Anda di halaman 1dari 30

A.

PENGKAJIAN FISIK
Pengkajian temuan fisik dilakukan untuk mendukung data yang diperoleh dari
riwayat kesehatan. Informasi dasar diperoleh dari riwayat kesehatan. Bagi
pasien jantung akut, pemeriksaan fisik dilakukan dengan mengukur tanda vital
secara rutin (tiap 4 jam, atau lebih bila perlu).
Selain pengkajian keadaan umum pasien, pengkajian jantung harus berisi pula
evaluasi sebagai berikut:
 Efektivitas jantung sebagai pompa
 Volume dan tekanan pengisian
 Curah jantung
 Mekanisme kompensasi
Faktor yang menunjukkan bahwa jantung tidak mampu berkontraksi secara
memadai atau berfungsi secara efektif sebagai pompa meliputi:
 Penurunan tekanan nadi
 Pembesaran jantung
 Adanya murmur dan irama gallop (bunyi jantung abnormal)
Jumlah darah yang mengisi atrium dan ventrikel serta tekanan yang terjadi
(dinamakan volume dan tekanan pengisian) dapat diperkirakan dengan derajat
distensi vena jugularis (JVD) dan ada atau tidaknya kongesti paru, edema
perifer, dan perubahan tekanan darah postural yang terjadi saat bangun atau
berdiri. Curah jantung dicerminkan oleh frekuensi jantung, tekanan nadi,
tahanan vaskuler perifer, haluaran urin, dan manifestasi sistem saraf pusat.
1. Keadaan Umum
Observasi tingkat distress pasien. Tingkat kesadaran harus dicatat dan
dijelaskan. Evaluasi terhadap kemampuan pasien untuk berpikir secara
logis sangat penting dilakukan karena merupakan cara untuk menentukan
apakah oksigen mampu mencapai otak (perfusi otak). Catat tingkat
ansietas pasien pada status, disertai setiap faktor emosional yang
mempengaruhi.
2. Pemeriksaan Tekanan Darah
27
Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah
jantung, ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan(viskosotas)
darah. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik
terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari
100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80.
Tekanan nadi yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Nilai
normalnya sekitar 40 mmHg. Peningkatan tekanan darah dinamakan
hipertensi; penurunan disebut hipotensi. Bila hanya tekanan sistolik saja
yang meningkat (hipertensi sistolik), terjadilah pelebaran tekanan nadi.
Hal ini terjadi pada aterosklerosis (pengerasan arteri) dan pada
tirotoksikosis. Peningkatan tekanan diastolik selalu diikuti dengan tekanan
sistolik. Peningkatan tekanan diastolik sampai 95 mmHg harus
diperhatikan terutama pada pasien muda; peningkatan tekanan diastolik
melebihi 95 mmHg menunjukkan hipertensi yang sebenarnya dan
memerlukan penelitian dan pengontrolan.
Pengukuran Tekanan Darah dapat diukur secara langsung ataupun tidak
langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam
arteri. Pengukuran tidak langsung dilakukan dengan sfigmomanometer dan
stetoskop. Dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan
diastolik dengan lebih akurat. Saat manset dikempiskan kita
mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah
sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai bunyi Korotkoff, terjadi bersamaan
dengan detak jantung, dan akan terus terdengar sampai sampai tekanan
turun dibawah tekanan diastolik. Kadang-kadang terjadi penghilangan
sementara saat mengauskultasi tekanan darah. Penghilangan ini dinamakan
gap auskulatori. Misalnya, bunyi korotkoff terdengar pada 170 mmHg,
menghilang pada 150 mmHg, kembali pada 130, dan menghilang lagi pada
90. Pasien tersebut menderita gap auskulatori sebanyak 20 poin. Hal ini
biasanya terjadi pada pasien dengan tekanan darah tinggi atau stenosis
aorta berat(penyempitan muara katup antara ventrikel kiri dan aorta,
menurunkan aliran darah ke aorta).
27
 Palpasi Tekanan Darah. Ketika manset dikempiskan, arteri brakialis atau
radialis diraba. Pembacaan dimana teraba lagi denyutan adalah tekanan
sistolik. Tetapi dengan palpasi tekanan diastolik tidak dapat ditentukan
dengan akurat.
Tekanan Nadi yaitu perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik yang
mencerminkan volume sekuncup, laju ejeksi, dan tahanan vaskuler
sistemik. Tekanan nadi dapat dijadikan sebagai indilkator non invasif
kemampuan pasien mempertahankan curah jantung.
 Perubahan Tekanan Darah Postural
Hipotensi postural (ortostatik) terjadi bila tekanan darah turun secara
bermakna saat pasien berdiri; biasanya disertai pusing, kepala melayang,
atau sinkop. Meskipun ada banyak penyebab hipotensi postural, namun
ada tiga yang paling sering ditemukan pada pasien jantung yaitu
berkurangnya jumlah cairan atau darah dalam sistem peredarah darah;
mekanisme vasokonstriktor yang tidak adekuat; dan efek otonomik yang
tidak cukup pada konstriksi vaskuler.
Perubahan-perubahan berikut penting dlam pengkajian perubahan tekanan
darah postural:
 Posisikan pasien terlentang dan sedatar mungkin sampai gejala
menghilang paling tidak 10 menit sebelum pengukuran tekanan darah
dan frekuensi jantung awal.
 Selalu melakukan pengukuran dengan posisi terlentang sebelum
pengukuran dengan posisi tegak.
 Selalu mencatat baik frekuensi jantung maupun tekanan darah dan
catat pula posisinya.
 Jangn melepas manset pada setiap perubahan posisi, namun dicek
apakah posisi manset sudah benar.
 Kaji perubahan tekanan darah postural saat pasien duduk di tepi tempat
tidur dengan kaki bergantung dan pada saat pasien berdiri di samping
tempat tidur.
 Tunggu 1 sampai 3 menit setelah setiap perubahan postural sebelum
memeriksa tekanan darah dan frekuensi jantung.
27
 Perhatikan setiap gejala pasien mengalami gangguan dan bila perlu
kembalikan pasien ke tempat tidur meskipun pemeriksaan belum
selesai.
 Catat setiap tanda dan gejala yang menyertai perubahan posisi.
Respon postural normal yang terjadi pada pasien saat berdiri atau bangkit
dari tidur ke posisi diuduk meliputi
(1) frekuensi jantung 15 sampai 20 denyut di atas kecepatan istirahat,
(2) penurunan tekanan sistolik sampai 15 mmHg dan
(3) tekanan diastolik sedikit meningkat atau meningkat 5 sampai 10
mmHg.
3. Pemeriksaan Pembuluh Darah Perifer
Pada pemeriksaan pembuluh darah perifer hal yang biasa dilakukan adalah
palpasi nadi. Pada pemeriksaan yang rutin yang dilakukan adalah palpasi
nadi dari arteri radialis. Pada palpasi nadi harus diperhatikan hal-hal di
bawah ini :
 Frekuensi nadi
Frekuensi nadi adalah jumlah denyut nadi selama 1 menit. Frekuensi nadi
yang normal pada orang dewasa adalah antara 60 – 90, biasanya 70 – 75.
Pada anak-anak dan wanita frekuensi sedilikt lebih cepat. Demikin juga
halnya pada waktu berdiri, sedang makan, mengeluarkan tenaga, atau
waktu mengalami emosi. Frekuensi nadi yang dianggap abnormal adalah
lebih dari 100 dan kurang dari 60. Nadi yang cepat dikenal dengan
takikardi atau pulsus frekuens sedangkan nadi yang lambat dikenal dengan
bradikardi atau pulsus rarus. Takikardi dijumpai pada demam tinggi,
tirotoksikosis, infeksi streptokokus, difteri dan berbagai jenis penyakit
jantung sepert supraventrikuler takikardia paroksismal. Bradikardi terdapt
pada penyakit miksudema, penyakit kuning, demam enteritis, dan tifoid.
 Tegangan
Tegangan nadi tergantung dari desakan darah. Cara memeriksa : Tangan
kanan penderita diletakkan dengan telapak tangan menghadap ke atas dan
disandarkan pada ibu jari pemeriksa. Di atas arteri radialis diletakkan
berjajar jari telunjuk, tari tengah, dan jari manis. Telunjuk menekan arteri
27
radialis sehingga arteri radialis menutup, setelah itu dengan jari manis kita
tekan arteri radialis perlahan-lahan sampai jari tengah tak merasakan
adanya pulsasi lagi. Jadi kesan besarnya desakan darah diperoleh dari jari
manis yang menghilangkan pulsasi. Untuk ini, kita harus melatih diri
supaya dapat mengetahui tegangan nadi.
 Irama nadi
Irama nadi dibedakan menjadi reguler/teratur dan irreguler/tidak
teratur.Pada orang sehat denyut nadi biasanya teratur, tetapi nadi yang
tidak teratur belum tentu abnormal. Aritmia sinus adalah gangguan irama
nadi, dimana frekuensi nadi menjadi cepat pada waktu inspirasi dan
melambat pada wkatu ekspirasi. Hal demikian adalah normal dan mudah
dijumpai pada anak-anak. Jenis nadi tak teratur lainnya adalah abnormal,
pada gangguan hantaran jantung dapat terjadi keadaan dimana tiap-tiap
dua denyut jantung dipisahkan oleh waktu yang lama, karena satu diantara
tiap-tiap dua denyut menghilang. Nadi semacam ini dinamakan pulsus
bigeminus. Jika tiap 2-3 denyut diceraikan oleh waktu yang lama
dinamakan pulsus trigeminus. Masa antara denyutan nadi (interval) yang
memanjang dapat ditemukan juga jika terdapat satu denyutan tambahan
yang tibul lebih dini daripada denyutan-denyutan lain yang menyusulnya.
Denyutan ini dinamakan denyutan ekstra-sistolik. Nadi yang sama sekali
tak teratur dikenal sebagai pulsus iregularis totalis dan nadi ini merupakan
gejala dari fibrilasi atrium.
 Macam-macam denyut nadi
Tiap denyut nadi dapat dilukiskan sebagai satu gelombang yang terdiri
dari bagian yang meningkat, bagian yang menurun dan puncaknya.
Dengan cara palpasi kita dapat menafsirkan gelombang tersebut.
Gelombang nadi yang lemah mempunyai puncak yang tumpul dan rendah.
Denyut nadi itu sifatnya seolah-olah merangkak. Nadi semacam ini
dinamakan pulsus anakrot,yang khas terdapat pada stenosis aorta.
Sebaliknya denyut nadi yang terasa seolah-olah meloncat tinggi, yaitu
denyutan yang meningkat tinggi dan menurun secara cepat sekali, adalah
khas untuk insufisiensi aorta, nadi semacam ini dinamakan pulsus seler.
27
Ada juga denyut nadi yang dinamakan pulsus paradoksus, yaitu denyut
nadi yang menjadi semakin lemah selama inspirasi bahkan menghilang
sama sekali pada bagian akhir inspirasi untuk timbul kembali pada saat
ekspirasi. Nadi semacam ini menunjukkan adanya pericarditis konstriktiva
dan efusi perikardium. Pulsus alternans adalah nadi yang mempunyai
denyut yang kuat dan lemah berganti-ganti. Hali ini menandakan adanya
kerusakan pada otot jantung.
 Isi nadi
Isi nadi ditentukan oleh faktor dari dalam jantung dan faktor dari dalam
pembuluh darah. Dibedakan menjadi isi nadi normal, isi nadi
kurang/pulsus parvus, isi nadi besar/pulsus magnus. Pada tiap denyut nadi
sejumlah darah melewati bagian tertentu dari arteri. Banyaknya jumlah
darah ini dicerminkan oleh tingginya puncak gelombang nadi. Jika suatu
denyutan terasa mendorong jari yang malakukan palpasi, maka dikatakan
bahwa nadi itu besar disebut dengan pulsus magnus. Sebaliknya pada
gelombang nadi yang kecil, jumlah darah yang melalui arteri kecil, disebut
dengan pulsus parvus.
Nadi yang besar dijumpai pada waktu orang mengeluarkan tenaga atau
jika ada demam tinggi yang akut. Pada pulsus seler didapati denyut yang
besar, akan tetapi datang dan hilangnya denyutan pada pulsus seler cepat
sekali. Pulsus parvus dijumpai pada perdarahan, infark cordis, dan stenosis
aorta. Isi nadi juga mencerminkan perbedaan antara tekanan sistolik dan
diastolik yang dikenal sebagai tekanan nadi.
 Bandingkan nadi arteri radialis kiri dan kanan
Jika tidak sama disebut nadi tak sama (pulsus differens). Pulsus differens
disebabkan :
a. Kelainan arteri radialis, yaitu arteri radialis tetap kecil bentuknya,
sehingga arteri ulnaris yang membesar. Di sini arteri ulnaris harus
diperiksa dengan cara meraba sebelah dalam m.flexor carpi ulnaris.
b. Penyakit pada pangkal arteri anonyma, arteri subclavia, dan aorta yaitu
aneurisma aorta. Hal ini menyebabkan desakan antara lengan kanan dan
kiri tidak sama.
27
 Keadaan dinding arteri
Pada arterisclerosis dinding akan teraba abnormal keras, kadang- kadang
bahkan seperti pipa kerasnya, sedangkan pembuluh tadi dapat kita guling-
gulingkan kesana kemari. Bila tingkatan sklerosis berlanjut, pembuluh
juga akan mengalami pemanjangan sehingga berkelok-kelok. Keadaan ini
dapat terlihat jelas pada arteri brachialis. Pada keadaan normal, dinding
arteri akan teraba kenyal.

4. Pemeriksaan fisik
a. Tangan
Berikut ini merupakan temuan yang paling penting untuk diperhatikan
saat pemeriksaan ekstremitas atas pada pasien jantung, yaitu:
 Sianosis perifer, dimana kulit tampak kebiruan, menunjukkan
penururnan kecepatan aliran darah ke perifer, sehingga perlu waktu
yang lebih lama bagi hemoglobin mengalami desaturasi. Normal
terjadi pada vasokonstriksi perifer akibat udara dingin, atau pada
penurunan aliran darah patologis, misalnya syok jantung.
 Pucat dapat menandakan anemia atau peningkatan tahanan
vaskuler sistemik.
 Waktu pengisian kapiler merupakan dasar memperkirakan
kecepatan aliran darah perifer. Secara normal, reperfusi terjadi
hampir seketika dengan kembalinya warna jari. Reperfusi yang
melambat menunjukkan kecepatan aliran darah perifer yang
melambat, seperti terjadi pada gagal jantung.
 Temperatur dan kelembaban tangan dikontrol oleh sistem saraf
otonom. Normalnya tangan terasa hangat dan kering. Pada keadaan
stress, kaan terasa dingin dan lembab. Pada syok jantung, tangan
sangat dingin dan basah akibat stimulasi sistem saraf simpatis dan
mengakibatkan vasokonstriksi.
 Edema meregangkan kulit dan membuatnya susah dilipat.
 Penurunan turgor kulit terjadi pada dehidrasi dan penuaan.
27
 Penggadaan (clubbing) jari tangan dan ajri kaki menunjukkan
desaturasi hemoglobin kronis, seperti pada penyakit jantung
kongenital.
b. Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala pada pengkajian kardiovaskuler difokuskan untuk
mengkaji bibir dan cuping telinga utnuk mengetahui adanya sianosis
perifer atau kebiruan. Perkiraan fungsi jantung kanan dapat dibuat
dengan mengamati denyutan vena jugularis di leher. Ini merupakan
cara memeperkirakan tekanan tekanan vena sentral, yang
mencerminkan tekanan akhir diastolik atrium kanan atau ventrikel
kanan (tekanan sesaat sebelum kontraksi ventrikel kanan).
Distensi vena jugularis disebabkan oleh peningkatan volume dan
tekanan pengisisan pada sisi kanan jantung. Tekanan vena juguler
diperiksa sebagai berikut:
 Posisikan pasien supinasi, dengan kepala dinaikkan setinggi 15
sampai 30 derajat pada tempat tidur atau meja pemeriksa.
 Kepala pasien harus sedikit dipalingkan menjauhi sisi leher yang
akan diperiksa.
 Cari vena jugularis eksterna.
 Cari denyutan vena jugularis interna.
 Tentukan titik tertinggi dimana denyutan vena jugularis interna
masih terlihat.
 Ukur jarak ventrikel antara titik ini dengan sudut sternal dengan
menggunakan penggaris sentimeter.
 Catat jarak dalam sentimeter dan tentukan sudut kemiringan pasien
berbaring.
 Pengukuran yang lebih dari 3 sampai 4 cm di atas sudut sternal
dianggap suatu pengkajian.
Distensi yang jelas saat kapala dinaikkan sebesar 45-90 derajat
menunjukkan peningkatan abnormal volume sistem vena. Hal tersebut
ada hubungannya dengan gagal jantung kanan atau obstruksi aliran
27
darah vena kava superior, dan embolisme paru masif akut meskipun
hal itu jarang terjadi.
c. Jantung

a) Inspeksi jantung :

Inspeksi jantung berarti mencari tanda-tanda yang mengungkapan keadaan


jantung pada permukaan dada dengan cara melihat / mengamati. Tanda-
tanda itu adalah :

 Bentuk prekordium.

Bentuk prekordium Pada umumnya kedua belah dada adalah simetris.


Prekordium yang cekung dapat terjadi akibat perikarditis menahun,
fibrosis atau atelektasis paru, scoliosis atau kifoskoliosis dan akibat
penekanan oleh benda yang seringkali disandarkan pada dada dalam
melakukan pekerjaan (pemahat tukang kayu dsb). Prekordium yang
gembung dapat terjadi akibat dari pembesaran jantung, efusi epikardium,
efusi pleura, tumor paru, tumor mediastinum dan scoliosis atau
kifoskoliosis. Penyakit jantung yang menimbulkan penggembungan
setempat pada prekordium adalah penyakit jantung bawaan ( Tetralogi
Fallot ), penyakit katup mitral atau aneurisma aorta yang berangsur
menjadi besar serta aneurisma ventrikel sebagai kelanjutan infark kordis.

 Denyut apeks jantung (iktus kordis).

Tempat iktus kordis belum tentu dapat dilihat terutama pada orang gemuk.
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri
iktus terlihat didalam ruangan interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak pada ruang
interkostal IV, pada wanita hamil atau yang perutnya buncit iktus kordis
dapat bergeser ke samping kiri. Tempat iktus kordis sangat tergantnug
pada:
27
a. Sikap badan Pada sikap tiduran dengan menghadapa ke kiri iktus akan
terdapat dekat linea axillaries anterior.

Pada sikap tiduran dengan menghadap ke klanan iktus terdapat dekat tepi
sternum kiri. Pada sikap berdiri, iktus akan lebih rendah dan lebih ke
dalam dari pada sikap tiduran.

b. Letak diafragma.

Pada inspirasi yang dalam, maka letak iktus lebih ke bawah dan pindah ke
medial kurang lebih 1 – 1,5 cm. Pada wanita hamil trimester III, dimana
diafragma terdesak ke atas, maka iktus akan lebih tinggi letaknya, bisa
pada ruang interkostal III atau bahkan II, serta agak di luar linea
midklavikularis.Pada ascites juga akan dijumpai keadaan seperti tersebut
di atas, Kadang-kadang iktus dapat ditentukan dengan melihat papilla
mammae, tapi seringkali hal ini tidak dapat dijadikan patokan karena letak
papilla mammae terutama pada wanita sangat variable. Iktus sangat
menentukan batas jantung kiri. Maka jika didapatkan iktus terdapat pada
perpotongan antara spatium interkostale V kiri dengan linea
midklavikularis, berarti besar jantung normal. Jika iktus terdapat di luar
linea midklavikularis, maka menunjukan suatu hal tidak normal, yang
dapat disebabkan oleh pembesaran jantung kiri atau jika besar jantung
adalah normal, maka perpindahan itu disebabkan oleh penimbunan cairan
dalam kavum pleura kiri atau adanya schwarte pleura kanan. Jika iktus
terdapat lebih medial (lebih kanan) dari normal, hal ini juga patologis,
dapat terjadi karena penimbunan cairan pleura kiri atau adanya schwarte
pleura kanan. Sifat iktus :

a. Pada keadaan normal, iktus hanya merupakan tonjolan kecil, yang sifatnya
lokal. Pada pembesaran yang sangat pada bilik kiri, iktus akan meluas.

b. Iktus hanya terjadi selama systole. Oleh karena itu, untuk memeriksa iktus,
kita adakan juga palpasi pada arteri carotis comunis untuk merasakan
adanya gelombang yang asalnya dari systole.
27
 Denyutan nadi pada dada.

Bagian prekordium di samping sternum dapat bergerak naik-turun seirama


dengan diastolic dan sistolik.Tanda ini terdapat pada ventrikel kanan yang
membesar.Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka harus
curiga adanya kelainan pada aorta.Aneurisma aorta ascenden dapat
menimbulkan denyutan di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan
dada di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya dilatasi arteri
pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.

 Denyutan vena.

Vena yang tampak pada dada dan punggung tidak menunjukkan


denyutan.Vena yang menunjukkan denyutan hanyalah vena jugularis
interna dan eksterna.

b) Palpasi Jantung

Palpasi dapat menguatkan hasil yang didapat dari inspeksi. Denyutan yang
tidak tampak, juga dapat ditemukan dengan palpasi. Palpasi pada
prekordiun harus dilakukan dengan telapak tangan dahulu, baru kemudian
memakai ujung ujung jari. Palpasi mula-mula harus dilakukan dengan
menekan secara ringan dan kemudian dengan tekanan yang
keras.Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien, sedang pasien dalam
sikap duduk dan kemudian berbaring terlentang.Telapak tangan pemeriksa
diletakkan pada prekordium dengan ujung-ujung jari menuju ke samping
kiri toraks. Hal ini dilakukan untuk memeriksa denyutan apeks.Setelah itu
tangan kanan pemeriksa menekan lebih keras untuk menilai kekuatan
denyutan apeks. Jika denyut apeks sudah ditemukan dengan palpasi
menggunakan telapak tangan, kita palpasi denyut apeks dengan memakai
ujung-ujung jari telunjuk dan tengah. Denyutan, getaran dan tarikan dapat
27
diteliti dengan jalan palpasi baik ringan maupun berat. Urutan palpasi
dalam rangka pemeriksaan jantung adalah sebagai berikut :

 Pemeriksaan iktus cordis

Hal yang dinilai adalah teraba tidaknya iktus, dan apabila teraba dinilai
kuat angkat atau tidak. Kadang-kadang kita tidak dapat melihat, tetapi
dapat meraba iktus.Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada
ruang interkostal kiri V, agak ke medial (2 cm) dari linea
midklavikularis.kiri. Apabila denyut iktus tidak dapat dipalpasi, bisa
diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang gemuk
atau adanya emfisema, tergantung pada hasil pemeriksaan inspeksi dan
perkusi. Denyut iktus cordis sangat kuat kalau pengeluaran darah dari
jantung (output) besar. Dalam keadaan itu denyut apeks memukul pada
telapak tangan atau jari yang melakukan palpasi. Hal ini dapat terjadi pada
insufisiensi aorta dan insufisiensi mitralis.Pada keadaan hipertensi dan
stenosis aorta denyutan apeks juga kuat, akan tetapi tidak begitu kuat,
kecuali jika ventrikel kiri sudah melebar (dilatasi) dan mulai timbul
keadaan decomp cordis. Denyutan yang memukul pada daerah sebelah kiri
sternum menandakan keadaan abnormal yaitu ventrikel kanan yang
hipertrofi dan melebar.Hal ini dapat terjadi pada septum atrium yang
berlubang, mungkin juga pada stenosis pulmonalis atau hipertensi
pulmonalis. Denyutan yang memukul akibat kelainan pada ventrikel kiri
atau ventrikel kanan dapat juga teraba di seluruh permukaan prekordium.
Hal ini terjadi apabila penjalaran denyutan menjadi sangat kuat karena
jantung berada dekat sekali pada dada.Namun, harus tetap ditentukan satu
tempat dimana denyutan itu teraba paling keras.

 Pemeriksaan getaran / thrill

Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan katub bawaan


atau penyakit jantung congenital. Disini harus diperhatikan :

a. Lokalisasi dari getaran


27
b. Terjadinya getaran : saat systole atau diastole

c. Getaran yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang tersebut
melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi jantung dan darah akan
mengalir lebih cepat.

d. Dengan terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan terdengar


bising jantung. Contoh pada kelainan jantung bawaan VSD akan teraba
getaran sistolik di parasternal kiri bawah dan pada stenosis pulmonal akan
teraba getaran sistolik di parasternal kiri atas. Pada kelainan jantung
didapat seperti stenosis mitral akan teraba getaran distolik di apeks jantung
dan pada stenosis aorta akan teraba getaran sistolik di bagian basis
jantung.

 Pemeriksaan gerakan trachea

Pada pemeriksaan jantung, trachea harus juga diperhatikan karena anatomi


trachea berhubungan dengan arkus aorta. Pada aneurisma aorta denyutan
aorta menjalar ke trachea dan denyutan ini dapat teraba. Cara
pemeriksaannya adalah sebagai berikut : Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan kedua jari telunjuknya diletakkan pada trachea sedikit di bawah
krikoid. Kemudian laring dan trachea diangkat ke atas oleh kedua jari
telunjuk itu. Jika ada aneurisma aorta maka tiap kali jantung berdenyut
terasa oleh kedua jari telunjuk itu bahwa trachea dan laring tertarik ke
bawah.

c) Perkusi Jantung

Perkusi dilakukan untuk menetapkan batas-batas jantung.

 Batas kiri jantung

Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial. Perubahan antara


bunyi sonor dari paru-paru ke redup relatif kita tetapkan sebagai batas
27
jantung kiri. Dengan cara tersebut kita akan dapatkan tempat iktus, yaitu
normal pada ruang interkostale V kiri agak ke medial dari linea
midklavikularis sinistra, dan agak di atas batas paru-hepar. Ini merupakan
batas kiri bawah dari jantung. Batas jantung sebelah kiri yang terletak di
sebelah cranial iktus, pada ruang interkostal II letaknya lebih dekat ke
sternum daripada letak iktus cordis ke sternum, kurang lebih di linea
parasternalis kiri. Tempat ini sering disebut dengan pinggang jantung.
Sedangkan batas kiri atas dari jantung adalah ruang interkostal II kiri di
linea parasternalis kiri.

 Batas kanan jantung

Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial. Disini agak sulit
menentukan batas jantung karena letaknya agak jauh dari dinding depan
thorak. Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar ruang interkostal III-
IV kanan, di line parasternalis kanan. Sedangkan batas atasnya di ruang
interkostal II kanan linea parasternalis kanan. Perkusi jantung mempunyai
arti pada dua macam penyakit jantung yaitu efusi pericardium dan
aneurisma aorta.Kita ketahui bahwa pada emfisema daerah redup jantung
mengecil, tapi pada aneurisma aorta daerah redup jantung meluas sampai
ke sebelah kanan sternum sekitar ruang interkostal II. Suara perkusi pada
sternumpun menjadi redup. Pada efusi pericardium daerah redup jantung
meluas terutama bagian bawahnya sehingga bentuknya menyerupai bentuk
jambu.

d) Auskultasi Jantung

Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop. Yang dipakai disini


adalah stetoskop duplek, yang memiliki dua corong yang dapat dipakai
bergantian. Corong pertama berbentuk kerucut yang sangat baik untuk
mendengarkan suara dengan frekuensi tinggi, sedangkan corong yang
kedua berbentuk lingkaran yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi
dengan nada rendah. Pada auskultasi, selama beberapa pukulan jantung
27
harus diusahan untuk mendengarkan dan memusatkan perhatian pada
bunyi I, setelah ada kepastian barulah dipusatkan pada bunyi II. Pada
auskultasi akan diperhatikan 2 hal, Yaitu :

a. Bunyi jantung : Bunyi jantung I dan II.

 Bunyi Jantung I

Terjadi karena getaran menutupnya katub atrioventrikularis, yang terjadi


pada saat kontraksi isometris dari bilik pada permulaan systole. Getaran
yang terjadi tersebut akan diproyeksikan pada dinding toraks yang kita
dengar sebagai bunyi jantung I. Intensitas dari BJ I tergantung dari :

- Kekuatan kontraksi bilik dimana ini tergantung dari kekuatan otot


bilik.

- Kecepatan naiknya desakan bilik.

- Letak katub A – V pada waktu systole ventrikel.

- Kondisi anatomis dari katub A – V.

Daerah auskultasi untuk BJ I :

- Pada iktus : katub mitralis terdengar baik disini.

- Pada ruang interkostal IV – V kanan. Pada tepi sternum : katub


trikuspidalis terdengar disini.

- Pada ruang interkostal III kiri, pada tepi sternum, merupakan tempat
yang baik pula untuk mendengar katub mitral.

Intensitas BJ I akan bertambah pada apek pada:

- Stenosis mitral.

- Interval PR (pada EKG) yang begitu pendek.

- Pada kontraksi ventrikel yang kuat dan aliran darah yang cepat
misalnya (ada kerja fisik, emosi, anemi, demam dll).
27
Intensitas BJ I melemah pada apeks pada :

- Shock hebat.

- Interval PR yang memanjang.

- Decompensasi hebat.

 Bunyi jantung II

Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katub aorta dan arteri


pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan
diastole. BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I. Pada anak-anak
dan dewasa muda akan didengarkan BJ II pulmonal lebih keras daripada
BJ II aortal. Pada orang dewasa didapatkan BJ II aortal lebih keras
daripada BJ II pulmonal.

Intensitas BJ II aorta akan bertambah pada :

- Hipertensi.

- Arterisklerosis aorta yang sangat.

Intensitas BJ II pulmonal bertambah pada :

- Kenaikan desakan arteri pulmonalis, misalnya pada : kelemahan bilik


kiri, stenosis mitralis, cor pulmonal kronik, kelainan cor congenital. BJ
II menjadi kembar pada penutupan yang tidak bersama-sama dari
katub aorta dan pulmonal. Terdengar jelas pada basis jantung.

BJ I dan II akan melemah pada :

- Orang yang gemuk.

- Emfisema paru-paru.

- Perikarditis eksudatif.

- Penyakit-penyakit yang menyebabkan kelemahan otot jantung.


27
b. Bising jantung / cardiac murmur

Bising jantung lebih lama daripada bunyi jantung. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada auskultasi bising adalah :

 Apakah bising terdapat antara BJ I dan BJ II (=bising systole), ataukah


bising terdapat antara BJ II dan BJ I (=bising diastole). Cara termudah
untuk menentukan bising systole atau diastole ialah dengan
membandingkan terdengarnya bising dengan saat terabanya iktus atau
pulsasi arteri carotis, maka bising itu adalah bising systole.

 Tentukan lokasi bising yang terkeras.

 Tentukan arah dan sampai mana bising itu dijalarkan. Bising itu dijalarkan
ke semua arah tetapi tulang merupakan penjalar bising yang baik, dan
bising yang keras akan dijalarkan lebih dulu.

 Perhatikan derajat intensitas bising tersebut. Ada 6 derajat bising :

1) Bising yang paling lemah yang dapat didengar.Bising ini hanya dapat
didengar dalam waktu agak lama untuk menyakinkan apakah besar-
benar merupakan suara bising.

2) Bising lemah , yang dapat kita dengar dengan segera.

3) dan 4) adalah bising yang sedemikian rupa sehingga mempunyai


intensitas diantara 2) dan 5).

5) Bising yang sangat keras, tapi tak dapat didengar bila stetoskop tidak
diletakkan pada dinding dada.

6) Bising yang dapat didengar walaupun tak menggunakan stetoskop.

 Perhatikan kualitas dari bising, apakah kasar, halus, bising gesek, bising
yang meniup, bising yang melagu. Secara klinis, bising dapat dibagi
menjadi :

1) Bising fisiologis.
27
Biasanya bising yang sistolik berupa bising yang fisiologis, dan jarang
patologis. Tetapi bising diastolic selalu merupakan hal yang patologis.
Sifat-sifat bising fisiologis adalah sebagai berikut :

- Biasanya bersifat meniup.

- Tak pernah disertai getaran.

- Biasanya tidak begitu kerasa tetapi lebih dari derajat II.

- Pada auskultasi terdengar baik pada sikap terlentanbg dan pada


waktu ekspirasi.

- Dapat diauskultasi paling baik di ruang interkostal II – III kiri pada


tempat konus pulmonalis.

2) Bising patologis.

Seperti sudah dijelaskan bahwa bising diastolic pasti patologis, sedang


bising sistolik bias fisiologis, bisa patologis.Bising sistolik yang
terdapat pada apeks biasanya patologis. Sifatnya meniup, intensitasnya
tak tentu, lamanya juga tak tentu.Keadaan-keadaan ini sering dijumpai
bising sistolik pada apeks :

- Insufisiensi mitralis organic missal pada cacat katub karena reuma.

- Pembesaran hebat dari bilik kiri, sehingga annulus fibrosis relatif


lebih besar daripada valvula mitralis. Jadi disini ada insufisiensi
mitral relatif. Hal ini terdapat pada miodegenerasi dan hipertensi
hebat.

- Anemia dan hipertiroid atau demam.Bising disini terjadi karena


darah megalir lebih cepat.
27
- Stenosis aorta. Disini akan dijumpai adanya bising sistolik pada
aorta, yang kemudian dihantarkan ke apeks jantung. Sehingga pada
apeks akan terdengar bunyi yang lebih lemah daripada aorta.

5. Parameter Pengkajian Lain


a. Paru
Temuan yang sering ditemukan pada pasien jantung meliputi:
 Takipnea – napas yang cepat dan dangkal dapat terlihat pada
pasien yang mengalami gagal jantung atau kesakitan atau
kecemasan.
 Respirasi Cheyne-Stokes – pasien yang menderitagagal ventrikel
kiri berat dapat memperlihatkan pernapasam cheyne-stokes, yang
ditandai dengan napas cepat berseling dengan periode apnea.
 Hemoptisis – sputum yang berbusa merah muda menunjukkan
adanya edema pulmo akut.
 Batuk – batuk kering dan dalam akibat iritasi jalan napas kecil
sering dijumpai pada pasien kongesti pulmo akibat gagal jantung.
 Krekels. Gagal jantung atau atelektasis yang berhubungan dengan
tirah baring, belatan karena nyeri iskemia, atau efek obat
penghilang nyeri dan penenang sering mengakibatkan krekels.
Secara khas, krekels mula-mula terdengar pada basis tapi lama-
lama berkembang ke seluruh lapangan paru.
 Mengi. Kompresi pada jalan napas kecil akibat edema jaringan
interstitial paru dapat mengakibatkan mengi. Agens penyekat beta,
seperti propanolol, dapat mencetuskan penyempitan jlan napas.
b. Abdomen
Pada pasien jantung ada dua komponen pemeriksaan abdomen yang
sering dilakukan:
 Refluks hepatojuguler. Dapat terjadi akibat penurunan aliran balik
vena yang disebabkan karena gagal ventrikel kanan. Hepar menjadi
besar, keras, tidak nyeri tekan, dan halus. Refluks hepatojuguler
dapat diperiksa dengan menekan hepar secara kuat selama 30
27
sampai 60 detik dan akan terlihat peninggian tekanan vena
jugularis sebesar 1 cm. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan sisi
kanan jantung menanggapi kenaikan volume.
 Distensi kandung kemih. Haluaran urin merupakan indikator fungsi
jantung yang penting; maka, penurunan haluaran urin merupakan
temuan signifikan yang harus diselidiki untuk menentukan apakah
penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urin atau
karena ketidakmampuan pasien untuk buang air kecil. Daerah
suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandung
kemih penuh.
c. Kaki dan Tungkai
Kebanyakan psien yang menderita penyakit jantung mengalami juga
penyakit vaskuler perifer, atau edema perifer akibat gagal ventrikel
kanan. Maka, pada semua pasien jantung penting untuk dikaji sirkulasi
arteri perifer dan aliran blik vena. Selain itu, tromboflebitis juga dapat
terjadi akibat berbaring lama sehingga memerlukan pemantauan yang
seksama.

B. Kelainan yang Ditemukan dalam Pemeriksaan Fisik Terkait Gangguan


pada Sistem Kardiovaskuler
1. Infark Miokard Akut
Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan
akut pada arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh
ruptur plak ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya trombosis, vasokonstriksi, reaksi inflmasi, dan mikroembolisasi
distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan oleh
spasme arteri koroner.
Pemeriksaan fisik Infark Miokard Akut
Tampilam umum (inspeksi) :
27
 Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
 Pasien tampak sesak
 Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca
infark.
 Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya stemi. Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri di atas perikardium. Penyebaran nyeri dapat
meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
Palpasi
 Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
 Sinus takikardi (100-120 x/menit)
 Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari
infark.
Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup
yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
2. Penyakit jantung bawaan
Penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung
atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung
bawaan akan meninggal pada waktu bayi dan anak.
a. Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) adalah adanya suatu lubang abnormal pada
dinding (septum) yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri.
Aliran darah pintas kiri ke kanan pada tipe atrium sekunder dan tipe
sinus venosus akan menyebabkan keluhan sesak napas, umumnya
timbul pada usia dewasa muda.
27
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
 pasien pucat atau sianosis
 inspeksi thorak akan menunjukkan cembung di os costae
Perkusi
Menilai batas-batas paru dan jantung, serta kondisi paru
Auskultasi
Bising-bising yang terjadi pada ASD merupakan bising fungsional
akibat adanya beban volume yang besar pada jantung kanan. Adanya
bising sistolik tipe ejeksi pada garis sternal kiri bagian atas, disertai
fixed splinting bunyi jantung II. Hal ini menggambarkan penambahan
aliran darah melalui katup pulmoner. Kadang-kadang terdapat juga
bising awal diastolik pada garis sternal bagian bawah, bising
menggambarkan penambahan alliran di katup triskuspidalis.

b. Ventrical Septal Defect (VSD)


VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa
terdapatnya lubang pada septum interventrikuler yang menyebabkan
adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri.
VSD kecil
VSD kecil tanpa aliran pintas dan gangguan hemodinamika yang
berarti tekanan arteri pulmonal pada VSD kecil normal, dan
memperlihatkan perbanfingan aliran pulmoner dengan aliran sistemis.
Sebagian besar VSD aakan menutup secara alamiah pada umur 3 tahun
sisanya tetap terbuka dan mudah didiagnosis.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Anak terlihat pucat, banyak keringat bercucuran, ujung-ujung jadi
hiperemis. Diameter dada bertambah, sering terlihat penonjolan dada
sebelah kiri, nafas pendek, dan retraksi pada jugularis.
Palpasi
27
Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba getaran
bising pada ICS III dan IV kiri.
Auskultasi
Adanya thrill dan bising pansistolik yang keras dan kasar di garis
sternal bagian bawah. Bising ini berakhir pada saat mid-diastolik
karena penutupan VSD pada saat mid-diastolik.

VSD besar
VSD besar yang disertai stenosis pulmoner sulit dibedakan dengan
tetralogi Fallot. Tekanan di daerah jantung identiik dengan tekanan
jantung di kiri.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol ialah
nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal dan regio
epigastrium.
Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada dinding
dada.
Auskultasi
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan sering
diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan
kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung
kedua mengeras terutama pada sela iga II kiri.

c. Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Pada
penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum
ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel
paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.
Tetralogi Fallot adalah gabungan dari:
27
 Defek septum ventrikel (lubang diantara ventrikel kiri dan kanan)
 Stenosis katup pulmoner (penyempitan pada katup pulmonalis)
 Transposisi aorta
 Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan)
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi
tampak biru setelah tumbuh.
 Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan
 Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat
dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan
kematian.
 Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik
 Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
 Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan,
setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam
beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
Auskultasi
 Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah
pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat
obstruksi
 Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan
keras.

3. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari 120
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg.
Pemeriksaan fisik
Palpasi
27
Palpasi nadi pada arteri brachialis (pada lipatan siku).
Palpasi denyut nadi pada arteri radialis (pada daerah pergelangan tangan)
Auskultasi
Pada saat memulai melakukan pemompaan manset sampai dirasakan
denyutan nadi pada pergelangan tangan menghilang, dengarkan adanya
suara ”dug – dug – dug”:
 Bunyi pertama menunjukan tekanan sistolik.
 Bunyi yang terakhir terdengar menunjukan tekanan diastolik.

4. Angina pectoris
Angina pektoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat
serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di
dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya
timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila
pasien menghentikan aktivitasnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris. Adanya
gallop, murmur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi basah basal yang
kemudian menghilang bila nyerinya mereda dapat menguatkan diagnosa
PJK. Hal-hal lain yang bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-
tanda adanya faktor resiko tekanan darah tinggi.

5. Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.
Secara klinis keadaan penderita sesak napas disertai dengan adanya
bendungan vena jugularis, hepatomegali, asites dan edema perifer. Gagal
jantung kongestif biasanya diawali lebih dulu oleh gagal jantung kiri dan
secara lambat diikuti gagal jantung kanan.
27
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis
penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi :
regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat
pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati.

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
 Inspeksi adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan adanya
edema ekstremitas.
 Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer
sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung
Kronis). Area yang sakit sering berwarna biru/belang karena
peningkatan kongesti vena
Palpasi
Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah)
mungkin ada.

Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali)
Auskultasi
 Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam
keadaan berustirahat)
 Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran
27
darah ke atrium yang distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi / stenosis katup.
 Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan
apabila penyebab gagal jantung adalah kelaian katup.

6. Infeksi dan Inflamasi Jantung


a. Endokarditis
Endokarditis merupakan infeksi katup dan permukaan endotel jantung
yang disebsbkan oleh invasi langsung bakteri atau organisme lain dan
menyebabkan deformitas bilah katup. Mikroorganisme penyebab
meliputi streptikokus, enterokokus, pneumokokus, stafilokokus,
fungi,riketsia dan streptokokus viridans.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Keluhan lokasi nyeri biasanya berada di daerah substernal atau nyeri
perikardium. Penyebaran dapat meluas di dada dan kllien mengalami
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah, panas tinggi (38,9 - 400C) disertai
mengigil.
Perkusi
Batas jantung terjadi pergeseran untuk kasus lanjut pembesaran
jantung.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup.
Gejala sistemis yang terjadi akan sesuai dengan viruleni organisme
yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seorang yang
menderita infeksi sistemis, maka harus dicurigai adanya infeksi
endokarditis. Perkembangan murmur yang progresif sesuai
perkembangan waktu dapat terjadi dan menunjukkan adanya
kerusakan katup akibat vegetasi atau perforasi katup atau chordae
27
tendinae. Pembesaran jantung atau adanya bukti (tanda dan gejala)
jantung kongestif juga bisa terjadi.

b. Perikarditis
Perikarditis merupakan peradangan perikardium parietal, perikardium
viseral, atau keduanya.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pasien tampak kelehan (fatique), dyspnea effort, dan perasaan berat
prekordial.
Palpasi
Tekanan nadi normal atau sedikit menurun.
Perkusi
Ditemukan adanya pembesaran jantung, serta “Ewart’s sign” yaitu
perkusi pekak di bawah angulus skapula kiri bila efusi perikard
banyak.
Asukultasi
Ditemukan pericardium friction rub. Bunyi gesekan perikardium
adalah gejala fisik yang palin penting. Kadang-kadang dapat didengar
lebih baik hanya dengan menekankan diafragma stetoskop lebih keras
ke dinding dada. Bunyi jantung lemah, ‘s dapat juga normal bila efusi
perikard berada di belakang.

c. Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan pada otot jantung, yang pada umumnya
disebabkan penyakit-penyakit infeksi tetapi dapat sebagai reaksi alergi
terhadap obat-obatan dan efek toksik bahan-bahan kimia radiasi.
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Sebagian keluhan klien tidak khas, mungkin didapatkan rasa lemah,
berdebar-debar, sesak napas dan rasa tidak enak di dada.
27
Palpasi
Takikardia yang tidak sesuaio dengan kenaikan suhu.kadang-kadang
didapatkan hipotensi dengan nadi yang kecil atau dengan gangguan
pulsasi.
Perkusi
Jantung biasanya melebar terutama bila sudah terjadi jantung kongestif
atau dalam keadaan kardiomiopati kongestif/dilatasi.
Auskultasi
Bunyi jantung melemah, disebabkan penurunan kontraksi otot jantung
Katub-katub mitral dan trikuspid tidak dapat ditutup dengan keras
Auskultasi: gallop, gangguan irama supraventrikular dan ventrikular.

DAFTAR PUSTAKA
27
1. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keerawatan Medikal Bedah:
Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol.2. Jakarta: EGC.
2. Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
3. Priharjo, Robert. 2012. Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta: EGC
4. http://pdf.kq5.org/doc/pemeriksaan-fisik-jantung (Diakses pada, 17
Maret 2014)

27

Anda mungkin juga menyukai