Anda di halaman 1dari 26

FRAKTUR

VERTEBRA
OLEH:
KELOMPOK 2 MAHASISWA PROFESI NERS RUANG SERUNI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis luasnya (Brunner & Suddart, 2008)
Trauma pada tulang belakang (spinal) adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis, dan lumbalis akbat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang.
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis yang diakibatkan oleh trauma, jatuh
dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, atau kecelakakan olah
raga yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu
atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan defisit
neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997).

Penyebab dari fraktur vertebrae


diantaranya yaitu
Trauma langsung yang menyebabkan
terjadinya fraktur pada titik terjadinya
trauma tersebut.
Trauma tidak langsung.
Trauma akibat tarikan otot.
Trauma akibat faktor patologis

KLASIFIKASI FRAKTUR SPINAL


Berdasarkan besar kecilnya anatomis
1.Major Fracture bila fraktur mengenai pedikel, lamina atau
korpus vertebra
2.Minor Fracture bila fraktur terjadi pada prosesus
transversus, prosesus spinosus atau prosesus artikularis
Berdasarkan kestabilannya
1.Stable, bila kolumna vertebralis masih mampu menahan
beban fisik dan tidak tampak tanda-tanda pergeseran atau
deformitas dari struktur vertebra dan jaringan lunak
2.Unstable, bila kolumna vertebralis tidak mampu menahan
beban normal, kebanyakan menunjukkan deformitas dan
rasa nyeri serta adanya ancaman untuk terjadi gangguan
neurologik

EPIDEMIOLOGI
Menurut National Spinal Cord Injury Statistical Center,
lebih dari 10 tahun lalu angka kejadian antara pria dan wanita
adalah 7 : 4, dengan rata-rata cedera pada usia 31,8 tahun
dengan 50% cedera pada usia 16-30 tahun. NSCISC
mengumpulkan data epidemiologi di Amerika Serikat dari
tahun 1973-1997 tentang penyebab dari spinal injury
diketahui bahwa sekitar 43% karena kecelakaan kendaraan
bermotor, 22% karena jatuh atau pukulan benda keras, 19%
karena kekerasaan dan 11% karena cedera olahraga. Kasus
lain, penyebab spinal injury bukan karena trauma, hanya 5%
seperti spinal stenosis, tumor, ischemia, infeksi dan mielitis.
Data NSCISC memperkirakan ada 10.000 kasus baru fraktur
spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat.

ETIOLOGI
Cedera medula spinalis adalah trauma langsung yang
mengenai tulang belakang dan melampaui batas
kemampuan tulang belakang dalam melindungi sarafsaraf yang berada di dalamnya.
Penyebabnya:
1.Traumatik (hiperekstensi, kompresi)
2.Non-Traumatik (tumor intraspinal, penyakit infeksi dan
inflamasi, abses intraspinal, dan komplikasi iatrogenik dari
tindakan bedah atau diagnostik)

TANDA DAN GEJALA


Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh
nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang
saraf yang terkena
Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks di bawah
cedera dan sampai dua tingkat di atas area terjadinya
cedera. Klien akan kehilangan kontrol kandung kemih dan
dan usus (biasanya dengan retensi urine dan distensi
kandung kemih), kehilangan kemampuan berkeringat dan
tonus vasomotor, serta penurunan tekanan darah yang
diawali dengan resistensi vaskuler perifer
Pada cedera medula servikal tinggi, kegagalan pernapasan
akut adalah penyebab utama kematian

AKIBAT FRAKTUR SPINAL


1. Hemoragik Mikroskopik
2. Kehilangan Sensasi, Kontrol Motorik, dan
Refleks
3. Syok Spinal
4. Hiperrefleksia Otonom
5. Paralisis

PATOFISIOLOGI

KOMPLIKASI
1.Neurogenik shock
2.Hipoksia
3.Gangguan paru-paru: atelektaksis sekunder dan
pneumonia
4.Instabilitas spinal
5.Orthostatic Hipotensi
6.Ileus Paralitik
7.Infeksi saluran kemih
8.Kontraktur
9.Dekubitus
10.Inkontinensia blader
11.Konstipasi

PROGNOSIS
Pasien dengan trauma tulang belakang komplit
berpeluang sembuh kurang dari 5%. Jika terjadi
paralisis total dalam waktu 72 jam setelah trauma,
peluang perbaikan adalah 0%. Sedangkan pada
pasien dengan trauma tulang belakang yang
inkomplit, selama fungsi sensoris masih ada, peluang
pasien dapat berjalan kembali lebih dari 50%.

PENGOBATAN
1.Immobilisasi
2.Stabilisasi Medis
3.Pertahankan posisi normal vertebra (Spinal
Alignment)
4.Dekompresi dan Stabilisasi Spinal
5.Rehabilitasi

PENANGANAN
1. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
a. Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C
b. Tentukan penyebab cedera
c. Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga
kesegarisan tulang belakang
d. Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun
mendongak. Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak
menengok ke kiri atau kanan. Walaupun belum yakin
bahwa ini cedera spinal, anggap saja ada cedera spinal
e. Pasang kolar servikal, dan penderita di pasang di atas
Long Spine Board
f. Periksa dan perbaiki A-B-C
g. Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal
h. Rujuk ke RS

PENCEGAHAN
1.menurunkan kecepatan berkendara;
2.menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu;
3.menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda;
4.memberikan program pendidikan langsung untuk mencegah
berkendara sambil mabuk;
5.mengajarkan penggunaan air yang aman;
6.mencegah jatuh dengan berhati-hati;
7.menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan;
8.mengajarkan personel paramedis pentingnya memindahkan
korban dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan
korban yang tepat ke UGD RS;
9.peningkatan kesehatan tiap individu untuk mencegah
terjadinya penyakit-penyakit yang menyerang tulang, dengan
melakukan olahraga rutin dan diet makanan yang sehat

PATHWAYS

PENGKAJIAN
1. Data Fokus
a. Aktifitas dan istirahat : Kelumpuhan otot terjadi kelemahan
selama syok spinl.
b. Sirkulasi : Berdebar-debar, hipotensi, bradikardia,
ekstremitas dingin/pucat
c. Eliminasi : Inkontenensia defekasi dan berkemih, retensi
urine, distensi perut, peristaltik usus hilang
d. Integritas ego : Menyangkal, tidak percaya, sedih dan
marah, takut cemas, gelisah dan menarik diri
e. Pola makan : Mengalami distensi perut, peristaltik usus
hilang
f. Pola kebersihan diri : sangat ketergantungan dalam
melakukan ADL
g. Neurosensori : kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau
kaki, paralisis flasid, hilangnya sensai dan hilangnya tonus
otot, hilangnya reflek, perubahan reaksi pupil, ptosis

h. Nyeri atau kenyamanan : nyeri tekan otot, hiperestesi tepat


diatas daerah trauma, dan mengalami deformitas pada
derah trauma
i. Pernapasan : napas pendek, ada ronkhi, pucat, sianosis
j. Keamanan : suhu yang naik turun
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(fraktur atau dislok)
b. CT scan : untuk menentukan tempat luka atau jejas
c. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
d. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
e. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif b/d kelumpuhan otot
diafragma
2. Kerusakan mobilitas fisik b/d kelumpuhan
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri b/d adanya
cedera
4. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) b/d
gangguan persarafan pada usus dan rektum
5. Perubahan pola eliminasi urine b/d kelumpuhan
syarat perkemihan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Pola napas tidak efektif b/d kelumpuhan otot diafragma
Tujuan: pola nafas efektif setelah pemberian terapi oksigen
Kriteria hasil: ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < 45,
frekuensi pernapasan = 16-20 x/mt, tak ada sianosis.
Intervensi:
1. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak
2. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis
dan karakteristik sekret
3. Kaji fungsi pernapasan

6. Auskultasi suara napas


7. Observasi warna kulit
8. Kaji distensi perut dan spasme otot
9. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari
10.Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan
kekuatan pernapasan
11.Pantau analisa gas darah
12.Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih
sesuai dengan keadaan isufisiensi pernapasan
13.Lakukan fisioterapi nafas

EVALUASI
1.Memperhatikan peningkatan pertukaran gas
dan bersihan jalan napas dari sekresi
a.bernapas dengan mudah tanpa napas pendek
b.melatih napas dalam setiap jam, batuk efektif dan paruparu bersih dari secret
c. bebas dari infeksi paru-paru (misalnya: suhu normal,
frekuensi nadi dan pernapasan normal, bunyi napas
normal, tidak ada sputum purulen)
d.bergerak dalam batas disfungsi dan memperlihatkan
usaha melakukan latihan dalam fungsi nafas.

2. Bergerak dalam batas disfungsi dan


memperlihatkan usaha melakukan latihan
dalam fungsi nafas.
3. Penurunan/kehilangan
nyeri
dan
ketidaknyamanan
4. Fungsi defekasi kembali normal
5. Fungsi kandung kemih kembali normal

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Persarafan.Jakarta:Salemba Medika
Baughman & Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari Brunner &
Suddarth. Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. T. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa oleh Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC
Doengoes, M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGCa
Eliastam, et al. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis, Edisi 5. Alih bahasa oleh
Hunardja Santasa. Jakarta: EGC
Grace, Pierce A. 2006. At A Glance Medikal Bedah. Jakarta: Erlangga
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Edisi 3. Jakarta: FKUI.
Mardjono & Sidharta. 2000. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Muttaqin, Arif. 2007. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nuartha, Joesoef, dan Aliah. 1993. Kapita Selekta Neurology. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Pearce, Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Smeltzere, Suzanne C.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC.

TERIMA KASIH
Semoga Bermanfaat bagi kita... !!!

Anda mungkin juga menyukai