Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU DENGAN KASUS

KERACUNAN IKAN ATAU TUMBUHAN LAUT

Oleh

KELOMPOK V

WA ODE RAKHMAWATI
INRIANI
SITI NURFIATI
IRMAYANTI
VIVI YUSNIAR
NILA OSTARINA LIANDA
NI MADE PITA LOKA
SRI LESTARI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA KESEHATAN


PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
KENDARI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toksin adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional

spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis kuat.

Toksin atau racun biasanya terdapat dalam tubuh hewan, tumbuhan bakteri

dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat

anti-gen dan bersifat merugikan bagi kesehatan korbannya.

Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun

haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau

secara berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi

racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga

sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya

dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa

keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana

dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera

dan juga mengamati efek dan gejala keracunan yang timbul.

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan

berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat

menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan

sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya

bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan

keracunan.
.Oleh sebab itu, penanganan dini sangat diperlukan karena keracunan

pada ikan dan tumbuhan laut dapat menyebabkan kondisi yang dapat

mengancam jiwa. Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat

kebutuhan oksigenasi pada pasien toksis adalah kebutuhan dasar manusia,

sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka

dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada klien sangat

diperlukan.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien toksis (keracunan ikan dan

tumbuhan laut)?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Intruksional Umum :

Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien toksis

(keracunan ikan dan tumbuhan laut)

2. Tujuan Instruksional Khusus :

a. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar toksis (keracunan

ikan dan tumbuhan laut)

b. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien

toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut)


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Toksis (Keracunan Ikan Dan Tumbuhan Laut)

1. Pengertian

Toksin adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional

spesifik yang letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktifitas

fisiologis yang kuat. Adapun batasan dari toksin adalah substansi tersebut

terdapat di dalam tubuh hewan, tumbuhan bakteri dan makhluk hidup

lainnya, merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat anti gen dan

bersifat merugikan bagi kesehatan korbannya.

Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk kedalam tubuh melalui

mulut, hidung (inhalasi), serta suntikan dan absorbsi melalui ,kulit, atau di

gunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak

kehidupan dan mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ atau

jaringan.

Keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh

manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.

Kontaminasi toksin alami pada ikan ataupun organisme aquatik lainnya

mengakibatkan keracunan bagi yang mengkonsumsinya. Kebanyakan

toksin ini diproduksi oleh alga (fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam

tubuh ikan yang mengkonsumsi alga tersebut atau melalui rantai makanan

mengakibatkan toksin tersebut terakumulasi dalam tubuh ikan. Yang unik

dari toksin ini adalah tidak dapat dihilangkan atau tidak rusak dengan
proses pemasakan. Oleh karena itu sangat penting pengetahuan terhadap

jenis-jenis racun ini untuk menghindari timbulnya bahaya keracunan akibat

mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan. Selain itu pengetahuan tentang

struktur toksin ini akan membuka wawasan akan kemungkinan

pemanfaatannya sebagai obat.

2. Penyebab toksis ikan dan tumbuhan laut

Penyebab toksis ikan dan tumbuhan laut adalah :

a. Ciguatoxin

Sekitar 300 spesies ikan dan “shellfish” yang hidup di perairan

dangkal sekitar karang diketahui sebagai penyebab keracunan

ciguatoxin. Keracunan yang paling umum terjadi akibat mengkonsumsi

ikan karang herbivora dan karnivora yang beracun. Adanya racun pada

ikan dikaitkan dengan rantai makanan, dimana sebagai agen toksin

adalah Alga ‘blue green” (Gambierdiscus toxicus) yang hidup

berkelompok pada permukaan sejumlah rumput laut. Alga tersebut

kemudian dimakan oleh ikan herbivora, ikan herbivora dimakan oleh

ikan karnivora.

Penyakit atau keracunan yang disebabkan ciguatoxin disebut

Ciguatera (bukan merupakan penyakit yang fatal). Beberapa jenis ikan

yang menjadi sumber ciguatera : Lutjanus monostigma, L. bohar (“red

snapper”), Gymnothorax javanicus (‘moray eel”), Epinephalus

fuscoguttatus, Variola louti (“grouper”) dan Sphyraena picuda

(“barracuda”)
SCHEUER (dari Universitas Hawaii) yang memberi nama

ciguatoxin, berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa yang

menyusun ciguatoxin. Diperkirakan penyusunnya adalah suatu lipida

yang tidak umum (unusual) dan senyawa Nitrogen dengan BM sekitar

1500. Adapun rumus kimia dari ciguatoxin C35H65NO8. Tingkat

toksisitas ciguatoxin pada bagian tubuh ikan dari yang tertinggi adalah

hati (paling toksik), jeroan lainnya dan otot/daging.

Ciguatoxin memiliki sifat farmakologis terutama berpengaruh

terhadap saraf periferal dan sentral, meningkatkan permeabilitas

membran sel otot dan saraf terhadap ion Na dan bersifat

anticholinesterase.

b. Paralitic Shellfish Poison (Saxitoxin)

Senyawa toksik utama dari paralytic shellfish poison

adalah saxitoxin yang bersifat neurotoxin. Keracunan toksin

ini dikenal dengan istilah “Paralytic shellfish poisoning”

(PSP). Keracunan ini disebabkan karena mengkonsumsi kerang-

kerangan yang memakan dinoflagelata yang beracun. Dinoflagelata

sebagai agen saxitoxin dimana zat terkonsentrasi di dalamnya. Kerang-

kerangan menjadi beracun disaat kondisi lingkungan sedang melimpah

dinoflagelata yang beracun yang disebut pasang merah atau ‘red tide’.

Di Jepang bagian selatan ditemukan spesies kepiting (Zosimus

aeneus) yang mengakumulasi dalam jumlah besar saxitoxin dan telah

dilaporkan menyebabkan kematian pada manusia yang


mengkonsumsinya. Jenis plankton yang memproduksi saxitoxin adalah

Alexandrium catenella dan A. tamarensis. Pyrodinium bahamense,

bertanggung jawab terhadap beberapa keracunan di Papua New Guinea,

Brunei dan negara-negara Asian bagian barat lainnya. Organisme

tersebut menyebabkan ‘red tide’ karena ‘blooming’, meracuni kerang-

kerangan. Komponen toksin yang utama adalah saxitoksin dan

gonyautoxin. Gymnodium catenatum, dilaporkan sebagai sumber

saxitoxin di Mexico, Spanyol, Tasmania dan Jepang, juga pada

perairan pesisir Thailand dengan tingkat toksik yang rendah.

Jika dilihat dari sifat kimianya, saxitoxin bersifat larut dalam air

dan methil alkohol, sedikit larut dalam ethyl alkohol dan asam asetat

tetapi tidak larut dalam pelarut organik. Saxitoxin dapat dihidrolisis

dengan asam, stabil terhadap panas dan tidak rusak dengan proses

pemasakan. Saxitoxin memiliki rumus kimia C10H17N7O3.2HCl.

Beberapa cara pengolahan yang sudah dilakukan untuk

mengurangi racun saxitoxin :

1. Toksin saxitoxin dapat diturun dengan pemanasan di atas 100°C.

2. Ozon dapat menurunkan keracunan saxitoxin pada kerang-

kerangan yang terkontaminasi racun tersebut, demikian pula

perlakuan panas dapat menurunkan daya racun di dalam kerang-

kerangan.
3. Menurunnya toksisistas pada remis Patinopecten yessoensin terjadi

selama proses “retorting” dan pada toksin yang tersisa terjadi

penurunan kadar nya selama proses penyimpan.

4. Kadar toksin saxitoxin menurun dengan semakin lamanya waktu

pemanasan. Semakin tinggi suhu pemanasan maka waktu yang

diperlukan untuk mengurangi kadar toksin semakin cepat, dapat

dilihat pada Gambar 8. Pemanasan pada suhu 100°C selama 30

menit atau 60 menit, kandungan toksin meningkat dari 15 MU/gr

homogenate menjadi 30 MU/gr homogenate, tetapi menurun secara

linier pada waktu pemanasan selanjutnya. Pola perubahan yang

sama terhadap kadar toksin terjadi pada pemanasan 110 dan

120°C. Pada pemanasan suhu 110 dan 120°C terlihat pola

perubahan toksisitas lebih cepat dari pada pemanasan suhu 100°C.

c. Amnesic Shellfish Poison

Komponen utama dari amnesic shellfish poison adalah domoic

acid. Domoic acid merupakan asam amino neurotoksik, dimana

keracunannya dikenal dengan istilah “Amnesic shellfish

poisoning”. Keracunan ini diakibatkan karena mengkonsumsi remis

(“mussel”). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Nitzhia pungens

dimana melalui rantai makanan mengakibatkan remis mengandung

racun tersebut.

Domoic acid mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan

rangsangan yang terus-menerus pada sel-sel saraf dan akhirnya


terbentuk luka. Korban mengalami sakit kepala, hilang keseimbangan,

menurunnya system saraf pusat termasuk hilangnya ingatan dan terlihat

bingung dan gejala sakit perut seperti umumnya keracunan

makanan. Telah dilaporkan toksin tersebut juga dapat mengakibatkan

kematian. Kerusakan otak yang ditimbulkan oleh racun ini bersifat

tidak dapat pulih (“irreversible”). Struktur Domoic acid adalah

C15H21O6N dengan berat molekul 311.

d. Neurotoksic Shellfish Poison (Brevitoxin)

Komponen utama dari neurotoxic shellfish poison adalah

brevitoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Brevitoxin disebut

“Neurotoxic shellfish poisoning”. Keracunan ini

diakibatkan mengkonsumsi kerang-kerangan dan tiram. Toksin ini

diproduksi oleh alga laut Ptychdiscus brevis dimana melalui rantai

makanan mengakibatkan kerang dan tiram mengandung racun tersebut.

Adapun struktur Brevitoxin adalah C50H70O14 dengan

berat molekul 894.

e. Diarretic Shellfish Poison

Komponen utama Diarrhetic shellfish poison adalah okadaic

acid. Komponen yang lain adalah pectenotoxin dan

yessotoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Okadaic acid ini

disebut “Diarrhetic shellfish poisoning”. Keracunan ini diakibatkan

mengkonsumsi kepah (mussel) dan remis (scallop). Toksin ini


diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii dimana melalui rantai

makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut.

3. Patofisiologi

Keracunan ikan dan tumbuhan laut terjadi melalui 2 mekanisme yaitu :

a. Cara pertama disebut istilah Ciguatera poisoning, hal ini terjadi pada

saat anda makan ikan atau tumbuhan laut yang disebut dengan ikan

baru karang atau reef yaitu ikan yang tinggal di air tropis yang hangat

yang telah memakan makanan beracun tertentu. Racun tidak mau pergi

pada saat ikan telah dimasak atau dibekukan.

b. Cara kedua adalah Scombroid poisoning, yaitu suatu substansi seperti

histamin yang terbentuk didalam beberapa ikan dan tumbuhan laut pada

saat mereka mendapatkan kondisi terlalu hangat setelah ditangkap.

Histamin adalah suatu bahan kimia yang bertindak seperti layaknya

alarm yagn membiarkan sistem kekebalan anda mengetahui bahwa ada

infeksi atau peradangan atau benda asing menyerang bagian tubuh anda.

Jika anda makan ikan yang tidak dengan layak atau dengan baik

didinginkan setelah penangkapan anda mungkin akan bereaksi

keracunan histamin yagn dilepaskan ke dalam tubuh anda.

Amina biogenik (histamin) terbentuk melalui dekomposisi bakteri dari

histidin bebas. Histidin merupakan asam amino alami yang ditemukan

dalam jaringan otot ikan yang hidup di perairan tropis dan subtropis.

Timbulnya histamin disebabkan penanganan ikan yang tidak baik selama

penangkapan, penanganan dan penyimpanan.


Histamin berkembang setelah ikan mati dan akan meningkat jika ikan

terlalu lama diluar air setelah kematian dan tidak cukup pendinginannya

segera setelah di atas kapal. Histidin pada suhu di atas 16°C (60°F) pada

kondisi kontak dengan udara, akan dikonversi menjadi histamin melalui

enzim dekarboksilase histidin yang dihasilkan oleh bakteri yang ada dalam

insang dan usus, antara lain bakteri Morganella morganii. Kondisi inilah

yang merupakan salah satu alasan mengapa ikan harus disimpan pada suhu

rendah.

Produksi histamin pada ikan dapat terjadi cukup cepat. Dalam suatu

kejadian, tingkat ambang racun yang dicapai hanya setelah tiga sampai

empat jam penyimpanan pada suhu kamar. Semakin besar suhu, semakin

tinggi tingkat histamin yang dapat dihasilkan. Kandungan lebih dari 50

mg/100 g daging ikan dianggap berpotensi berbahaya. Di Kanada, ikan

impor ditolak jika mengandung histamin lebih dari 10 mg per 100 g daging

ikan.

Histamin tahan panas, sehingga setelah terbentuk tidak dapat hilang

oleh suhu memasak secara normal, sehingga ikan yang dimasak dengan

benarpun masih dapat menyebabkan keracunan. Tidak ada cara pencucian

atau pemasakan yang dapat menghilangkan atau menghancurkannya.

Demikian juga, pembekuan tidak akan mengurangi atau merusak histamin

setelah terbentuk. Keberadaan histamin tidak bisa dideteksi secara sensorik

karena tidak berbau dan tidak berwarna.


Pembentukan histamin pada ikan dapat dikurangi secara drastis

dengan pendinginan secepat mungkin sampai 4°C (internal). Ingat bahwa

ikan yang lebih besar memakan waktu lebih lama untuk mendinginkan dari

pada ikan yang kecil. Pengeluaran isi perut (pengangkatan usus) dari ikan

yang lebih besar adalah cara yang baik untuk membantu menghilangkan

bakteri yang menyebabkan pembentukan histamin.

Pastikan rongga perut diisi dengan media pendingin agar bagian kritis

pada ikan ini dapat lebih cepat dingin. Pengeluaran isi perut harus

dilakukan dengan hati-hati agar tidak mencemari daging atau bagian ikan

lainnya.

Bahkan pada ikan yang berbau normalpun, histamin masih bisa terjadi

dan menyebabkan penyakit jika ikan belum didinginkan dengan cepat, dan

terus dijaga dalam kondisi dingin. Pendinginan ikan, sekaligus akan

mencegah bakteri pembusuk lainnya dari pembiakan dan akan membantu

memastikan bahwa ikan dalam kondisi kualitas tertinggi.

4. Manifestasi Klinik

Keracunan ikan dan tumbuhan laut, terutama yang ringan, sering

terlewatkan karena menyerupai atau rancu dengan reaksi alergi. Timbulnya

gejala keracunan histamin cukup cepat, biasanya terjadi dalam waktu 10

menit sampai 4 jam setelah mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi.

Serangan yang cepat inilah yang merupakan salah satu alasan mengapa

keracunan scombroid ini lebih sering dilaporkan, daripada banyak

keracunan makanan lain yang bereaksi jauh lebih lambat.


Gejala awal keracunan menunjukkan reaksi alergi seperti kemerahan

pada wajah/berkeringat, rasa panas-sensasi rasa pedas di mulut dan

tenggorokan, pusing, mual, sakit kepala, denyut jantung meningkat

(berdebar), dan gejala seperti flu.

Gejala awal tersebut dapat bertambah dengan ruam wajah (keluar

bintik-bintik merah), ruam badan seperti biduran, gatal-gatal, bengkak-

bengkak, diare jangka pendek, dan kram perut.

Dalam kasus terburuk, keracunan dapat menyebabkan penglihatan

kabur, gangguan pernapasan, dan pembengkakan lidah. Gejala biasanya

berlangsung sekitar tiga jam, tetapi ada yang mengalami sampai beberapa

hari. Dalam kasus yang jarang terjadi, keracunan ini dapat menyebabkan

kematian.

5. Penalaksanaan

Apabila terjadi kasus keracunan, sebaiknya korban segera dibawa ke

dokter untuk diberikan pengobatan sesuai tingkat keparahannya. Tindakan

pengobatan yang mungkin diberikan antara lain pemberian obat

antihistamin, cairan infus untuk menggantikan cairan yang hilang karena

muntah dan diare, obat untuk menghentikan muntah, obat untuk reaksi

alergi yang parah (jika diperlukan), dan bantuan pernapasan (dalam kasus

yang jarang terjadi).

Sedangkan tindakan lain yang diberikan adalah :

a. Tindakan Emergensi, meliputi :

Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi


Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas

spontan atau pernafasan tidak adekuat

Sirkulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat

dan perbaiki perfusi jaringan.

b. Resusitasi

Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa

pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan, O2,

hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat – obatan depresan

saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas berat.

Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun orga

fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan hanya

di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat bag –

valve – mask.

c. Identifikasi penyebab

Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi

hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai menunda

usaha – usaha penyelamatan penderita yang harus segera di lakukan.

d. Mengurangi absorbsi

Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di lakukan

dengan merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorbsi racun

dengan karbon aktif dan membersihkan usus


e. Meningkatkan eliminasi

Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan diuresis

basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan hemoperfus

6. Cara menghindari keracunan ikan dan tumbuhan laut

Untuk menghindari keracunan scombroid pada ikan dan tumbuhan

laut sejak di tempat pertama kali diambil adalah dengan mencegah produksi

racun. Untuk itu harus dilakukan pendinginan pada suhu 4oC (40oF)

sepanjang waktu penyimpanan. Jangan membeli ikan segar yang disimpan

dengan suhu diatas 4oC, dan ikan segar harus segera digunakan atau

dimasak setelah waktu 48 jam pada suhu pendinginan.

Untuk meghindari keracunan dikarenakan ciguatera poisoning, jangan

memakan ikan yang biasanya menjadi carier atau pembawa racun. Yang

meliputi amberjack, grouper, snapper, sturgeon (ikan yang menghasilkan

telur), king mackerel (ikan air tawar), barracuda and belut moray. Racun

yang ada dalam ikan lebih terkonsentrrasi di dalam organ dalam ikan,

sehingga sebaiknya jangan pernah mengkonsumsinya.

G. Komplikasi

a. Kejang

b. Koma

c. Henti jantung

d. Henti napas (Apneu)

e. Syok
H. Penatalaksanaan

1) Penanganan pertama pada keracunan makanan

a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan

memberi korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.

b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban

untuk muntah.

c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke

bawah dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar

tidak tersedak.

d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.

e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut

korban bila ia dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha

memuntahkannya jika tidak tahu racun yang di telan.

f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan

seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak

tanah, tiner, serta pembersih toilet.

2) Penanganan di rumah sakit

a) Tindakan emergency

Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan

inkubasi

Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak

bernafas spontan atau pernafasan tidak adekuat

Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat


darurat dan perbaiki perfusi jaringan.

b) Resusitasi.

Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan

dan nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas buatan,

oksigen, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat-obatan

depresan saluran nafas, Jika perlu respirator pada kegagalan nafas

berat.Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun

organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan

buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau

menggunakan alat bag – valve – mask.

3) Eliminasi

Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang

sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang

setelah 20 menit bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ),

dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus

dan besar.Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang

kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.

Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam

setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh

dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya

dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma

derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya


dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal

berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.

4) Antidotum (penawar racun)

Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi

Akhir pada tempat penumpukan.

a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg

b) Dilanjutkan dengan 0,5-1 mg setiap 5-10-15 menitsampai timbul

gejala - gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,

midriasis, febris dan psikosis).

c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15-30-60 menit

selanjutnya setiap 2-4-6-8 dan 12 jam.

d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2x24 jam.

Penghentian yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect

berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering

fatal.
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1. Pengkajian Primer

A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi

hipersaliva

B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat

dan dalam

C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif

maka percernaan akan mengalami perdarahan

dalam terutama lambung.

D (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang

kesadaran apabila keracunan dalam dosis yang

banyak.

E (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan,

pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia,

pucat, hipersaliva

F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter

diperlukan untuk pengeluaran urin


2. Pengkajian Sekunder

a. Data Subjektif

- Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah,

perdarahan saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di

tenggorokan dan lambung.

- Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun

yang digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada

masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang

ditimbulkan dan kapan terjadinya.

b. Data Objektif

- Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan

perdarahan saluran pencernaan.

- Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus,

disorientasi, delirium, kejang sampai koma.

- BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.

- Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam

jumlah besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.

- Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan

trombositopenia.

- Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia

atau hipokalsemia
c. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Laboratorium rutin (darh, urin, feses, lengkap)tidak banyak

membantu.

2) Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat

membantu diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di

bawah 50 %. Kadar meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar

barbiturat plasma : penting untuk penentuan derajat keracunan

barbiturate.

3) Pemeriksaan toksikologi :

- Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et

repertum”

- Bahan diambil dari : Muntuhan penderita / bahan kumbah

lambung yang pertama (100 ml), Urine sebanyak 100 ml, darah

tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersaliva

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distress pernafasan

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah

4. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hipoksia

jaringan

5. Ketidakefaktifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

hipoventilasi, emboli paru


C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan 1. Monitor vital sign
jalan napas berhubungan 2. Pelihara kepatenan jalan nafas
dengan hipersaliva 3. Lakukan suction untuk menghilangkan hipersaliva
4. Berikan bronkodilator bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada bila perlu
6. Monitor respirasi dan status O2
7. Berikan infus dextrose 5 %
2. Ketidakefektifan pola napas 1. Buka jalan napas menggunakan tekhnik jaw thrust
berhubungan dengan disstres 2. Berikan oksigen therapy 4-6 liter menggunakan
pernafasan nasal kanul atau sesuai instruksi
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor vital sign
5. Auskultasi suara napas
2. Kekurangan volume cairan 1. Monitor TTV
berhubungan dengan mual, 2. Lakukan kumbah lambung apabila keracunan
muntah bukan disebabkan zat korosif
3. Berikan antidot untuk menghilangkan efek racun
4. Berikan penggantian nasogastrik sesuai output
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN MARITIM DENGAN KERACUNAN IKAN


ATAU TUMBUHAN LAUT

I. PENGKAJIAN

A. Data Biografi

1. Identitas Klien

a) Nama inisial klien : Tn. J

b) Umur : 26 Tahun

c) Alamat : Anduonohu

d) Jenis Kelamin : Laki-Laki

e) Status Perkawinan : Belum Kawin

f) Suku/Bangsa : Buton

g) Agama : Islam

h) Pendidikan Terakhir : S1

i) Pekerjaan : Swasta

2. Identitas Penanggung Jawab

a) Nama /Inisial : Tn. O

b) Umur : 33 Tahun

c) Alamat : Anduonohu

d) Jenis Kelamin : Laki-Laki

e) Hubungan dengan Klien : Saudara Kandung

f) Telp : 0823xxxxxxxx

23
B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama Saat MRS : sesak nafas, mual muntah

2. Keluhan Utama saat pengkajian : sesak nafas, mual dan muntah

Riwayat Keluhan Utama : Klien mengatakan mual dan muntah

sudah 5 kali setelah makan ikan laut, terasa sesak dan dingin.

3. Riwayat Kesehatan sekarang :

Klien datang ke UGD sekitar pukul 15.30 WITA dengan keluhan sesak

nafas mual dan muntah. Tekanan darah : 100/70 mmHg, Suhu : 360C ,

Nadi : 80 kali/menit, Pernafasan : 28 kali/menit, terpasang infus RL 20

tts/mnt.

4. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita:

Klien tidak pernah menderita penyakit parah hingga dirawat di RS

sebelumnya.

5. Kebiasaan

√ Merokok Obat-obatan

Alkohol Ketergantungan

Obat/Alkohol

Tidak Ada Ketergantungan

6. Riwayat Alergi

Tidak ada

7. Riwayat Kehamilan : -

24
8. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram 3 Generasi)
X X X X Generasi I

60
Generasi II
X X X 63 57 ? ? 60 58

Generasi III
35 33 26

Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Hubungan pernikahan
: Hubungan saudara
: Pasien
: Tinggal serumah

? : Tidak diketahui umurnya

X : Meninggal dunia

C. Keadaaan Umum dan Pengukuran TTV

1. Keadaan Umum : Composmentis

2. Tekanan Darah : 100/70 mmHg

3. Nadi : 80 x/menit

4. Pernapasan : 28 x/menit

5. Suhu : 35˚C

6. Klien nampak sesak

7. Klien nampak lemah

8. Klien nampak pucat

25
D. Pengkajian

1. Pemeriksaan fisik

a. Perubahan Sensori

1) Penglihatan

a) Inspeksi

 Ketajaman Visual : Normal

 Kelopak Mata : Normal

 Sclera : Normal (Putih)

 Konjungtiva : Normal (Merah Muda)

 Reaksi : Normal

 Gerakan Bola Mata : Normal

 Lapang Pandang : Normal

 Perubahan Penglihatan : Tidak Ada

 Diplopia :-

 Potopobia :-

b) Palpasi

 TIO :-

 Pemerikasaan Opthalmoscopy : -

2) Pendegaran

a) Kebiasaan Perawatan/Membersihkan Telinga : klien rajin

membersihkan telinganya

b) Kemampuan pendengaran : Normal

Inspeksi dan palpasi :

26
 Tanda-tanda infeksi : tidak ada

3) Penciuman

a) Fungsi penciuman : Normal

b) Gangguan yang sering dialami :-

Inspeksi dan palpasi :

a) Polip :-

b) Perdarahan :-

c) Peradangan : -

d) Sinus : Normal

4) Pengecapan

a) Keadaan lidah : normal

b) Fugsi mengecap : normal

c) Warna lidah : merah mudah

d) Lesi :-

e) Nodul lidah : normal

5) Taktil peraba

a) Kemerahan :-

b) Bengkak :-

c) Nyeri :-

d) Sensasi :-

b. Respirasi

1) Inspeksi

a) Bentuk dada : Normal

27
b) Frekuensi pernapasan : 28x/menit

c) Irama : Normal

d) Pengembangan dada : Simetris

e) Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan

f) Retraksi : Ada

g) Modulasi O2 : terpasang O2 2 liter/mnt

h) Batuk : - sputum, warna :-

2) Palpasi

a) Nyeri tekan : tidak ada

b) Massa : tidak ada

c) Ekspansi dada : tidak simetris

d) Taktil fremitus : tidak simetris (melemah pada paru kiri)

e) Deviasi trchea :-

3) Perkusi

a) Batas-batas paru : Normal

b) Vokal resonansi : normal

4) Auskultasi

a) Bunyi napas

Bronchial : Terdengar di atas manubrium bronchovesikuler :

Ruang interkostal pertama, vesikuler : pada area lapang paru

b) Bunyi napas tambahan : -

28
c) Kardiovaskuler

1) Inspeksi

a) Ictus cordis : Normal

b) Distensi vena jugularis :-

c) Arteri karotis : teraba

d) CRT : < 3 detik

e) Edema tungkai :-

f) clubbing finger :-

g) saturasi oksigenasi : -

2) Palpasi

a) Denyut apeks : Normal (teraba pada saat systole)

b) Pitting edema :-

c) Nyeri tekan :-

d) Akral dingin :-

e) Denyut arteri karotis : Normal

3) Perkusi

a) Ukuran jantung : Normal

b) Suara perkusi : Normal (Pekak)

4) Auskultasi

a) S1 : Normal (Lub)

b) S2 : Normal (Dub)

c) Bunyi jantung abnormal :-

d) Irama jantung : Reguler

29
e) Denyut jantung : 80x/menit (Normal)

d) Gastrointestinal

1) Inspeksi

a) Kebisaan perawatan gigi : 2x/sehari

b) Kebersihan gigi : Bersih

c) Pemakaian gigi palsu :-

d) Pendarahan/lesi :-

e) Produksi saliva : Normal

f) Posisi ovula : Normal

g) Masalah menelan :-

h) Fungsi mengunyah : Normal

i) Terpasang NGT :-

j) Kesimetrisan abdomen : Simetris

k) Keadaan kulit abdomen : Bersih, tidak ada luka/lesi

l) Pembesaran abdomen :-

m) Bayangan vena abdominalis :-

n) Keadaan anus : Normal

o) Hemmorhoid eksternal/internal : -

2) Palpasi

a) Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada

b) Nyeri tekan abdomen :-

c) Massa :-

30
d) Hepar : Normal, tidak ada

pembengkakan

3) Perkusi

a) Penimbunan cairan : -

b) Penimbunan udara :-

c) Batas hepar : Normal

4) Auskultasi

a) Bising usus : 12x/menit (Normal )

b) Gerakan vaskuler : -

e) Perkemihan

1) Inspeksi

a) Pembesaran ginjal :-

b) Distensi kandung kemih :-

c) Asites :-

d) Penggunaan alat bantu BAK :-

2) Palpasi

a) Pembesaran ginjal :-

b) kandung kemih :-

3) Perkusi

a) Ginjal : Normal

b) kandung kemih : Normal (pekak karena terdapat

urine)

31
4) Auskultasi

a) Bruit arteri renalis :

f) Reproduksi

1) Payudara

Inspeksi dan palpasi

a) Kebiasaan memeriksa sendiri : Tidak pernah

b) Keadaan puting susu : Normal

c) Perubahan bentuk :-

d) Massa :-

e) Nyeri :-

2) Genitalia

Inspeksi

a) Keadaan organ kelamin luar :Normal

b) Laki-laki

 Sircum :

 Scorotum :Normal

g) Imun & Hematologi

1) Inspeksi

a) Pembesaran nodus limfe :-

b) Ptekie :-

2) Palpasi

a) Massa pada nodus limfe :-

b) Pembesaran limpa :-

32
h) Neurologi

1) Tingkat kesadaran : Composmentis

2) Status mental

a) Atensi : Baik

b) Orientasi (orang, tempat waktu) : Terorientasi (dapat mngenal

orang disekitarnya, tempat dan mngetahui waktu sekarang)

c) Daya ingat : Normal

d) Perhatian : Kurang

e) Fungsi bahasa : Normal

f) Respon emosional : Normal

3) Sistem motorik

a) Keseimbangan : Normal

b) Gerakan abnormal (tremor,kejang) : -

c) Koordinasi gerak : Normal

4) Tes fungsi sensorik :

a) Sensasi (nyeri, suhu, tekan) : Normal

b) Fibrasi : Normal

c) Rasa interoseptif :-

5) Reflek patologis

a) Babinsky :-

6) Refleks fisiologi

a) Biseps : Normal

b) Triseps : Normal

33
c) Patella : Normal

d) Achiles : Normal

7) Pemeriksaan Nervus

a) Nervus I : Normal

b) Nervus II : Normal

c) Nervus III : Normal

d) NervusIV : Normal

e) Nervus V : Normal

f) Nervus VI : Normal

g) Nervus VII : Normal

h) Nervus VIII : Normal

i) Nervus IX : Normal

j) Nervus X : Normal

k) Nervus XI : Normal

l) Nervus XII : Normal

i) Muskuloskeletal

1) Inspeksi

a) Deformitas :-

b) Postur : Normal

c) ROM :

d) Ukuran otot (hipertrofi/Atropy) : -

34
2) Palpasi

a) Edema :-

b) Krepitasi :-

c) Nyeri tekan :-

d) Perubahan suhu :-

j) Integumen

1) Inspeksi

a) Edema :-

b) Diaforesis :-

c) Kelembaban kulit : Normal (Lembab)

d) Warna kulit : Sawo matang

e) Drainase :-

f) Balutan :-

g) Ulkus/luka :-

h) Kelainan rambut (Alopesia) : -

i) Kelainan kuku :-

2) Palpasi

a. Suhu : Normal

b. Turgor : baik

2. Pola Kegiatan Sehari-hari (ADL)

1. Nutrisi

a. Kebiasaan

1) Pola makan : pagi, siang dan malam

35
2) Frekuensi makan : 3x/hari

3) Porsi makan : 2 piring

4) Nafsu makan : baik

5) Makanan yang disukai : Daging

6) Makanan Pantangan : tidak ada

7) Banyaknya minum dalam sehari : +1500 ml

8) Jenis minuman yang disukai dan yang tidak disukai : makanan

yang tidak disukai adalah terong

9) Berat badan : 63 kg

10) Tinggi Badan : 169 cm

b. Perubahan selama sakit :

1) Pola makan : pagi, siang, malam

2) Frekuensi makan : 3x/hari

3) Porsi makan : 1/2 piring

4) Nafsu makan : menurun

5) Makanan yang disukai : ikan goreng

6) Makanan Pantangan : tidak ada

7) Banyaknya minum dalam sehari : kurang lebih 500 ml

8) Jenis minuman yang disukai dan yang tidak disukai : teh panas

9) Berat badan : 60 kg

10) Tinggi Badan : 169 cm

36
2. Eliminasi

a. Buang Air Besar (B.A.B)

1)Kebiasaan :

Frekuensi dalam sehari : 2x, Warna : kuning jernih, Konsistensi :

padat

2)Perubahan selama sakit : frekuensi 1x

b. Buang Air Kecil (B.A.K)

1) Kebiasaan : .

Frekuensi dalam sehari : 4-5x, Warna : kuning jernih, bau :

Amoniak

2) Perubahan yang terjadi selama sakit : frekuensi dalam sehari : 2-3x,

Warna : kuning keruh, bau : Amoniak

3. Olah raga dan Aktivitas

a. Kegiatan olah raga yang disukai : volyball

b. Apakah olah raga dilaksanakan secara teratur : tidak

4. Istirahat dan Tidur

a. Tidur malam jam : 23.00, bangun jam : 05.00.

b. Tidur siang jam : tidak dikaji

c. Apakah mudah terbangun : tidak

d. Apa yang dapat menolong untuk tidur nyaman : suara music

instrument

5. Personal Hygiene (Kebersihan Perorangan)

a. Kebiasaan mandi/hari : 2x sehari

37
b. gosok gigi/hari : 2x/hari saat mandi

c. Kebersihan rambut : bersih

d. Mengganti Pakaian : 2x sehari sesudah mandi

3. Pola Interaksi Sosial

1. Siapa orang yang penting/terdekat : kakak kandung

2. Organisasi sosial yang diikuti : tidak ada

3. Jika mempunyai masalah, apakah dibicarakan dengan orang yang

dipercayai/terdekat : ya

4. Bagaimana anda mengatasi suatu masalah dalam keluarga : berdiskusi

bersama istri

5. Bagaimana interaksi dalam keluarga : baik

4 Kesehatan Sosial

1. Keadaan rumah dan lingkungan : tidak dikaji

2. Status rumah : tidak dikaji

3. Cukup / Tidak : tidak dikaji

4. Bising / Tidak : tidak dikaji

5. Banjir / Tidak : tidak dikaji

5. Kegiatan Keagamaan

c) Ketaatan menjalankan ibadah : pasien sholat

d) Keterlibatan dalam organisasi keagamaan : tidak ada

38
KLASIFIKASI DATA

Data Obyektif Data Subyektif


- Klien nampak lemah - Klien mengatakan habis makan
- Klien nampak sesak ikan laut
- Klien nampak pucat - Klien mengatakan terasa sesak
- Tekanan darah : 100/70 - Klien mengatakan mual
mmHg, - Klien mengatakan muntah sudah 5
- Suhu : 360C kali
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36 kali/menit,
- Terpasang infus RL 20 tts/mnt.
- Takipnea

ANALISA DATA

No. Data Senjang Kemungkinan Masalah


Penyebab
1. DS : Hambatan
- Klien mengatakan terasa pertukaran
sesak gas
DO :
- Klien nampak lemah
- Klien nampak sesak
- Klien nampak pucat
- Tekanan darah : 100/70
mmHg,
- Suhu : 370C
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36 kali/menit,
- Terpasang infus RL 20
tts/mnt.
- Takipnea
2. DS : Mual dan muntah Defisiensi
- Klien mengatakan mual volumen
- Klien mengatakan muntah cairan
sudah 5 kali
- Klien mengatakan habis
makan ikan laut
DO :
- Klien nampak lemah
- Klien nampak pucat
- Akral dingin
- Turgor kulit jelek
- Tekanan darah : 100/70

39
mmHg,
- Suhu : 370C
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36 kali/menit,
- Terpasang infus RL 20
tts/mnt.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


RUMUSAN
NO DATA DOMAIN KODE DIAGNOSIS SASARAN
KEPERAWATAN
1 DS : Domain 3: 00030 Hambatan Individu
- Klien mengatakan Elminasi/Pertukaran pertukaran gas
terasa sesak Kelas 4 :
DO : Fungsi respirasi
- Klien nampak lemah
- Klien nampak sesak
- Klien nampak pucat
- Tekanan darah : 100/70
mmHg,
- Suhu : 370C
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36
kali/menit,
- Terpasang infus RL 20
tts/mnt.
- Takipnea
2 DS : Domain 2: 00027 Defisiensi volume Individu
- Klien mengatakan mual Nutrisi cairan
- Klien mengatakan Kelas 5 :
muntah sudah 5 kali Hidrasi
- Klien mengatakan habis
makan ikan laut
-
DO :
- Klien nampak lemah
- Klien nampak pucat
- Akral dingin
- Turgor kulit jelek
- Tekanan darah : 100/70
mmHg,
- Suhu : 370C
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36

40
kali/menit,
- Terpasang infus RL 20
tts/mnt.

41
III. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
DATA NOC NIC
KEPERAWATAN
Data Pendukung Masalah
Kode Diagnosis Kode Hasil Kode Intervensi
Kesehatan
DS : 00030 Hambatan Setelah dilakukan tindakan 3350 Monitor pernapasan
- Klien mengatakan terasa pertukaran keperawatan selama 2 x 24 jam : Aktifitas Keperawatan :
sesak gas masalah teratasi. 1. Monitor kecepatan irama,
DO : 0411 Respon ventilasi mekanik :
kedalaman dan kesulitan bernapas
- Klien nampak lemah Dewasa
Skala 1 : deviasi dari berat kisaran 4584 2. Monitor suara napas tambahan
- Klien nampak sesak
normal, skala 2 : deviasi yang Manajemen jalan napas
- Klien nampak pucat
- Tekanan darah : 100/70 cukup dari berat kisaran normal, Aktifitas Keperawatan :
mmHg, skala 3 : deviasi sedang dari berat 1. Posisikan pasien untuk
- Suhu : 370C kisaran normal, skala 4 : deviasi memaksimalkan ventilasi
- Nadi : 88 kali/menit, ringan dari berat kisaran normal, 2. Lakukan fisioterapi dada
- Pernafasan : 36 kali/menit, Skala 5 : tidak ada deviasi dari
sebagaimana mestinya
- Terpasang infus RL 20 berat kisaran normal, dengan
kriteria : Terapi oksigen
tts/mnt.
041102 1. Tingkat pernapasan (skala 2 3320 Aktifitas Keperawatan :
- Takipnea
menjadi 4) 1. Berikan oksigen tambahan sesuai
041103 2. Irama pernapasan (skala 2 yang diperintahkan
menjadi 4) 2. Monitor aliran oksigen

42
DS : 00027 Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 4120 Manajemen cairan
- Klien mengatakan mual volume keperawatan selama 2 x 24 jam : Aktifitas Keperawatan :
- Klien mengatakan muntah cairan masalah teratasi. 1. Monitor status hidrasi (misalnya
sudah 5 kali membrane mukosa lembab, denyut
- Klien mengatakan habis 0602 Hidrasi
Skala 1 : sangat terganggu, skala 2 : nadi kuat)
makan ikan laut
DO : besarly compromised, skala 3 : 2. Monitor TTV pasien
- Klien nampak lemah cukup terganggu, skala 4 : sedikit 3. Berikan terapi IV sesuai yang
- Klien nampak pucat terganggu, Skala 5 : tidak ditentukan
- Akral dingin terganggu, dengan kriteria : 4. Berikan cairan yang tepat
- Turgor kulit jelek 060201 1. Turgor kulit (skala 2 menjadi 5) 4180 Manajemen hipovolemi
- Tekanan darah : 100/70 060202 2. Membrane mukosa lembab
Aktifitas Keperawatan :
mmHg, (skala 2 menjadi 5)
060215 3. Intake cairan (skala 2 menjadi 5) 1. Monitor adanya tanda-tanda
- Suhu : 370C
060211 4. Output urine (skala 2 menjadi 5) dehidrasi
- Nadi : 88 kali/menit,
- Pernafasan : 36 kali/menit, 2. Monitor adanya tanda-tanda
- Terpasang infus RL 20 hipotensi, pusing saat berdiri
tts/mnt. 3. Monitor sumber kehiangan cairan
sepertia diare, muntah, keringat
berlebihan dan takipnea
4. Dukung asupan cairan oral
5. Instruksikan kepada keluarga untuk
mencatat input dan output cairan
dengan tepat

43
IV. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/ Diagnosa
Tindakan Evaluasi
Jam Keperawatan
21 November Kode : 00030 1. Memonitor kecepatan irama, kedalaman dan kesulitan S:-
2019 Diagnosa : bernapas O:
Pkl 11.00 WITA Hambatan Hasil : napas takipnea, RR : 36x/i  napas takipnea, RR : 36x/i
pertukaran gas  tidak terdengar suara napas tambahan
2. Memonitor suara napas tambahan
 klien posisi semifowler
Hasil : tidak terdengar suara napas tambahan  klien dilakukan fisioterapi dada
3. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi  klien diberikan oksigen 2 lpm
Hasil : klien posisi semifowler  aliran oksigen lancar
3. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
Hasil : klien dilakukan fisioterapi dada A : Masalah belum teratasi
4. Memberikan oksigen tambahan sesuai yang diperintahkan
P : Lanjutkan intervensi
Hasil : klien diberikan oksigen 2 lpm
5. Memonitor aliran oksigen
Hasil : aliran oksigen lancar

22 November Kode : 00027 1. Memonitor status hidrasi (misalnya membrane mukosa S:-
2019 Diagnosa : lembab, denyut nadi kuat) O:
Pkl 11.00 WITA Defisiensi volume Hasil : Membran mukosa kering, nadi teraba lemah  Membran mukosa kering, nadi teraba
cairan lemah
2. Memonitor TTV pasien
 TD : 100/70 mmHg, RR : 20x/mnt, S :
Hasil : TD : 100/70 mmHg, RR : 20x/mnt, S : 36,2oC, N : 36,2oC, N : 80x/mnt
80x/mnt  Klien terpasang cairan RL 20 tts/mnt

44
3. Memberikan terapi IV sesuai yang ditentukan  Klien diberikan intake air putih
Hasil : Klien terpasang cairan RL 20 tts/mnt  Mukosa bibir kering
4. Memberikan cairan yang tepat  TD = 100/70 mmHg, tidak pusing saat
berdiri
Hasil : Klien diberikan intake air putih
 Klien masih muntah
5. Memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi  Menyemangati klien untuk
Hasil : Mukosa bibir kering mengingkatkan asupan cairan
6. Memonitor adanya tanda-tanda hipotensi, pusing saat  Keluarga nampak mencatat masukan
berdiri dan keluaran cairan pasien
Hasil : TD = 100/70 mmHg, tidak pusing saat berdiri
7. Memonitor sumber kehiangan cairan sepertia diare, muntah, A : Masalah belum teratasi
keringat berlebihan dan takipnea
P : Lanjutkan intervensi
Hasil : Klien masih muntah
8. Mendukung asupan cairan oral
Hasil : Menyemangati klien untuk mengingkatkan asupan
cairan
9. Menginstruksikan kepada keluarga untuk mencatat input
dan output cairan dengan tepat
Hasil : Keluarga nampak mencatat masukan dan keluaran
cairan pasien

45
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh manusia yang

menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya. Kontaminasi toksin alami

pada ikan ataupun organisme aquatik lainnya mengakibatkan keracunan bagi yang

mengkonsumsinya. Keracunan ikan dan tumbuhan laut, terutama yang ringan, sering

terlewatkan karena menyerupai atau rancu dengan reaksi alergi. Timbulnya gejala

keracunan histamin cukup cepat, biasanya terjadi dalam waktu 10 menit sampai 4 jam

setelah mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi. Asuhan keperawatan pada pasien

toksis (keracunan ikan dan tumbuhan laut) sangat komprehensif meliputi pengkajian,

penetapan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

B. Saran

Peningkatan pengetahuan dan skill perawat sangat diperlukan untuk menentukan

diagnose keperawatan yang tepat, merencanakan tindakan dan melakukan tindakan

keperawatan professional sesuai dengan yang telah direncanakan. Bagi para nelayan dan

masyarakat agar lebih berhati-hati dala melakukan penyelaman.

46
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius. FKUI
: Jakarta
Nanda Internasional I. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran.:EGC.
Suzanne C. Brenda G.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EG

Bulechek, GM, Butcher, HK, Dochterman, JM, Wagner, CM, 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia. Elsivier
Moorhead, S, Johnson, M, Maas, ML, Swanson, E. 2016. Nursing Outcome Classifications
Edisi Bahasa Indonesia. Elsivier

47

Anda mungkin juga menyukai