Anda di halaman 1dari 69

SISTEM KOMUNIKASI OPTIK

“APLIKASI SISTEM KOMUNIKASI FOTONIK”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 9

GANIS PUSPITA HUTAMI (5215134342)

NUR FAIZIN (5215152983)

CHIKA YUNITA (5215153112)

PENDIDIKAN VOKASIONAL TEKNIK ELEKTRONIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berisi tentang Sistem
Komunikasi Optik. Makalah ini disusun berdasarkan tugas yang diberikan oleh Ibu Arum
Setyowati S.Pd MT, selaku dosen mata kuliah Sistem Komunikasi Optik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Arum
Setyowati, S.Pd MT, selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Komunikasi Optik dan
kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan di tugas -tugas
selanjutnya.

Jakarta, April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………........... i
Daftar Isi……………………………………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………... 2

A. Studi Perencanaan Jaringan Hybrid Fiber Caox (HFC) di Kota Bogor………….. 2


I. Pendahuluan…………………………………………………………………. 2
II. Teori Dasar Kabel Koaksial dan Fiber Optik………………………………… 2

2.1 Media Transmisi Kabel Koaksial………………………………………………… 3

2.1.1 Struktur Kabel Koaksial……………………………………………………. 3

2.2 Sistem Komunikasi Serat Optik………………………………………………….. 3

2.2.1 Keunggulan Transmisi Kabel Serat Optik…………………………………. 4

2.2.2 Prinsip Kerja Transmisi Pada Serat Optik…………………………………. 5

2.2.3 Jenis Serat Optik…………………………………………………………… 6

III. Infrastruktur Jaringan HFC………………………………………………………. 7

3.1 Jaringan Akses Fiber…………………………………………………………….. 7

3.1.1 Teknologi…………………………………………………………………. 7

3.1.2 Fiber-Copper………………………………………………………………. 7

3.1.3 Fiber-Coax………………………………………………………………… 9

3.1.4 Transmisi…………………………………………………………………. 9

3.1.5 AntarMuka……………………………………………………………….. 10

3.1.6 Aplikasi……………………………………………………………………. 10

ii
3.2 Hybrid Fiber Coax………………………………………………………………. 12

3.2.1 Topologi Jaringan HFC……………………………………………………. 12

3.2.2 Headend……………………………………………………………………. 14

3.2.3 Distribution Hub…………………………………………………………… 15

3.2.4 Fiber Node…………………………………………………………………. 15

3.2.5 Terminal Pelanggan………………………………………………………… 15

3.3 Keuntungan Menggunakan HFC………………………………………………… 16

B. JARINGAN MULTIHOP DENGAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK……… 17

II.1 Jaringan Multihop……………………………………………………………. 17

II.1.1 Definisi Jaringan Multihop…………………………………………...... 17

II.1.2 Sistem Pentransmisian Jaringan Multihop……………………………… 17

II.1.3 Wavelength Division Multiplexing…………………………………….. 18

II.1.4 Sistem Paket Switching dalam Jaringan……………………………….. 19

II.2 Arsitektur Jaringan Multihop…………………………………………………. 20

II.2.1 Network Interface Unit………………………………………………….. 21

II.2.2 Pola Hubung Perfectshufle……………………………………………… 21

II.2.3 Routing and Addresing………………………………………………….. 22

II.3 Jenis-jenis Serat Optik………………………………………………………… 23

II.4. DIODE LASER INJEKSI (INJECTION LASER DIODE, ILD) …………… 24

III.1 Perumusan dan Data…………………………………………………………. 25

III.2 Hasil Perhitungan…………………………………………………………….. 29

C. PERENCANAAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SERAT OPTIK…... 33

8.1. Pendahuluan…………………………………………………………..... 33

8.2. Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik…………………………..... 34

iii
8.2.1 Perhitungan Anggaran Daya…………………………………………… 35

8.2.2 Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit………………………………….. 43

8.2.3 Contoh Perencanaan Sistem Transmisi SKKL Serat Optik……………... 47

8.3 Perancangan Instalasi Mekanik SKKL Serat Optik……………………. 48

8.4 Perencanaan System Catu Daya Repeater……………………………… 48

8.5 Pemilihan Lokasi……………………………………………………….. 50

8.5.1 Pemilihan Letak Lokasi Stasiun Terminal……………………………… 50

8.5.2 Pemilihan Route Pemasangan Kabel Laut Serat Optik………………… 51

8.6 Pemasangan Kabel Laut Serat Optik…………………………………… 53

8.7 Peletakan Kabel Laut Serat Optik……………………………………… 54

8.8 Penanaman Kabel Laut Serat Optik……………………………………. 58

LAMPIRAN………………………………………………………………….... 60

BAB III PENUTUP…………………………………………………………… 63

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 63

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 64

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi telah terjadi pada masa lampau. Orang-orang dulu berkomunikasi dengan
cara surat menyurat yang biasanya terjadi antara keluarga, kerabat, lembaga lembaga
menggunakan media tinta dan kertas. Menggunakan surat membutuhkan waktu yang lama
bila jarak antar pengirim dan penerima jauh, luar kota, atau bahkan luar benua. Kemudian
meningkatnya perkembangan teknologi yang menggunakan telegrap sebagai alat pengirim
pesan.

Perkembangan dan penerapan teknologi telekomunikasi didunia yang berkembang


sangat cepat, secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan sistem
telekomunikasi di Indonesia. Beroperasinya satelit telekomunikasi palapa dan kemudian
pemakaian SKSO (Sistem Komunikasi Serat Optik) di Indonesia merupakan bukti bahwa
Indonesia juga mengikuti dan mempergunakan teknologi ini di bidang telekomunikasi, pada
bab ini akan membahas Aplikasi Sistem Komunikasi Optik.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana perencanaan jaringan Hybrid fiber coax?


2. Apa itu jaringan multihop dengan menggunakan serat optic?
3. Bagaimana perencanaan SKKL SO?

1.3 Tujuan Makalah

Memberikan pengetahuan tentang Aplikasi sistem komunikasi fotonik kepada


pembaca

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. STUDI PERENCANAAN JARINGAN HYBRID FIBER COAX (HFC) DI WILAYAH


KOTA BOGOR

I. PENDAHULUAN

HFC merupakan teknik jaringan akses yang menggabungkan media transmisi Serat
Optik dan kabel koaksial. Jaringan HFC dalam perkembangannya dapat dimanfaatkan untuk
tiga layanan, yaitu layanan analog (analog services), layanan digital (digital services), dan
layanan data (data services).

Dari beberapa contoh di Negara yang telah melayani jasa pelayanan interaktif
multimedia ini salah satunya adalah menggunakan teknologi Hybrid Fiber Coax (HFC). HFC
adalah teknologi arsitektur kabel yang menyediakan jasa pelayanan voice telepon, data, video
dan jasa pelayanan interaktif lainnya kerumah-rumah pelanggan dengan Hybrid Fiber Coax.
Teknologi HFC termasuk didalamnya transmisi dari media informasi melalui link fiber optik.
Link ini diterminasi dengan sebua fiber node yang mengkonversikan sinyal optik ke sinyal
elektrikal melalui jaringan kabel coaxial konvensional untuk pemakaian dalam rumah
pelanggan.

HFC menawarkan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan


jaringan koaksial biasa. Teknolog HFC menawarkan berbagai keuntungan sebagai berikut:

 Bandwidth transmisi yang besar (≤ 1 𝐺𝐻𝑧)


 Redundancy, untuk meningkatkan Availability jaringan
 Transmisi dua arah menggunakan return path
 Monitoring jaringan
 Dapat memberikan layanan multimedia modern seperti Video on Demand (VoD).

II. TEORI DASAR KABEL KOAKSIAL DAN FIBER OPTIK

Media transmisi adalah suatu media yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal
data dalam suatu jaringan komunikasi. Jenis kabel yang akan digunakan tergantung dari
beberapa faktor yang diinginkan:

 Kecepatan transmisi

2
 Panjang maksimum

Dalam teknologi HFC terdapat dua jenis kabel yang digunakan yaitu:

1. Kabel koaksial
2. Serat optic (fiber optic)

2.1 Media Transmisi Kabel Koaksial

Dalam system Hybrid Fiber Coax atau HFC, kabel koaksial berfungsi sebagai saluran
transmisi yang menyalurkan informasi dari jaringan distribusi pelanggan hingga sampai
kepelanggan (user).

2.1.1 Struktur Kabel Koaksial

Kabel koaksial terdiri atas inti metalik yang dapat terbuat dari bahan tembaga atau
alumunium. Kemudian dibalut dengan suatu bahan isolasi. Isolasi ini dibungkus oleh
konduktor silindris yang seringkali berbentuk anyaman tembaga atau dapat juga berbentuk
alumunium. Terakhir adalah jaket pelindung.

Untuk telekomunikasi dengan HFC ini digunakan kabel koaksial dengan bahan
tembaga, karena tembaga memiliki kelebihan antara lain ringan, faktor dissipasi daya rendah
dan lebih tahan terhadap perubahan temperatur.

2.2 Sistem Komunikasi Serat Optik


Perkembangan dan penerapan teknologi telekomunikasi dunia yang ebrkmebang
dengan cepat, secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan

3
system telekomunikasi Indonesia. Beroperasinya satelit telekomunikasi Palapa dan kemudian
pemakaian SKSO (Sistem Komunikasi Serat Optik) di Indonesia merupakan bukti bahwa
Indonesia juga mengikuti dan mempergunakan teknologi ini dibidang telekomunikasi.

Serat optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi
dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Pada serat optik gelombang
pembawanya tidak merupakan gelombang elektomagnetik atau listrik, akan tetapi merupakan
sinar/cahaya laser.

Sebagaimana namanya maka serat optik dibuat dari gelas silica dengan penampang
berbentuk lingkaran atau bentuk-bentuk lainnya. Pembuatan serat optik dilakukan dengan
cara menarik bahan gelas kental-cair sehingga dapat diperoleh serabut/serat gelas dengan
penampang tertentu. Proses ini dikerjakan dalam keadaan bahan gelas panas. Yang terpenting
dalam pembuatan serat optik adalah menjaga aga perbandingan relatif antara bermacam
lapisan tidak berubah sebagai akibat tarikan. Proses pembungkusan seperti pemberian bahan
pelindung atau proses pembuatan satu ikat kabel yang terdiri atas beberapa buah hingga
ratusan kabel pengerjaannya tidak berbeda dengan pembuatan kabel biasa.

2.2.1 Keunggulan Transmisi Serat Optik

Pada tabel 2.1 sistem transmisi serat optik dibandingkan dengan teknologi transmisi
lain yang mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

1. Redaman transmisi yang kecil. Sistem telekomunikasi serat optik mempunyai redaman
transmisi per km relative kecil dibandingkan dengan sistem transmisi lainnya, seperti
kabel coaksial ataupun kabel PCM. Ini berarti serat optik sangat sesuai untuk
dipergunakan pada telekomunikasi jarak jauh, sebab hanya membutuhkan repeater yang
jumlahnya lebih sedikit.
2. Biang frekuensi yang lebar. Secara teoritis serat optik dapat dipergunakan dengan
kecepatan tinggi, hingga mencapai beberapa Gigabit/detik. Dengan demikian sistem ini
dapat dipergunakan untuk membawa sinyal informasi dalam jumlah yang besar hanya
dalam satu buah serat optik yang halus.

4
3. Ukuran kecil dan ringan. Dengan demikian sangat memudahkan pengangkutan
pemasangan dilokasi. Misalnya dapat dipasang dengan kabel lama, tanpa harus membuat
lubang potongan yang baru.
4. Tidak ada interferensi. Hal ini disebabkan sistem transmisi serat optik mempergunakan
sinar/cahaya laser sebagai gelombang pembawanya. Sebagai akibatnya akan bebas dari
cakap silang (cross talk) yang sering terjadi pada kabel biasa atau dengan perkataan lain
kualitas transmisi atau telekomunikasi yang dihasilkan lebih baik dibandingkan transmisi
dengan kabel. Dengan tidak terjadinya interferensi akan memungkinkan kabel serat optik
dipasang pada jaringan tenaga listrik tegangan tinggi (high voltage) tanpa khawatir
adanya gangan yang disebabkan oleh tegangan tinggi.
5. Kelebihan lain, diantaranya. Adanya isolasi antara pengirim (transmitter) dan
penerimanya (receiver), tidak ada ground loop serta tidak akan terjadi hubungan api pada
saat kontak atau terputusnya serat optik. Dengan demikian sangat aman diasang ditempat-
tempat yang mudah terbakar. Seperti pada industri minyak, kimia dan sebagainya.

2.2.2 Prinsip Kerja Transmisi pada Serat Optik


Berlainan dengan telekomunikasi yang mempergunakan gelombang elektromagnet
maka pada serat optik gelombang cahayalah ang bertugas membawa sinyal informasi.
Pertama-tama microphone merubah sinyal suara menjadi menjadi sinyal listrik. Kemudian
sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim
(transmitter) menuju alat penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat.
Modulasi gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik termodulasi
menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian merubahnya kembali menjadi
sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal listrik dapat dirubah kembali menjadi
gelombang suara.
Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau kebalikannya dapat
dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan nama komponen optoelectronic
pada setiap ujung serat optik.
Dalam perjalanannya dari transmitter menuju ke receiver akan terjadi redaman cahaya
di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya (sambungan). Karena itu bila jarak
ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah atau beberapa repeater yang bertugas untuk
memperkuat gelombang cahaya yang telah mengalami redaman.

5
2.2.3 Jenis Serat Optik

Berdasarkan sifat karakteristiknya maka jenis serat optik secara garis besar dapat
dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Multimode

Pada jenis serat optik cahaya dari satu ujung ke ujung lainnya terjadi dengan melalui
beberapa lintasan cahaya, kerena itu disebut multimode. Diameter inti (core) sesuai dengan
rekomendasi dari CCITT G.651 sebesar 50 mm dan dilapisi oleh jaket selubung (cladding)
dengan diameter 125 mm.

Sedangkan berdasarkan susunan index biasnya serat optik multimode memiliki dua
profil yaitu graded index dan step index. Pada serat graded index, serat optik mempunyai
index bias cahaya yang merupakan fungsi dari jarak terhadap sumbu /poros serat optik.
Dengan demikian cahaya yang menjalar melalui beberapa lintasan pada akhirnya akan
sampai pada ujung lainnya pada waktu yang bersamaan. Berlainan dengan graded index,
maka pada serat optik step index (mempunyai index bias cahaya sama) sinar yang menjalar
pada sumbu akan sampai pada ujung lainnya dahulu (dispersi) hal ini dapat terjadi karena
lintasan yang melalui poros lebih pendek dibandingkan sinar yang mengalami pemantulan
pada dinding serat optik. Sebagai hasilnya terjadi pelebaran pulsa atau dengan kata lain
mengurangi lebar bidang frekuensi.

2. Single Mode

Serat optic single mode/monomode mempunyai diameter inti (core) yang sangat kecil
3-10 mm, sehingga hanya satu berkas cahaya saja yang dapat melaluinya. Oleh karena hanya
satu berkas cahaya saja yang dapat melaluinya. Oleh karena hanya satu berkas cahaya maka
tidak ada pengaruh index bias terhadap perjalanan cahaya atau pengaruh perbedaan waktu
sampainya cahaya dari ujung satu sampai ke ujung yang lainnya. Dengan demikian serat
optik single mode sering dipergunakan pada system transmisi serat optik jarak jauh atau luar
kota (long haul transmission system). Sedangkan graded index dipergunakan untuk jaringan
telekomunikasi local (local network).

6
III. INFRASTRUKTUR JARINGAN HFC

3.1 Jaringan Akses Fiber

Jaringan akses fiber atau Optical Access Network atau yang lebih sering disebut
dengan JARLOKAF (Jaringan Lokal Akses Fiber) merupakan suatu solusi strategis bagi
jaringan pelanggan namun sangat sensitif terhadap jenis teknologi.

3.1.1 Teknologi

Teknologi JARLOKAF adalah teknologi yang sedang berkembang sehingga berbagai


metoda transmisi dimungkinkan untuk diterapkan dan relatif masih terbatas jumlah
implementasinya dilapangan. Teknologi jarlokaf yang saat ini sudah berkembang dengan
baik antara lain: DLC (Digital Loop Carrier), PON (Passive Optical Network) dan AON
(Active Optical Network) dan HFC (Hybrid Fiber Coax).

Pemilihan teknologi JARLOKAF harus memperhatikan beberapa kriteria antara lain:

 Jenis jasa dan kapasitas


 Kemudahan O&M
 Konfigurasi dan kehandalan sistem (reliability)
 Kompatibilitas antarmuka dan sesuai standard (compatibility)
 Tidak mudah usang dan dijamin produksinya
 Biaya efektif
 Tahapan pembangunan dan pengembangan dari teknologi JARLOKAF

3.1.2 Fiber-Copper

Teknologi fiber-copper ini sangat banyak digunakan oleh operator telekomunikasi.


Sedangkan teknologi fiber-coax banyak digunakan oleh operator cable TV di dunia. Beberapa
teknologi JARLOKAF (fiber-copper) yang sedang berkembang dan diurut berdasarkan
jumlah implemetasi terbanyak ditunjukkan pada tabel 3.1

7
Tabel 3.1. Teknologi system JARLOKAF

No Teknologi Konfigurasi Dasar Tipe Jenis Keterangan


Jasa
1. DLC Konvensional  Point to point  IS-A Telah banyak
digunakan di dunia
DLC generasi baru  Point to point  IS-A Relatif baru dan
(NG DLC) atau  IS-B belum banyak
Flexible Multiplexer digunakan
2. PON  Point to multipoint  IS-A Mulai dioperasikan
 Percabangan sinyal  IS-B secara komersial
optik pasif  DS pada tahun 1994
3. AON  Point to multipoint Dalam tahap
melalui perangkat  IS-A pengembangan dan
percabangan sinyal  IS-B belum banyak
optik aktif digunakan
Adapun PON dan DLC tersebut sudah banyak diimplementasikan. Dari kapasitasnya,
PON maupun DLC mempunyai perbedaan seperti pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Kapasitas Sistem JARLOKAF

Kapasitas Perangkat
JARLOKAF Type Bite rate
Di lokasi sentral Di lokasi pelanggan
I 800 4
II 800 16
Berbeda setiap
PON III 800 30
pabrikan
IV 800 60
V 800 120
I 120 120 8 Mbps
II 240 240 34 Mbps
DLC
III 480 480 34 Mbps
IV 1920 1920 140 Mbps

8
3.1.3 Fiber-Coax

Teknologi HFC merupakan suatu langkah teknologi yang unik, yang menggabungkan
dua teknologi jaringan yang saling bertolak belakang. Pada satu sisi jaringan kabel tembaga
termasuk jaringan kabel koaksial dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan layanan
menuju layanan pita lebar (broadband services). Pada satu sisi yang lain digunakan jaringan
kabel serat optik dengan kemampuan sangat tinggi yang saat ini sudah mencapai 10 Gbps.
Penggabungan teknologi ini diharapkan menghasilkan performansi layanan yang baik, dapat
mengimbangi teknologi lain yang berkembang seperti FITL (Fibber in the Loop) atau
teknologi xDSL (Asymetric-data Digital Subscriber Line) dan VDSL (Very high-data Digital
Subscriber Line).

Konfigurasi jaringan dari headend sampai dengan BONU (Broadband ONU)


menggunakan jaringan serat optik. Perangkat headend berfungsi sebagai integrasi fungsi
modulator-demodulator dan sebagai antar muka. Fungsi modulator-demodulator digunakan
untuk layanan broadcast dan off air TV, sementara fungsi antar muka digunakan dengan
PSTN (public Switched Telephone Network) dan komunikasi data.

Media yang digunakan dari headend sampai dengan fiber node adalah kabel serat
optik, sebagai jaringan backbone. Sementara jaringan kabel koaksial dimulai dari titik fiber
node sampai dengan terminal CUI (Customer Unit Interface), BIU (Business Interface Unit)
atau MDU (Multiple Dwelling Unit). Termasuk didalamnya sistem pencatuan perangkat,
tapper dan amplifier.

3.1.4 Transmisi

Baik PON, DLC maupun teknologi jarlokaf lainnya menggunakan suatu teknik
transmisi. Teknologi transmisi jasa interaktif pita sempit pada JARLOKAF ditunjukkan pada
tabel 3.3.

Tabel 3.3. Teknologi transmisi jasa interaktif pita sempit

Skema Skema Transmisi Jumlah


Panjang Gelombang Keterangan
Transmisi Dua Arah Serat Optik
Space Division 1310 nm sinyal kirim Sinyal kirim dan sinyal
Simpleks 2 (dua)
Multiplexing dan sinyal terima terima dikirim melalui

9
(SDM) serat optik yang berbeda
Wave Division Duplex 1 (satu)  1550 nm sinyal Sinyal kirim dan sinyal
Multiplexing kirim terima dikirm pada
(WDM)  1310 nm sinyal waktu yang bersamaan
terima tetapi menggunakan
 1310/1550 + x nm panjang gelombang yang
sinyal kirim berbeda

 1310/1550 – x nm
sinyal terima
Time Duplex 1 (satu) 1310 nm sinyal kirim Sinyal kirim dan sinyal
Compression dan sinyal terima terima dikirim pada
Multiplexing waktu yang berbeda dan
(TCM) bergantian

3.1.5 Antarmuka

Teknologi antarmuka perangkat JARLOKAF dengan sentral lokal (STO) yang


digunakan adalah:

 Antarmuka Z (analog 2 kawat)


 Antarmuka digital 2 Mbps V5.1
 Antarmuka digital 2 Mbps V5.2

3.1.6 Aplikasi

Sistem JARLOKAF paling sedikit memliki 2 (dua) buah perangkat opto-elektronik


yaitu 1 (satu) perangkat opto-elektronik di sisi sentral dan 1 (satu) perangakat di sisi
pelanggan selanjutnya disebut Titik Konversi Optik (TKO)

10
Perbedaan letak TKO menimbulkan modus aplikasi atau arsitektur JARLOKAF
berbeda pula yaitu:

1. Fiber To The Zero (FTTZ)

TKO terletak di suatu tempat diluar bangunan, baik didalam kabinet dengan kapasitas
besar. Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga hingga
beberapa kilometer. FTTZ umumnya diterapkan pada daerah perumahan yang letaknya jauh
dari sentral atau bila infrastruktur duct pada arah yang bersangkutan, sudah tidak memenuhi
lagi untuk ditambahkan dengan kabel tembaga.

Arsitektur FTTZ dapat dilihat pada gambar 3.2.

2. Fiber To The Curb (FTTC)

TKO terletak di suatu tempat diluar bangunan, didalam kabinet dan diatas tiang
dengan kapasitas lebih kecil (≤ 120 𝑆𝑆𝑇). Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO
melalui kabel tembaga hingga beberapa ratus meter. FTTC dapat diterapkan bagi pelanggan
bisnis yang letaknya terkumpul di suatu area terbatas namun tidak terbentuk gedung-gedung
bertingkat atau bagi pelanggan perumahan yang pada waktu dekat akan menjadi pelanggan
jasa hiburan. Arsitektur FTTC dapat dilihat pada gambar 3.3.

3. Fiber To The Building (FTTB)

11
TKO terletak di dalam gedung dan biasanya terletak pada ruang telekomunikasi di
basement namun juga dimungkinkan diletakkan pada beberapa lantai di gedung tersebut.
Terminal pelanggan dihubungkan dengan TKO melalui kabel tembaga indoor atau IKR.
FTTB dapat diterapkan bagi pelanggan bisnis di gedung-gedung bertingkat atau bagi
pelanggan perumahan di apartemen. Arsitektur FTTB dpat dilihat pada gambar 3.4.

4. Fiber To The Home (FTTH)

TKO terletak di dalam rumah pelanggan. Terminal pelanggan dihubungkan dengan


TKO melalui kabel tembaga indor atau IKR hingga beberapa puluh meter. Arsitektur FTTH
dapat dilihat pada gambar 3.5.

3.2 Hybrid Fiber Coax

3.2.1 Topologi jaringan HFC

Berdasarkan keterangan diatas maka konfigurasi jaringan HFC dapat kita buat
kedalam beberapa segmen, dapat kita gambarkan sebagai berikut:

12
Segmen 1 merupakan optical transport, pada segmen ini terhubung Headend dengan
Distribution Hub biasa yang menggunakan sistem AM fiber link dimana seluruh informasi
direpresentasikan melalur perubahan intensitas cahaya yang dihasilkan oleh laser. Tipe laser
yang digunakan adalah DFB (Distributed Feedback), yang digunakan pada link AM.
Hubungan antara Headend dengan Distribution Hub sendiri menggunakan srngle mode fiber
1550 nm karena mempunyai rugi redaman saluran yang kecil.

Segmen 2 merupakan optical distribution yang menghubungkan hub dengan optical


node. pada segmen ini menggunakan teknologi optik analog dengan radius hub sekitar 4 km,
sehingga link yang menghubungkan hub dengan node mempunyai jarak sekitar 4 s d 5 km

Hubungan antara Distribution Hub dengan Node biasanya menggunakan mode Eber 1310
DFB nm karena memberikan performansi yang bagus terhadap jaringan. Tetapi jika jaraknya
cukup jauh, maka digunakan teknologi mode fiber 1550 nm dengan tipe laser yang digunakan
YAG (Yttrium Aluminium Garnet) atau EMAT (Externally Modulated Amplified Transmiter).
Dengan menggunakan 1310 nm ini , maka ukuran dan jaringan sendiri menjadi kecil, tetapi
kualitas sinyal yang dikirimkan dan Distribution hub akan menjadi sangat bagus.

Segmen 3 menghubungkan node ke tap amplifier dengan menggunakan coaxial cable


dengan disertai amplifier sebagai penguat sinyal.

Segment 4 merupakan distribusi kabel koaksial menuju ke pelanggan.

Dan segment kelima adalah yang menghubungkan pelanggan yang mempunyai


otoritas dengan sistem feeder.

Jaringan HFC biasanya menggunakan konfigurasi jaringan Tree and Branch seperti
terlihat pada gambar 3.7 dibawah ini.

13
Perangkat utama Jaringan HFC adalah: .

 Headend
 Fiber Node
 Distribution Hub
 Terminal

3.2.2 Headend

Headend pada dasarnya adalah perangkat yang berfungsi untuk mengumpulkan dan
mengolah semua sumber informasi, antara lain broadcast channel, telephony, data yang akan
didistribusikan ke pelanggan-pelanggan sinyal dari bermacam-macam sumber (sinyal satelit,
sinyal off-air), diterima dan diubah menjadi srnyal dengan frekuensi tertentu yang
digabungkan (dimultiplexing) kedalam satu kabel dan kemudian dikirimkan melalui jaringan

Komponen utama Headend:

 Receiver, yang berfungsi menerima sinyal yang berasal dan staswn bumi (off-air) dan
berasal dari satelit. Pada receiver terjadi pemilahan sinyal untuk memilih channel
yang diinginkan. Ini karena sinyal yang diterima dari satelit terdiri dari banyak
channel, dan sinyal tersebut diteruskan ke modulator.
 Modulator, berfungsi untuk memodulasi sinyal menjadi sinyal RF. dan sinyal-sinyal
tersebut disusun pada frekuensi-frekuensi tertentu.

14
 Combiner, berfungsi menggabungkan sinyal broadcast channel, telephony dan data
yang telah ditempatkan pada suatu frekuensi pembawa (carrier) tertentu oleh
modulator. Setelah proses penggabungan sinyal elektrik tersebut dikonversikan ke
sinyal optik untuk disalurkan ke fiber node dengan menggunakan media transmisi
serat optik.
 Cable Router, merupakan perangkat antar muka (interface) antara jaringan telepon
(PSTN) dengan Distribution center HFC untuk mengontrol penggunaan alokasi
bandwidth dalam komunikasi data di HFC, dan mengatur semua modem kabel yang
telah terhubung
 Cable telephony, berfungsi sebagai antar muka antara jaringan PSTN dengan
Distribution Center HFC untuk menyalurkan layanan telepon dua arah
 Optoelektronik, berfungsi untuk mengubath sinyal elektrik ke sinyal optik.
Perangkat optoeiektronik terbagi dua, Yaitu optical transmiter yaitu perangkat untuk
mengubah sinyal elektronik menjadi sinyal cahaya (optik) untuk dikirimkan ke
jaringan HFC. dan Optical receiver yang berguna untuk mengubah sinyal cahaya
menjadi sinyal elektnk dari jaringan.

Pada jaringan ditambahkan penguat disepanjang jalur kabel untuk mengurangi


terjadinya degradasi sinyal. Penguat tersebut biasanya menggunakan tegangan 60 VAC. Catu
dayanya dipasang di sepanjang jalur kabel untuk memberikan daya ke seluruh penguat. Daya
tersebut langsung disisipkan ke dalam kabel koaksial dan merambat bersamaan dengan sinyal
informasi (video, data, dll). Kabel feeder adalah kabel yang melalui suatu neighbourhood
(beberapa rumah).

3.2.3 Distribution Hub

Distribution Center, DC yang dikenal dengan nama Distribution Hub, DH adalah


distribusi, pada pusat distribusi dilakukan proses penyebaran jaringan dengan menggunakan
pembagi (Splitter). dan untuk mengkompensasi hilangnya daya optik akibat distribusi pada
DH ditambahkan penguat (amplifier) optik.

3.2.4 Fiber Node

Fiber node tersusun dari sebuah penerima optik dengan sebuah integrasi elektrik
broadband amplifier di belakangnya. Fiber node berisi pengubah sinyal optik untuk diubah

15
menjadi sinyal elektrik dan sebaliknya yang diperkuat untuk kemudian disalurkan ke dalam
jaringan pelanggan. Komponen utama fiber node antara lain:

 Optoelektronik, merupakan bagian optoeiektronik pada Jaringan HFC terdiri atas


transmitter, receiver. dan penguat RF
 Power inserter, merupakan antarmuka yang menghubungkan catu daya luar dengan
node. Salah satu feature power inserter adalah kemampuan untuk melindungi kabel
dari arus yang naik secara tiba-tiba (overvoltage).

3.2.5 Terminal Pelanggan (Customer Premises Equipment)

Komponen yang termasuk terminal antara lain :

 ClU (Customer Interface Unit), merupakan antarmuka terminal pelanggan dengan


jaringan kabel koaksial HFC. Perangkat ini dapat diletakkan di dalam maupun
diluar tergantung dengan sistem catu daya.
 Modem Kabel, yaitu perangkat yang memungkinkan akses kecepatan tinggi ke
internet melalui jaringan HFC Modem kabel ini biasanya mempunyai dua
sambungan, satunya ke outlet di dinding dan satunya lagi ke PC (komputer)
Kecepatan kabel modem berbeda, tergantung arahnya. Untuk downstream (dari
Headend atau jaringan ke komputer), kecepatannya dapat mencapai 36 Mbps,
tetapi hanya komputer tertentu yang dapat melakukan akses seperti itu, mungkin
hanya sampai kecepatan 10 Mbps. Sedangkan untuk upstream kecepatannya dapat
mencapai 10 Mbps. tetapi produsen hanya memberikan kecepatan sampai dengan 2
Mbps

3.3 Keuntungan Menggunakan HFC


Dengan bandwidth yang lebih lebar, operator dapat memberikan spektrum yang lebih
besar untuk menawarkan lebin banyak service yang menambah revenue. Bandwidth HFC
adalah salah satu keunggulan dan arsntektur ini HFC mampu untuk mengirim bermacam jasa
pelayanan baik itu analog maupun digital, termasuk didalamnya jasa pelayanan suara
broadcast video, video on demand dan data.
Keuntungan lain dari HFC adalah dukungannya terhadap service broadcast maupun
switched. Dimasa mendatang banyak revenue yang diperoleh dari jasa pelayanan broadcast,
namun operator Juga banyak dituntut akan jasa pelayanan switched.

16
Terlebih lagi, HFC mampu melayani jasa pelayanan ini dengan fleksibel dan reliable.
Kapasnasnya dapat diekspand untuk memperluas Jaringan dalam menangani beban service
yang senantiasa berubah sesuai pemakaian Untuk mengilustrasikan keflesibelan HFC dapat
dibayangkan kemampuan HFC untuk menempati node yang lebih kecil namun efektif dalam
segi biaya Node yang memiliki ukuran lebih kectl bukan hanya meningkatkan opportunity
target pasar. tapi lebih jauh merupakan kontribusi tunggal yang lebih besar untuk
meningkatkan reliability, Beberapa sistem yang diupgrade ke arsuektur HFC meningkatkan
kapasnas sampai dengan 500 atau lebih pelanggan dan meningkatkan reliability Jaringan
sampai dengan 40 %.
Untuk jangka panjang, arsitektur HFC memang bukan merupakan solusi utama.
Operator dapat membangun infrastruktur dengan biaya rendah dan kemudian menambahkan
kemampuan untuk mendeltver service tanpa mengubah infrastruktur yang telah ada. Saat
media service broadband dikembangkan, maka arsitektur HFC dapat dikatakan arisitektur
dengan metoda "pakai service sesuai dengan yang dibayarkan” yang mana menyesuaikan
investasi infrastruktur dengan revenues service yang baru. biaya operasional dan peningkatan
reliability. Namun dari keseluruhan, teknologi HFC merupakan alternatif rendah biaya yang
mungkin diterapkan untuk menangani service-service baru yang akan muncul.

B. JARINGAN MULTIHOP DENGAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK

II. 1. JARINGAN MULTIHOP

II. 1.1. Definisi Jaringan Multihop

Jaringan multihop merupakan suatu jaringan yang menggunakan terminal-terminal


(titik-titik, hop-hop) dengan suatu pola kombinasi tertentu. Dimana tiap-tiap terminal dapat
berfungsi sebagai pemancar, penerima dan pemancar ulang (repeater). Jaringan ini juga
menggunakan banyak panjang gelombang dan membutuhkan pemancar dan penerima yang
dapat diatur secara cepat. Komunikasi antar hop dilakukan dengan menggunakan teknik
WDM ( Wavelength Division Multiplexing ).

Pemakai berhubungan dengan jaringan melalui Network Interface Unit (NIU) yang
memiliki pemancar dan penerima yang masing-masing memiliki panjang gelombang tertentu.
Pola hubung antar pemakai (terminal) tergambar dalam pola perfect Shuffle yang
memungkinkan tiap pemakai saling berhubungan dengan cara “hopping” sepanjang jalur
antar pengirim dan penerim

17
II.1.2 Sistem Pentransmisian Jaringan Multihop

Untuk menjelaskan sistem pentransmisian jaringan multihop, diberikan contoh


jaringan multihop yang menggmakan 8 terminal (hop) yang ditunjukkan dalam gambar-l.
Jaringan tersebut tersusun oleh NIU dan sebuah optik pasif. Tiap NIU dihubungkan ke media
transmisi oleh 2 terminal masukan dan 2 terminal keluaran. Meskipun ada 16 kanal dengan
panjang gelombang berbeda yang dipancarkan melewati Optik pasif tersebut, tiap NIU hanya
memancarkan dan menerima 2 campuran panjang gelombang. Jika NIU sumber dan tujuan
tidak mempunyai kanal yang bersamaan, paket-paket dirutekan melewati titik-titik
selanjutnya. Contohnya, jika NIU 2 mengirim sebuah paket ke NIU 7, maka pengiriman ini
cukup dengan l hop saja, yaitu dengan menggunakan kanal yang bersamaan (𝜆3 ). Tetapi jika
NIU 2 ingin mengirim paket ke NIU 3, sebuah titik lanjutan yaitu NIU 8 dapat digunakan
untuk mengirim paket tersebut dalam 2 hop, yaitu dengan menggunakan (𝜆4 ) pentransmisian
dari NIU 2 ke NIU 8 dan (𝜆15 ) untuk pentransmisian dari NIU 8 ke NIU 3.

II.1.3. Wavelength Division Multiplexing ( WDM )

Kapasitas transmisi melalui serat optik dapat ditingkatkan dengan cara multiplexing.
Multiplexing adalah teknik dimana sejumlah signal yang berbeda dapat dijadikan menjadi
sebuah signal gabungan tanpa mengubah/merusak informsi yang dibawa masing-masing

18
signal. Salah satu jenis multiplexing pada sistem komunikasi serat optik adalah Wavelength
Division Multiplexing ( WDM ) atau disebut juga optical frequency division multiplexing.

Dalam hal ini WDM didefinisikan sebagai multiplexing dari beberapa sinyal cahaya yang
mempunyai panjang gelombang yang berbeda satu dengan yang lain dan dilewatkan dalam
sebuah serat optik (Winch, 1993: 368) Gambar 2 berikut ini menunjukkan sistem WDM.

Keluaran sinyal cahaya dari beberapa pemancar yang masing-masing bekerja pada
panjang gelombang berbeda (𝜆1 , 𝜆2 , … , 𝜆𝑁 ) dimultipleks oleh peralatan multipleks panjang
gelombang. Sinyal yang telah dimultipleks dilewatkan melalui serat aptik, dimana sebuah
peralatan demultiplexer WDM memisah-misahkannya pada penerima yang dituju. Pada
dasarnya multiplexer pada teknik WDM dapat digunakan juga sebagai demultiplexer. Salah
satu peralatan multiplexer yang scring digunakan dalam teknik WDM adalah jenis grating.

Seperti tampak dalam gambar-3, cahaya yang jatuh pada permukaan grating dengan sudut
datang sebesar 𝜃𝑖𝑛 , akan dipantulkan kembali dengan sudut pantul 𝜃𝑜𝑢𝑡 Hubungan antara
sadut datang dan sudut pantul ini dirumuskan dengan (Nicia, 1986: 362) :

19
𝜆
𝜃𝑜𝑢𝑡 (𝜆) = sin−1 (Λ) − sin 𝜃𝑖𝑛 … … … … … … … … … … … … … … … . (1)

Dengan :

𝜃𝑜𝑢𝑡 (𝜆) = sudut pantul cahaya pada panjang gelombang 𝜆

𝜆 = panjang gelombang cahaya (m)

Λ = konstanta grating

𝜃𝑖𝑛 = sudut datang cahaya pada permukaan grating

Dengan demikian peralatan grating ini dapat mengarahkan panjang gelombang yang
berbeda ke sudut yang berbeda sesuai dengan panjang gelombangnya.

II.1.4. Sistem Paket Switching dalam Jaringan

Switching adalah suatu teknik penyambungan sehingga suatu signal dapat dialirkan
dari saluran yang satu ke saluran yang lain. Pada jaringan multihop diperlukan proses
switching data paket dengan panjang gelombang jamak. Switch panjang gelombang jamak
dapat dikelompokkan dalam dua kelas yaitu switch yang berdasarkan pada broadcast and
select dan switch yang berdasarkan pada active wavelength routing. Gambar-4 dan gambar-5
menunjukkan switch yang berdasar pada broadcast and select dan switch yang berdasar pada
active wavelength routing.

20
Pada switch yang berdasarkan pada broadcast and select (gambar-4) paket yang
datang pada terminal masukan switch disebarkan ke semua terminal keluaran yang akan
menyimpannya dan mengenali alamat paket untuk menentukan apakah paket tersebut
ditujukan untuk terminal keluaran tersebut atau tidak. Sedangkan pada switch yang
berdasarkan pada active wavelength routing (gambar-5) adalah dengan menyimpan paket
terlebih dahulu pada terminal masukan untuk mengenali alamat paket tersebut agar dapat
ditentukan terminal keluaran yang sesuai dan melakukan routing secara aktif ke terminal
keluaran yang dituju.

Pada jaringan multihop, diasumsikan paket melakukan self-routing dalam jaringan,


yang berarti sistem paket switching jaringan multihop berdasarkan pada arsitektur active
routing dengan pembatasan jumlah kanal panjang gelombang masukan dan keluaran, yaitu p
kanal panjang gelombang tertentu pada arah pengiriman dan p kanal panjang gelombang lain
untuk arah penerimaan sesuai dengan pola hubungan dalam jaringan. Jika paket datang pada
NIU, maka NIU akan mengenali alamat paket dan memilih jalur routing terpendek.

II.2. ARSITEKTUR JARINGAN MULTIHOP

II.2.1 Network Interface Unit (NIU)

NIU adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan pemakai dengan jaringan
multihop. Gambar-6 menunjukkan NIU yang dapat mengakses 2 saluran Optik, karena
adanya 2 pemancar dan 2 penerima yang masing-masing memancarkan dan menerima pada
pangang gelombang tertentu.

Pada sistem multihop dengan k kolom dan p pemancar atau penerima optik pada
masing-masing NIU dan N merupakan jumlah NIU yang tersedia pada jaringan, maka dapat
dinyatakan hubungan.

𝑁 = 𝑘 ∗ 𝑝𝑘 ; 𝑘 = 2,3,4, … … … … … … … … … … … … … … … … … … (2)

II.2.2. Pola Hubung PerfectShuffle

Persamaan (2) berkaitan dengan diagram hubungan stasiun akses yang disusun
dengan k kolom dengan masing-masing mengandung 𝑝𝑘 NIU Dalam gambar-6 ditunjukkan
suatu

21
pola hubung untuk 8 terminal Terminal dikelompokkan dalam 2 kolom dengan terminal 1
Sampai 4 pada kolom 1. sedangkan kolom 2 diisi oleh terminal 5 sampai 8. Bagian kanan
NIU menandai arah transmisi, sedangkan bagian kiri NIU menandai arah penerimaan. NIU
pada kolom pertama dihubungkan dengan kolom kedua dengan panjang gelombang 𝑃𝐾+1 ,
sedangkan kolom kedua berhubungan dengan kolom ketiga dengan set panjang gelombang
𝑃𝐾+1, demikian seterusnya. Pola hubung ini disebut perfect shuffle. Gambar-7 menunjukkan
pola hubung perfect shuffle 8 titik.

Pola hubung perfect shuffle menjamin bahwa masing-masing informasi yang dikirm
dapat disampai ke tujuan dengan cara “hopping“ sepanjang jalur antara pengirim dan
penerima. Pola hubung perfect shuffle pada jaringan multihop selain menjaga jumlah hop
yang kecil antara pengirim dan penerima juga mendukung pengalamatan dan self-routing
yang lebih sederhana

22
II.2.3. Routing dan addresing

Pada jaringan multihop diasumsikan melakukan self-routing dalam jaringan dengan


menggunakan alamat tujuan pada header dari masing-masing paket. Karena masing-masing
NIU hanya dapat mengakses sebagian kecil dari sejumlah kanal WDM yang tersedia, maka
paket akan membutuhkan routing melalui beberapa NIU untuk mencapai tujuannya. Dengan
kata lain, paket membutuhkan beberapa hop pada panjang gelombang yang berbeda untuk
mencapai NIU yang dituju, dengan interface pemakai yang berlaku sebagai repeater aktif.

Paket yang datang pada NIU akan dibaca alamat dan tujuannya untuk menentukan
jalur routing terpendek yaitu jalur dengan jumlah hop minimum. Apabila NIU yang dituju
sebagai jalur routing mengalami kerusakan atau kemacetan, maka jalur routing akan
dialihkan untuk mencapai alamat tujuan paket tersebut.

Dengan menggunakan sistem multihop pada jaringan, maka NIU manapun dapat
mengirim paket dengan memerlukan paling banyak 2*k-1 hop untuk mencapai NIU lain.

Untuk menjaga keandalan dan toleransi kesalahan, pola hubung perfect shuffle
memungkinkan beberapa alternatif jalur routing, terutama untuk menghindari kemacetan
maupun kerusakan jaringan (kerusakan pada NIU atau pada link jaringan). Jadi selain jalur
routing dengan hop minimum dari pemancar ke penerima, terdapat jalur lain yang mungkin
lebih panjang (memerlukan beberapa hop tambahan).

Sebagai contoh dapat dilihat pada gambar-7. Jika NTU 5 rusak, maka paket dan' NIU
1 ke NTU 2 dapat melalui jalur NTU 1 - NTU 6 - NIU 4 - NTU 7 - NIU 2. Jalur alternatif ini
memerlukan 2 hop lebih banyak daripada jalur yang semestinya (jalur dengan NIU 5), tetapi
meskipun demikian masih mampu meraih NIU yang dituju. Pada kasus lain jalur alternatif
tidak mengubah jumlah hop yang diperlukan Sebagai contoh jika NTU S rusak, paket dari
NIU 1 ke NIU 7 dapat melakukan routing melalui jalur NIU 1 – NIU 6 – NIU 4 – NIU 7.
Jalur ini memerlukan 3 hop seperti halnya jika NTU 5 tidak rusak ( NIU l – NIU 5 – NIU 2 –
NTU 7).

II.3. JENIS-JENIS SERAT OPTIK

Saat ini serat optik lebih banyak digunakan dibanding dengan kawat tembaga, hal ini
dikarenakan keuntungan-keuntungan dari pemakaian serat optik sebagai media transmisi,
yaitu:

23
1. Kapasitas transmisinya besar.
2. Redaman transmisi yang rendah.
3. Ukuran yang relatif kecil, ringan, dan fleksibel.
4. Tidak terjadi percakapan silang antar serat-serat yang dipasang paralel.
5. Tidak peka terhadap interferensi elektromagnetik dan frekuensi radio.
6. Sangat sulit disadap, yang berarti kerahasiaan tinggi.
7. Keluwesan dalam hal peningkatan kapsitas sistem, tanpa perlu memasang media
transmisi baru.

Pada umumnya ada 3 jenis serat optik yang sering digunakan yaitu:
1. Singlemode
2. Multimode Step-index
3. Multimode Graded-index

II.4. DIODE LASER INJEKSI (INJECTION LASER DIODE, ILD)

Laser semikonduktor yang banyak digunakan dalam ssitem serat optik adalah diode
laser injeksi (ILD) yang disebut juga “laser injeksi”. Prinsip kerjanya adalah apabila suatu
arus prasikap yang sesuai melewati laser injeksi elektron-elektron dan lubang-lubang akan
bergerak menujuu daerah aktif dan berekombinasi menghasilkan foton. Sebagian foton
terjebak dalam daerah aktif yang dikelilingi semacam dinding dan berlaku sebagai cermin.
Foton dalam daerah aktif terpantul-pantul ke sana kemari sehingga merangsang elektron
bebas untuk berekombinasi dengan lubang dan memancarkan bagi foton. Untuk

24
mempertahankan rekombinasi terangsang dibutuhkan arus prasikap yang mampu mencatu
pembawa-pembawa (elektron bebas dan lubang).

Energi cahaya tidak seutuhnya terjebak dalam daerah aktif. Sebagian diantaranya
terpancar keluar celah sempit pada dinding yang bersifat cermin parsial.

Arus prasikap maju suatu laser injeksi harus dipertahankan pada suatu nilai yang
konstan diatas nilai ambang untuk menjaga fluks pancaran cahaya yang konstan. Arus
ambang ini sangat sensitif terhadap perubahan suatu piranti. Pada pengoperasiannya suhu
piranti harus distabilkan untuk menghindari perubahan fluks cahaya keluaran yang tidak
diinginkan.

Diode laser injeksi mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan LED antara
lain:

1. Daya keluaran diode laser injeksi lebih tinggi sehingga cocok untuk komunikasi jarak
jauh.
2. Efisiensi kopling diode laser injeksi lebih besar sehingga kebutuhan pengulang untuk
komunikasi jarak jauh lebih sedikit.
3. Lebar bidang cahaya ketularan sangat sempit sehingga cahayanya lebih koheren.

ANALISIS LAJU INFORMASI MAKSIMUM (BTmaks) DAN KAPASITAS


JARINGAN MULTIHOP (C)

III.1. Perumusan dan Data

Untuk melakukan analisis laju informasi maksimum (BTmaks) dan kapasitas jaringan
multihop (C) diperlukan data-data tentang jenis dan karakteristik serat optik, pemancar optik,
detektor optik, dan model fisik uutnuk jaringan multihop khususnya jarak antar hop. Dalam
analisis sinyal yang ditransmisikan adalah sinyal digital dengan format pengkodean NRZ
(Non Return to Zero).

Besarnya nilai laju informmasi maksimum, lebar pita, dan kapasitas jaringan
ditentukan dengan tahapan berikut ini:

25
1. Menemukan profil indeks bias serat optik dengan menggunakan persamaan-
persamaan:
𝑛1 − 𝑛2
∆𝑠𝑚 = (3)
𝑛1
𝑛1 − 𝑛2
∆𝑚𝑚𝑠𝑖 = (4)
𝑛1
𝑛12 − 𝑛22
∆𝑚𝑚𝑔𝑖 = (5)
2 ∗ 𝑛12

Dengan:

∆𝑠𝑚 = indeks bias relatif untuk serat optik singlemode

∆𝑚𝑚𝑠𝑖 = indeks bias relatif untuk serat optik multimode step index

∆𝑚𝑚𝑔𝑖 = indeks bias relatif untuk serat optik multimode graded index

n1 = indeks bias inti

n2 = indeksi bias cladding

2. Menentukan dispersi intermodal

Dengan:

𝜏𝑖𝑚𝑠𝑚 = 0 (6)

𝑛1 ∗ 𝐷 ∗ ∆𝑚𝑚𝑠𝑖
𝜏𝑖𝑚𝑠𝑖 = (7)
𝑐 ∗ (1 − ∆𝑚𝑚𝑠𝑖 )

𝑛1 ∗ 𝐷 ∗ ∆2𝑚𝑚𝑔𝑖
𝜏𝑖𝑚𝑔𝑖 = (8)
𝑐

𝜏𝑖𝑚𝑠𝑚 = dispersi intermodal untuk serat optik jenis singlemode

𝜏𝑖𝑚𝑠𝑖 = dispersi intermodal untuk serat optik jenis smultimode stepp index

𝜏𝑖𝑚𝑔𝑖 = dispersi intermodal untuk serat optik jenis multimode graded index

D = panjang serat optik

C = kecepatan cahaya

26
3. Menentukan dispersi material

𝜏𝑚 = ∆𝜆 ∗ 𝐷 ∗ 𝐷𝑚 (9)

Dengan:

∆𝜆 = kebar spektrum optik

𝐷𝑚 = koefisien dispersi bahan

4. Menentukan dispersi pandu gelombang


a. Menentukan parameter cutoff (V)

2∗𝜋∗𝑎 2
𝑉= (𝑛1 − 𝑛22 )1/2 (10)
𝜆0

2 ∗ 𝜋 ∗ 𝑎 ∗ 𝑛1
= (2 ∗ ∆)1/2
𝜆0

Dengan:

a = diameter inti serat

𝜆0 = panjang gelombang pemancar optik, dan dipilih untuk nilai 1300 nm

b. Menentukan koefisien dispersi tanpa dimensi (Dw)

4(1 − ln 𝑣)
𝐷𝑤 = (11)
𝑣2

c. Menentukan dispersi pandu gelombang

𝐷
𝜏𝑤 = (𝑛 − 𝑛2 )Dw ∗ ∆λ (12)
𝑐 ∗ 𝜆0 1
5. Menentukan dispersi total serat

2 2 2
𝜏𝑤 = √𝜏𝑖𝑚 + 𝜏𝑚 + 𝜏𝑤 (13)

6. Menentukan besarnya nilai dispersi total serat optik pada jarak d meter

𝜏𝑤 = 𝜏𝑓 ∗ 𝑑 (14)

7. Menentukan besarnya nilai dispersi sistem

2
𝜏𝑠𝑦𝑠 𝑑 = 1,1 √𝜏𝑠2 + 𝜏𝑓𝑑 + 𝜏𝑑2 (15)

27
Dengan:
ts = waktu jangkit sumber optik

td = waktu jangkit detektor optik

8. Menentukan kecepatan transmisi maksimum dan lebar pita


7
𝐵𝑇 𝑚𝑘𝑠𝑑 = 𝑜, (16)
𝜏𝑠𝑦𝑠 𝑑
1
𝐵𝑤 = 𝐵 (17)
2 𝑇 𝑚𝑘𝑠𝑑

9. Menentukan kapasitas jaringan multihop


Model jaringan multihop yang akan dianalisis adalah seperti ditunjukkan dalam
gambar 1 dan gambar 7 yang terdiri atas:
- jumlah pemancar atau penerima yang dipakai (p) = 2
- jumlah kolom =2
- jumlah kanal (W) = 16
- jumlah hop =8
- data jarak antar NIU sesuai dengan tabel 2
Besarnya kapasitas jaringan multihop dihitung dengan menggunakan persamaan:

Tabel spesifikasi komponen yang digunakan dan jarak antar NIU sesuai dengan
model yang ditentukan dalam tabel 1 dan tabel 2:

28
III.2. Hasil Perhitungan
Hasil perhitungan untuk laju informasi maksimum dan kapasitas jaringan multihop
ditunjukkan dalam tabel 3 tabel 4 untuk satu jeni pemancar dan penerima (seperti data dalam
tabel 1)

29
30
31
32
C. PERENCANAAN SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT SERAT OPTIK

8.1. Pendahuluan

Perkembangan teknologi transmisi telekomunikasi berkembang dengan pesat pada


dua dekade belakangan ini. Perkembangan ini semata-mata disebabkan karena kebutuhan
manusia untuk melakukan kebutuhan komunikasi antara satu dengan yang lainnya yang
semakin lama semakin meningkat dan beraneka ragam. Kebutuhan tersebut akan selalu
meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan atau aktifitas perorangan, kelompok
nmaupun suatu bangsa. Oleh karena itu manusia selalu berusaha mencari jalan untuk
melakukan komunikasi secara efektif dan efisien dari waktu ke waktu sesuai kebutuhan.

Sistem komunikasi serat optik saat ini telah banyak dipakai sebagai saluran transmisi
pada berbagai komunikasi, misalnya sebagai saluran antar sentral atau trunk, sebagai sistem
komunikasi kabel laut yang menghubungkan antar pulau atau bangsa, bahkan pada saat ini
dipergunakan juga sebagai saluran pada sistem televisi kabel.

Teknologi serat optik merupakan salah satu contoh teknologi transmisi


telekomunikasi yang dapat memberikan jawaban atas kebutuhan manusia belakang ini, yaitu
keandalan dan kualitas pengiriman informasi yang cukup tinggi, kemmapuan menampung
jumlah informasi yang cukup banyak, mampu melayani komunikasi dengan jarak yang cukup
jauh serta memiliki umur yang relatif lama. Dismaping memiliki kemampuan tersebut, serat
optik memiliki keunggulan lain, misalnya dimensi ukuran kecil dan ringan, tahn terhadap
gangguan atau derau dan terhindar dari pengaruh cakap silang (cross talk), serta dapat
dipergunakan pada kecepatan bit (bit rate) transmisi orde tinggi.

Berdasarkan kelebihan dan keunggulan yang dimiliki serat optik, maka serat optik
sangat sesuai dan efisien dipergunakan sebagai media transmisi untuk membawa sinyal
informasi dalam jumlah yang cukup besar dan jarak transmisi yang cukup jauh. Salah satu
contoh aplikasi penggunaan serat optik adalah sebagai media sistem transmisi telekomunikasi
jarak jauh melalui dasar laut yang lebih dikenal dengan sebutan sistem komunkasi kabel laut
(SKKL). Utnuk mendapatkan SKKL yang handal dan berkualitas tinggi perlu sistem
perencanaan yang matang.

Ditinjau dari segi perencanaan teknik, terdapat 2 (dua) macam kriteria yang harus
dipenuhi dalam perencanaan SKKL serat optik. Ppertama perencanaan teknik transmisi
dengan menggunakan serat optik sebaggai saluran transmisi. Kedua, perencanaan teknik

33
instalasi mekanik dimana sistem akan ditempatkan atau dipasang pada suatu daerah dengan
kondisi khusus didasar laut.

8.2. Perencanaan Sistem Transmisi Serat Optik

Kriteria utama dalam perencanaan sistem telekomunikasi jarak jauh seperti SKKL
serat optik, secara garis besar terdiri dari 3 (tiga) macam. Yaitu kemmapuan jumlah kanal
informasi yang cukup ditampung, jarak total yang dapat dicapai serta kecepatan pengiriman
infoormasi yang dapat dilakukan oelh sistem transmisi tersebut. Pada sistem transmisi dengan
menggunakan serat optik sebagai saluran transmisi, ketiga kriteria tersebut dihubungkan
dengan karakteristik utama seart optik, yaitu kriteria redaman transmisi dan dispersi yang
terjadi. Kedua faktor karakteristik utama serat optik ini akan membatasi jarak dan lebar pita
frekuensi (bandwidth) maksimum yang dapat dicapai oleh sistem antar terminal pengirim dan
terminal penerima.

Jika jarak total komunikasi anatar terminal pengirim dan terminal penerima sangat
jauh dan persyaratan yang dimiliki sistem transmisi tidak dapat memnuhinya, maka perlu
digunakan perangkat penguat-pengulang (repeater) pada interval jarak tertentu. Penggunaan
perangkat repeater secara otomatis akan meningkatkan investasi sistem, disamping itu sistem
transmisi lebih menjadi kompleks. Oleh sebab itu, penggunaan perangkat pada sistem
transmisi dengan jarak yang sangat jauh diusahakan seminimal mungkin.

Pada sistem transmisi dengan menggunakan serat optik sebagai saluran transmisi telah
diketahui memiliki beberapa keunggulan dibandingankan dengan saluran transmisi
konvensional (coaxial maupun kawat tembaga). Keunggulan tersebut antara lain, memiliki
lebar pita frekuensi yang sangat lebar sehingga mampu menampung jumlah kapasitas kanal
informasi yang lebih banyak hanya dengan menggunakan 1 (satu) pair serat optik. Serat optik
dapat mengirimkan informasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, kecepatan bit (bit rate)
transmisi yang digunakan berorde ratusan Mbps sampai Gbps. Radaman transmisi dan
dispersi yang terjadi relatif kecil, sehingga total jarak yang dapat ditempuh sistem menjadi
sangat jauh. Dengan semakin jauh jarak yang dapat ditempuh oleh sistem, maka penggunaan
perangkat repeater dapat dilakukan seminimal mungkin.

Secara garis besar pada tahap perencanaan ssistem transmisi dengan menggunakan
serat optik, terdapat 3 (tiga) tahapan yang harus dilakukan, yaitu:

34
 Pemilihan saluran transmisi, dalam hal ini pemilihan jenis serat optik yang akan
dipergunakan.
 Pemilihan sistem pengirim dalam hal ini pemilihan jenis sumber otpik yang
dipergunakan.
 Pemilihan sistem penerima, dalam hal ini pemiihan jenis detektor optik dan sistem
modulasi yang akan dipergunakan.

Untuk menentukan pemilihan jenis serat otpik, sistem pengirim dan sistem penerima
yang akan digunakan, terlebih dahulu harus ditentukan persyaratan sistem transmisi.
Persyaratan dasar sistem transmisi yang harus ditentukan terlebih dahulu antara lain:

 Panjang gelombang yang akan digunakan.


 Jenis transmisi yang akan dilakukan, sistem transmisi analog atau digital.
 Jarak total transmisi yang diinginkan
 Keceptana pengiriman informasi (bit rate transmisi) dan lebar pita frekuensi
(bandwidth) yang diinginkan.
 Kualitas pengiriman informasi yang diinginkan, S/N, atau BER sistem.

Pada sistem transmisi dengan menggunakan serat optik, terdapat 2 (dua) analisa atau
perhitungan yang dapat digunakan untuk apakah kinerja sistem telah memenuhi persyaratan
dasar yang ditentukan. Kedua perhitungan tersebut adalah Perhitungan Anggaran Daya atau
Power Budget Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit atau Rise Time Budegt. Kedua
perhitungan anggaran tersebut saling berhubungan satu sama lainnya. Karena perencanaan
sistem transmisi dengan menggunakan serat optik selalu dikaitkan dengan persyaratan jarak
transmisi yang dapat dicapai dan jumlah kapasitas kanala yang dapat ditampung serta
kecepatan informasi yang dapat dilakukan. Dimana dengan kedua perhitungan anggaran
tersebut dapat diketahui apakah sistem transmisi yang dilakukan sudah memenuhi
persyaratan yang ditentukan atau belum.

8.2.1 Perhitungan Anggaran Daya

Perhitungan utama Perhitungan Anggaran Daya atau Power Budget adalah untuk
menentukan dan menghitung jarak maksimum yang dicapai oleh sistem transmisi yang telah
dipilih. Perhitungan anggaran daya dilakukan dengan cara memperhitungkan besarnya selisih
anatara daya yang dikopling ke serat optik dari sumber otpik terhadap besarnya daya

35
minimum yang masih dapat diterima oleh detektor optik. Dalam hal ini, pemilihan jenis
sumber optik dan detektor optik akan menentukan besarnya selisih daya yang didapat.

Selain Perhitungan Anggaran Daya juga bertujuan utnuk menentukan antara daya
output sumber optik dan kepekaan (sensistifitas) daya minimum detektor optik yang
dibutuhkan untuk mencapai kualitas isgnal informasi yang diinginkan (S/N dan BER).
Batasan ini kemudian diperhitungkan terdapat redaman total sistem transmisi, meliputi
redaman serat optik, redaman penyambung splice dan konektor yang digunakan. Margin
sistem ditambahkan untuk memberikan toleransi cadangan terhadap penuruna kemmapuan
untuk kinerja komponen yang digunakan akibat perubahan pengaruh temperatur kerja,
pengaruh radiasi yang ditimbulkan karena pembekokan serat optik serta pengaruh pengotoran
yang terjadi pada penyambungan serat optik.

Secara sederhana Perhitungan Anggaran Daya dapat dituliskan dalam bentuk


persamaan 1.. Pada Perhitungan Anggaran Daya ini diasumsikan panjang maksimum lebih
pendek dari total jarak transmisi yang diinginkan, sehingga digunakan komponen
penyambungan slice optik untuk menyambung serat optik atau dengan serat optik lainnya.
Selain itu, pada Perhitungan Anggaran Daya ini diasumsikan sistem tranmsisi tidak
menggunakan perangkat repeater sepanjang konfigurasi sistem.

PS = PT - PR

PS = 2 ac + af Lsis + n as + ms

PS = 2 ac + af Lsis + (Lc – 1) as + ms

Dimana:

a = jumlah sambungan splice

af = redaman serat optik (dB/km)

PT = daya output sumber daya (dBm)

PS = perhitungan anggaran daya (dB)

as = redaman penyambungan splice (dB)

ac = redaman penyambungan konektor (dB)

ms = margin sistem yang ditambahkan (Db)

36
PR = sensitif daya minimum detektor optik (dBM)

Lsis = jarak yang dapat dicapai oleh sistem transmisi (Km)

Daya output sumber optik (PT) yang turut diperhitungkan adalah daya besarnya daya
sumber optik yang dioplingkan ke dalam serat optik. Pada umumnya sumber optik yang
digunakan pada SKKL serat optik adalah LD (laser diode) dengan kopling daya ooutput
relatif cukup besar. Sensistifitas daya minimum detektor optik (PR) ditentukan oleh jenis
detektor optik dan jenis modulasi sistem transmisi yang digunakan pada SKKL serat optik
adalah jenis APD (avalance photodiode) dengan jenis modulasi digital.

Sensitivitas daya minimum detektor optik yang diinginkan diwujudkan dalam bentuk
kualitas signal informasi yang masih dapat diterima. Karena pada SKKL serat optik, jenis
modulasi signal yang digunakan dalam bentuk modulasi digital, maka signal kualitas signal
informmasi yang masih dapat diterima terminal penerima dinyatakan dalam BER (bit error
rate). BER didefinisikan sebagai perbandingan jumlah bit informasi yang dideteksi salah
(tidak benar) pada terminal penerima terhadap jumlah total bit yang dikirimkan.

Jenis modulasi digital yang dapat dilakukan pada sistem transmisi serat optik secara
garis besar dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu modulasi yang dilakukan secara
baseband dan non-baseband. Modulasi baseband dilkukan dengan cara modulasi kode pulsa
intensitas carier (pulsa code modulation - intensity modulation – PCM – IM). Proses
modulasi yang dilakukan adalah dengan cara langsung men-drive sumber optik yang
digunakan oleh signal informasi yang dikirmkan, sehingga menghasilkan perubahan
intensitas cahaya secara diakrit (pulsa on-off). Sistem modulasi ini banyak digunakan karena
mudah dan murah serta memiliki keandalan yang cukup baik.

Sedangkan sistem modulasi non-baseband atau sering disebut juga dengan modulasi
koheren dilakukan dengan cara memodulasi signal optik yang dihasilkan oelh sumber optik
sebagai sinyal pemmbawa (carrier) dengan menggunakan signal informasi yang dikirimkan.
Terdapat 3 (tiga) macam sistem modulasi yang dapat dilakukan sistem modulasi non-
baseband. Yaitu sistem modulasi ASK (amplitude shift keying), sistem modulasi FSK
(frequency shift keying) dan sistem modulasi PSK (phase shift keying).

Pada SKKL serta optik, kedua jenis modulasi beaseband dan non-baseband dapat
dilakukan. Akan tetapi pada umumnya, pemilihan jenis modulasi yang dilakukan adalah
modulasi PCM-IM untuk modulasi baseband dengan BER rendah atau modulasi PSK untuk

37
modulasi non-baseband dengan BER tinggi. Dipilihnya kedua jenis modulasi ini, karena
memiliki karakteristik utama tahan terhadap derau serta memberikan kepekaan (sensitifitas)
yang relatif lebih baik dibandingkan jenis modulasi lainnya. Berdasarkan perhitungan
teoritas, modulasi non-baseband PSK memberikan sensitifitas 9 dB lebih besar jika
dibandingkan dengan modulasi non-baseband PSK. Disamping itu sistem modulasi non-
baseband PSK memberikan perbaikan sensitifitas sekitar 15-20 dB jika dibandingkan dengan
sistem modulasi baseband PCM-IM.

Berdasarkan jenis detektor optik dan jenis modulasi yang digunakan, maka
Perhitungan Anggaran Daya sesuai dengan persyaratan BER atau S/N yang diinginkan dapat
ditentukan. Dengan sesuai persyaratan BER atau S/N yang diinginkan dapat ditentukan.
Dengan menggunakan detektor optik APD dan modulasi baseband PCM-IM, maka besarnya
S/N sistem yang digunakan dapat ditentukan dengan berdasarkan persamaan 8.2 dan 8.3.

Dimana:

M = faktor perkalian

K = ratio ionisasi carrier

Bw = lebar pita frekuensi sistem (MHz)

e = muatan elektron (1,6 x 10 Coloumb)

PR = sensitifitas minimum detektor optik (Watt)

R = karakteristik respone detektor optik (Amp/W)

38
Sedangkan apabila diinginkan detektor optik jenis APD dengan jenis modulasi non-
baseband PSK, maka besarnya BER atau S/N yang diinginkan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 8.6 dan 8.7. sedangkan besarnya sensitifitas daya minimum
detektor optik yang digunakan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 8.9.

Berdasarkan kondisi praktek, pada umumnya

 PL >> 2 k T/RL
 |𝜌| = 1
 n << setelah mengalami propagasi sepanjang serat optik, sehingga
dapat diabaikan, maka persamaan 8.7 berikut.

𝑆 𝑁𝑆
= 2𝑛 𝑋 8.8
𝑁 𝑀
𝐵𝑅
𝑃𝑅 = 𝑁𝑆 ℎ𝑐 8.9
𝜆

Dimana:

M = faktor perkalian

n = efisiensi sistem (%)

x = perubahan faktor derau

Ns = faktor derau sistem modulasi

c = kecepatan cahaya (3 x 10 m/dt)

𝜆 = panjang gelombang optik (nanometer)

h = konstanta Planck (6,623 x 10 J detik)

39
e = muatan elektron (1,6 x 10 Coloumb)

BR = kecepatan bit (bit rate) transmisi (Mbps)

PR = sensitifitas daya minimum detektor optik

Apabila perhitungan Perhitungan Anggaran Daya yang dilakukan tidak dapat


memenuhi persyaratan jarak transmisi yang diinginkan, maka dapat dilakukan penggantian
atau pemilihan komponen kembali komponen sistem yang digunakan. Cara lain dapat
dilakukan dengan jalan menempatkan perangkat repeater pada interval jarak tertentu.
Kemudian dilakukan kembali tahap Perhitungan Anggaran Daya dengan memasukkan
parameter transmisi yang dimiliki oleh perangkat repeater. Perhitungan Anggaran Daya pada
sistem transmisi menggunakan serat optik, secara praktis dapat dilakukan dengan
menggunakan diagram alur (flowchart) seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.

Termasuk dalam Perhitungan Anggaran Daya adalah perhtiungan jarak yang dapat
dicapai perangkat repeater, apabila pada SKKL. Serat optik perlu digunakan perangkat
repeater, jarak antara perangkat repeater ditentukan oleh kaarkteristik komponen yang
digunakan pada perangkat repeater.

Sumber optik dan detektor optik. Pemilihan kedua komponen ini akan menentukan
penguatan (gain) yang dapat dilakukan oleh perangkat repeater. Selain itu, jarak antar
perangkat repeater juga ditentukan oleh besarnya redaman transmisi serat optik yang
digunakan.

Perhitungan jarak yang dapat dicapai oleh perangkat repeater secara praktis dapat
dilakukan dengan berdasarkan diagram alir (flowchart) seperti yang diperlihatkan gambar 3.
Adapun perhitungan jarak antar perangkat repeater dapat digunakan dengan menggunakan
persamaan 8.10.

40
Dimana:

PT = daya output sumber optik (dBM)

Lrep = jarak antar perangkat repeater (km)

at = cadangan redaman tambahan sistem (dB)

an = cadangan redaman reparasi sistem (dB)

au = cadangan redaman umur pakai sistem (dB)

Ps = sensitifitas daya minimum detektor optik (dBm)

Af = redaman transmisi serat optik yang digunakan (dB/km)

As = redaman penyambungan splice optik yang digunakan


(dB/km)

(Besarnya standard deviasi (∆) dari setiap harga redaman yang


ada sekitar 5% - 10%)

Untuk menentukan apakah sistem transmisi dapat dipenuhi atau belum, Perhitungan
Anggaran Daya dilakukan dengan memperhitungkan jarak antar repeater yang dapat dicapai.
Secara sederhana penentuan jarak yang dapat dicapai oleh sistem transmisi pada Perhitungan

41
Anggaran Daya sistem transmisi serat optik dengan menggunakan perangkta repeater
dituliskan pada persamaan 8.14.

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑠𝑖𝑠 + 𝑛 𝐿𝑟𝑒𝑝 (8.14)

Dimana:

N = jumlah perangkat repeater yang digunakan

Lrep = jarak antar perangkat repeater yang dapat dicapai (km)

Ltot = jarak total yang dapat dicapai oleh sistem transmisi dengan
pengggunaan perangkat repeater (km)

Jumlah perangkat repeater yang digunakan pada 1 (satu) konfigurasi sistem transmisi
dapat ditentukan sebagai berikut. Apabila jarak sistem transmisi yang ini dicapai (Lt) kurang
dari 2 (dua) kali jarak yang dicapai sistem transmisi tanpa penggunaan perangkat repeater
(Lsis), maka jumlah perangkat repeater yang digunakan sebanyak 1 (satu) b uah. Perangkat
repeater dipasang atau diterapkan ditengah-tengah jarak sistem transmisi yang diinginkan.
Hal ini dilakukan untuk memberikan keandalan sistem yang lebih baik dan koordinasi sistem
menjadi sederhana. Persamaan 15. Memperlihatkan kondisi tersebut diatas.

 Lt < 2 Lsis, maka

n = 1 dan Lrep 1 = 0,5 Lt

dimana:

n = jumlah perangkat repeater yang digunakan

Lt = jarak transmisi yang diinginkan (km)

Lrep1 = jarak perangkat repeater pertama dari stasiun terminal (km)

Lsis = jarak yang dicapai oleh sistem transmisi tanpa penggunaan


perangkat repeater (km)

Apabila jarak sistem transmisi yang digunakan (Lt) lebih dari 2 (dua) kali jarak
yang dapat dicapai oleh sistem transmisi tanpa penggunaan perangkat repeater (Lsis),
maka jumlah perangkat repeater yang digunakan dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 8.16.

42
 Lt > 2 Lsis, maka

𝐿𝑡 − 2 𝐿𝑠𝑖𝑠
n= +1 (8.16)
𝐿𝑟𝑒𝑝

Jarak antar perangkat repeater nominal yang digunakan dan jarak perangkat repeater
pertama dari stasiun terminal dapat ditentukan sebagai berikut.

𝐿𝑡
𝐿𝑟𝑒𝑝 = 𝐿𝑟𝑒𝑝 1 = (8.17)
𝑁+1

Apabila jarak perangkat repeater pertama dari stasiun terminal (Lrep) lebih besar dari
jarak yang dapat dicapai oleh sistem transmisi tanpa penggunaan perangkat repeater pertama
dari stasiun terminal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 8.18. berikut.

𝐿𝑟𝑒𝑝 = 𝐿𝑠𝑖𝑠

𝐿𝑡 − 2 𝐿𝑠𝑖𝑠
𝐿𝑟𝑒𝑝 = (8.18)
𝑛−1

Dimana:

N = jumlah perangkat repeater yang digunakan

Lt = jarak transmisi yang diinginkan (km)

Lrep = jarak antar perangkat nominal yang digunakan (km)

Lrep1 = jarak penempatan perangkat repeater pertama dari stasiun


terminal (km)

Lsis = jarak yang dicapai oleh sistem transmisi tanpa penggunaan


perangkat repeater (km)

8.2.2. Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit

Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit atau Rise Time Budget dilakukan untuk
menentukan apakah lebar pita frekuensi (bandwidth) yang dibutuhkan memenuhi persyaratan
menampung jumlah informasi menggunakan serat optic sebagai saluran transmisi utama.

Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit merupakan cara yang tepat untuk menentukan
batasan disperse yang diperbolehkan terjadi pada system transmisi dengan menggunakan

43
serat optic sebagai saluran transmisi utama. Perhitungan Anggaran Waktu Bangkit dilakukan
dengan cara menentukan waktu bangkit total system transmisi (tsis). Perhitungan waktu
bangkit total system transmisi dapat dilihat persamaan 19.

𝑁
𝑇𝑠𝑖𝑠 = 2
√∑ 𝑡
𝑖=1

= √𝑡 2 𝑡𝑥 + 𝑡 2 𝑠 + 𝑡 2 𝑟𝑥 8.19
Dimana :
𝑡𝑠𝑖𝑠 = waktu bangkit total system transmisi (nanodetik)
𝑡𝑡𝑥 = waktu bangkit komponen pengirim (nanodetik)
𝑡𝑠 = waktu bangkit serat optik (nanodetik)
𝑡𝑟𝑥 = waktu bangkit komponen penerima (nanodetik)

Waktu bangkit komponen pengirim ditentukan oleh respone sumber optic dan
rangkaian pengirim. Waktu bangkit komponen penerima ditentukan oleh respone detektor
optic dan pita frekuensi (bandwidth) rangkaian penerima ujung depan (front and receiver).
Sedangkan waktu bangkit komponen serat optic ditentukan oleh waktu bangkit yang
disebabkan karena adanya disperse yang terjadi pada serat optic.

Dispersi atau pelebaran pulsa yang terjadi pada system transmisi serat optic,
disebabkan karena adanya distorsi signal optic yang merambat melalui serat optic. Terdapat 2
(dua) mekanisme yang menyebabkan timbulnya dispersi pada system transmisi serat optic,
yaitu disperse intramodal (Intramodal Dispersion) dan disperse intermodal (Intermodal
Dispersion).

𝜗𝑇 = √𝜗 2 𝑖𝑛𝑡𝑟𝑎 + 𝜗 2 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟
8.20
Dimana :
𝜗𝑇 = disperse total serat optic (nm)
𝜗𝑖𝑛𝑡𝑟𝑎 = disperse intramodal serat optic (nm)
𝜗𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 = disperse intermodal serat optic (nm)

Disperse intramodal dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu disperse material
atau bahan (Material Dispersion) dan disperse panjang gelombang (Waveguide Dispersion).

44
Persamaan 21 Memperlihatkan perhitungan waktu bangkit serat optic yang disebakan oleh
disperse intramodal.

𝑡𝑖𝑛𝑡𝑟𝑎 = 𝑀𝛿𝜆𝐿 8.21


Dimana :
L = panjang serat optic yang digunakan (km)
𝛿𝜆 = lebar spectral minimum serat optic (nm)
M = parameter disperse intramodal serat optic (ps/nm.km)
Dispersi intermodal diukur dengan menghitung lebar pulsa pada titik daya 50%
(setengah) dari harga maksimum. Waktu bangkit FWHM sebagai waktu yang disebabkan
disperse intermodal yang terjadi (𝑡𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 ), seperti yang diperlihatkan pada persamaan 8.22.
berdasarkan response pulsa Gausian tersebut dapat juga didefinisikan lebar bidang frekuensi
yang dimiliki serat optic dengan menggunakan pada persamaan 8.23.

𝑡𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 = 𝑇𝐹𝑊𝐻𝑀 2,353 𝜎


8.22
0,187
𝐵𝑜𝑝𝑡 = 𝜎
8.23
Dimana :
𝑇𝐹𝑊𝐻𝑀 = waktu bangkit FWHM (nanodetik)
𝐵𝑜𝑝𝑡 = lebar bidang frekuensi serat optic (Mhz)

Berdasarkan persamaan 8.22 dan 8.23 maka waktu bangkit akibat disperse intermodal
yang terjadi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 24 berikut ini.

0,44
𝑡𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 = 𝐵𝑜𝑝𝑡
8.24
Berdasarkan perhitungan lapangan diketahui bahwa lebat pita frekuensi (bandwidth)
serat optic jenis multi mode sangat dipengaruhi oleh disperse intermodal. Untuk jarak
transmisi sejauh Lt (km), lebar pita frekuensi serat optic multi mode dapat didekati dengan
menggunakan persamaan 8.25.

𝐵
𝐵𝑜𝑝𝑡(𝐿𝑡) = 𝐿𝑞𝑜
8.25
Dimana :

45
Lt = jarak total transmisi (km)

Bo = lebar bidang frekuensi serat optic sepanjang 1 km (MHz)

Q = parameter serat optic antara 0,5 sampai 1 jika q = 0,5 dicapai keadaan
keseimbangan modal (steady - state) dan jika q = 1 berarti terjadi sedikit perpindahan
mode serat optic. Berdasarkan hasil percobaan, harga pendekatan yang cocok untuk q
sebesar 0,7.

Berdasarkan persamaan 8.24 dan 8.25 maka waktu bangkit komponen serat optic
akibat intermodal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 8.26.dimana waktu
bangkit akibat disperse intermodal (𝑡𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 ) dalam satuan nanodeik, lebar bidang frekuensi
sepanjang 1 km (Bo) dalam satuan MHz dan jarak trasmisi (L) dalam satuan km.

440 𝐿 𝑞
𝑡𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟 =
𝐵𝑜
8.26
Maka berdasarkan persamaan 8.19, 8.21 dan 8.26 perhitungan total waktu bangkit
system transmisi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 27. Berikut ini.

(440𝐿 𝑞 )2
𝑡𝑠𝑖𝑠 = √[𝑡 2 𝑡𝑥 + (𝑀𝛿𝜆𝐿)2 + + 𝑡 2 𝑟𝑥 ]
𝐵𝑜
8.27
Berdasarkan perhitungan total waktu bangkit system transmisi yang telah ditentukan,
maka lebar pita frekuensi (bandwidth) yang disediakan oleh system transmisi dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan 8.28. Dimana total waktu bangkit tranmisi (𝑡𝑠𝑖𝑠 )
dalam satuan nanodetik dan lebar pita frekuensi yang disediakan system transmisi (𝐵𝑊𝑠𝑖𝑠 )
dalam satuan MHz lebar pita frekuensi system yang disediakan akan menentukan jumlah:
kapasitas kanal informasi yang dapat ditampung oleh system transmisi tersebut. Semakin
lebar pita frekuensi system, maka semakin besar atau banyak jumlah kanal informasi yang
dapat ditampung oleh system transmisi tersebut.

0,35
𝐵𝑊𝑠𝑖𝑠 = 𝑡𝑠𝑖𝑠
8.28
Terdapat 2 (dua) macam bentuk kode format bentuk kode signal yang digunakan pada
system transmisi serat optic dengan menggunakan modulasi digital. Pertama, format bentuk
kode signal NRZ (None Return to Zero) dimana terdapat 2 (dua) perioda bit dalam 1 (satu)

46
panjang gelombang. Kedua, format bentuk kode signal digital RZ (Return Zero) dimana
terdapat 1 (satu) panjang gelombang.

Apabila digunakan bentuk kode signal digital NRZ, maka lebar pita frekuensi
(bandwidth) system transmisi serat optic adalah sebesar setengan kecepatan bit (bit rate)
transmisi. Sedangkan apabila digunakan bentuk kode signal digital RZ, maka pita frekuensi
serat optic sama dengan besar kecepatan bit transmisi yang digunakan. Persamaan 29 dan 30
memperlihatkan kedua kondisi tersebut.

NRZ Bit rate (BR) = 2𝐵𝑊𝑠𝑖𝑠


8.29
RZ Bit rate (BR) = 𝐵𝑊𝑠𝑖𝑠
8.30

Sedangkan besarnya kecepatan bit transmisi (BR) ditunjukkan pada persamaan 8.31.
Dimana t adalah perioda signal pulsa optic yang membuat sepanjang serat optic. Agar tidak
terjadi interferensi antar symbol (Intersymbol Interference – ISI) yaitu pelebaran pulsa yang
terjadi sehingga menutupi pulsa yang bersebelahan, disperse atau pelebaran pulsa yang terjadi
tidak boleh lebih besari dari τ.

1
𝐵𝑅 = 2𝜏
8.31

8.2.3. Contoh Perencanaan Sistem Transmisi SKKL Serat Optik

Rencanakan suatu SKKL Serat Optik yang digunakan untuk mengirimkan signal
informasi dalam bentuk signal dengan persyaratan kualitas BER sebesar 10-9, kecepatan
pengiriman informasi (Br) yang digunakan sebesar 560 Mbps dengan format bentuk kode
signal NRZ. Jarak system transmisi (Lt) yang diinginkan sejauh 200 km. tentukan komponen
yang digunakan pada system transmisi tersebut. Apabila diperlukan penggunaan pernagkat
repeater, usahakan penggunaannya seminimal mungkin.Tentukan lebar pita frekuensi
(bandwidth) yang dimiliki oleh system SKKL serat optic tersebut.

Berdasarkan persyaratan yang diinginkan, system transmisi yang akan dilakukan


menghendaki pengiriman dengan kecepatan yang sangat tinggi dan jarak total transmisi yang
sangat jauh. Oleh karena itu untuk memenuhi persyaratan yang diinginkan, pemilihan
komponen system yang digunakan adalah sebagai berikut :

47
 Jenis serat optic yang digunakan adalah serat optic single mode jenis dispersion-
shifted dengan panjang gelombang kerja 1550 nanmeter.
 Sumberoptik yang digunakan jenis LD (Laser Dioda).
 Detector optic yang cocok dan tepat digunakan pada panjang gelombang 1550
nanometer adalah jenis APD (Avalache Photodioda) dengan bahan utama dari Inga
AS (Indium Galium Arsenid).
 Modulasi signal yang digunakan jenis modulasi baseband PCM-IM.

8.3 Perancangan Instalasi Mekanik SKKL Serat Optik

Perencanaan teknik instalasi mekanik SKKL Serat Optik lebih dititik beratkan untuk
mendapatkan keandalan system secara keseruluhan dari gangguan yang mungkin timbul pada
lingkungan dasar laut dengan karakteristik yang berbeda. Dalam perencanaan teknik instalasi
mekanik perlu diperhatikan beberapa aspek aktifitas atau kegiatan yang dapat mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh keberadaan SKKL Serat Optik, dimana system akan ditempatkan.

Perencanaan teknik instalasi mekanik SKKL Serat Optik secara garis besar dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) prioritas penanganan utama yaitu :

 Perencanaan system catu repeater yang akan digunakan


 Perencanaan pemilihan letak lokasi stasiun terminal pada kedua ujung system dan
pemilihan rute pemasangan atau penempatan kabel laut serat optic
 Perencanaan cara pemasangan atau penempatan kabel laut serat optic pada permukaan
dasar laut serat optic pada permukaan dasar laut sepanjang bentang konfigurasi
system yang telah dipilih dan ditentukan.

8.4 Perencanaan System Catu Daya Repeater

Sistem catu daya konfigurasi perangkat repeater terdapat pada kedua sisi stasiun
terminal. Sistem catu daya repeater umumnya menggunakan metode pencatuan arus konstan
(DC) secara seri. Pada sistem catu daya repeater dengan menggunakan metode pencatuan
arus konstan secara seri, jumlah total tegangan yang dibutuhkan oleh sistem secara
keseruluhan merupakan akumulasi jumlah tegangan yang dibutuhkan oleh setiap perangkat
repeater. Semakin banyak jumlah perangkat repeater terpasang, semakin besar jumlah

48
tegangan total. Besarnya jumlah tegangan total maksimum yang harus dicatu oleh perangkat
PFE ditentukan oleh beberapa factor seperti tersebut di bawah ini :

 Besarnya drop tegangan yang terjadi pada setiap perngakat repeater yang digunakan
(Vdroprepeater).
 Besarnya drop tegangan yang terjadi akibat perubahan resistensi kabel catu daya
repeater yang digunakan (Vdropkabel).
 Besarnya drop tegangan yang terjadi karena adanya perbedaab potensial tanah
diantara kedua perangkat PFE pada setiap sisi stasiun terminal (Vdroptanah).

Perencanaan system catu daya perangkat repeater SKKL Serat Optik secara garis
besar dapat dilakukan dengan berdasarkan pada diagram alir (flowchart), seperti yang
diperlihatkan pada gambar 4.7.

Data Teknis

 Panjang bentangan kabel keseluruhan : 400 km


 Jumlah perangkat repeater yang digunakan : 6 buah
 Drop tegangan repeater : 17 Volt/repeater
 Arus catu daya repeater : DC 1,6 Ampere (Konstan)
 Resistensi DC kabel catu daya : ≤ 1,2 Ω/km
 Koefisien resistensi DC kabel catu daya : 0,004 Ω/km℃
 Perubahan temperature sekitar : 3
~ 30℃
 Perbedaan potensial tanah : 0,5 Volt/mil laut

49
MULAI

Arus Konstan

Parameter Sistem
- bentang sistem - jumlah repeater
-V drop/repeater - Resistensi Kabel
- Arus catu daya - Potensial tanah

Vdroprepeater
Vdropkabel
Vdroptanah

Vtotal

Potensial stasiun terminal A & B

SCD

Vt = Vtotal Vt = ½ Vtotal

ST A = + Vt (0) ST A = + Vt (- Vt)
ST B = 0 (+ Vt) ST B = -Vt (+ Vt)

SELESAI

Gambar 4.7

8.5 Pemilihan Lokasi

8.5.1 Pemilihan Letak Lokasi Stasiun Terminal

Pemilihan letak lokasi stasiun terminal secara mendasar harus dikaitkan dengan letak
stasiun terminal system komunikasi darat, misalnya sentral telepon dari suatu jaringan
komunikasi yang sudah ada.

50
Pada saat menentukan letak lokasi stasiun terminal SKKL Serat Optik, umunya
berpedoman kepada beberapa factor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Faktor-faktor
tersebut antara lain :

a. Stasiun terminal SKKL Serat Optik diusahakan terletak di daerah pantai dengan jarak
yang relative dekat dengan stasiun terminal system komunikasi darat (sentral telepon)
yang sudah ada, untuk memudahkan membangun sarana interkoneksi yang
menghubungkan kedua system terminal.
b. Kondisi pantai dimana stasiun terminal SKKL Serat Optik akan ditempatkan relative
aman dari kegiatan eksplorasi pertambangan, lalu-lintas pelayaran, perikanan dan
penangkapan ikan serta jauh dari muara sungai untuk menghindari gangguan atau
bahaya yang mungkin terjadi.
c. Posisi pantai di mana stasiun terminal SKKL Serat Optik akan di tempatkan sangat
strategiss di tinjau dari segi geografis, kondisi kedalaman laut serta kemudahan
pemasangan route kabel laut serat optic yang akan dilakukan.

8.5.2 Pemilihan Route Pemasangan Kabel Laut Serat Optik

Pemilhan route pemasangan atau penempatan kabel laut serat optic merupakan hal
yang sangat perlu diperhatikan untuk menjaga keandalan perangkat bawah laut yang
ditempatkan, dengan cara seminimal mungkin memperkecil dan mengurangi bahaya atau
gangguan yang mungkin terjadi. Bahaya atau gangguan yang dapat terjadi terhadap
penempatan konfigurasi kabel laut serat optic, baik yang disebabkan karena factor aktivitas
alam maupum manusia antara lain :

a. Kegiatan biologis dan kimia dasar laut


b. Aktivitas alam dasar laut berupa gempa dan gerakan fisik kulit bumi
c. Kegiatan pertambangan lepas pantai
d. Kegiatan pengangkapan ikan dan perikanan
e. Kegiatan lalu-lintas pelayaran dan transportasi perhubungan

Pada tahap awal pemilihan rute pemasangan atau penempatan kabel laut serat optic,
dilakukan suatu survey kondisi laut dimana kabel laut serat optic akan di pasang atau
ditempatkan terlebih dahulu. Survey kondisi laut dilakukan untuk mengumpulkan data-data

51
yang di perlukan dalam tahap perencanaan. Data-data yang dikumpulkan pada saat
melakukan survey kondisi laut biasanya meliputi:

a. Kondisi topografi dan kedalaman laut


b. Kondisi struktur geologi dan batuan permukaan dasar laut
c. Arus dan temperature dasar laut
d. Lokasi dimana aktivitas alam banyak terjadi, seperti daerah gempa bumi
e. Lokasi dimana aktivitas manusi banyak dilakukan, seperti pertambangan lepas pantai,
penangkapan ikan pelayaran.

Dalam perencanaan pemilihan route pemasangan atau penempatan kabel laut serat
optic terdapat hal yang harus dipertimbangan antara lain :

 Panjang route pemasangan atau penempatan kabel laut serat optic antara kedua stasiun
terminal ujung system dipilih sependek mungkin.
 Apabila memungkinkan, menghindari rute pemsangan atau penempatan kabel laut
serat optic pada jalur yang berbelok-belok. Khususnya untuk daerah laut yang dangkal
dimana interaksi antara kabel laut terpasang dengan aktivitas manusia banyak
dilakukan.
 Apabila digunakan lebih dari 1 buah konfigurasi kabel laut serat optic, jarak antara
kabel laut terpasang diletakan pada jarak yang cukup, sehingga tidak mengganggu
atau merusak kabel laut serat optic lainnya pada saat dilakukan operasi perbaikan.
 Sedapat mungkin menghindari terjadinya persilangan dengan rute SKKL yang sudah
terpasang terlebih dahulu dan masih beroperasi, baik Serat Optik maupun SKKL
Kabel Coaxial.
 Daerah dengan resiko cukup tinggi dari gangguan atau bahan yang dapat dialami oleh
kabel laut serat optic setelah terpasang sedapat mungkin dihindari, seperti daerah
penimbunan amunisi, daerah dengan topogrfi dasar laut berupa cekungan dengan
struktur bahan permukaan dasar laut sedimen keras dan kasar.
 Permukaan dasar laut yang dipilih sebaiknya berstruktur pasir atau lumpur dan
menghindari daerah yang berbatu unutk menghindari pengikisan atau penggoresan
kabel laut serat optic yang mungkin terjadi.

52
8.6 Pemasangan Kabel Laut Serat Optik

Pada tahap pemasangan kabel laut serat optic dikenal 2 macam teknik pemasangan,
yaitu pemasangan kabel laut serat optil dengan cara diletakan pada permukaan dasar laut dan
pemasangan kabel laut serat optic dengan cara dibenamkan pada permukaan dasar laut
gambar 4.8 memperlihatkan kedua teknik pemasangan kabel laut serat optic yang dapat
dilakukan.

Teknik pemasangan kabel laut serat optic dengan cara peletakan umumnya dilakukan
pada daerah kondisi laut dalam, kedalaman laut lebih dari 1000 meter. Sedangkan teknik
pemasangan kabel laut dengan cara penanaman umumnya dilakukan pada daerah dengan
kondisi laut dangkat (kurang dari 1000 meter).

. Tahap perencanaan pemasangan kabel laut serat optic dapat dilakukan dengan
berdasarkan pada diagram alir (flowchart) pada gambar 4.9.

53
MULAI

Dalam Laut

Dalam Laut Bahaya PBP

Bantuan SAL
Bantuan

DRA
DA LWA

LW

Pasang Peletakan

Penanaman Datar Kontur

Dalam Air
Miring

Teknik Jet bawah air

Penanaman

SELESAI

Diagram alir perencanaan pemesangan kabel laut serat optic

8.7 Peletakan Kabel Laut Serat Optik

Peletakan kabel laut serat optic dilakukan pada daerah dengan kondisi laut dalam,
lebih dari 1000 meter. Kabel laut serat optik ditempatkan dengan cara diletakan pada

54
permukaan dasar laut. Jenis kabel laut serat optic yang digunakan biasanya adalah jenis yang
tanpa pelindung, seperti jenis LW (lightweight) atau FBP (fish bite protection).Peletakan
kabel laut serat optic yang ideal adalah kabel diletakan dengan panjang seminimum mungkin
dan secara tepat mengikuti bentuk kontur permukaan dasar laut dimana kabel ditempatkan.

Berdasarkan bentuk kontur permukaan dasar laut, ada dua macam peletakan kabel laut
serat optic pada permukaan dasar laut, yaitu:

1. peletakan kabel laut serat optic pada permukaan dasar laut dengan bentuk kontur
datar atau rata
2. peletakan kabel laut serat optic pada permukaan dasar laut dengan kontuk yang tidak
rata atau miring.

 Bentuk Kontur Datar

Pada permukaan dasar laut dengan bentuk kontur datar seperti yang diperlihatkan
pada gambar 4.10, kekenduran kabel yang terpasang dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan 4.38.

𝑉𝑐−𝑉𝑠
𝑒= × 100%
𝑉𝑠

8.31

𝐿𝑐−𝐿𝑠
𝑒= × 100%
𝐿𝑠

8.32

Dimana :

𝑒 = kekeduran kabel (%)

𝑉𝑐 = kecepatan uluran kabel (knot)

𝑉𝑠 = kecepatan kapal kabel (knot)

𝐿𝑐 = jarak navigasi kapal kabel (mil laut)

𝐿𝑠 = panjang kabel laut yang di ulur (mil laut)

55
Apabila kabel laut serat optic diletakan dengan kekenduran normal maka sudut
peletakan antara kabel laut dengan permukaan dasar laut dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan 8.39.

𝛼 = 𝐻 ⁄𝑉𝑠, untuk 𝛼 < 20°


8.33

Dimana :

𝛼 = sudut peletakan kabel laut serat optik

𝐻 = konstanta hidrodinamika berdasarkan pada berat dan diameter kabel laut serat optic yang
digunakan.

Gambar peletakkan kabel laut serat optic pada permukaan dasar laut datar

 Bentuk Kontur Miring

Pada permukaan dasar laut dengan bentuk kontur miring dengan sudut kemiringan
dasar laut (β) pada gambar 8.11.Kekenduran kabel yang terpasang dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan 8.40.

56
Gambar kabel laut serat optic pada permukaan dasar laut miring

𝑆𝑖𝑛 𝛼+𝑆𝑖𝑛 𝛽
𝑒={ − 1} × 100%
sin(𝛼+𝛽)
8.34
Persamaan diatas dapat didekati menjadi persamaan.

𝛼+𝛽
𝑒𝑖 = , Untuk 𝛼 dan 𝛽 (radian) serta ≤ 𝜋/6 8.35
2

Hubungan antara sudut peletakan kabel laut serat optic, sudut kemiringan permukaan
dasar laut serta kekenduran kabel laut serat optic (𝑒𝑖 ) pada permukaan dasar laut dengan
bentuk kontur miring dapat dilihat pada gambar 4.12.

57
Gambar kekenduran kabel yang sesuai pada permukaan dasar laut dengan bentuk kontur
miring

8.8 Penanaman Kabel Laut Serat Optik

Penanaman kabel dilakukan pada daerah dengan kondisi laut dangkal, dimana
kedalamannya kurang dari 1000 meter. Kedalaman penanaman kabel laut serat optic yang
dilakukan berdasarkan kepada jenis pada permukaan dasar laut dimana kabel laut akan
ditempatkan. Disamping itu, kedalaman penanaman kabel juga harus memperhitungkan
gangguan atau bahaya yang timbul dan dapat menyebabkan terputusnya kabel laut serat optic.

Gangguan yang dapat menyebabkan rusaknya kabel antara lain kemampuan dan
kekuatan penetrasi jangkar kapal maupun peralatan penangkapan ikan (trawl) pada
permukaan dasar laut. Gambar 4.13 memperlihatkan grafik tingkat kedalaman penetrasi
berbagai jenis jangkar kapal dan peralatan trawl yang terjadi pada permukaan dasar laut,
mulai dari kondisi permukaan dasar laut berstruktur batuan keras sampai batuan lembek.
Pada umumnya, kedalaman kabel laut serat optic sekitar 40-60 cm lebih dalam dari
kemampuan penetrasi jangkar kapal maupun peralatan trawl.

58
Gambar Grafik tingkat kedalaman penetrasi jangkar kapal dan Pealatan trawl pada
permukaan dasar laut

59
LAMPIRAN

KOMUNIKASI FOTONIK

Soal – soal

 Saluran telepon dengan BW efektif 2,400 Hz dari 600 – 3,000 Hz.


a. Terminal 1,200 bps. Modem FSK β sebesar mungkin frek 2 ? β ?Pembentukan ?
b. 4,300 bps TDM, teknik modulasi, pembentukan & fc ?

Jawaban

Lebar pita transmisi yang tersedia = 3000 – 600 = 2400 Hz

1⁄𝑇 = 1200 𝑏𝑝𝑠

a. 𝐵 = 600 ( 1 + 𝑟)
∆𝑓
𝛽= 𝛽 𝑚𝑎𝑥berhubungan dengan 𝐵𝑚𝑖𝑛 = 600 𝐻𝑧 dengan 𝑟 = 0
𝐵

𝐵𝑇 = 2𝐵 + 2∆𝑓 = 1200 + 2∆𝑓 = 2400 𝐻𝑧 → ∆𝑓 = 600


𝛽 𝑚𝑎𝑥 = 1
𝑓1 = 1800 − 600 = 1200 ; 𝑓2 = 1800 + 600 = 2400
Untuk 4800 bps → 𝐵𝑇 = 2400 𝐻𝑧 tersedia → 𝐵 = 1200 𝐻𝑧
1⁄𝑇 = 2𝐵 ⁄(1 + 𝑟) = 2400⁄(1 + 𝑟)
Dua pilihan yang tersedia :
1. 8 – φ – PSK dengan r = 0,5
2. QAM 16 keadaan dengan r = 1

Dengan kedua kasus frek pembawa adalah 1800 Khz

 Laju 2400 bps dari TDM ke modem bandingkan keluaran modem jika
a. FSK
b. OOK
c. PSK 8 fasa

Jawaban

1⁄𝑇 = 2400 𝑏𝑝𝑠

60
𝐵 = 2400⁄2(2) = 2400 𝐻𝑧 → lebar pita dasar

a. FSK : ∆𝑓 = 2400 𝐻𝑧 ∶ 𝐵𝑇 = 2(2400) + 2(2400) = 9600 𝐻𝑧


b. OOK ; 𝐵𝑡 = 2𝐵 = 4800 𝐻𝑧
c. 8 – φ PSK ; 1/T = 800 Pulsa / detik

 Laju bit 9,600 menggunakan saluran transmisi telpon rangkuman saluran adalah dari
300 sampai 3,000 Hz. Tunjukkan bahwa system ini QAM 16 keadaan dengan 12,5 %
factor gelinding dapat mencukupi. Fc = 1,6500 Hz. Tunjukkan bahwa Bw 6 dB pada
Pembawa adalah 2,400 Hz.

Jawaban

QAM 16 keadaan → 24 = 16 setiap 4 bit disangga

9,600 bps → 2,400 simbol / detik = 1/T

𝑟 = 0,125 ; 𝐵 = 1⁄2𝑇 (1 + 𝑟) = 1,200 (1.125) = 1350 𝐻𝑧

BT = 2B = 2700 Hz

 PCM 8,000 sampel perdetik, 7 level kuantisasi tiap 224 bit disisipkan 32 bit
sinkronisasi factor gld 20%
a. Laju bit PCM ?
b. Apakah pita lebar baseband (PCM) ?
c. BW (PSK) ?

Jawaban

a. Laju bit = 8,000 × 7 = 56,000 𝑏𝑝𝑠


56,000 = 32 / 224 = 8,000 sinkronisasi
 Laju bit PCM = 64 bps
b. 1/T = 64,000 bps ; B = 32,000 (1,02) = 38,400 bps
c. BT = 2B = 76,800 Hz

61
 Suatu terminal data 4.800 bit / detik dihubungkan kesuatu modem. Hitung lebar pita
transmisi BT yang diibutuhkan keluaran modem untuk setiap skema – skema berikut
(pembentukan menggelinding 50 % dipergunakan dalam semua kasus)
a. Transmisi OOK
b. Transmisi PSK Frek menyimpang ± 3600 Hz disekitar pembawa
c. QAM 16 tingkat

Jawaban

𝐵 = 1⁄2𝑇 ( 1 + 𝑟) = 2400 (1,5) = 3600 𝐻𝑧

(a) OOK ; BT = 7200 Hz


(b) PSK ; 2bf = 7200 BT = 7200 + 7200 = 14400 Hz
(c) QAM 16 tingkat : 1/T = 1200 pulsa / detik B = 600 (1,5) = 900 Hz
BT = 1800 Hz

 Apakah yang dimaksud dengan jariang kabel lokal ?


Jawaban
Jaringan kabel lokal adalah jaringan kabel yang menghubungkan antara sentaral
telepon dengan pesawat pelanggan.

 Jelasakan keuntungan dan kerugian jaringan catu langsung ?


Jawaban
1. Keuntungan
- Biaya rendah (tidak menggunakan RK)
- Administrasi kabel lebih sederhana
- Titik rawan gangguan lebih kecil

2. Kerugian
- Tidak fleksibel kabel tidak mempunyai titik jumper (RK)
- Sulit melokalisir gangguan
- Perhitungan demond harus akurat.

62
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Kebutuhan akan teknologi untuk menberikan service-service baru terutama yang
menggunakan service interaktif broadband multimedia telah menyebabkan munculnya
teknologi HFC. Teknologi HFC merupakan teknologi yang menjanjikan solusi
alternatif untuk memberikan layanan entertainment layanan data maupun layanan
telephony pada sing/e network, dan Perkembangan HFC dimulai dari merger operator
cable TV dengan operator telekomunikasi dengan memanfaatkan infrastruktur yang
ada untuk memberikan service-service baru.
 System komunikasi kabel laut serat optic merupakan system komunikasi yang
mempergunakan media transmisi kabel serat optic dan kabel tembaga.
 Penggunaan teknologi Serat Optik dikarenakan mampu melayani komunikasu dengan
jarak yang cukup jauh dengan kualitas pengiriman informasi yang cukup tinggi.
 Perhitungan Anggaran Daya atau Power Budget dan Perhitungan Anggaran Waktu
Bangkit atay Rise Time Budget digunakan untuk menentukan kualitas dari kinerja
system transmisi serat optic.
 Terdapat 2 macam teknik pemasangan kabel laut serat optic yaitu pemasangan kabel
laut serat optic dengan cara diletakan pada permukaan dasar laut dan pemasangan
kabel laut serat optic dengan cara dibenamkan pada permukaan dasar laut.

63
DAFTAR PUSTAKA

Diktat UI Sistem Komunikasi Optik: Depok

64

Anda mungkin juga menyukai