Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)

Disusun Oleh:
Bonfilio Alfredo Sasajua 102122066
Christinia Sagita Parinussa 102122071
Foniman Abi Fitra 102122004

Pembimbing:
dr. Engki Irawan, M.Ked (Neu), Sp.N

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT


SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BATAM RSUD RAJA AHMAD TABIB PROVINSI
KEPULAUAN RIAU 2023
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan
judul: “Acute Transverse Myelitis (ATM)”. Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Ilmu
Neurologi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjung Pinang.
Penyelesaian laporan kasus ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada dr.Engki
Irawan,Sp.N, teman sejawat, dan berbagai pihak lainnya yang tidak dapat saya sebut satu
per satu. Terima kasih kami ucapkan atas seluruh bimbingan dan pengarahan kepada
penulis, selama menimba ilmu di Stase Neurologi di RSUD Raja Ahmad Tabib Tanjung
Pinang dan dalam menyusun laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran
dan kritik sangat diharapkan. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan kasus ini dapat disetujui dan
ada manfaatnya dikemudian hari. Pada akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat
memperluas wawasan pembaca serta teman- teman sejawat

Tanjung Pinang, 23 Juni 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................................................
A. Identitas Pasien .........................................................................................................................
B. Anamnesis.................................................................................................................................
C. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................................................
D. Diagnosis.................................................................................................................................
E. Penatalaksanaan......................................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................
A. Definisi....................................................................................................................................
B. Epidemiologi...........................................................................................................................
C. Etiologi....................................................................................................................................
D. Patofisiologi............................................................................................................................
E. Manefestasi klinis....................................................................................................................
F. Diagnosa..................................................................................................................................
G. Penatalaksanaan......................................................................................................................
H. Diskusi Kasus..........................................................................................................................
BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Fungsi medula spinalis adalah sebagai jalan informasi sensorik dan motorik
antara otak dan tubuh. Dua jalur sensorik utama adalah kolumna posterior dan traktus
spinotalamikus. Jalur motorik utama adalah traktus kortikospinalis. Kolumna posterior
menyampaikan informasi rasa getar, raba halus, dan propriosepsi ipsilateral. Traktus
spinotalamikus membawa informasi nyeri, suhu, dan raba kasar ke kontralateral (serabut
menyilang 1-2 korpus vertebra di atas levelinervasi sensorik). Serabut motorik turun dari
korteks serebri ke tubuh kontralateral melalui traktus kortikospinalis. 1

Myelitis transversa merupakan inflamasi medula spinalis yang ditandai dengan kerusakan
neuronal dan aksonal serta memunculkan manifestasi klinis kelemahan otot, defisit sensorik, dan
gangguan autonom. Insidensi pada populasi umum sebesar 1-4 kasus per 1 juta populasi per tahun.
Dari berbagai penyebab mielitis transversa, penyakit autoimun sistemik memegang peranan kunci
dan systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan yang paling sering.2

Myelitis Transverse juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit sifilis, measles,
beberapa vaksinasi seperti chickenpox dan rabies. Myelitis Transverse bisa terjadi secara idiopatik.
Beberapa infeksi seperti infeksi virus varicella zooster, herpex simplex, cytomegalovirus, Epstein
barr, influenza, echovirus, HIV, hepatitis A, rubella, dan schistosomiasis. Suplai darah yang
berkurang seperti pada penyakit vaskuler aterosklerosis yang menyebabkan iskemik, sehingga terjadi
penurunan suplai oksigen pada jaringan saraf bisa juga menyebabkan Myelitis Transverse.3

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien :

No. RM : 16-27-79
Nama : Nn. P
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat : KM 20 Kijang, RT/RW 003, Kel : gunung lengkuas, Kec : Bintim

Tanggal MRS : 10 Juni 2023

B. Anamnesis

Dilakukan autoanamnesis pada 16 Juni 2023, jam 13.12 WIB di HCU RSUD Raja
Ahmad Tabib Provinsi Kepulauan Riau.

 Keluhan Utama

Seluruh anggota badan terasa kebas dan lemah.

 Keluhan Tambahan

Demam (+) pada hari masuk RS, pilek (+).

 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien rujukan dari RSUD Bintan, datang dengan keluhan seluruh anggota
badan terasa kebas, keempat anggota gerak sulit digerakkan. Awalnya pasien merasa
nyeri, tegang, kebas dibagian belakang leher pada Jumat 9 Juni 2023, kemudian
menjalar ke punggung, pinggang, ke tangan, serta ke kaki.

Pasien mengatakan terbangun pada pukul 03.30 WIB pada hari Jumat 9 Juni
2023 karena merasa panas seperti terbakar pada daerah punggung, kemudian pasien
berjalan dan terasa sempoyongan, kaki dan tangan juga terasa berat untuk digerakkan,
lemas dan kemudian terjatuh terduduk.

2
 Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh / trauma kepala disangkal
- Riwayat terpapar pestisida dan herbisida disangkal
- Riwayat infeksi otak sebelumnya disangkal
- Riwayat lemah anggota gerak sebelumnya disangkal
- Riwayat DM dan Hipertensi disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat penyakit serupa disangkal
- Riwayat stroke disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes melitus disangkal

 Riwayat Penggunaan Obat: -

 Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi:


Pasien baru lulus sekolah menengah atas, biaya perawatan ditanggung BPJS.

 Anamnesis Sistem:
- Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
- Sistem neurologi : nyeri, tegang, kebas pada leher, menjalar
ke punggung, pinggang, tangan, serta kaki. Rasa panas seperti terbakar
pada punggung.
- Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
- Sistem respirasi : tidak ada keluhan
- Sistem gastroinstestinal : tidak ada keluhan
- Sistem integumen : tidak ada keluhan
- Sistem urogenital : tidak ada keluhan

C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak
baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6= 15
Tanda Vital

3
- TD : 117/59 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, Reguller
- Pernapasan : 20 x/menit, Reguller
- Suhu : 40,1 oC
- Spo2 : 98 %

2. Status Generalis
• Kepala: Normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
• Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
• Wajah: Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies
• Mata: Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (-/-),
refleks cahaya tidak langsung (-/- ), refleks kornea (+/+)
• Telinga:
AD: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan(-) /
AS: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan(-)
• Hidung: Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret.
Tidak tampak nafas cuping hidung.
• Mulut: Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi (-), sianosis (-),
perot (-)
• Thorax / Pulmo:
Inspeksi: Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan supraclavicula (-)
Palpasi: Taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
• Cor:
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas kiri bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra. Batas kiri atas: ICS 3 mid
clavicularis sinistra. Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra. Batas kanan atas:
ICS 2 parasternal dekstra
Auskultasi: Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal. Bunyi jantung II splitting saat
inspirasi dan tunggal saat ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal, murmur (-),
gallop (-)
Kesan: Jantung dalam batas normal

4
• Abdomen:
Inspeksi: abdomen datar, supel
Auskultasi: bising usus (+), normal (2-6 x menit)
Perkusi: timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi: dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor baik -
Ekstremitas: Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2 detik

3. Status Neurologis
 Saraf Kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri


N. I. Olfaktorius Daya penghidu N N
Daya penglihatan N N
N. II. Optikus
Pengenalan warna TDP N
Lapang pandang N N
Ptosis - -
Gerakan mata ke
medial N N
Gerakan mata ke atas
N N
Gerakan mata ke
N. III. Okulomotor N N
bawah
Ukuran pupil 2,5 mm 2,5 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya
langsung + +
Strabismus divergen
- -
N. IV. Troklearis Gerakan mata ke lat-
bawah - -
Strabismus konvergen
- -
Menggigit N N
Membuka mulut N N
N. V. Trigeminus Sensibilitas muka N N

Refleks kornea + +
Trismus - -
Gerakan mata ke
lateral - -
N. VI. Abdusen Strabismus konvergen
- -

Kedipan mata + +

5
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut N N
N. VII. Fasialis Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +

Menggembungkan pipi TDP TDP


Daya kecap lidah 2/3 ant TDP TDP

Mendengar suara bisik TDP TDP


N. VIII.
Vestibulokoklearis Tes Rinne TDP TDP

Tes Schwabach TDP TDP

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring Simetris


Daya Kecap 1/3 Belakang TDP
Reflek Muntah DBN
Tersedak -

N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring DBN
Reflek muntah DBN
Bersuara DBN
Menelan DBN

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan kepala DBN
Sikap bahu -
Mengangkat bahu DBN
Trofi otot bahu -

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan


Sikap lidah DBN
Artikulasi Baik
Tremor lidah -
Menjulurkan lidah DBN

6
Kekuatan lidah DBN
Atrofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -

Motorik Superior Inferior


Gerak +/- -/-
Kekuatan 333/000 000/000
Tonus Hipotoni/Hipotoni Hipotoni/Hipotoni
Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi
Refleks fisiologis ++/-- ++/--
Refleks patologis -/- -/-
Klonus -/- -/-
Sensibilitas Dalam batas normal
Gerakan abnormal -

 Koordinasi
- Bicara : Dapat berbicara dengan jelas
- Menulis : TDP
- Percobaan Apraksia : TDP
- Mimik : TDP
- Test Telunjuk–Telunjuk : TDP
- Test Telunjuk – Hidung : TDP
- Diadokhokinesia : TDP
- Test Tumit – Lutut : TDP
- Test Romberg :-

 Vegetatif
- Vasomotorik : TDP
- Sudomotorik : TDP
- Pilo – Erektor : TDP
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal
- Potens dan Libido : TDP

 Rangsang Radikuler

- - Laseque : TDP
- - Cross Laseque : TDP

7
- - Test Patrick : TDP
- - Test Lhermitte : TDP
- - Test Naffziger : TDP

 Gejala Serebelar

- - Ataksia : TDP

- - Disartria : TDP
- - Tremor : TDP
- - Nistagmus : TDP
- - Fenomena Rebound : TDP
- - Vertigo : TDP
- - Dan lain-lain : TDP

 Gejala Ekstrapiramidal

- - Tremor :-
- - Rigiditas :-
- - Bradikinesia :-

 Fungsi Luhur

- - Kesadaran Kualitatif : Compos Mentis


- - Orientasi : Baik
- - Intelegensia : Normal
- - Daya Pertimbangan : Normal
- - Reaksi Emosi : Normal
- - Afasia :-
- - Disorientasi Kanan-kiri :-

 Pemeriksaan Tambahan
- - Myerson sign :-
- - Cogwheel rigidity :-

8
 Fungsi
Motorik
Eutrofi Eutrofi
Trofi

Eutrofi Eutrofi

Kekuatan 333 000

000 000

Tonus Hipotoni Hipotoni

Hipotoni Hipotoni

 Refleks Fisiologis

Kanan Kiri
Refleks Triceps + +
Refleks Ulna dan Radialis - -
Refleks Patella
+ +
Refleks Achilles
- -
 Refleks Patologis

Kanan Kiri
Hofman Trommer - -
Babinsksi - -

 Follow up :

Hari/Tanggal S O A P
10-06-2023 Badan terasa Kesadaran : Tetraparase tipe Ivfd nacl 0.9%
lemah, susah CM LMN ec susp 20 tpm
digerakkan, TD : 98/56, S : GBS dd acute Inj mecobalamin
nyeri, dan 36.5, HR : 88, myolitis 3x500mg
terasa kebas RR : 26, Inj omz 2x40mg
SPO2 : 100% Gabaxo ivfd 1x1
E4,M6,V3 flash(s/d 5 hari)
Inj dexa 3x5mg

9
(selama 3 hari)
Pct tab 3x1gr
Ca lactat 3x1tab
As.folat 1x1 tab
Gabapentin
300mg 0-0-1

Tangan kiri TD : 108/64, Tetraparase tipe Ivfd nacl 0.9%


12-06-2023 sudah bisa HR : 84, LMN ec susp 20 tpm
digerakkan SPO2 : 100, S : GBS dd acute Inj mecobalamin
walaupun 36.7, RR : 34 myolitis 3x500mg
masih lemah. Inj omz 2x40mg
tangan kanan, Gabaxo ivfd 1x1
kedua tungkai flash(s/d 5 hari)
belum bisa Pct tab 3x1gr
digerakkan Ca lactat 3x1tab
As.folat 1x1 tab
Gabapentin
300mg 0-0-1
Inj metil
prednisone
3x125mg s/d H5
Tab eperison hcl
3x50mg

14-06-2023 Bentol-bentol TD : 110/58 Tetraparase tipe Advice dr.


kemerahan, St lokalis : LMN ec susp Engki Sp. N +
gatal dibag dahi papul eritem GBS dd acute salep
dan hidung regio frontalis, myolitis betamethasone
karena kipas multiple batas Urtikaria
angin kencang tegas
ke arah muka

 Pemeriksaan Penunjang :

1. Lab 9/6/23
• Darah langkap : MCV : 79.9 fl (80-94)
• Hitung jenis leukosit : Neutrofil : 78.2% (50-70), Monosit 0.4% (1-3)
• Faal Ginjal : Creatinin : 0.49 mg/dl (0.5-0.9)
2. 10/6/23
• Hematologi : MCV : 86.0 fl (87.1-102.4), MCHC : 33.4 g/dl (29.6-32.5)
• Hitung jenis : basophil : 0.2% ( 0.4-1.4), eosinophil 0.00% (0.60-4.90),
neutrophil 79.1% (39.7-71.2), limfosit 20.00% (21.90-50.30), monosit 0.70 %
(4.20-9.60)
• Kimia : GDS : 144mg/dl (70-140)
• Elektrolit : natrium 131mmol/L (136-145)

10
3. RO thorax : 10/6/23
• Corakan bronchovaskuler kedua pulmo tampak meningkat dan prominent
• Hilus tak menebal
• Diafragma dextra dan sinistra tampak lancip
• Cor, CTR <0.56
• Sistema tulang yang tervisualisasi intak

Kesan : suspect bronchitis, besar cor dalam batas normal

4. RO cervical : 10/6/23
• Trabekulasi tulang baik
• Corpus dan pedicle intak
• Kelengkungan vertebra baik
• DIV tak tampak menyempit maupun melebar
• Tak tampak listhesis osteofit maupun subchondral sklerotik
• Tak tampak diskontinuitas pada Sistema tulang yang tervisualisasi

Kesan : paraspinal musculospasme, tak tampak fraktur listesis corpus VC


tervisualisasi

D. Diagnosis :
 Diagnosis Fungsional : Tetraparase tipe LMN
 Diagnosis Anatomi : medulla spinalis
 Diagnosis Etiologi : idiopatik
 Diagnosis kerja : acute myolitis transversal

E. Penatalaksaan : adviced dr. Engki Irawan, M.Ked (Neu), Sp.N


 Ivfd nacl 0.9% 20 tpm
 Inj mecobalamin 3x500mg
 Inj omeprazole 2x40mg
 Gabaxo ivfd 1x1 flash(s/d 5 hari)
 Inj dexamethasone 3x5mg (selama 3 hari)
 Inj methilprednisolon 125mg

11
 Tab eperison 50mg
 Paracetamol tab 3x1gr
 Calcium lactat 3x1tab
 Asam folat 1x1 tab
 Gabapentin 300mg 0-0-1

 Diagnosis akhir : acute myelitis transversal

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Myelitis merupakan peradangan pada medulla spinalis dan transversa


menunjukkan lokasi dan posisi dari peradangan yaitu di sepanjang medulla spinalis.
Menurut  National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS 2012)
Acute Myelitis Transversa merupakan kelainan neurologi yang diakibatkan oleh
adanya peradangan pada sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau
segmen dari medulla spinalis.4

B. Epidemiologi

Tingkat insidensi Acute Transverse Transverse Myelitis Myelitis di seluruh


dunia bervariasi dimana berkisar 1,35 sampai 4,6 per juta penduduk. Sepertiga pasien
yang menderita myelitis transversa mengalami pemulihan sepenuhnya, kemudian
sepertiga lainnya menunjukkan adanya defisit neurologis yang digambarkan melalui
keadaan klinis yang sedang, serta menunjukkan adanya defisit neurologis residual
yang berat secara klinis. Predisposisi usia pada kasus myelitis transversa bervariasi
dengan puncak bimodal antara 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Acute myelitis
transversa dapat diderita oleh orang dewasa dan anak-anak baik pada semua jenis
kelamin maupun ras.1

C. Etiologi

Myelitis transversa dapat terjadi karena berbagai mekanisme patologik. Myelitis


transversa yang bersifat idiopatik dapat timbul pada satu episode myelitis transversa.
Selain itu, myelitis transversa juga dapat timbul karena gangguan inflamasi yang
rekuren seperti pada multiple sclerosis atau neuromyelitis optika spectrum disorder.
Adanya infeksi pada medulla spinalis juga dapat menyebabkan cedera langsung pada
jaringan dan dapat memprovokasi kejadian myelitis transversa.6
Myelitis transversa dapat timbul dari berbagai etiologi, namun yang banyak
dijumpai ialah fenomena autoimun setelah setelah infeksi atau vaksinasi yang sering
menjadi etiologi tersering pada kasus myelitis transversa pada anak.7

13
D. Patofisiologi8

Teori-teori Acute myelitis transversa


Acute Myelitis Transversa dengan infiltrasi sel-sel inflamasi yang dimediasi
oleh imun sebagai akibat paparan dengan antigen paparan dengan antigen viral.
Teori ini termasuk di antaranya molekuler mimikri, efek super antigen, disregulasi
berbasis humoral dan toksisitas yang dimediasi oleh interleukin 6 (IL-6). Molekuler
mimikri dari viral dapat menjelaskan bahwa respon imunologis terjadi karena
kesamaan struktur molekul antara patogen yang menyerang dan jaringannya sendiri
sehingga mampu menstimulasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan
antigennya, kemudian menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari
complement-mediated atau cell mediated yang mampu menimbulkan kerusakan
terhadap jaringan. Superantigen merupakan peptida mikroba yang menginduksti sel T
autoreaktif dengan mengikat reseptor sel T secara langsung sehingga superantigen
mampu menginduksi aktivasi limfosit T tanpa kostimulatori molekul. Sebagai contoh
superantigen S. pyogenes telah terbukti mengaktifkan sel T melawan protein dasar
myelin dan mengakibatkan myelitis transversa akut nekrotikans.
Pada penyakit autoimun, sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri
sehingga menyebabkan inflamasi dan mampu merusak medulla spinalis. Ketika Acute
Transversa Myelitis timbul tanpa adanya penyakit penyerta yang tampak dapat
dikatakan sebagai idiopatik. Acute transversa myelititis idiopatik diasumsikan sebagai
hasil aktivasi abnormal sistem imun melawan medulla spinalis. Pada medulla spinalis
yang mengalami peradangan akan tampak pembengkakan (edema), hiperemis dan
jika berat dapat menyebabkan perlunakan (mielomalasia).

E. Manifestasi Klinis
Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik,
sensorik, dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla
spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak
selalu seragam dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda.
Pemeriksaan klinis dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang
dan tingkat motorik, akan membantu dalam lokalisasi lesi. ATM terjadi secara akut
(terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu

14
atau dua minggu). Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik
dan otonom. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah,
sakit kepala, demam. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu
kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada jari
kaki, disfungsi kandung kemih dan buang air besar. Gejala sensorik pada ATM yaitu
nyeri. Nyeri merupakan gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari
semua penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan. Gejala
lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal seperti terbakar,
gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik. Penderita juga
mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan
terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi terhadap
sentuhan misalnya pada saat berpakaian atau sentuhan ringan dengan jari
menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa penderita
juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas
dan dingin. Gejala motorik pada ATM yaitu beberapa penderita mengalami tingkatan
kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan
ATM terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyeret salah satu kakinya atau lengan
mereka karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami
penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi
kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan
kursi roda. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering
menjadi paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah). Gejala
otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin dan
buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering terjadi.
Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita
mengalami masalah dengan sistem respiratori. Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian
atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan
tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM
biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren.9,10,11
Gejala dan tanda myelitis transversalis biasanya berkembang selama hitungan
jam dan biasanya bilateral, namun presentasi unilateral atau asimetris dapat terjadi.
Mielitis transversalis terkadang bermanifestasi sebagai onset cepat, paraparesis berat
atau kuadriparesis dengan arefleksia, yang dapat menyebabkan kesulitan diagnostik
15
dengan penyakit lain seperti sindrom Guillain - Barre. Tanda hiperrefleks dan refleks
Babinski mengkonfirmasi penyebab utama kelemahan otot terletak di sentral.11

F. Diagnosis
Diagnosis myelitis transversa dapat dilakukan dari anamnesis,   pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan dilakukan dengan
menanyakan dari riwayat penyakit medis, riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik
secara umum serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit
autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis. 7
Dari anamnesis ditanyakan riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan  pada
tubuh seperti paresis kedua tungkai yang progesif dalam beberapa minggu. Kelainan
fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah  pinggang, lalu perasaan
perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi yang terjadi secara mendadak  pada
tangan  pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin,
urinary urgency maupun konstipasi. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya
berkembang selama beberapa jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun dapat
terjadi unilateral atau asimetris.7,8
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan sistemik secara luas sebagai fokus
pada temuan neurologis seperti kelemahan, motorik, perubahan sensasi (sentuhan
ringan, getaran, posisi, rasa, atau suhu), tonus, refleks regangan otot, koordinasi, dan
fungsi usus dan kandung kemih. Adanya tanda-tanda Babinski mengkonfirmasikan
penyebab sentral dari pada penyebab perifer dari kelemahan otot.7
Perubahan yang mempengaruhi otak, seperti disfungsi kognitif dan saraf
kranial dan kelainan visual, umumnya tidak terlihat dengan TM idiopatik. Demam,
takikardia, dan takipnea dapat mengindikasikan infeksi etiologi. Infeksi, autoimun,
dan kondisi lainnya yang menyebabkan peradangan akut pada sumsum tulang
belakang dapat juga bermanifestasi dalam sistem tubuh lainnya. Pernafasan,
kardiovaskular, gastrointestinal, dan saluran genitourinari serta sistem
muskuloskeletal dan integumen harus dinilai sesuai. Temuan akan membantu dalam
menentukan tingkat keterlibatan tulang belakang, panduan pengujian diagnostik,
dan membantu menyingkirkan diagnosis lain.1

16
G. Penatalaksanaan

1. Menurut The New England Journal of Medicine 2010.11

Imunoterapi Awal

Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut mielitis adalah


menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi inflamasi sumsum tulang
dan mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan
standar lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau
lengkap

Plasma Exchange

Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak


berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati-hati terhadap pemberian plasma
exchange karena dapat menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang

Penanganan gejala dan komplikasi ATM, bantuan pernapasan dan


orofaringeal

Mielitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan melibatkan


sumsum tulang belakang bagian atas dan batang otak, sehingga penilaian ulang
secara regular fungsi pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama proses
perubahan mielitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik diperlukan untuk beberapa
pasien.

Kelemahan motorik dan komplikasi imobilisasi

Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis terhadap


trombosis vena disarankan untuk semua pasien dengan immoblitas. Kolaborasi
dengan tim kedokteran fisik harus dipertimbangkan sehingga multidisiplin
neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini.

Kealainan tonus otot

Mielitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut

17
(selama syok spinal ), tetapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan
resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak
sadar (spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat
baclofen, tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan pasien dengan
spastik yang berhubungan dengan gangguan otak dan saraf tulang belakang.

Nyeri

Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan mielitis dan dapat
disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi
(misalnya, nyeri karena gangguan postural), spastik atau beberapa kombinasi
dari faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan agen
antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake inhibitor
serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik.

Disfungsi kandung kemih dan usus

Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase akut mielitis


karena retensi urin di kandung kemih. Setelah fase akut, otot detrusor vesika
urinara mengalami hiperrefleksia yang biasanya akan berkembang dan ditandai
oleh frekuensi berkemih, urgensi, urge incontinence. Gejala ini biasanya
berkurang dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya, oxybutynin dan
tolterodine).

2. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke4

Steroid intravena

Pasien dengan ATM diberikan dosis tinggi metilprednisolon intravena


selama 3-5 hari. Keputusan untuk steroid lanjutan atau menambahkan
pengobatan baru sering didasarkan pada perjalanan klinis dan penampilan MRI
pada hari ke 5 setelah pemberian steroid

Plasma Exchange

Hal ini sering digunakan untuk pasien-pasien dengan ATM moderat dan
bentuk agresif yang tidak menunjukkan banyak perbaikan setelah dirawat
dengan steroid intravena dan oral.

18
Perawatan lain untuk ATM

Bagi pasien yang tidak berespon baik dengan steroid atau Plex dan terus
menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang, bentuk lain dari
intervensi berbasis kekebalan mungkin diperlukan. Penggunaan imunosupresan
atau agen imunomodulator mungkin diperlukan. Salah satunya penggunaan
siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering digunakan untuk limfoma atau
leukemia). Terapi rehabilitasi (physical therapy, occupational therapy,
vocational therapy).

3. Menurut American Academy of Neurology (2011)13

Dosis tinggi metilprednisolon ( 1 g IV setiap hari selama 3-7 hari )


biasanya lini pertama pengobatan pada awal serangan ATM. Keputusan untuk
memperpanjang steroid atau memberikan modalitas pengobatan tambahan
didasarkan pada perjalanan klinis dan gambaran MRI setelah selesai pemberian
steroid. Plasma exchange sering ditambahkan ke rejimen jika pasien
menunjukkan sedikit perbaikan klinis setelah pemberian steroid standar. Plasma
exchange dapat dianggap sebagai pengobatan awal jika pasien memiliki gejala
ATM yang sedang sampai parah. Pilihan terapi lainnya adalah imunomodulator
dan obat sitotoksik seperti rituxima, azathioprine, dan siklofosfamid, meskipun
tidak ada bukti literatur yang cukup untuk mendukung penggunaanya secara
rutin. Dalam satu studi retrospektif pada pasien dewasa dengan ATM, pasien
dengan tingkat yang paling parah disertai kecacatan dan mereka yang memiliki
riwayat penyakit autoimun menunjukkan beberapa manfaat penggunaan
siklofosfamid IV setelah kortikosteroid . Dalam penelitian yang sama,
subkelompok lain di mana pasien yang menerima kortikosteroid IV diikuti
pemberian plasma exchange bernasib lebih baik daripada mereka yang
menerima IV kortikosteroid saja. Selanjutnya lebih mendukung penggunaan
steroid diikuti oleh plasma exchange sebagai standar terapi yang diterima secara
luas.

H. Diskusi Kasus

Telah diperiksa seorang perempuan (P), berusia 19 tahun dengan alamat KM 20


19
Kijang, RT/RW 003, Kel : gunung lengkuas, Kec : Bintim. Datang ke rumah sakit
pada tanggal 10 juni 2023 dengan keluhan seluruh anggota tubuh terasa kebas dan
lemah. Mielitis transversalis akut dapat terjadi pada semua usia dengan puncak
bimodal pada pasien usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Tidak ada kecenderungan
gender atau keluarga atau etnis untuk ATM. Tidak ada bukti variasi geografis dalam
kejadian ATM.14

Pada pasien ini, gejala awal yang dirasakan adalah tubuh terasa kebas dan terasa
kelemahan pada anggota gerak. Pasien mengatakan terbangun pada pukul 03.30
WIB pada hari Jumat 9 Juni 2023 karena merasa panas seperti terbakar pada daerah
punggung, kemudian pasien berjalan dan terasa sempoyongan, kaki dan tangan juga
terasa berat untuk digerakkan, lemas dan kemudian terjatuh terduduk. Awalnya
pasien merasa nyeri, tegang, kebas dibagian belakang leher pada Jumat 9 Juni 2023,
kemudian menjalar ke punggung, pinggang, ke tangan, serta ke kaki. Hal ini
menunjukkan adanya gangguan motorik dan sensorik.

Pada pemeriksaan neurologis, dijumpai paraparese tipe LMN dengan kekuatan


otot pada ekstremitas kanan inferior 000 dan ekstremitas kiri inferior yaitu 333.
Pada pemeriksaan refleks patologis, tidak ditemukan Babinski. Mielitis transversalis
merupakan penyakit inflamasi pada medula spinalis, secara klinis dijumpai tanda
dan gejala disfungsi neurologi berupa kelemahan motorik, gangguan sensorik dan
disfungsi otonom dengan onset akut atau subakut.15

Pada subtipe mielitis transversalis akut komplit (ACTM) ditandai dengan


kelemahan motorik simetris, gangguan sensorik dan disfungsi pada level di bawah
lesi dan pada pemeriksaan MRI dijumpai lesi pada 1 - 2 segmen vertebra.16 Pada
pasien ini dijumpai 2 gejala klasik myelitis transversalis, yaitu kelemahan kedua
tungkai dan nyeri punggung. Distribusi gejala tersebut bisa simetris atau asimetris
yang mengenai lengan atau tungkai maupun keempat anggota gerak.15

Pada pemeriksaan tonus otot dijumpai Hipotoni, refleks fisiologis Hiporefleks


dan tidak ditemukan refleks patologis. Lesi medula spinalis akut
awalnyamengakibatkan kelumpuhan flaksid di bawah level lesi, hipotonia otot dan
hilangnya tendon dalam dan refleks superfisial. Hal ini diakibatkan oleh blok
konduksi transmisi listrik di medula spinalis. Fase transien ini disebut syok spinal.
Setelah jangka waktu beberapa hari hingga berminggu-minggu, tonus otot dan

20
refleks di bawah level lesi akan kembali dan menjadi meningkat. Hal ini disebabkan
oleh aktivasi yang disebut silent synapses (sinapsis yang sebelumnya tidak aktif
pada motor neurons terhubung dengan aktivitas refleks segmental). Selain itu,
serabut aferen pada dorsal root akan muncul dan membentuk sinapsis baru. Kedua
mekanisme ini menyebabkan paresis berubah dari flaksid menjadi spastik, dengan
hipertonia dan peningkatan refleks tendon dalam.17

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan


penunjang, pasien didiagnosa dengan ATM. Diagnosis ATM yang idiopatik harus
mensyaratkan bahwa semua kriteria inklusi dan tidak ada kriteria ekslusi yang
terpenuhi. Diagnosis penyakit terkait ATM harus mensyaratkan bahwa semua
kriteria inklusi terpenuhi dan pasien diidentifikasi tidak memiliki kondisi yang
mendasari yang tercantum dalam penyakit khusus yang diekslusi. Karena sindrom
klinis ATM mungkin disebabkan oleh penyebab inflamasi, ATM merupakan bagian
dari mielopati akut. Diagnosis ATM membutuhkan bukti peradangan di dalam
medula spinalis, karena biopsi medula spinalis bukanlah pilihan praktis dalam
evaluasi rutin pasien ATM, analisis MRI dan CSF medula spinalis adalah satu-
satunya alat yang sangat tersedia untuk menentukan adanya peradangan dalam lesi
yang terlibat.18

Pasien ini mendapatkan terapi kortikosteroid. Kortikosteroid diberikan selama 5


hari. Setelah diberikan kortikosteroid selama 5 hari, dijumpai perubahan pada
pasien. Terjadi perbaikan motorik dan berkurangnya keluhan sensorik pada
ekstremitas superior (dextra). Metilprednisolon intravena harus diikuti dengan
steroid oral mulai dari 1 mg/kg/hari dan dikurangi selama 3-4 minggu.19

Secara umum, pasien dengan pemulihan motorik yang baik tampaknya juga
memiliki pemulihan kontrol urin yang lebih baik. Alasan untuk ini tidak jelas tetapi
dapat berhubungan dengan acute complete transverse myelitis (ACTM) dan
longitudinally extensive transverse myelitis (LETM) yang lebih umum pada
kelompok usia yang lebih muda. Banyak penelitian sebelumnya melaporkan sedikit
perbaikan setelah 6 bulan, tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa waktu yang
lebih lama untuk tindak lanjut dikaitkan dengan fungsional outcome yang lebih baik,
menunjukan bahwa pemulihan dapat berlanjut bahkan selama beberapa tahun.
Faktor-faktor yang dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk adalah onset gejala

21
yang cepat, kelemahan motorik yang parah, kebutuhan ventilator. ATM yang
berhubungan dengan ensefalomielitis diseminata akut atau MS memilki prognosis
yang lebih baik untuk pemulihan dibandingkan ATM yang idiopatik dan ATM
terkait NMO. Panjangnya lesi dalam konteks ATM idiopatik merupakan
penetu utama prognosis kekambuhan, seperti yang tercermin dari terminology
klasifikasi.20

22
BAB IV
KESIMPULAN

Myelitis transversal akut merupakan gangguan inflamasi di medulla spinalis, dengan


penyebab yang heterogen. Pemeriksaan neurologi dapat ditegakkan dengan tambahan
beberapa pemeriksaan penunjang, diantaranya MRI, Analisa CSF dan Analisa serologi.
Beberapa pemeriksaan tersebut dapat membantu dalam menegakkan diagnosa myelitis
transversal akut. Terapi yang dapat diberikan pada penderita myelitis transversal akut antara
lain adalah terapi medikamentosa, rehabilitasi medik, serta tatalaksana psikososial. Dalam
penentuan prognosis myelitis transversal akut, dipengaruhi oleh berbagai faktor

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan M. Mielopati Non Kompresif : Pendekatan Diagnosis. CDK-288. 2020;47(7)


2. EW Nugraha, AHP Mawuntu, R Estiasari. Lupus Myelitis As The Initial Manifestation
Of Systemic Lupus Erythematosus: Jurnal Sinaps, 2021.
3. H Huldani. Transverse Myelitis. 2012. eprints.ulm.ac.id
4. Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders and Stroke.
2012.
5. Huh Yo et al. Clinical Insights for Early Detection of Acute Transverse Myelitis in The
Emergency Department. Clin Exp Emerg Med. 2015;2(1):44-50H Huldani. MYELITIS-
2012 - eprints.ulm.ac.id
6. Wang C, Greenberg B. Clinical Approach to Pediatric Transverse Myelitis,
Neuromyelitis Optica Spectrum Disorder and Acute Flaccid Myelitis. Children.
2019;6(70) www.mdpi.com/journal/children
7. Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med.
2010: 363;6.
8. Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. Pediatric Acute Transverse
Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child  Neurol. 2012; 27: 142  Neurol.
2012; 27: 1426.
9. Beh, S.C., Greenberg, B.M., Frohman , T., and Frohman, E.M. Tranverse myelitis.
2013. 79-138.
10. Transverse myelitis Fact Sheet. National Intitute of Neurological Disorders and Stroke
2006. Available in www.ninds. nih.gov/.
11. Frohman EM, Wingerchuk DM. Transverse myelitis. N Engl J Med. 2010; 363 : 564 ±
72
12. Lim P. Chapter 162 : Transverse Myelitis. Elsevier
13. Scott TF, Frojman EM, Seze JD, Gronesth GS, and Windshenker BG. Evidence-based
guideline: Clinical evaluation and treatment of transverse myelitis. American Academy
of Neurology.2011.p2128-2134.
14. Bhat A, Naguwa S, Cheema G, Gershwin ME. The Epidemiology of
Transverse Myelitis. Autoimmunity Reviews. 2010; 9 : A395±A399
15. Ahmad A, Seguias L, Ban K. Diagnosis and treatment of pediatric acute
transverse myelitis. Pediatric Annals. 2012; 41 : 11
16. Tavasoli A, Tabrizi A. Acute Transverse Myelitis in Children. Iran J Child

24
Neurol. Spring 2018; 12 (2) : 7 ± 16
17. Holtz A, Levi R. Spinal Cord Injury. New York: Oxford University Press,
2010. 21 ± 22 p
18. Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed Diagnostic Criteria
and Nosology of Acute Transverse Myelitis. Neurology. 2002; 59 : 499 ± 505
19. Nichtweib M, and Wedauer S. Acute Transverse Myelitis: Clinical Features,
Pathophysiology, and treatment options. Chapter 6. Elsevier.2018.p141-161.
20. Wolf VL, Lupo PJ, and Lotze TE. Pediatric acute transverse myelitis overview
and differential diagnosis. Journal of child Neurology. 2011.00(0).1-11.

25

Anda mungkin juga menyukai