalah f = 10 pada baris nilai 6. Jadi pada data tunggal
tersebut, modusnya adalah Mo = 6.
Tabel 19. Modus pada Nilai Matematika 40 Siswa SMA.

Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓)


3 3
4 5
5 7
6 10
7 5
8 5
9 3
10 2
Jumlah 40

Modus Data Terkelompok pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk data terkelompok pada tabel
distribusi frekuensi, modus ditentukan sebagai berikut:
𝑑1
Mo = Tb + I (𝑑1 + 𝑑2)

Mo = Modus; Tb = tepi bawah kelas modus; I = panjang interval;


𝑑1 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya;
𝑑2 = selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sesudahnya.
Contoh: Data pada Tabel 20, modusnya dapat dihitung sebagai berikut.
Tabel 20. Perhitungan Modus pada Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Frekuensi
Interval
(𝑓)
45–47 2
48–50 4
51–53 6
54–56 10
57–59 14
60–62 18
63–65 10
66–68 5
69–71 4
72–74 3
75–77 2
78–80 2
Jumlah 80
Frekuensi terbanyak adalah 18 pada kelas interval 60–62. Maka kelas interval 60–62 adalah
kelas modus. Tepi bawah kelas modus adalah Tb = 60 – 0,5 = 59,5; Panjang interval, I = 3;
Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sebelumnya adalah 𝑑1 = 18 – 14 = 4;
Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi kelas sesudahnya, 𝑑2 = 18 – 10 = 8.
𝑑1
Mo = Tb + I (𝑑1 + 𝑑2)
4 4 3×4
Mo = 59,5 + 3(4 + 8) = 59,5 + 3(12) = 59,5 + ( )
12
12
= 59,5 + (12) = 59,5 + 1 = 60,5

Jadi modusnya adalah Mo = 60,5.

24
6.2. Ukuran Penyebaran Data (Dispersi)
Ukuran pemusatan data yakni rataan, median, dan modus belum cukup memberikan
gambaran yang memadai untuk suatu data. Kita perlu mengetahui, seberapa jauh data menyebar
dari nilai rataan. Dimungkinkan bahwa kita dapat memiliki dua himpunan pengamatan yang
mempunyai median yang sama namun sangat berbeda penyebaran datanya.
Macam ukuran penyebaran data antara lain: Range (Jangkauan), Deviasi Rata-rata
(Simpangan Rata-rata), Ragam (Variansi) dan Simpangan Baku (Deviasi Standar).

6.2.1. Jangkauan (Range)


Ukuran penyebaran data yang paling sederhana adalah mencari selisih data terkecil
dengan dara terbesar. Range (Jangkauan) menunjukkan jarak penyebaran antara nilai data
terkecil (Lowest Score) dan nilai data terbesar (Highest score).
Jangkauan = data terbesar – data terkecil, J = H – L.
Semakin kecil jangkauan (J), maka semakin homogen penyebaran data tersebut dan
sebaliknya semakin besar jangkauan (J), maka semakin besar penyebaran data tersebut.

6.2.2. Simpangan Rata-rata (Deviasi Rata-rata)


Simpangan adalah selisih masing-masing nilai atau interval dari nilai rataan hitungnya.
Contoh: Simpangan dari data Nilai Matematika dari 10 Siswa SMA pada Tabel 2 yang disusun
kembali pada Tabel 21.
Tabel 21. Perhitungan Simpangan pada Nilai Matematika dari 10 Siswa SMA.

Harga mutlak
Nilai Simpangan
No simpangan
(𝑥) (𝑥 − 𝑥̅ )
|𝑥 − 𝑥̅ |
1. 65 65 − 67,5 = −2,5 2,5
2. 60 60 − 67,5 = −7,5 7,5
3. 45 45 − 67,5 = −22,5 22,5
4. 75 75 − 67,5 = 7,5 7,5
5. 70 70 − 67,5 = 2,5 2,5
6. 55 55 − 67,5 = −12,5 12,5
7. 90 90 − 67,5 = 22,5 22,5
8. 80 80 − 67,5 = 12,5 12,5
9. 85 85 − 67,5 = 17,5 17,5
10. 50 50 − 67,5 = −17,5 17,5
Jumlah 675 0 125
Rataan 67,5 12,5

∑𝑥 675
Rataan hitung : 𝑥̅ = = = 67,5
𝑛 10

Simpangan dihitung dari masing-masing nilai dikurang dengan rataan hitung.


𝑑 = 𝑥 − 𝑥̅
𝑑 = simpangan; 𝑥 = nilai; 𝑥̅ = rataan hitung dari nilai.
Pada nilai yang lebih besar dari rataannya diperoleh simpangan dengan tanda positif
sedangkan pada nilai yang lebih kecil dari rataannya diperoleh simpangan dengan tanda negatif,
sehingga semua simpangan tersebut adalah nol. Karena jumlah semua simpangan adalah nol,
maka untuk mencari jumlah simpangan, diambil harga mutlak dari masing-masing simpangan,
sehingga simpangan dapat digunakan sebagai ukuran penyebaran data, dalam bentuk Simpangan
Rata-rata.
Simpangan Rata-rata adalah jumlah harga mutlak simpangan dari semua nilai, dibagi
dengan banyaknya data.
∑ |𝑥− 𝑥̅ |
𝑆𝑅 = 𝑛

𝑆𝑅 = Simpangan Rata-rata; |𝑥 − 𝑥̅ | = harga mutlak simpangan; 𝑛 = banyaknya data.

25
Contoh: Pada Tabel 21 diperoleh ∑ |𝑥 − 𝑥̅ | = 125, 𝑛 = 10, maka
∑ |𝑥− 𝑥̅ | 125
𝑆𝑅 = = = 12,5.
𝑛 10

Jadi Simpangan Rata-rata dari data tersebut, 𝑆𝑅 = 12,5.

6.2.3. Ragam (Variansi)

Jika nilai simpangan dikuadratkan, maka simpangan yang bertanda negatif menjadi
bertanda positif, dengan demikian jumlah simpangan kuadrat tidak sama dengan nol, sehingga
dapat dicari rataannya dan dapat dijadikan ukuran sebaran data.
Apabila data yang dianalisis adalah data populasi maka Ragam populasi (Variansi
populasi) adalah jumlah semua nilai simpangan kuadrat dibagi dengan jumlah data.
∑(𝑥− 𝑥̅ )2
Ragam populasi, 𝑆2 = 𝑛
Apabila data yang dianalisis adalah data sampel maka Ragam sampel (Variansi sampel)
adalah jumlah semua nilai simpangan kuadrat dibagi dengan jumlah data dikurang satu.
∑(𝑥− 𝑥̅ )2
Ragam sampel, 𝑆2 = 𝑛−1
2 2
𝑆 = Ragam; ∑(𝑥 − 𝑥̅ ) = jumlah dari simpangan kuadrat; 𝑛 = banyaknya data.

Contoh perhitungan ragam sampel:

Tabel 22. Perhitungan Ragam dan Simpangan Baku pada Nilai Matematika dari
10 Siswa SMA.

No. Nilai Simpangan Simpangan kuadrat


(𝑥) (𝑥 − 𝑥̅ ) (𝑥 − 𝑥̅ )2
1. 65 −2,5 6,25
2. 60 −7,5 56,25
3. 45 −22,5 506,25
4. 75 7,5 56,25
5. 70 2,5 6,25
6. 55 −12,5 156,25
7. 90 22,5 506,25
8. 80 12,5 156,25
9. 85 17,5 306,25
10. 50 −17,5 306,25
Jumlah 675 2062,50
Rataan 67,5 206,25

Pada Tabel 22 diperoleh ∑(𝑥 − 𝑥̅ )2 = 2062,50; 𝑛 = 10, maka


∑(𝑥− 𝑥̅ )2 2062,50 2062,50
𝑆2 = = = = 229,17
𝑛−1 10−1 9

Jadi Ragam sampel dari data tersebut, 𝑆 2 = 229,17

Melalui penyelesaian persamaan matematik rumus ragam dapat diturunkan sebagai


berikut:
∑(𝑥− 𝑥̅ )2
Ragam populasi: 𝑆 2 = 𝑛
∑𝑥 2
1. ∑(𝑥 − 𝑥̅ )2 = ∑ [𝑥 − ( )]
𝑛
∑𝑥 ∑𝑥 2
= ∑ [𝑥 2 − 2𝑥 ( 𝑛 ) + ( 𝑛 ) ]
∑𝑥 ∑𝑥 2
= ∑𝑥 2 − 2 ∑ 𝑥 ( 𝑛 ) +∑( 𝑛 )
(∑ 𝑥)2 (∑ 𝑥)2
= ∑𝑥 2 − 2 +𝑛
𝑛 𝑛2

26
(∑ 𝑥)2 (∑ 𝑥)2
= ∑𝑥 2 − 2 +
𝑛 𝑛
2 (∑ 𝑥)2
= ∑𝑥 − 𝑛
2
𝑛∑𝑥 (∑ 𝑥)2
= −
𝑛 𝑛
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
= 𝑛
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
∑(𝑥− 𝑥̅ )2 𝑛
2. =
𝑛 𝑛
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2 1
= ×𝑛
𝑛
1 2
= [𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2 ]
𝑛2
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
= 𝑛2
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Maka Ragam populasi: 𝑆 2 = 𝑛2
Dengan cara yang sama, rumus Ragam sampel menjadi:
∑(𝑥− 𝑥̅ )2
Ragam sampel: 𝑆 2 = 𝑛−1
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
∑(𝑥− 𝑥̅ )2 𝑛
=
𝑛−1 𝑛−1
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2 1
= × 𝑛−1
𝑛
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
= 𝑛(𝑛−1)
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Maka Ragam sampel: 𝑆 2 = 𝑛(𝑛−1)

𝑆 2 = Ragam; 𝑛 = banyaknya data; ∑ 𝑥 2 = jumlah dari nilai x kuadrat; (∑ 𝑥)2 = jumlah nilai x
kemudian di-kuadrat-kan.
Contoh penghitungan ragam sampel dengan rumus di atas adalah:

Tabel 23. Perhitungan Simpangan Baku pada Nilai Matematika dari 10 sampel Siswa SMA.

No. Nilai (𝑥) 𝑥2


1. 65 4225
2. 60 3600
3. 45 2025
4. 75 5625
5. 70 4900
6. 55 3025
7. 90 8100
8. 80 6400
9. 85 7225
10. 50 2500
Jumlah 675 47625

𝑛 = 10; ∑ 𝑥 2 = 47625; ∑ 𝑥 = 675


2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Ragam sampel: 𝑆 2 = 𝑛(𝑛−1)
10 × 47625 − (675)2
𝑆2 = 10(10−1)
476250 − 455625
= 10 × 9
20625
= 90
= 229,17 (sama dengan perhitungan terdahulu).

27
Ragam untuk Data pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk mencari Ragam pada Data yang
sudah tersusun dalam Tabel Distribusi Frekuensi, banyaknya data dari masing-masing nilai x
adalah sebanyak frekuensinya. Sehingga masing-masing nilai x harus dikalikan dengan frekuensi
( f ). Maka rumus Ragam untuk data pada Tabel Distribusi Frekuensi menjadi:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
Ragam populasi: 𝑆 2 = 𝑛2
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
Ragam sampel: 𝑆2 = 𝑛(𝑛−1)
2 2
𝑆 = Ragam; 𝑛 = banyaknya data (jumlah frekuensi); ∑ 𝑓𝑥 = jumlah dari frekuensi dikali
dengan nilai x kuadrat; ∑ 𝑓𝑥 = jumlah dari frekuensi dikali dengan nilai x; (∑ 𝑓𝑥)2 = jumlah
dari frekuensi dikali dengan nilai x kemudian di-kuadrat-kan.
Contoh 1: Ragam sampel dari data pada distribusi frekuensi data tunggal.

Tabel 24. Perhitungan Ragam Nilai Matematika 40 sampel Siswa SMA.

Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓) 𝑓𝑥 𝑓𝑥 2


3 3 9 27
4 5 20 80
5 7 35 175
6 10 60 360
7 5 35 245
8 5 40 320
9 3 27 243
10 2 20 200
Jumlah 40 246 1650
2
Pada Tabel 24 diperoleh n = 40; ∑ 𝑓𝑥 = 1650; ∑ 𝑓𝑥 = 246; maka Ragam sampel
adalah:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
𝑆2 =
𝑛(𝑛−1)
40×1650− (246)2
=
40(40−1)
66000−60516
= 40×39
5484
= = 3,515
1560
Jadi Ragam sampel data tersebut, 𝑆 2 = 3,515

Contoh 2: Ragam sampel dari data pada tabel distribusi frekuensi data terkelompok.

Tabel 25. Perhitungan Ragam pada Nilai Biologi 80 sampel Siswa SMA.

Frekuensi Nilai tengah


Interval 𝑓𝑥 𝑓𝑥 2
(𝑓) (𝑥)
45–47 2 46 92 4232
48–50 4 49 196 9604
51–53 6 52 312 16224
54–56 10 55 550 30250
57–59 14 58 812 47096
60–62 18 61 1098 66978
63–65 10 64 640 40960
66–68 5 67 335 22445
69–71 4 70 280 19600
72–74 3 73 219 15987
75–77 2 76 152 11552
78–80 2 79 158 12482
Jumlah 80 4844 297410

28
2
Pada Tabel 25 diperoleh n = 80; ∑ 𝑓𝑥 = 297410; ∑ 𝑓𝑥 = 4844; maka Ragam sampel
adalah:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
𝑆2 = 𝑛(𝑛−1)

80×297410− (4844)2
= 80(80−1)
23792800−23464336
= 80×79
328464
= = 51,972
6320

Jadi Ragam sampel data tersebut = 51,972

6.2.4. Simpangan Baku (Deviasi Standar)

Akar kuadrat adalah kebalikan (invers) dari kuadrat. Ragam merupakan rata-rata dari
simpangan kuadrat, maka akar kuadrat dari ragam akan mengembalikannya ke bentuk
simpangan. Akar kuadrat dari ragam disebut Simpangan Baku, yaitu bentuk simpangan yang
sudah dibakukan. Simpangan Baku merupakan ukuran penyebaran data yang umum digunakan
dalam statistika.
Simpangan Baku menggambarkan variabilitas atau homogenitas dari sebaran data
terhadap rata-ratanya. Semakin besar nilai simpangan baku semakin besar variabilitas data atau
data semakin tidak homogen. Semakin kecil nilai simpangan baku semakin kecil variabilitas data
atau data semakin homogen.
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Untuk Ragam populasi: 𝑆 2 = 𝑛2

2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
maka Simpangan Baku polulasi: 𝑆=√ ; atau
𝑛2

1
𝑆= √[𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2 ]
𝑛

2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Untuk Ragam sampel: 𝑆2 = 𝑛(𝑛−1)
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
Maka Simpangan Baku sampel: 𝑆=√ 𝑛(𝑛−1)
Contoh: Simpangan Baku sampel dari data pada Tabel 23 adalah:
𝑛 = 10; ∑ 𝑥 2 = 47625; ∑ 𝑥 = 675
2
𝑛 ∑ 𝑥 − (∑ 𝑥)2
𝑆=√ ;
𝑛(𝑛−1)

10 × 47625 − (675)2
𝑆=√ 10(10−1)

476250 − 455625
=√ 10 × 9

20625
=√ 90

= √229,17
= 15,14
Jadi Simpangan Baku sampel dari data tersebut, 𝑆 = 15,14.

Simpangan Baku untuk Data pada Tabel Distribusi Frekuensi. Untuk menghitung Simpangan
Baku pada data yang sudah tersusun dalam Tabel Distribusi Frekuensi, banyaknya data dari
masing-masing nilai x adalah sebanyak frekuensinya. Sehingga masing-masing nilai x harus
dikalikan dengan frekuensi ( f ). Maka rumus Simpangan Baku untuk data pada Tabel Distribusi
Frekuensi menjadi:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
Simpangan Baku populasi: 𝑆= √ 𝑛2

29
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
Simpangan Baku sampel: 𝑆 =√ 𝑛(𝑛−1)
2
𝑆 = Simpangan Baku; 𝑛 = banyaknya data (jumlah frekuensi); ∑ 𝑓𝑥 = jumlah dari frekuensi
dikali dengan nilai x kuadrat; ∑ 𝑓𝑥 = jumlah dari frekuensi dikali dengan nilai x; (∑ 𝑓𝑥)2 =
jumlah dari frekuensi dikali dengan nilai x kemudian di-kuadrat-kan.
Contoh 1: Simpangan Baku dari data tunggal nilai Matematika 40 Siswa SMA pada Tabel 4
yang disusun kembali pada Tabel 26.
2
Pada Tabel 26 diperoleh n = 40; ∑ 𝑓𝑥 = 1650; ∑ 𝑓𝑥 = 246; maka Simpangan Baku
sampel adalah:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
𝑆 = √ 𝑛(𝑛−1)

40×1650− (246)2
= √ 40(40−1)

66000−60516
= √ 40×39

5484
= √1560 = √3,51538 = 1,87
Jadi Simpangan Baku sampel data tersebut, 𝑆 = 1,87

Tabel 26. Perhitungan Simpangan Baku pada Nilai Matematika 40 Siswa SMA.

Nilai (𝑥) Frekuensi (𝑓) 𝑓𝑥 𝑓𝑥 2


3 3 9 27
4 5 20 80
5 7 35 175
6 10 60 360
7 5 35 245
8 5 40 320
9 3 27 243
10 2 20 200
Jumlah 40 246 1650

Contoh 2: Simpangan Baku dari data terkelompok nilai Biologi 80 Siswa SMA pada Tabel 5
yang disusun kembali pada Tabel 27.
Tabel 27. Perhitungan Simpangan Baku pada Nilai Biologi 80 Siswa SMA.

Interval Frekuensi (𝑓) Nilai tengah (𝑥) 𝑓𝑥 𝑓𝑥 2


45–47 2 46 92 4232
48–50 4 49 196 9604
51–53 6 52 312 16224
54–56 10 55 550 30250
57–59 14 58 812 47096
60–62 18 61 1098 66978
63–65 10 64 640 40960
66–68 5 67 335 22445
69–71 4 70 280 19600
72–74 3 73 219 15987
75–77 2 76 152 11552
78–80 2 79 158 12482
Jumlah 80 4 844 297410

30
2
Pada Tabel 27 diperoleh n = 80; ∑ 𝑓𝑥 = 297410; ∑ 𝑓𝑥 = 4844; maka Simpangan Baku
sampel adalah:
2
𝑛 ∑ 𝑓𝑥 − (∑ 𝑓𝑥)2
𝑆 = √ 𝑛(𝑛−1)

80×297410− (4844)2
= √ 80(80−1)

23792800−23464336
= √ 80×79

328464
= √ = √51,97215 = 7,21
6320

Jadi Simpangan Baku sampel data tersebut, 𝑆 = 7,21


Catatan: Untuk mencari Simpangan Baku (Standar deviasi),
- program Excel gunakan fungsi Statistika STDEVP (untuk Standar deviasi populasi) dan
STDEV (untuk Standar deviasi sampel).
- Kalkulator scientific gunakan fungsi xσn (untuk Standar deviasi populasi) dan xσn-1 (untuk
Standar deviasi sampel).

6.2.5. Simpangan Baku Nilai-tengah Sampel (Standard error of mean)

Simpangan baku nilai-tengah sampel (Standard error of Mean) adalah pengukuran


yang menggambarkan seberapa jauh nilai rata-rata bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya
yang diambil dari distribusi yang sama. Kalau simpangan baku adalah suatu indeks yang
menggambarkan sebaran data terhadap rata-ratanya, maka simpangan baku nilai-tengah
sampel adalah indeks yang menggambarkan sebaran rata-rata sampel terhadap rata-rata dari
rata-rata keseluruhan kemungkinan sampel (rata-rata populasi).
Standard error of mean dihitung sebagai berikut:
S
SE =
√𝑛

Contoh: Untuk data nilai Matematika 10 sampel siswa SMA (Tabel 23), diperoleh, 𝑆 = 15,14;
n = 10 (halaman 55).
S 15,14 15,14
SE = = = = 4,79
√𝑛 √10 3,16

Maka Standar error of mean, SE = 4,79.


6.3. Penggunaan Rataan Hitung dan Simpangan Baku di Bidang Pendidikan

Rataan Hitung dan Simpangan Baku (Mean dan Standar Deviasi) juga digunakan dalam
Evaluasi Hasil Belajar dalam bidang pendidikan, antara lain untuk:

1. Menetapkan Nilai Batas Lulus Aktual, dengan patokan nilai:


Mean + 0,25 S
2. Mengubah Kumpulan Nilai ke dalam Nilai Standar Sekala Lima atau Nilai Huruf A, B,
C, D dan F, dengan patokan nilai:
A
Mean + 1,5 S
B
Mean + 0,5 S
C
Mean − 0,5 S
D
Mean − 1,5 S
F

31
3. Mengubah Kumpulan Nilai ke dalam Nilai Standar Sekala Sebelas atau Nilai Standar
mulai dari 0 sampai 10, dengan patokan nilai:
10
Mean + 2,25 S
9
Mean + 1,75 S
8
Mean + 1,25 S
7
Mean + 0,75 S
6
Mean + 0,25 S
5
Mean − 0,25 S
4
Mean − 0,75 S
3
Mean − 1,25 S
2
Mean − 1,75 S
1
Mean − 2,25 S
0

4. Mengelompokkan Kumpulan Nilai ke dalam tiga ranking, yaitu Rangking Atas,


Rangking Tengah, Rangking Bawah, dengan patokan nilai:
Rangking Atas
Mean + 1 S
Rangking Tengah
Mean – 1 S
Rangking Bawah

32
7. ANALISIS KORELASI

Analisis korelasi adalah analisis statistika mengenai hubungan (korelasi) antar dua
variabel atau lebih. Korelasi antara dua buah variabel disebut korelasi bivariat atau korelasi dua
variabel atau korelasi dua faktor. Korelasi antar lebih dari dua variable disebut korelasi
multivariat atau korelasi multipel.
Variabel-variabel yang dicari korelasinya terdiri dari variabel bebas dan variabel tak
bebas. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi atau
menentukan keadaan variabel lainnya. Variabel tak bebas (dependent variable) adalah variabel
yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel bebas diberi lambang sebagai variabel X dan
variabel tak bebas diberi lambang sebagai variabel Y.
Contoh 1: Korelasi antara kerajinan belajar siswa dan prestasi belajar siswa. Maksudnya adalah
prestasi belajar siswa ada hubungannya dengan kerajinan belajar siswa tersebut. Semakin rajin
siswa belajar maka prestasi belajar siswa tersebut akan semakin baik. Dengan kata lain, semakin
tinggi tingkat kerajinan belajar siswa semakin tinggi pula tingkat prestasi belajar siswa tersebut.
Dalam hal ini tingkat kerajinan belajar siswa akan mempengaruhi keadaan tingkat prestasi
belajar. Atau, prestasi belajar dipengaruhi oleh kerajinan belajar. Dengan demikian maka
variable kerajinan belajar disebut variabel bebas (independent), mendapat lambang variabel X
dan variabel prestasi belajar disebut variabel tak bebas (dependent), mendapat lambang variabel
Y.
Contoh 2: Korelasi antara kerajinan belajar siswa, keaktifan siswa ke perpustakaan dan
keaktifan siswa berdiskusi terhadap prestasi belajar siswa. Maksudnya adalah prestasi belajar
siswa ada hubungannya dengan kerajinan belajar, keaktifan ke perpustakaan dan keaktifan
berdiskusi dari siswa tersebut. Dengan demikian maka variable kerajinan belajar siswa (variabel
X1) , keaktifan siswa ke perpustakaan (variabel X2), dan keaktifan siswa berdiskusi (variabel X3)
disebut variabel bebas (independent variable), sedangkan prestasi belajar siswa (variabel Y)
disebut variabel tak bebas (dependent variable).

7.1. Arah Korelasi

Variabel-variabel yang berkorelasi dapat bersifat searah atau berlawanan arah.


Korelasi positif adalah korelasi dari variabel-variabel yang bersifat searah, yaitu jika nilai
variabel X meningkat maka nilaiJ variabel Y juga meningkat. Atau jika nilai variabel X menurun
maka nilai variabel Y juga menurun.
Korelasi negatif adalah korelasi dari variabel-variabel yang bersifat berlawanan arah,
yaitu jika nilai variabel X meningkat maka nilai variabel Y menurun atau sebaliknya.

7.2. Angka korelasi

Angka korelasi (indeks atau koefisien korelasi) menunjukkan erat tidaknya suatu korelasi
atau hubungan antar variabel.
Indek korelasi berkisar dari 0 (nol) sampai 1 dan mempunyai tanda positif dan negatif.
Korelasi paling rendah adalah 0 atau dan paling tinggi adalah 1. Tanda positif menunjukkan
korelasi positif atau searah dan tanda negatif menunjukkan korelasi negatif atau berlawanan arah.
Angka korelasi bersifat relatif, misalnya angka korelasi r1 = 0,75 dan angka korelasi
r2 = 0,25, bukan berarti korelasi r1 = 3 kali korelasi r2.

7.3. Korelasi Produk Momen

Korelasi Produk Momen adalah satu teknik untuk menghitung indeks korelasi antar dua
variabel (korelasi bivariat). Disebut korelasi produk momen karena dalam penghitungan
dilakukan perkalian dari momen-momen variabel yang dikorelasikan (product of moment).
Teknik korelasi ini dikembangkan oleh Karl Pearson sehingga dikenal juga dengan istilah Teknik
Korelasi Pearson. Indek korelasi produk momen diberi lambang dengan huruf ‘r’.
n ∑XY – (∑X)(∑Y)
rxy =
√[n∑X2 – (∑X)2][n∑Y2 – (∑Y)2]

33
rxy = Angka indeks korelasi produk momen dari variabel X dan variabel Y
n = Jumlah kasus pasangan pengamatan
∑XY = Jumlah dari perkalian skor X dan skor Y
∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y

Interpretasi Indeks Korelasi Produk Momen. Interpretasi dengan Tabel Koefisien Korelasi (r)
Produk Momen dilakukan dengan membandingkan nilai rhitung dan rtabel dengan cara sebagai
berikut:
1. Membuat Hipotesis nihil (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha) dari variabel X dan variabel Y
yang kita cari korelasinya.
Contoh: Ho: Tidak terdapat korelasi antara variabel X dan variabel Y.
Ha: Terdapat korelasi positif (atau negatif) antara variabel X dan variabel Y.
2. Menghitung nilai rhitung (rxy).
3. Membaca nilai Koefisien Korelasi tabel (rtabel) taraf signifikan 5% dan taraf signifikan 1%
pada df = n – nr.
df = degrees of freedom (derajat bebas); n = Jumlah subjek pengamatan; nr = jumlah
variabel yang dikorelasikan, yaitu 2.
4. Membandingkan nilai rhitung dan rtabel sebagai berikut:
Jika rhitung < rtabel taraf signifikan 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak terdapat
korelasi antara variabel X dan variabel Y.
Jika rhitung > rtabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti terdapat korelasi antara variabel
X dan variabel Y.
Jika rhitung > rtabel taraf signifikan 5% dan < rtabel taraf signifikan 1%, maka berarti terdapat
korelasi yang signifikan antara variabel X dan variabel Y.
Jika rhitung > rtabel taraf signifikan 1% maka berarti terdapat korelasi yang sangat signifikan
antara variabel X dan variabel Y.
Contoh:
Untuk mengetahui apakah ada korelasi antara Nilai Tes Sumatif dan Nilai Tes Formatif
dalam bidang studi Bahasa Arab, ditetapkan 20 siswa MA sebagai sampel. Diduga Nilai Tes
Formatif akan menentukan Nilai Tes Sumatif atau semakin tinggi Nilai Tes Formatif maka
semakin tinggi pula Nilai Tes Sumatif. Sehingga akan terdapat korelasi positif, antara Nilai Tes
Formatif (variabel X) dan Nilai Tes Sumatif (variabel Y). Data nilai tes tersebut tertera pada
Tabel 28.
Sebelum menghitung indeks korelasi, kita membuat hipotesis yang sesuai dengan apa
yang akan kita teliti atau kita buktikan. Dalam hal ini adalah:

Hipotesis nihil (Ho) : Tidak terdapat korelasi antara Nilai Tes Formatif (X) dan Nilai Tes
Sumatif (Y) dalam bidang studi Bahasa Arab pada siswa MA.

Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat korelasi positif antara Nilai Tes Fomatif (X) dan Nilai Tes
Sumatif (Y) dalam bidang studi Bahasa Arab pada siswa MA.

Tabel 28. Nilai Tes Formatif dan Nilai Tes Sumatif bidang studi Bahasa Arab pada 20
siswa MA.

No Subjek Nilai Bahasa Arab pada tes


34
Formatif Sumatif
(X) (Y)
1 A 5 6
2 B 6 8
3 C 7 7
4 D 6 8
5 E 5 6
6 F 6 8
7 G 6 7
8 H 5 6
9 I 6 6
10 J 7 8
11 K 6 7
12 L 6 6
13 M 5 6
14 N 6 7
15 O 7 6
16 P 5 6
17 Q 7 8
18 R 6 7
19 S 7 9
20 T 6 8

Untuk menghitung indeks korelasi variabel X dan variabel Y, dibuat tabel kerja (Tabel
29) yang memuat data yang diperlukan pada rumus.

Tabel 29. Perhitungan indeks korelasi Nilai Tes Formatif (X) dan Nilai Tes Sumatif (Y)
Subjek X Y XY X2 Y2
A 5 6 30 25 36
B 6 8 48 36 64
C 7 7 49 49 49
D 6 8 48 36 64
E 5 6 30 25 36
F 6 8 48 36 64
G 6 7 42 36 49
H 5 6 30 25 36
I 6 6 36 36 36
J 7 8 56 49 64
K 6 7 42 36 49
L 6 6 36 36 36
M 5 6 30 25 36
N 6 7 42 36 49
O 7 6 42 49 36
P 5 6 30 25 36
Q 7 8 56 49 64
R 6 7 42 36 49
S 7 9 63 49 81
T 6 8 48 36 64
20 120 140 848 730 998
=n = ∑X = ∑Y = ∑XY = ∑X2 = ∑Y2

n ∑XY – (∑X)(∑Y)
rxy =
√ [n∑X2 – (∑X)2] [n∑Y2 – (∑Y)2]
n = 20; ∑X = 120; ∑Y = 140; ∑XY = 848; ∑X2 = 730; ∑Y2 = 998, maka

35
20 × 848 – 120 × 140
rxy =
√ [ 20 × 730 – 1202 ] [ 20 × 998 – 1402 ]
16960 – 16800
=
√ [ 14600 – 14400 ] [ 19960 – 19600 ]
160
=
√ 200 × 360
160
=
√ 72000
160
= 268,328

= 0,596

Interpretasi dengan tabel koefisien korelasi:

Dengan nilai n = 20 dan nr = 2 (jumlah varibel yang dikorelasikan) maka


df = n – nr = 20 – 2 = 18.
Pada df = 18, nilai rtabel taraf signifikan 5% = 0,444 dan taraf signifikan 1% = 0,561.
Karena rxy > rtabel 1% (0,596 > 0,561), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti terdapat korelasi
positif yang sangat signifikan antara Nilai Tes Formatif dan Nilai Tes Sumatif dalam bidang
studi Bahasa Arab pada siswa MA.

8. ANALISIS KOMPARASI

Analisis komparasi adalah analisis statistika inferensial yang digunakan untuk


membandingkan variabel-variabel yang diamati sehingga dapat diketahui apakah ada perbedaan

36
antar variabel tersebut. Analisis komparasi untuk dua variabel dinamakan analisis komparasi
bivariat dan untuk lebih dari dua variabel dinamakan analisis komparasi multivariat.
Dalam analisis komparasi kita dapat membadingkan variabel-variabel yang kita amati,
sehingga kita dapat mengetahui apakah ada perbedaan antar variabel tersebut, atau dikatakan ada
perbedaan yang signifikan antar variabel tersebut.
Contoh 1: Untuk mengetahui apakah penerapan suatu metoda baru dalam belajar dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, kita melakukannya dengan analisis komparasi. Sejumlah
siswa dijadikan sampel. Untuk mendapatkan nilai prestasi belajar siswa tersebut, kepada masing-
masing siswa dilakukan tes sebelum siswa menerapkan metoda baru dan sesudah siswa
menerapkan metoda baru. Dengan demikian masing-masing siswa akan mempunyai sepasang
nilai yaitu nilai sebelum dan nilai sesudah penerapan metoda baru tersebut. Dengan analisis
komparasi akan dapat diketahui apakah nilai sebelum dan sesudah penerapan metoda baru
berbeda secara signifikan atau tidak.
Contoh2: Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan matematika antara siswa Kelas 3
MA dan siswa Kelas 3 SMA, kita dapat melakukannya dengan analisis komparasi. Sejumlah
siswa dari kedua sekolah tersebut di tes dengan soal matematika yang sama. Kemudian hasil tes
matematik terhadap siswa dari kedua sekolah tersebut dibandingkan dengan menggunakan
analisis komparasi sehingga dapat dinyatakan apakah hasil tes matematik kedua sekolah tersebut
berbeda secara signifikan atau tidak.

8.1. Tes t Student

Tes t Student (Tes t) adalah analisis statistika yang mem-bandingkan Mean dari variabel-
variabel yang diamati, sehingga dapat diketahui apakah variabel-variabel tersebut berbeda secara
signifikan atau tidak. Pada tes t dihitung nilai t yang disebut thitung atau dengan lambang to.

Interpretasi nilai to dilakukan melalui pembandingan terhadap nilai t tabel Student dengan
cara sebagai berikut:

1. Membuat Hipotesis nihil (Ho) dan Hipotesis alternatif (Ha) dari variabel X dan variabel Y
yang diperbandingkan.
Contoh: Ho: Tidak terdapat perbedaan antar variabel X dan variabel Y.
Ha: Terdapat perbedaan antar variabel X dan variabel Y.
2. Menghitung nilai to.
3. Menghitung df (derajat bebas) untuk membaca nilai ttabel taraf signifikan 5% dan taraf
signifikan 1%.
4. Membandingkan nilai thitung dan ttabel sebagai berikut:
Jika thitung < ttabel taraf signifikan 5% maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antar variabel X dan variabel Y.
Jika thitung > ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti memang terdapat perbedaan
antar variabel X dan variabel Y.
Jika thitung > ttabel taraf signifikan 5% dan < ttabel taraf signifikan 1%, maka berarti terdapat
perbedaan yang signifikan antar variabel X dan variabel Y.
Jika thitung > ttabel taraf signifikan 1% maka berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara variabel X dan variabel Y.

8.1.1. Test t Untuk Dua Variabel Yang Berpasangan

Dua variabel disebut berpasangan jika kedua variabel tersebut diamati pada subjek yang
sama. Terhadap dua variabel yang ber-pasangan, nilai to didapatkan sebagai berikut:

37
𝑑
to = SE
d

∑d Sd 1
𝑑= ; SEd = ; Sd = n √nΣd2 – (Σd)2
n √𝑛−1

df = n – 1 (untuk membaca nilai ttabel)

to = nilai thitung; 𝑑 = Mean dari beda skor antar variabel; d = beda skor antar variabel; n =
jumlah subjek yang diamati; SEd = Standart Error dari beda skor antar variabel; Sd = simpangan
baku (standar deviasi) beda skor antar variabel; df = degrees of freedom (derajat bebas).

Contoh menghitung t untuk dua variabel yang berpasangan:


Untuk mengetahui apakah penerapan suatu metoda baru dalam belajar dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa, sebanyak 20 siswa dijadikan sampel. Kepada 20 siswa
sampel dilakukan tes, yaitu sebelum siswa menerapkan metoda baru dan sesudah siswa
menerapkan metoda baru dalam belajar.

Hipotesis nihil (Ho) : Tidak terdapat perbedaan hasil tes sebelum penerapan metoda baru dan
sesudah penerapan metoda baru dalam belajar pada siswa.
Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat perbedaan hasil tes sebelum penerapan metoda baru dan
sesudah penerapan metoda baru dalam belajar pada siswa.

Tabel 30. Hasil tes terhadap siswa sebelum dan sesudah penerapan metoda baru
dalam belajar.

Hasil tes siswa pada


penerapan metoda baru Beda
Subjek dalam belajar (X – Y)
Sebelum (X) Sesudah (Y) d d2
A 78 75 3 9
B 60 68 -8 64
C 55 59 -4 16
D 70 71 -1 1
E 57 63 -6 36
F 49 54 -5 25
G 68 66 2 4
H 70 74 -4 16
I 81 89 -8 64
J 30 33 -3 9
K 55 51 4 16
L 40 50 -10 100
M 63 68 -5 25
N 85 83 2 4
O 70 77 -7 49
P 62 69 -7 49
Q 58 73 -15 225
R 65 65 0 0
S 75 76 -1 1
T 69 86 -17 289
20 1260 1350 -90 1002
=n =∑X =∑Y =∑d =∑d2

∑X 1260
𝑥= ; ∑X = 1260; nx = 20; 𝑥 = = 63.
nx 20
∑Y 1350
𝑦= ny
; ∑Y = 1350; ny = 20 𝑦= 20
= 67,5

38
∑d
𝑑= ; Σd = −90; n = 20
n
−90
𝑑= = – 4,50
20
1
Sd = n √nΣd2 – (Σd)2 ; n = 20; Σd2 = 1002; Σd = – 90
1
Sd = 20 √20 x 1002 – (– 90)2
1 1 1
Sd = 20 √20040 – 8100 = √11940 = × 109,270
20 20
109,270
Sd = = 5,4635 = 5,464
20
Sd
SEd = ; Sd = 5,464; n = 20
√n−1
5,464 5,464 5,464
SEd = = = = 1,253
√20−1 √19 4,359

𝑑
to = SE ; 𝑑 = – 4,50; SEd = 1,253
d

−4,50
to = = – 3,591
1,253

Nilai mutlak dari thitung = 3,591


Pada df = n – 1 = 20 – 1 = 19, nilai ttabel taraf signifikan 5% = 2,09 dan 1% = 2,86.
Karena thitung > ttabel 1% (3,591 > 2,86), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti terdapat
perbedaan yang sangat signifikan antara hasil tes sebelum penerapan metoda baru dan sesudah
penerapan metoda baru dalam belajar pada siswa. Karena Mean hasil tes sesudah penerapan
metoda baru (𝑦 = 67,5) lebih tinggi dari Mean hasil tes sebelum penerapan metoda baru (𝑥 = 63),
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metoda baru dalam belajar dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa.

8.1.2. Tes t Untuk Dua Variabel Yang Tidak Berpasangan

Dua variabel dinamakan tidak berpasangan, jika masing-masing variabel diamati pada
dua subjek yang berbeda. Jumlah sampel kedua subjek bisa sama atau tidak sama. Terhadap dua
variabel yang tidak berpasangan, nilai to didapatkan sebagai berikut:
𝑋–𝑌
to = SExy
∑X ∑Y
𝑋= ;𝑌= ; SExy = √(SEx)2 + (SEy)2 ;
nx ny

Sx Sy
SEx = ; SEy = ;
√nx −1 √ny−1

1 1
Sx = nx
√nxΣX2 – (ΣX)2 ; Sy = ny
√nyΣY2 – (ΣY)2

df = nx + ny – 2 untuk membaca nilai ttabel

to = nilai thitung; 𝑋 = Mean variabel X; 𝑌 = Mean variabel Y;


nx = jumlah subjek pada variabel X; ny = jumlah subjek pada variabel Y;
SExy = Standart Error gabungan variabel X dan variabel Y;
SEx = Standart Error variabel X; SEy = Standart Error variabel Y;
Sx = Simpangan Baku (Standar Deviasi) variabel X;
Sy = Standar Deviasi variabel Y;
df = degrees of freedom (derajat bebas)
Contoh menghitung t untuk dua variabel yang tidak berpasangan:
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan matematika antara siswa Kelas 3
SMA dan siswa Kelas 3 MA, sebanyak 50 siswa Kelas 3 SMA dan 50 siswa Kelas 3 MA
dijadikan sampel. Hasil tes matematik terhadap siswa dari kedua sekolah tersebut dianalisa
sebagai berikut.

39
Hipotesis nihil (Ho) : Tidak terdapat perbedaan hasil tes matematik antar siswa Kelas 3 SMA dan
siswa Kelas 3 MA.
Hipotesis alternatif (Ha) : Terdapat perbedaan hasil tes matematik antar siswa Kelas 3 SMA dan
siswa Kelas 3 MA.
Tabel 31. Hasil tes matematik siswa Kelas 3 SMA dan Kelas 3 MA.
Hasil tes matematik siswa kelas 3
No Urut
SMA (X) MAN (Y) X2 Y2
1 87 42 7569 1764
2 82 47 6724 2209
3 87 47 7569 2209
4 77 52 5929 2704
5 82 52 6724 2704
6 72 47 5184 2209
7 72 47 5184 2209
8 77 52 5929 2704
9 77 52 5929 2704
10 67 52 4489 2704
11 67 52 4489 2704
12 67 57 4489 3249
13 67 57 4489 3249
14 72 57 5184 3249
15 72 57 5184 3249
16 72 57 5184 3249
17 72 62 5184 3844
18 72 62 5184 3844
19 77 57 5929 3249
20 77 57 5929 3249
21 77 57 5929 3249
22 77 62 5929 3844
23 82 62 6724 3844
24 82 62 6724 3844
25 82 67 6724 4489
26 87 67 7569 4489
27 67 67 4489 4489
28 67 62 4489 3844
29 42 62 1764 3844
30 47 62 2209 3844
31 47 67 2209 4489
32 52 67 2704 4489
33 52 67 2704 4489
34 52 67 2704 4489
35 62 72 3844 5184
36 62 72 3844 5184
37 62 72 3844 5184
38 57 72 3249 5184
39 57 72 3249 5184
40 57 77 3249 5929
41 62 77 3844 5929
42 62 82 3844 6724
43 62 77 3844 5929
44 62 77 3844 5929
45 62 77 3844 5929
46 62 82 3844 6724
47 62 82 3844 6724
48 67 87 4489 7569
49 67 87 4489 7569
50 42 42 1764 1764
Total 3375 3170 234275 207630
=∑X =∑Y =∑X2 =∑Y2

∑X
𝑥= ; ∑X = 3375; nx = 50
nx
3375
𝑥= = 67,5
50
∑Y
𝑦= ; ∑Y = 3170; ny = 50
ny

40
3170
𝑦= = 63,4
50
1
Sx = nx
√nxΣX2 – (ΣX)2 ; nx = 50; ∑X2 = 234275; ∑X = 3375
1
Sx = 50
√50 x 234275 – (3375)2
1 1 1
= 50
√11713750 – 11390625 = 50
√323125 = 50
× 568,4409
568,4409
= = 11,36882 = 11,369
50
1
Sy = ny
√nyΣY2 – (ΣY)2 ; ny = 50; ∑Y2 = 207630; ∑Y = 3170
1
Sy = 50
√50 x 207630 – (3170)2
1 1 1
= 50
√10381500 – 10048900 = 50
√332600 = 50
× 576,7148
576,7148
= = 11,5343 = 11,534
50
Sx
SEx = ; Sx = 11,369; nx = 50
√nx−1
11,369 11,369 11,369
SEx = = = = 1,62414 = 1,624
√50−1 √49 7
Sy
SEy = ; Sy = 11,534; ny = 50
√ny−1
11,534 11,534 11,534
SEy = = = = 1,64771 = 1,648
√50−1 √49 7

SExy = √(SEx)2 + (SEy)2 ; SEx = 1,624; SEy = 1,648


SExy = √(1,624) 2 + (1,648) 2
= √2,637376 + 2,715904 = √5,35328 = 2,31372 = 2,314
𝑥–𝑦
to = ; 𝑥 = 67,5; 𝑦 = 63,4; SExy = 2,314
SExy
67,5 – 63,4 4,1
to = = 2,314 = 1,77182 = 1,772
2,314

Nilai thitung = 1,772


Pada df = nx + ny – 2 = 50 + 50 – 2 = 98, nilai ttabel taraf signifikan 5% = 1,98 dan
1% = 2,63 (pada tabel tidak ada df = 98, maka dibaca pada df yang terdekat, df = 100).

Karena thitung < ttabel 5%, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Berarti tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil tes matematik antar siswa Kelas 3 SMA dan siswa Kelas 3 MA. Karena
Mean hasil tes matematik siswa Kelas 3 SMA dan siswa Kelas 3 MA tidak berbeda secara
signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak ada perbedaan kemampuan
matematik antara siswa Kelas 3 SMA dan siswa Kelas 3 MA.

8.2. Tes Kai Kuadrat (Chi-Square Test)

Tes Kai Kuadrat adalah teknik analisis komparasi yang dilakukan terhadap perbedaan
frekuensi dari data yang sedang diamati, yaitu dengan membandingkan frekuensi observasi dan
frekuensi estimasi. Dengan kata lain, tes kai kuadrat tidak langsung menganalisis ada tidaknya
perbedaan antar macam pengamatan, namun perbedaan antar macam pengamatan tersebut
merupakan hasil lanjutan dari ada tidaknya perbedaan frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.

41
Frekuensi observasi adalah nilai frekuensi yang didapat dari hasil pengamatan. Frekuensi
estimasi adalah frekuensi harapan atau frekuensi teoritis yang diperoleh dari hitungan teoritis.
Keadaan perbedaan frekuensi observasi dan frekuensi estimasi harus dituangkan dalam
bentuk Hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nihil (H0).

Nilai Kai Kuadrat dapat dihitung sebagai berikut:


(O – E)2 / E }
Nilai kai kuadrat hitung; O = frekuensi observasi; E = frekuensi harapan.
Nilai kai kuadrat tabel ( tabel), dibaca pada df tertentu.
Interpretasi nilai kai kuadrat hitung (hitung) dilakukan sebagai berikut:
- hitung < tabel 5% maka Ha ditolak dan H0 diterima; tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.
- hitung > tabel 5% dan hitung < tabel 1% maka Ha diterima dan H0 ditolak; terdapat
perbedaan yang signifikan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.
- hitung > tabel 1% maka Ha diterima dan H0 ditolak; terdapat perbedaan yang sangat
signifikan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.
Tes Kai Kuadrat terdiri atas:
1. Tes perbedaan frekuensi satu variabel (Tes Kecocokan, Goodness of fit test)
2. Tes perbedaan frekuensi dua variabel (Tes Kebebasan dan Tes Proporsi)

8.2.1. Tes Perbedaan Frekuensi Satu Variabel

Pada tes satu varibel, pengamatan dilakukan terhadap frekuensi masing-masing uraian
dari satu variabel tersebut.
Hipotesis dibuat sebagai berikut:
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.
Hipotesis nihil (H0) : Tidak terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi
estimasi.
Perhitungan nilai kai kuadrat dilakukan dengan membuat tabel kerja sebagai berikut:

Tabel 32. Perhitungan nilai kai kuadrat pada satu variabel.

Frekuensi Frekuensi
Variabel O-E (O - E)2/E
Observasi (O) Estimasi (E)
A O1 E1 O1 – E1 (O1 – E1)2/E1
B O2 E2 O2 – E2 (O2 – E2)2/E2
C O3 E3 O3 – E3 (O3 – E3)2/E3
Jumlah   hitung = {(O – E)2/E}

Frekuensi estimasi diperoleh dari perhitungan bahwa jika tidak ada perbedaan pendapat
maka masing-masing frekuensi estimasi E1 E2 dan E3 akan mendapatkan nilai yang sama dan
jumlahnya, Jika banyak uraian pendapat adalah b baris, maka dapat dihitung
E = (b. Nilai hitung = {(O – E)2/E}. Nilai tabel 5% dan tabel 1% dibaca pada
df = b – 1.
Contoh 1: Misalkan suatu biro jasa bimbingan tes melakukan penelitian untuk mengetahui
pendapat para lulusan SMTA terhadap kegiatan Bimbingan Tes Masuk Perguruan Tinggi yang
telah dilaksanakan oleh biro jasa tersebut.
Untuk itu dibuat hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi
dari pendapat lulusan SMTA tentang bimbingan tes masuk perguruan
tinggi.

42
Hipotesis nihil (H0): Tidak terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi
estimasi dari pendapat lulusan SMTA tentang bimbingan tes masuk
perguruan tinggi.

Sebagai sampel responden, sebanyak 240 lulusan SMTA yang pernah mengikuti
bimbingan tes diminta memberikan pendapatnya tentang manfaat bimbingan tes tersebut. Hasil
jawaban dari responden adalah sebagai berikut:

Tabel 33. Pendapat dari 240 orang lulusan SMTA tentang bimbingan tes masuk perguruan
tinggi.

Pendapat Frekuensi
A. Bimbingan tes sangat bermanfaat 90
B. Mengikuti atau tidak mengikuti bimbingan tes sama saja 85
C. Tidak mengemukakan pendapat 65
Jumlah 240

Tabel 34. Perhitungan nilai kai dari 240 orang lulusan SMTA tentang bimbingan tes masuk
perguruan tinggi.

Frekuensi Frekuensi
Pendapat O-E (O - E)2/E
Observasi (O) Estimasi (E)
A. Bimbingan tes sangat 90 80 10 1,2500
bermanfaat
B. Mengikuti atau tidak 85 80 5 0,3125
mengikuti bimbingan tes
sama saja
C. Tidak mengemukakan 65 80 -15 2,8125
pendapat
Jumlah 240 240 4,3750

Jumlah frekuensi observasi dari pendapat A, B dan C adalah ∑O = 240. Banyaknya pilihan
pendapat adalah, b = 3. Pada masing-masing pendapat A, B dan C, frekuensi estimasi E = 240/3
= 80. Jumlah seluruh frekuensi estimasi adalah ∑E = 80 + 80 + 80 = 240. Nilai hitung =
4,375. Pada df = b – 1 = 3 – 1 = 2, nilai tabel 5% = 5,991 dan nilai tabel 1% = 9,210.
Karena hitung < tabel5% maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak dan hipotesis nihil (H0)
diterima, berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi observasi dan
frekuensi estimasi. Sehingga dapat disimpulkan juga bahwa antara pendapat A, B dan C tidak
terdapat perbedaan yang signifikan.
Walaupun responden cenderung memilih pendapat A, “bimbingan tes sangat
bermanfaat”, namun pendapat tersebut secara statistik dikatakan tidak berbeda dengan pendapat
B, “mengikuti atau tidak mengikuti bimbingan tes sama saja”. Dengan demikian, biro jasa
tersebut harus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap jasa bimbingan tes yang
dilakukannya, jika ia ingin melanjutkan kegiatan biro jasa tersebut.

8.2.2. Tes perbedaan frekuensi dua variabel (frekuensi observasi pada katagori >= 10)

Pada tes dua varibel, hasil pengamatan dari uraian kedua variabel disusun dalam bentuk
tabel silang. Frekuensi estimasi untuk masing-masing kategori harus lebih besar dari 1. Frekuensi
estimasi yang bernilai kurang dari 5 tidak boleh lebih dari 20 % dari kategori. Hasil pengamatan
disusun dalam tabel berukuran i baris x j kolom.

43
Tabel 35. Frekuensi observasi pada dua variabel

Variabel 2 (Kolom)
Variabel 1 (Baris) Jumlah
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

Baris 1 O11 O12 O13 b1

Baris 2 O21 O22 O23 b2

Jumlah k1 k2 k3 n

Tabel 36. Frekuensi estimasi pada dua variabel

Variabel 1 Variabel 2 (Kolom)


Jumlah
(Baris) Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

Baris 1 E11 = b1 x k1 / n E12 = b1 x k2 / n E13 = b1 x k3 / n b1

Baris 2 E21 = b2 x k1 / n E22 = b2 x k2 / n E23 = b2 x k3 / n b2

Jumlah k1 k2 k3 n

Frekuensi estimasi pada masing-masing katagori dihitung dengan rumus: Eij = bi x kj / n; bi =


jumlah frekuensi pada baris i; kj = jumlah frekuensi pada kolom j; n = jumlah frekuensi
seluruhnya.

Tabel 37. Perhitungan nilai kai kuadrat pada dua variabel

Frekuensi Frekuensi
Katagori O-E (O - E)2/E
Observasi (O) Estimasi (E)

Baris 1 Kolom 1 O11 E11 O11 – E11 (O11 – E11)2/E11

Baris 1 Kolom 2 O12 E12 O12 – E12 (O12 – E12)2/E12

Baris 1 Kolom 3 O13 E13 O13 – E13 (O13 – E13)2/E13

Baris 2 Kolom 1 O21 E21 O21 – E21 (O21 – E21)2/E21

Baris 2 Kolom 2 O22 E22 O22 – E22 (O22 – E22)2/E22

Baris 2 Kolom 3 O23 E23 O23 – E23 (O23 – E23)2/E23

hitung
Jumlah ∑O ∑E
= ∑{(O - E)2/E}

Nilai hitung = ∑{(O - E)2/E}. Nilai tabel 5% dan tabel 1% dibaca pada df = (b – 1)(k – 1).

Contoh 2. Misalkan suatu penelitian ingin mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat
pendidikan masyarakat dengan jenis Bank yang dipilih dalam transaksi keuangan. Tingkat
pendidikan masyarakat dikelompokkan atas lulusan SLTA kebawah dan Perguruan Tinggi. Bank
yang dipilih dikelompokkan atas bank pemerintah dan bank swasta.
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi
dari katagori tingkat pendidikan dan bank yang dipilih dalam transaksi
keuangan.

44
Hipotesis nihil (H0): Tidak terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi
estimasi dari katagori tingkat pendidikan dan bank yang dipilih dalam
transaksi keuangan.
Dalam penelitian diambil sampel sebanyak 113 responden. Dari 51 responden yang
berpendidikan SLTA kebawah, 35 orang memilih bank pemerintah dan 16 orang memilih bank
swasta. Dari 62 responden berpendidikan perguruan tinggi, 20 orang memilih bank pemerintah
dan 42 orang memilih bank swasta.

Tabel 38. Frekuensi observasi tingkat pendidikan masyarakat dan pilihan bank dalam transaksi
keuangan.
Bank
Tingkat pendidikan Jumlah
Pemerintah Swasta

SLTA ke bawah 35 16 51

Perguruan Tinggi 20 42 62

Jumlah 55 58 113

Tabel 39. Frekuensi estimasi tingkat pendidikan masyarakat dan pilihan bank dalam transaksi
keuangan.

Bank
Tingkat pendidikan Jumlah
Pemerintah Swasta

SLTA ke bawah 51 x 55 / 113 = 24,82 51 x 58 / 113 = 26,18 51

Perguruan Tinggi 62 x 55 / 113 = 30,18 62 x 58 / 113 = 31,82 62

Jumlah 55 58 113

Tabel 40. Perhitungan nilai kai kuadrat dari tingkat pendidikan dan pilihan bank dalam
transaksi keuangan.

Frekuensi Frekuensi
Katagori O-E (O - E)2/E
Observasi (O) Estimasi (E)
SLTA ke bawah, bank pemerintah 35 24,82 10,18 4,175

SLTA ke bawah, bank swasta 16 26,18 -10,18 3,958

Perguruan tinggi, bank pemerintah 20 30,18 -10,18 3,434

Perguruan tinggi, bank swasta 42 31,82 10,18 3,257

hitung
Jumlah 113 113
= 14,824

Nilai hitung = 14,824. Jumlah baris, b = 2 dan kolom, k = 2. Pada df = (b – 1)(k – 1)


= (2 – 1)(2 – 1) = 1, nilai tabel 5% = 3,841 dan tabel 1% = 6,635. Karena hitung
> tabel 1% maka hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nihil (H0) ditolak, berarti
terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antar tingkat
pendidikan masyarakat terhadap pemilihan bank dalam transaksi keuangan. Masyarakat dengan

45
tingkat pendidikan SLTA kebawah memilih bank pemerintah sedangkan masyarakat dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi memilih bank swasta dalam transaksi keuangan.
Contoh 2: Misalkan pada sebuah Perguruan Tinggi Agama Islam dilakukan penelitian untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam hal prestasi belajar di bidang studi Ilmu Tafsir
pada mahasiswa yang berasal dari MA dan SMA.
Hipotesis alternatif (Ha): Terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi estimasi
dari katagori sekolah asal mahasiswa dan prestasi belajar mereka
dalam bidang studi Ilmu Tafsir.
Hipotesis nihil (H0): Tidak terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan frekuensi
estimasi dari katagori sekolah asal mahasiswa dan prestasi belajar
mereka dalam bidang studi Ilmu Tafsir.
Sebanyak 200 orang mahasiswa dipilih sebagai sampel, terdiri dari 124 orang dari MA
dan 76 orang dari SMA. Prestasi belajar dalam bidang studi Ilmu Tafsir, dibedakan atas
kelulusan pada ujian utama, ujian ulangan dan tidak lulus.

Tabel 41. Frekuensi observasi mahasiswa PTAI yang lulus bidang studi Ilmu Tafsir.
Prestasi
Sekolah asal Jumlah
Lulus ujian utama Lulus ujian ulangan Tidak lulus

MA 40 60 24 124

SMA 20 40 16 76

Jumlah 60 100 40 200

Tabel 42. Frekuensi estimasi mahasiswa PTAI yang lulus bidang studi Ilmu Tafsir.

Sekolah Prestasi
Jumlah
asal Lulus ujian utama Lulus ujian ulangan Tidak lulus

MA 124 x 60 / 200 = 37,2 124 x 100 / 200 = 62 124 x 40 / 200 = 24,8 124

SMA 76 x 60 / 200 = 22,8 76 x 100 / 200 = 38 76 x 40 / 200 = 15,2 76

Jumlah 60 100 40 200

Tabel 43. Perhitungan nilai kai kuadrat dari prestasi belajar bidang studi Ilmu Tafsir
200 mahasiswa PTAI.
Frekuensi Frekuensi
Katagori O-E (O - E)2/E
Observasi (O) Estimasi (E)

MA lulus ujian utama 40 37,2 2,8 0,211

46
MA lulus ujian ulangan 60 62 -2 0,065

MA tidak lulus 24 24,8 -0,8 0,026

SMA lulus ujian utama 20 22,8 -2,8 0,344

SMA lulus ujian ulangan 40 38 2 0,105

SMA tidak lulus 16 15,2 0,8 0,042

Jumlah 200 200 hitung = 0,792

Nilai hitung = 0,792. Pada df = (b – 1)(k – 1) = (2 – 1)(3 – 1) = 2, nilai tabel 5% = 5,991


dan tabel 1% = 9,210. Karena hitung < tabel 5% maka hipotesis alternatif (Ha) ditolak
dan hipotesis nihil (H0) diterima, berarti tidak terdapat perbedaan antara frekuensi observasi dan
frekuensi estimasi. Sehingga dapat disimpulkan juga bahwa tidak terdapat perbedaan pada
prestasi belajar dalam bidang studi Ilmu Tafsir antara para mahasiswa PTAI yang berasal dari
MA dan SMA.

9. DAFTAR PUSTAKA

Dajan, Anto, Pengantar Metode Statistik Deskriptif. 1973. Cetakan pertama. Lembaga
Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Jakarta.

Djumanta, Wahyudin dan R. Dudrajat, 2008. Mahir Mengembangkan Kemampuan


Matematika 2: untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu

47
Pengetahuan Alam. Editor Tim Setia Purna Inves. Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.

Gomez, K.A. and A.Gomez. 1976. Statistical Procedures for Agricultural Research with
Emphasis on Rice. The International Rice Research Institute. Los Banos, Laguna,
Philippines.

Sudijono, Anas, 2008. Pengantar Statistik Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakata.

Sudjana, 1975. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito, Bandung. 1975.


Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Alih Bahasa Ir. Bambang
Sumantri. Cetakan ke-6, PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Tjalla, A., Sudarnoto, L.F.N., dan Nugraheni, Y.A. 2008. Bahan Ajar Cetak Statistika
Pendidikan, 2SKS. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan
Nasional.

Yuliatmoko, Pangarso dan Dewi Retno Sari S, 2008. Matematika: untuk Sekolah
Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Kelas XI Program Bahasa. Editor Enik Yuliatin.
Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

LAMPIRAN

Tabel Nilai Koefisien Korellasi “r” pada signifikansi 5% dan 1%


(untuk dua variabel yang dikorelasikan)

df Nilai “r” sigifikansi df Nilai “r” sigifikansi

48
5% 1% 5% 1%
1 0,997 1,000 24 0,388 0,496
2 0,950 0,990 25 0,381 0,487
3 0,878 0,959 26 0,374 0,478
4 0,811 0,917 27 0,367 0,470
5 0,754 0,874 28 0,361 0,463
6 0,707 0,834 29 0,355 0,456
7 0,666 0,798 30 0,349 0,449
8 0,632 0,765 35 0,325 0,418
9 0,602 0,735 40 0,304 0,393
10 0,576 0,708 45 0,288 0,372
11 0,553 0,684 50 0,273 0,354
12 0,532 0,661 60 0,250 0,325
13 0,514 0,641 70 0,232 0,302
14 0,497 0,623 80 0,217 0,283
15 0,482 0,606 90 0,205 0,267
16 0,468 0,590 100 0,195 0,254
17 0,456 0,575 125 0,174 0,228
18 0,444 0,561 150 0,159 0,208
19 0,433 0,549 200 0,138 0,181
20 0,423 0,537 300 0,113 0,148
21 0,413 0,526 400 0,098 0,128
22 0,404 0,515 500 0,088 0,115
23 0,396 0,505 1000 0,062 0,081

Tabel Nilai t, pada signifikansi 5% dan 1% (diambil dari program Excel)

Nilai t pada taraf signifikan Nilai t pada taraf signifikan


df df
5% 1% 5% 1%
1 12,71 63,66 24 2,06 2,80

49
2 4,30 9,92 25 2,06 2,79
3 3,18 5,84 26 2,06 2,78
4 2,78 4,60 27 2,05 2,77
5 2,57 4,03 28 2,05 2,76
6 2,45 3,71 29 2,05 2,76
7 2,36 3,50 30 2,04 2,75
8 2,31 3,36 35 2,03 2,72
9 2,26 3,25 40 2,02 2,70
10 2,23 3,17 45 2,01 2,69
11 2,20 3,11 50 2,01 2,68
12 2,18 3,05 60 2,00 2,66
13 2,16 3,01 70 1,99 2,65
14 2,14 2,98 80 1,99 2,64
15 2,13 2,95 90 1,99 2,63
16 2,12 2,92 100 1,98 2,63
17 2,11 2,90 125 1,98 2,62
18 2,10 2,88 150 1,98 2,61
19 2,09 2,86 200 1,97 2,60
20 2,09 2,85 300 1,97 2,59
21 2,08 2,83 400 1,97 2,59
22 2,07 2,82 500 1,96 2,59
23 2,07 2,81 1000 1,96 2,58

Tabel Nilai Kai Kuadrat pada signifikansi 5% dan 1%.

Nilai Kai kuadrat Nilai Kai kuadrat


df pada sigifikansi df pada sigifikansi
5% 1% 5% 1%
1 3,841 6,635 16 26,296 32,000
2 5,991 9,210 17 27,587 33,409
3 7,815 11,345 18 28,869 34,805
4 9,488 13,277 19 30,144 36,191
5 11,071 15,086 20 31,410 37,566
6 12,592 16,812 21 32,671 38,932
7 14,067 18,475 22 33,924 40,289
8 15,507 20,090 23 35,172 41,638
9 16,919 21,666 24 36,415 42,980
10 18,307 23,209 25 37,652 44,314
11 19,675 24,725 26 38,885 45,642
12 21,026 26,217 27 40,113 46,963
13 22,362 27,688 28 41,337 48,278
14 23,685 29,141 29 42,557 49,588
15 24,996 30,578 30 43,773 50,892

50

Anda mungkin juga menyukai