Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH II: LAPORAN KASUS

CROSSED RENAL ECTOPIA NON-FUSED


DISERTAI TRAUMA GINJAL GRADE IV

Oleh
Dr. M. Akram Chalid
Pembimbing:
Dr. M. Asykar Palinrungi,Sp.U

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Case Report

Nonfused Crossed Renal Ectopia with Grade IV Renal Trauma


Asykar Palinrungi, Akram Chalid
Urology Division, Surgery Department, Faculty of Medicine, Hasanuddin University, Makassar, Indonesia

Abstract
Crossed renal ectopia is a rare congenital anomaly which usually asymptomatic and
remain undiagnosed. Most cases are fused type (90%). We report an unusual case of
nonfused crossed renal ectopia that is accidentally found in a patient previously
diagnosed with renal trauma. The 25-year-old adolescent male patient was admitted
with generalized abdominal pain with history of trauma 3 weeks earlier. Abdominal
Computed Tomography revealed grade IV trauma on right kidney and non-visualised left
kidney. When the patient underwent emergency laparotomy because of peritonitis, we
found that the injured kidney was actually a crossed ectopic kidney.
Keywords: Crossed Renal Ectopia, Renal Trauma

PENDAHULUAN

Crossed renal ectopia adalah suatu kelainan kongenital dimana terjadi


transposisi ginjal ke sisi berlawanan. Kelainan ini biasanya tidak terdeteksi karena
kebanyakan kasus asimptomatik. Sembilan puluh persen dari crossed renal ectopia
adalah tipe fused.1
Angka kejadian trauma ginjal sekitar 1 3% dari semua pasien trauma dan 10%
dari semua pasien dengan trauma abdomen. Persentase trauma tumpul dan penetrans
bervariasi tiap tempat. Di Amerika Serikat, 90% trauma ginjal disebabkan oleh trauma
tumpul abdomen. Pada kehidupan sehari-hari, cedera pada ginjal paling sering
disebabkan oleh benturan atau jatuh pada pinggang atau crush injury pada abdomen.9
Kami melaporkan kasus crossed renal ectopia non-fused yang tidak sengaja
terdiagnosis pada seorang pasien yang dilakukan operasi laparotomi dengan diagnosis
trauma ginjal.

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 25 tahun dirujuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan keluhan utama nyeri pada seluruh perut
yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat trauma pada perut 3
minggu yang lalu setelah terjatuh dari ketinggian 5 meter, dengan perut pasien
terbentur pada batang besi dan dirawat di RS Sinjai dimana nyeri perut bertambah
berat sehingga pasien dirujuk ke Makassar. Riwayat hematuria kurang lebih 3 minggu
sejak setelah terkena benturan sampai sekarang. Keluhan saluran cerna dan saluran
kencing lainnya tidak ada. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, pernafasan 30
kali permenit, nadi 110 kali per menit, suhu tubuh 38,6 C. Pada pemeriksaan thorax
didapatkan suara nafas bagian kanan melemah. Perkusi hemithorax kanan pekak.
Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan menyeluruh pada seluruh

abdomen

disertai dengan defans muskuler. Suara bising usus menurun. Pada pemeriksaan colok
dubur tonus spinchter ani kesan longgar dan tidak ditemukan darah pada sarung
tangan. Warna urine terlihat merah pada urine bag.
Pemeriksaan

laboratorium

didapatkan

leukosit

47.700,

hemoglobin

7,2,

hematocrit 21%, trombosit 867.000, ureum 151mg/dl, creatinine 6,5 mg/dl. Foto thorax
dengan hasil efusi pleura pada hemithorax kanan. Dilakukan pemeriksaan CT scan
abdomen tanpa kontras dengan hasil laserasi pada ginjal kanan disertai subkapsular

hematoma, ascites dan efusi pleura bilateral, blood cloth dalam buli-buli, serta ginjal kiri
tidak tervisualisasi.

Gambar 1. Foto thorax menunjukkan


Gambaran efusi pleura

Gambar 2. CT abdomen menunjukkan hematom yang meluas pada ginjal kanan


Sementara ginjal kiri tidak tervisualisasi

Pasien ini didiagnosis dengan peritonitis generalisata akibat perdarahan


intraperitoneal yang berasal trauma ginjal kanan. Manajemen pada pasien ini terlebih
dahulu dilakukan resusitasi cairan, oksigen dan obat-obatan. Drainase efusi pleura
kanan dengan memasang selang chest tube ke water sealed drainage (WSD), lalu
dilakukan tindakan laparotomi emergensi. Dari hasil laparotomi ditemukan darah yang
berasal dari rongga retroperitoneal bagian kanan. Dilakukan insisi white line bagian
kanan untuk membuka retroperitoneal dan ditemukan 2 buah ginjal di sisi kanan,
dimana ginjal yang letaknya inferior mengalami laserasi grade IV, diputuskan untuk
dilakukan nefrektomi, sementara ginjal yang letaknya superior mengalami laserasi pada
pyelum, dilakukan pyeloplasti.

Gambar 3. Saat operasi ditemukan hematom yang meluas pada ruang


Retroperitoneal kanan

Gambar 4. Intra operasi ditemukan 2 buah ginjal di sisi kanan, ginjal yang ektopik
Mengalami laserasi grade IV

Gambar 5. Ginjal ektopik setelah dilakukan nefrektomi

Gambar 6. Ginjal normal setelah dilakukan nefrektomi pada ginjal ektopik

DISKUSI

Ektopia ginjal dapat dibagi menjadi simple, horseshoe, dan crossed renal
ectopia. Ginjal ektopik simple dapat berlokasi dimanapun sepanjang perjalanan
embrionik ginjal dari pelvis ke fossa renalis . Crossed renal ectopia adalah kelainan
kongenital yang jarang ditemukan dimana ureter yang terletak pada posisi normal di
kandung kemih menyeberangi midline menuju ke ginjal ektopik yang terletak pada sisi

tubuh yang berlawanan. Ginjal ektopik kebanyakan malrotasi dan terletak di bawah
ginjal normal. 1
Crossed renal ectopia tidak menunjukkan gejala (asimtomatik) dan ditemukan
secara kebetulan selama otopsi, skrining, atau pada saat pemeriksaan untuk penyakit
lain. Bentuk yang paling umum ditemukan adalah jenis yang fusi, sekitar 90% dari
semua kasus, dan insidennya dilaporkan 1 dari 7.500 otopsi. Sebaliknya, jenis tanpa
fusi dilaporkan 1 dari 75.000 otopsi. Crossed renal ectopia memiliki 4 jenis: tipe A,
dengan fusi; tipe B, tanpa fusi; tipe C, solitary crossed; tipe D, bilaterally crossed.1,2

Ektopia ginjal biasanya asimptomatik. Namun pada beberapa kasus ektopia


ginjal dapat menjadi penyebab adanya gangguan berkemih. Diagnosis penyakit ini
cukup menantang. USG, IVP, DTPA, CECT dan MRI dapat membantu untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Melihat jarangnya kondisi ini, tidak jarang seorang ahli
bedah lupa akan kemungkinan kondisi ini sehingga melukai ginjal ektopik saat
melakukan pembedahan dan akibatnya adalah diangkatnya ginjal ektopik ini. Ignjatovic

dkk juga menyarankan bahwa pembedahan pada kasus ektopik ginjal, jika dilakukan,
harus dilakukan hanya sekali dan sebaiknya melakukan nefrektomi.

3,4

Crossed ectopia adalah ketika ginjal berlokasi pada posisi berlawanan dengan
ureternya yang masuk ke dalam kandung kemih. Sembilan puluh persen crossed
ectopic kidney bersatu pada ipsilateralnya. Kelainan fusi biasanya didiagnosis pada
anak sebagai bagian konstellasi malformasi, pada dewasa muda sepanjang evaluasi
untuk menarche yang terlambat, dan pada lansia biasanya ditemukan secara insidental.
5

Kasus crossed ectopia pertama kali dilaporkan oleh Pamarolus pada 1654.
Abeshouse dan Bhisitkul pada 1959 melakukan suatu ulasan signifikan pada subjek
dan ditemukan 500 kasus crossed ectopia dengan atau tanpa fusi dengan gejala klinis
primer. Glodny dkk pada 2008 melaporkan 24 crossed fused ectopia ditemukan secara
insidental pada pemeriksaan CT scan untuk kasus non-urologi. 6
Enam puluh dua pasien dengan crossed ectopia tanpa fusi telah dilaporkan. Ini
merepresentasikan kurang lebih 10% dari seluruh crossed ectopia. Kelainan ini timbul
lebih sering pada pria dengan rasio 2:1 dan ektopia kiri ke kanan ditemukan 3 kali lebih
banyak dibandingkan dengan ektopia kanan ke kiri 6. Pada kasus kami, pasien
mengalami ginjal ektopia kiri ke kanan.
Ureteral bud (UB) memasuki blastema metanephric yang disekitar ke anlage
spina lumbosacral. Empat minggu kemudian, ginjal yang berkembang melayang pada
level vertebra L1-L3. Karena mekanisme komplit normal untuk naiknya ginjal sepanjang
masa gestasi tidak diketahui, maka penyebab crossed renal ectopia pun tidak diketahui.
Wilmer pada 1938 melaporkan bahwa persilangan timbul sebagai tekanan dari arteri

umbilikalis yang berlokasi abnormal yang mencegah migrasi cephalad dari unit renal,
sehingga mengikuti perjalanan dengan resistensi yang lebih sedikit kearah yang
sebaliknya. 6
Potter pada 1952 dan Alexander dkk pada 1950 memiliki teori bahwa crossed
ectopia adalah suatu fenomena ureteral dimana UB yang sedang berkembang berjalan
ke sisi yang berlawanan dan menginduksi diferensiasi anlage nefrogenik kontralateral.
Ashley dan Mostofi pada 1960 berkesimpulan bahwa tekanan yang kuat bertanggung
jawab pada naiknya ginjal dan tekanan ini menarik satu atau kedua ginjal ke tempatnya
pada sisi lawan. Cook dan Stephens menyatakan bahwa bersilangnya ginjal merupakan
suatu hasil dari malalignment dan rotasi abnormal dari ujung kaudal pada janin yang
sedang berkembang dengan bagian distal pada kolumna vertebra berpindah tempat ke
sisi yang berlawanan atau sebaliknya sehingga satu ureter dapat menyilang pada
midline dan memasuki blastemal nefrogenik sisi lainnya, atau ginjal dan ureter
ditransplantasi ke sisi yang berlawanan dari midline sepanjang penaikan ginjal yang
normal.6
Kelalis dkk pada 1973 mengimplikasikan faktor teratogenik setelah mereka
menyadari peningkatan insidens pada kelainan genitourinaria atau sistem organ lain.
Pada akhirnya, pengaruh genetik mungkin memiliki peran, karena inheritans familial
pada crossed renal ectopia telah dilaporkan pada studi-studi sebelumnya.6
Insidens kejadian abnormalitas pada sistem urogenitalia telah diasosiasikan
dengan ektopia ginjal. Vesicoureteral reflux adalah yang paling sering terjadi (20%
kasus). Kelainan kongenital lainnya termasuk megaureter, hipospadia, kriptokismus,
valve uretra dan dysplasia kistik, dan agenesis unilateral dari tuba fallopi dan ovarium.

Ginjal ektopik dapat juga diasosiasikan dengan kelainan non-renal (adrenal,


kardiopulmoner, gastrointestinal, dan kelainan tulang) dan sindrom genetik. Lebih dari
itu, ginjal ektopik dapat juga dihubungkan dengan komplikasi urologi seperti infeksi
saluran kemih, batu ginjal, obstruksi pelvik-uretero junction, akibat bentuk ginjal ektopik
yang biasanya abnormal, malrotasi, dan vaskularisasi aberan.

7,8

Angka kejadian trauma ginjal sekitar 1 3% dari semua pasien trauma dan 10%
dari semua pasien dengan trauma abdomen. Persentase trauma tumpul dan penetrans
bervariasi tiap tempat. Di Amerika Serikat, 90% trauma ginjal disebabkan oleh trauma
tumpul abdomen.9
The American Association for the Surgery of Trauma (AAST) telah membuat
sebuah skala keparahan organ untuk trauma ginjal, dengan melihat luasnya trauma.
Skala ini telah divalidasi secara prospektif dan secara langsung berhubungan dengan
kebutuhan akan penanganan pembedahan pada pasien trauma ginjal (Lihat tabel 1).
AAST juga telah menunjukkan korelasi dengan fungsi ginjal dan oleh karena itu dapat
diterapkan sebagai prediktor luaran. Satu penelitian yang menunjukkan ini, melaporkan
adanya penurunan fungsi ginjal masing-masing sebesar 15%, 30%, and 65% setelah
trauma grade III, IV, and V. Lebih jauh lagi penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi
ginjal bersifat independen, apakah trauma bersifat tumpul atau tajam, dan apakah
penanganannya bersifat pembedahan konstruktif atau konservatif. 9,10,11

Tabel 1. Grading AAST untuk Trauma Ginjal

Seperti semua kasus trauma, pendekatan sistematis mengikuti prinsip Advanced


Trauma Life Support (ATLS) harus diterapkan, memastikan bahwa disfungsi saluran
napas, pernapasan, dan sirkulasi dinilai dan ditangani dengan tepat sejak awal.
Ketidakstabilan hemodinamik yang tidak dapat dikoreksi dengan kristaloid dan
resusitasi produk darah harus memperingatkan ahli bedah untuk perdarahan visceral
yang sedang berlangsung dan membutuhkan intervensi. CT scan tetap merupakan
standar baku emas untuk investigasi trauma ginjal di mana stabilitas pasien
memungkinkan. Angiografi dapat berguna dalam melokalisir cedera vaskular sehingga
membantu dalam intervensi target.9,10,11

Trauma ginjal grade I dan II selalu berhasil ditangani secara konservatif. Ini
bervariasi dibandingkan dengan grade yang lain dan dibutuhkan analgesia untuk
pemantauan tanda-tanda vital sampai normalisasi dan antibiotik untuk resolusi
hematuri. Secara historis, manajemen bedah trauma ginjal grade III bersifat
kontroversial, tetapi bukti terbaru menunjukkan bahwa pendekatan non operatif lebih
disukai. Sebuah studi prospektif observasional yang multisenter baru-baru ini
menunjukkan bahwa penanganan konservatif trauma ginjal grade IV pada sebagian
besar kasus memiliki fungsi ginjal yang tidak berubah sebelum dan sesudah
penanganan yang diukur dengan skintigrafi ginjal dengan asam dimercaptosuksinat.12
Sebuah tinjauan sistematis dan meta-analisis dari penanganan nonoperatif
trauma ginjal pediatrik nonvaskuler grade IV menyimpulkan bahwa pendekatan
nonoperatif itu sangat sukses, dengan pemeliharaan ginjal parsial dicapai pada 95%
dari pasien. Sekitar seperempat dari trauma ginjal grade IV dikelola secara konservatif.
Pemeliharaan parenkim ginjal dan menghindari morbiditas adalah tujuan utama. Hasil
serupa dicapai dengan trauma ginjal grade IV.12
Operasi harus dilakukan pada pasien-pasien yang tetap dalam kondisi
hemodinamik tidak stabil meskipun telah dilakukan resusitasi dengan kristaloid dan
produk darah, dengan kemungkinan terjadi perdarahan ginjal

dan hematoma

retroperitoneal yang meluas. Idealnya, pencitraan dengan CT kontras atau pyelogram


intravena harus dilakukan sebelum operasi, meskipun pasien dengan trauma ginjal
grade V mungkin tidak selalu cukup stabil untuk menjalani pemeriksaan tersebut.12
Nefrektomi total dan rekonstruksi ginjal bisa dilakukan di mana kontrol proksimal
vaskular diperoleh sejak awal, dan awal perdarahan. Renorafi atau nefrektomi parsial

mungkin bentuk yang paling tepat untuk intervensi bedah pada kasus cedera kutub
besar atau laserasi pertengahan ginjal. Pendekatan dalam kasus ini adalah melalui
laparotomi midline, memungkinkan penilaian yang memadai dari organ dalam lainnya.
Rekonstruksi didasarkan pada prinsip-prinsip paparan, kontrol perdarahan, debridement
dan hemostasis. Sebuah sistem pengumpulan kedap air adalah yang terpenting, dan
drainase retroperitoneal juga penting.12
Pada kasus kami, pasien datang

dengan gejala peritonitis dan hematuria

dimana ada riwayat trauma tumpul pada abdomen sebelumnya. Setelah dilakukan
resusitasi cairan dan kondisi pasien stabil dilakukan pemeriksaan CT scan abdomen
dimana ditemukan laserasi pada ginjal kanan dan cairan bebas intraperitoneal.
Manajemen operatif pasien dilakukan tindakan laparotomi midline, ditemukan cairan
bebas berupa darah yang berasal dari imbibisi rongga retroperitoneal. Dalam rongga
retroperitoneal kemudian ditemukan terdapat 2 buah ginjal, salah satunya adalah
crossed renal ectopia tipe non-fused. Ginjal ini yang mengalami trauma grade IV yang
menyebabkan perdarahan renal yang meluas ke rongga intraperitoneal. Pada ginjal ini
kemudian dilakukan prosedur nefrektomi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Yano H, et al. Abdominal aortic aneurysm associated with crossed renal ectopia without
fusion: Case report and literature review. Journal of vascular Surgery. Vol May 2003:

2.

p1098-102
Lodh BD, et al. Unfused crossed renal ectopia with ipsilateral anorchia- a rare entity.

3.

Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2013 Sept, Vol-7(9): p2029-30


Gambhir A, et al. Bilateral crossed unfused renal ectopia. Clinical Nuclear Medicine vol

40 no 10. October 2015: p805-7


Jindal T et al. Management of an iatrogenic injury in a crossed ectopic kidney
without fusion. Korean Journal of Urology vol 55. 2014: p554-6
5. Wilcox D. Essentials in Paediatric Urology second edition. CRC press. UK. 2008
6. Bauer S. Anomalies of The Upper Urinary Tract. Campbells Urology. New York. 2013
7. Ratola A et al. Crossed renal ectopia without fusion: An uncommon cause of abdominal
4.

mass. Case Reports in Nephrology vol 2015: p1-3

8.

Ramaema DP, et al. Crossed renal ectopia without fusion: an unusual cause of acute

abdominal pain-a case report. Case report in urology vol 2012: 1-4
9. Michael C. Genitourinary trauma. Trauma. Ed: Mattox KL et al. 7 th edition. McGrawHill:
10.

New York. 2013


Mc anich JW. Smiths General Urology 17 th edition. Ed: McAnich JW, Tanagho EA.

McGraw Hill Medical: New York. 2012


11. Williams NS et al. Bailey & Loves Short Practice of Surgery 25 th edition. Hodder Arnold:
12.

UK. 2012
Tait CD, Somani BK. Renal trauma: case reports and overview. Case reports in urology,
vol 2012, no 1: p1-4

Anda mungkin juga menyukai