Disusun oleh :
NIM : 12.12.6718
Berdagang merupakan salah satu kultur yang menonjol dalam masyarakat Minangkabau.
Bagi masyarakat Minang, berdagang tidak hanya sekedar mencari nafkah dan mengejar
kekayaan, tetapi juga sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi seorang yang merdeka. Dalam
budaya Minang yang egaliter, setiap orang akan berusaha untuk menjadi seorang pemimpin.
Menjadi sub-ordinat orang lain, sehingga siap untuk diperintah-perintah, bukanlah sebuah pilihan
yang tepat. Prinsip "lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil daripada menjadi anak buah
organisasi besar" (elok jadi kapalo samuik daripado ikua gajah) merupakan prinsip sebagian
besar masyarakat Minang. Menjadi seorang pedagang merupakan salah satu cara memenuhi
prinsip tersebut, sekaligus menjadi orang yang merdeka. Dengan berdagang, orang Minang bisa
memenuhi ambisinya, dapat menjalankan kehidupan sesuai dengan keinginannya, hidup bebas
tanpa ada pihak yang mengekang. Sehingga banyak perantau muda Minangkabau lebih memilih
berpanas-panas terik di pinggir jalan, berteriak berjualan kaos kaki, daripada harus kerja
kantoran, yang acap kali di suruh dan di marah-marahi.
Berkembangnya kultur dagang dalam masyarakat Minang, disebabkan adanya harta
pusaka tinggi yang menjamin kepemilikan tanah dan keberlangsungannya bagi setiap kaum di
Minangkabau. Dengan kepemilikan tanah tersebut, posisi masyarakat Minang tidak hanya
sebagai pihak penggarap saja, melainkan juga menjadi pedagang langsung yang menjual hasil-
hasilnya ke pasaran.
Selain itu, kultur merantau yang menanamkan budaya mandiri, menjadikan profesi
berdagang sebagai pekerjaan pemula untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karenanya
menjadi pedagang kaki lima sering menjadi pekerjaan awal bagi banyak perantau Minang.
Sebagian besar orang padang memilih profesi sebagai entrepreneurship dari berbagai
macam bentuk usahanya , mungkin yang paling banyak kiat lihat adalah rumah makan padang,
jualan pakaian , dan masih banyak lagi. Orang Minangkabau juga sangat menonjol di bidang
perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Mereka gemar berdagang dan dinamis. Hampir
separuh jumlah keseluruhan anggota masyarakat ini berada dalam perantauan masyarakat
Minang, berdagang tidak hanya sekedar mencari nafkah dan mengejar kekayaan, tetapi juga
sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi seorang yang merdeka. Dalam budaya Minang yang
egaliter, setiap orang akan berusaha untuk menjadi seorang pemimpin. Menjadi sub-ordinat
orang lain, sehingga siap untuk diperintah-perintah, bukanlah sebuah pilihan yang tepat.
falsafah hidup mereka yang anti hidup susah, kepiawaian dalam berdagang serta
kemampuan yang mumpuni dalam hal tawar menawar barang sudah menjadi rahasia tak
terbantahkan.
SIKAP MENTAL POSITIF PEBISNIS PADANG
Tidak gengsi dan mau memulai usaha dari nol atau dari bawah.
Penuh percaya diri dan tahan banting
pandai menyesuaikan diri dengan tempat dia menjalankan usaha
lebih memilih usaha sendiri dari pada kerja dengan orang lain.
Kebiasaan merantau atau mandiri untuk mencari kesuksesan.
Tidak takut dengan kegagalan.
Ulet tekun dan tidak kenal putus asa
Berambisi tinggi
kepintaran dan kepiawaian dalam bersilat lidah atau menarik konsumen
berpegang teguh pada prinsip diri
kreatif membaca peluang yang tampak dan tersirat
keinginan untuk terus mengubah nasib
Kemahiran berkomunikasi, membangun jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan
Berpikir positif
Pintar membaca situasi atau kondisi
PEPATAH ATAU FALSAFAH YANG DI JADIKAN PEDOMAN HIDUP OLEH ETNIS PADANG
Indak ado Rotan, aka pun Jadi. Indak kayu janjang dikapiang
Nasehat dari petatah ini juga merupakan salah satu kunci sukses orang Minang. Kalimat
“Indak ado rotan aka pun jadi” ini secara tidak langsung mendidik orang Minang menjadi
kreatif. Kalimat ini artinya jika tak ada rotan akar pun jadi. Orang Minang yang menerapkan
nasehat tersirat dari kalimat ini dalam merintis karir ataupun bisnis tidak selalu memulai
dengan modal besar. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ekonomi” Dengan modal sekecil-
kecilnya, meraih untung sebesar mungkin”. Kalimat ini juga mengandung nasehat apa yang
sudah ada pada diri kita dan lingkungan bisa menjadi modal untuk sukses.
Takuruang Nak Dilua, Tahimpik Nak Diateh
Kalimat ini mempunyai arti walaupun sedang menghadapi kesulitan atau kegagalan, harus
kreatif mengubah kesulitan maupun kegagalan menjadi peluang. Makna dari kalimat ini
membuat orang Minang yang pernah mengalami kegagalan bisa mendapatkan kesuksesan
yang lebih besar dikemudian hari. Sebab orang Minang dilatih untuk tidak takut dengan
kegagalan. Sejak kecil orang Minang sudah dilatih untuk mempelajari kegagalan dan
mengubahnya jadi modal ataupun peluang.
Mereka adalah para pria dari Padang berjumlah 8 orang yang jualan pemutih laris manis seperti
kacang goreng di stand KBRI pameran FAME International WTC Manila dari tgl 22 sd 25 April 2010.
Mereka masing-masing sudah punya bisnis sendiri, namun tetap masih tetap jualan bersama – sama.
mereka jualan bersama atau beramai - ramai begini dalam rangka mencari peluang bisnis di berbagai
negara sekaligus menggembleng mereka lebih percaya diri untuk jualan, ibaratnya mereka itu sedang
Terus terang sepak terjang dan strategi berdagang mereka yang kompak dan saling mendukung
sangat mengagumkan. Mereka para pria muda yang penuh semangat tak kenal lelah menjual produk
pemutih dengan perijinan Malaysia, bosnya Mr.John. Menurut informasi mereka berbisnis antar negara
dari event yang satu ke event yang lain. Uniknya mereka berbisnis dengan modal masing-masing. Mulai
dari nyewa stand, transportasi dan akomodasi bayar masing-masing. Komoditi yang dijual hanya satu
yakni pemutih kulit yang sekaligus bisa membersihkan flek hitam, jerawat dan berkhasiat anti aging
promonya. Mr.John yang disebut bandar menyediakan barangnya dan nombokin pengeluaran timnya
setelah selesai pameran baru hitung-hitungan. Dalam satu hari mereka berhasil menjual 500 hingga
Dari hari pertama hingga terakhir pameran stand mereka selalu ramai pengunjung. Semua
orang yang lewat berhasil mereka gandeng dan mendapat layanan diolesi pemutih gratis, mulai dari
tangan hingga wajahnya. Mereka mengolesi pemutih sambil terus berbicara tiada henti meyakinkan dan
mensugesti seseorang dengan begitu 'pede'nya. Uniknya mulai dari nenek-nenek, kakek-kakek, ibu-ibu,
bapak-bapak hingga remaja putri dengan rela hati mau membeli. Produk yang dijual memang sama
namun harganya sering berbeda-beda tergantung tawar menawarnya. Kadang tiga botol pemutih dijual
1000 peso (Rp.200.000,-) kadang kala 500 peso bahkan 200 peso. Untuk lebih meyakinkan bahwa
produk mereka aman kadang kala secara demonstratif mereka 'seolah' mengoleskan pemutih itu
dilidahnya.
Menurut informasi grup pedagang Minang yang jualan pemutih ini dalam suatu event pameran
bisa meraih omzet ratusan juta rupiah. Meski bahasa Inggrisnya tak semuanya bagus namun mereka
mampu berbicara tiada henti sambil mengoleskan pemutih. Terus terang hal ini patut di acungi jempol
dengan kegigihan dan kemampuan mereka berjualan, kitapun perlu belajar berjualan ala pedagang
Minang. Penuh percaya diri, gigih, tekun, kompak dan saling mendukung.