Anda di halaman 1dari 11

TUGAS ILMIAH KEPANITERAAN KLINIK FK UMS

CASE REPORT

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN BRACHIAL PLEXUS INJURY


POST NEUROTISASI

PENYUSUN
Brimasdia Argarachmah Kiyenda, S.Ked; J510195013
Nur Sukma Anggrahini, S.Ked; J510195105

PEMBIMBING
dr. Harri Haryana, Sp. KFR

PRODI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
JANUARI 2020
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Ilmiah Kepaniteraan Klinik FK UMS
CASE REPORT
Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Judul : REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN BRACHIAL PLEXUS


INJURY POST NEUROTISASI
Penyusun : Brimasdia Argarachmah Kiyenda, S.Ked; J510195013
Nur Sukma Anggrahini, S.Ked; J510195105
Pembimbing : dr. Harri Haryana, Sp. KFR.

Surakarta, 20 Januari 2020

Penyusun

Brimasdia Argarachmah Kiyenda, S.Ked Nur Sukma Anggrahini, S.Ked

Menyetujui,
Pembimbing

dr. Harri Haryana, Sp. KFR

Mengetahui,
Kepala Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran UMS

dr. Iin Novita N.M., M.Sc., Sp.PD


REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN BRACHIAL PLEXUS
INJURY POST NEUROTISASI: LAPORAN KASUS

Brimasdia, A.K.*, Nur, S. A.*, Harri, H.**


* Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta
** Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Rehabilitasi RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta

ABSTRAK
Ankilosing spondylitis (AS) adalah penyakit inflamasi kronis yang sering
mengenai tulang belakang dan sendi sacroiliaca. Kejadian Ankilosing spondylitis
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan
2:1. Gejala Ankilosing spondylitis biasanya sakit punggung, kehilangan mobilitas
tulang belakang, kaku sendi, dan kelelahan. Perkembangan Ankilosing spondylitis
akan menyebabkan penggabungan (fusi) skeletal aksial dan menyebabkan
kehilangan fungsi fisik dan mobilitas tulang belakang. Hal tersebut disebabkan
karena adanya antigen HLA-B27 (sebuah antigen permukaan kelas 1) yang
berikatan yang dapat memicu kaskade inflamasi. Terapi yang biasanya diberikan
sebagai penghilang nyeri adalah anti inflamasi non steroid. Sedangkan terapi
rhabilitasi medis yang dapat digunakan yaitu terapi fisik meliputi, peregangan,
penguatan, fleksibilitas, dan latihan pernapasan. Hidroterapi, terapi okupasi,
infrared, ultrasound.
Kata kunci : Ankylosing spondylitis, rehabilitasi medis.

PENDAHULUAN
Plexus brachialis berperan terhadap innervasi motorik otot-otot extremitas
superior kecuali musculus trapezius dan levator scapula. Plexus brachialis juga
melayani innervasi seluruh bagian kulit dari extremitas superior kecuali area axilla
dan dorsal dari scapula. Gangguan pada plexus ini ataupun cabang-cabang
sarafnya akan menyebabkan paralisis pada otot yang dilayani dan juga gangguan
sensasi kulit yang bersifat area atau zona (Wardana, 2017).
Data mengenai insiden trauma plexus brachialis sulit diketahui dengan
pasti, Goldie dan Coates melaporkan 450-500 kasus cedera supraklavikular
tertutup terjadi setiap tahun di Inggris. Pada laporan yang lain, Narakas membuat
suatu pedoman "seven seventies” dengan mengacu pada pengalaman menangani
1.068 pasien selama 18 tahun yang salah satunya berisi 70% kecelakaan
pengendara sepeda motor dengan trauma multipel akan berimplikasi 70%
diantara berupa cedera supraklavikuler, 70% cedera supraklavikuler merupakan
avulsi saraf yang melibatkan C7, C8, T1 (Foster, 2011).
Sementara itu cedera pleksus brakhialis terus meningkat pula di kota-kota
besar di Indonesia. Di Surabaya kebanyakan pasien dengan pleksus brakhialis
trauma adalah laki-laki berusia antara 15 dan 25 tahun.. 70% dari trauma pleksus
brakhialis terjadi karena kecelakaan kendaraan bermotor (Putra, 2015).

LAPORAN KASUS
Pasien seorang laki-laki berusia 15 tahun datang ke poliklinik rawat jalan
rehabilitasi medik RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dengan keluhan
kelemahan pada lengan kanan post jatuh dari pohon mangga (Juni, 2019). Pasien
tidak mengingat posisi ketika terjatuh. Selanjutnya pasien dibawa ke RSUD
Kaimana untuk dilakukan operasi pada jari. Tiga bulan kemudian pasien dirujuk
ke RSO dr Soeharso untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bulan November, pasien
melakukan tindakan neurotisasi. Tidak ada yang memperberat dan memperingan
keluhan. Keluhan disertai dengan kesemutan di jari dan punggung kanan. Pusing
dan mual muntah disangkal, BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien mengatakan memiliki asam lambung. Sebelumnya pasien tidak
pernah mengalami sakit serupa. Riwayat tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru
alergi dan gula darah disangkal. Riwayat penyakit serupa, DM, jantung, asma
pada keluarga disangkal. Pasien mengaku ibu pasien memiliki riwayat darah
tinggi, pasien mengaku saudara kandungnya kelas 2 SD memiliki riwayat stroke.
Pada pemeriksaan social dan pendidikan, pasien merupakan pelajar kelas 2 SMP,
orang tua pasien bekerja sebagai CS RS Kaimana. Pasien memiliki riwayat
merokok dan pasien menyangkal pernah mengkonsumsi obat terlarang dan
alcohol.
Pada pemeriksaan didapatkan kondisi umum baik, compos mentis, berat
badan pasien 59 kg, tinggi badan 160 cm, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi
88x/menit, respiratory rate 18x/menit dan suhu 370C. Pada pemeriksaan status
generalis didapatkan pada area kepala konjungtiva anemi -/-, sklera ikterik -/-,
pupil reflek +/+, respon cahaya +/+. Pada area leher pembesaran limfonodi (-),
peningkatan JVP (-). Pada pemeriksaan dada jantung didapatkan ictus cordis tidak
nampak dan teraba normal suara jantung regular, murmur – gallop –. Pada
pemeriksaan paru-paru didapatkan simetris, vesikuler, rh -/-, wheezing -/-. Pada
pemeriksaan ekstremitas bawah akral hangat +/+, CRT<2 detik.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis pada anggota gerak atas, pada
upper, middle, lower trapezius dextra, middle deltoid dextra, rhomboids dextra,
biceps brachii dan triceps didapatkan kekuatan otot 1 dan sensibilitas menurun.
Pada pectoralis mayor dextra, serratus anterior dextra, subscapularis dextra,
Extensor carpi radialis longus dan brevis, Supraspinatus, Infraspinatus, Teres
Minor bagian dextra didapatkan kekuatan otot 2 dan sensibilitas yang menurun.
Pronator teres dextra, flexor carpi ulnaris dextra, didapatkan kekuatan otot 4 dan
sensibilitas menurun. Flexor carpi radialis dextra didapatkan kekuatan otot 3 dan
sensibilitas menurun. Refleks Patologi didapatkan Hoffman-Tromner (-) dan
Refleks Fisiologis biceps, triceps dan brachioradialis yang menurun.
Gambar 1. Hasil Rontgen

DISKUSI
Plexus berperan terhadap innervasi motorik otot-otot extremitas superior
kecuali musculus trapezius dan levator scapula. Plexus brachialis juga melayani
innervasi seluruh bagian kulit dari extremitas superior kecuali area axilla dan
dorsal dari scapula. Gejala yang timbul umumnya unilateral berupa kelainan
motorik, sensorik dan bahkan autonomik pada bahu dan / atau ekstremitas atas.
Gambaran klinisnya mempunyai banyak variasi tergantung dari letak dan derajat
kerusakan lesi. Lesi pleksus brakhialis dapat dibagi atas pleksopati
supraklavikular dan pleksopati infraklavikular (Sigit, 2007). Penyebab cedera
plexus brachialis dibedakan berdasarkan mekanisme trauma, antara lain cedera
akibat traksi atau traumatic traction injuries, trauma penetrasi pada bahu atau
leher, kelemahan yang terkait dengan proses kelahiran, penyebab yang jarang
antara lain trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi, radiasi, dan neoplasma.

Ankilosing spondylitis (AS) adalah penyakit inflamasi kronis, biasanya


kerangka aksial progresif yang sering mempengaruhi tulang belakang dan sendi
sakroiliaka. Gejala AS biasanya sakit punggung, kehilangan mobilitas tulang
belakang, kaku sendi, da n kelelahan. Untuk mendiagnosis AS dapat
ditegakkan dengan menggunakan kriteria modifikasi New York 1984. Kriteria
tersebut yaitu :
Kriteria klinis :
a. Nyeri pinggang minimal 3 bulan, yang membaik dengan
aktifitas, dan tidak membaik dengan istirahat
b. Keterbatasan gerak vertebra lumbalis pada arah sagital dan frontal
c. Penurunan ekspansi rongga dada, jika dibandingkan umur dan jenis
kelamin yang sesuai

Kriteria radiologis
a. Sakroiliitis bilateral grade 2 – 4 atau sakroiliitis unilateral grade 3 – 4

Ankilosing spondylitis definitive


a. jika didapatkan kriteria sakroiliitis ditambah dengan salah satu kriteria
klinis.

Gambaran radiologis yang dapat ditemukan pada pasien AS antara lain


sklerosis dan erosif sampai terjadinya ankilosing atau fusi total terutama pada
sendi sakroiliaka. Sedangkan pada tulang belakang didapatkan gambaran
sindesmofit yaitu penulangan annulus fibrosus yang selanjutnya dapat
menghubungkan masing-masing ruas tulang belakang sehingga memberikan
gambaran “bamboo spine”
Pemeriksaan penunjang yang disarankan adalah foto polos, USG
musculoskeletal dan/atau MRI pada sendi yang terlibat, termasuk tulang belakang,
dan sendi sakroiliaka. Pemeriksaan LED dan CRP tidak spesifik, tapi dapat
membantu menilai aktifitas penyakitnya. Pemeriksaan HLA-B27 dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosis2. Ankylosing Spondilitis memiliki
hubungan dengan gen human leukocyte antigen (HLA-B27) 9. Pemeriksaan HLA-
B27 dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis, terutama pada
populasi Indonesia Keturunan Cina. Gambaran inflamasi di sendi perifer maupun
aksial dapat dievalusi dari foto polos maupun dengan pemeriksaan MRI dan USG
muskuloskeletal2.
Pada pasien AS selain pengobatan farmakologi juga dilakukan rehabilitasi
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang penting dilakukan
karena program latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas dan postur
tubuh pasien serta mencegah progresivitas pelemahan fungsional pasien.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan antara lain dengan latihan fisik dan
latihan pernafasan seperti peregangan, penguatan, fleksibilitas dan latihan
pernafasan yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan
mobilitas spinal dan postur yang baik, meningkatkan kekuatan otot dan aktivitas
fungsional sehari – hari4.
Hidroterapi bisa direkomendasikan untuk pasien yang mengalami nyeri
dan kekakuan tubuh secara luas. Jika memungkinkan, terapi okupasi dapat
diberikan sehingga pasien bisa mendapatkan latihan mengerjakan aktivitas hidup
sehari-hari6. Selain itu terapi infrared juga dapat diberikan karena memiliki efek
secara klinis selama pengobatan pada pasien AS tanpa meningkatkan keparahan
penyakit. Terapi ultrasound juga dapat digunakan karena merupakan salah satu
modalitas yang secara umum digunakan untuk mengobati masalah
musculoskeletal. Pengobatan dengan ultrasound secara berkesinambungan
mampu memulihkan dari nyeri, kekakuan, meningkatkan mobilitas lumbal,
menghambat progresifitas penyakit, serta meningkatkan kulaitas hidup pasien
AS5.
PEMBAHASAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 39 tahun
2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
a. Keluhan utama
Kekakuan pada anggota gerak bagian kiri.
b. Riwayat penyakit sekarang Pasien seorang laki-laki berusia 39 tahun
datang diantar oleh keluarga ke poliklinik rawat jalan rehabilitasi medik
RS. Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta dengan keluhan kekakuan
pada sendi bagian tubuh kiri dari leher sampai dengan kaki. Selain kaku,
pasien mengeluhkan nyeri pada punggung sebelah kiri. Pasien mengatakan
memiliki riwayat jatuh di sawah sejak 5 tahun yang lalu. Sejak saat itu
pasien merasakan nyeri di punggang sebelah kiri yang memberat 3 tahun
terakhir. Nyeri yang dirasakan terus-menerus dan menjalar ke paha. Nyeri
berkurang saat aktivitas dan mengkonsumsi obat antinyeri. Sebelumnya
pasien sudah melakukan pemeriksaan rutin di bagian saraf rumah sakit
terdekat tetapi keadaan semakin lama semakin memburuk yaitu tubuh
pasien menjadi kaku.
c. Riwayat penyakit dahulu:
1) Riwayat alergi : disangkal
2) Riwayat diabetes mellitus : disangkal
3) Riwayat penyakit jantung : disangkal
4) Riwayat hipertensi : disangkal
5) Riwayat asma: tidak ada data
d. Riwayat penggunaan obat:
1) Riwayat alergi obat: tidak ada data
2) Riwayat pengobatan sebelumnya: disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Riwayat asma : disangkal
2) Riwayat diabetes mellitus : disangkal
3) Riwayat penyakit jantung : disangkal
4) Riwayat penyakit hipertensi: disangkal
5) Riawayat alergi : disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
1) Keadaan Umum: Baik
2) Kesadaran : Compos mentis (GCS: E4V5M6)
3) Skala Nyeri : 5 (VAS sedang) saat bergerak. Skor 2 (VAS
ringan) saat beristirahat
4) Tekanan Darah : 120/80 mmHg
5) Nadi : 88x / menit
6) Respirasi : 18x / menit
7) Suhu : 37 oC
b. Status Gizi
1) BB : 53 kg
2) TB : 160 cm
c. Status internus
terlampir
d. Sistem neuro-muskuloskeletal
1) Postur :dapat duduk
2) Nervi cranialis :dbn
3) Pemeriksaan kekuatan otot : menurun pada anggota gerak kiri.
4. Pemeriksaan Penunjang
Rontgen Lumbosacral AP Lateral
5. Diagnosa
Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini ditegakkan diagnosis Ankylosing
Spondylitis. Menurut kriteria New York 1984 penegakan diagnosis ankylosing
spondylitis dapat ditegakan dengan (Anon, 2014) :
a. Kriteria klinis :
1) Nyeri pinggang minimal 3 bulan, yang membaik dengan aktifitas,
dan tidak membaik dengan istirahat
2) Keterbatasan gerak vertebra lumbalis pada arah sagital dan frontal
3) Penurunan ekspansi rongga dada, jika dibandingkan umur dan jenis
kelamin yang sesuai
b. Kriteria radiologis
Sakroiliitis bilateral grade 2 – 4 atau sakroiliitis unilateral grade 3 – 4

6. Diagnosis Fungsional
a. Impairment : ankylosing spondylitis, post THR OA HIP bilateral dan
ROM HIP sinistra dan vertebrae terbatas
b. Disability : terdapat gangguan aktivitas sehari-hari
c. Handicap : pasien mengalami gangguan sehinggan memutuskan untuk
berhenti bekerja
7. Problem Rehabilitasi Medik
a. Nyeri punggung sebelah kiri
b. Kekakuan pada anggita gerak sebelah kiri
c. kesulitan berjalan dan mobilisasi
d. Komunikasi : tidak terdapat problem
e. Psikologis : tidak terdapat problem
8. Goal Rehabilitasi Medik
a. Jangka Pendek
1) Mengurangi nyeri
2) Meningkatkan mobilitas
3) Meningkatkan ROM pada anggota gerak atas dan bawah
4) Memperbaiki kekuatan
b. Jangka Panjang
1) Mencegah komplikasi
2) Mempersiapkan pasien agar dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan
dapat bekerja kembali
9. Terapi
Saat ini terapi ankylosing spondylitis tidak hanya mengandalkan farmakologi
maupun bedah, tetapi dikombinasikan denga terapi rehabilitasi medic
(Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014).
a. Terapi farmakologi
1) Analgesic untuk mengurangi nyeri (Natrium Diklofenak)
2) Pemberian suplemen glukosamin yang menurut penelitian dan
memelihara sendi
b. Terapi non-farmakologi
1) Rehabilitasi medik

10. Program Rehabilitasi Medik


a. Program latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas dan postur
tubuh pasien serta mencegah progresivitas pelemahan fungsional pasien.
Rehabilitasi yang dapat dilakukan antara lain dengan latihan fisik dan
latihan pernafasan seperti peregangan, penguatan, fleksibilitas dan latihan
pernafasan yang bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan
mobilitas spinal dan postur yang baik, meningkatkan kekuatan otot dan
aktivitas fungsional sehari – hari4.
b. Hidroterapi untuk pasien yang mengalami nyeri dan kekakuan tubuh secara
luas6.
c. Terapi okupasi dapat diberikan sehingga pasien bisa mendapatkan latihan
mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari6.
d. Terapi infrared juga dapat diberikan karena memiliki efek secara klinis
selama pengobatan pada pasien SA tanpa meningkatkan keparahan
penyakit5.
e. Terapi ultrasound dapat digunakan memulihkan dari nyeri,
kekakuan,meningkatkan mobilitas lumbal, menghambat progresifitas
penyakit, serta meningkatkan kulaitas hidup pasien AS5.
11. Edukasi
a. Menjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakitnya, faktor
resiko serta komplikasinya
b. Mengajarkan terapi latihan
c. Menyarankan agar tetap kontrol teratur kerumah sakit
12. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia ad bonam
KESIMPULAN
Pada kasus ini, penegakan diagnosis ankylosing spondilitis berdasarkan
kriterian klinis New York 1984. Penatalaksaan ankylosing spondilitis meliputi
terapi farmakologi yaitu pemberian analgesic dan suplemen yang dikombinasikan
dengan terapi non-farmakologi yaitu rehabilitasi medic.
Tujuan dilakukannya rehabilitasi yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien yang penting dilakukan karena program latihan bermanfaat untuk
mempertahankan mobilitas dan postur tubuh pasien serta mencegah progresivitas
pelemahan fungsional pasien. Program rehabilitasi medik yang digunakan pada
laporan kasus ini adalah terapi fisik dan latihan, hidroterapi, okupasi, infrared dan
ultrasound.

REFERENSI
1. Abari, I.S., 2016. 2016 ACR Revised Criteria for Early Diagnosis of Knee
Osteoarthritis. Autoimmune Diseases and Therapeutic, 3(1).

2. Anon., 2014. Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia (IRA)


untuk Spondiloartropat. Jakarta: IRA.

3. Arovah, N.I., 2007. Fisioterapi dan Terapi Latihan Pada Osteoartritis.


MEDIKORA, 3(1), pp.18-41.

4. Chang, W.D., Yung, A.T. & Chia, L.L., 2016. Comparisn Between
Spesific Exercise and Physical Theraphy for Managing Patient with
Ankylosing Spondylitis : a Metal Analysis of Randomized Controlled
Trial. Int J Clin Exp Med, 9(9), pp.17028-39.

5. Duygu, S.K. et al., 2016. Effectiveness of Ultrasound Treatment Applied


with Exercise Teraphy on Patients with Ankylosing Spondylitis : A
Double-blind, Randomized, Placebo-controlled Trial. Clinical trial.
Rheumatology International.

6. Farrouq, M. & Philip , H., 2017. Ankylosing Spondylitis : A Review.


European Medical Journal, 2[4], pp.134-39.

7. Hafez, A.R. et al., 2014. Knee Osteoarthritis: A Review of Literature. Phys


Med Rehabil Int, 1(5).

8. Jose , M.T.-M.P., Maria, O.L.-L.P., Calros, S.-B. & Concepcion, V.-P.,


2015. Optimizing Physical Teraphy for Ankylosing Spondylitis: a case
study in a young football player. Case Study. Spain: University of
Zaragoza.
9. Min, Z. et al., 2017. The Association between Ankylosing Sopndylitis and
the Risk of Any, Hip, or Vertebral Fracture. Systematic Review and Meta
Analysis. Anhui Medical University.

10. Park, J.-S. et al., 2018. Trends in the Prevalence and Incidence of
Ankylosing Spondylitis in South Korea, 2010–2015 and Estimated
Diferences According to Income Status. Scientific Reports. South Korea:
Department of Orthopedics, Korea University Ansan Hospital, Ansan-si,
South Korea.

11. Verman, C.V., Kawade, S.K. & Krishnan, V., 2016. Psychological Co-
Morbidities and Physical Therapy in Patients with Ankylosing Spondylitis.
Journal of Health Science Research, Vol 1(2), pp.37-41.

Anda mungkin juga menyukai