Disusun Oleh:
Bonfilio Alfredo Sasajua 102122066
Christinia Sagita Parinussa 102122071
Foniman Abi Fitra 102122004
Pembimbing:
dr. Engki Irawan, M.Ked (Neu), Sp.N
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................
BAB II LAPORAN KASUS...........................................................................................................
A. Identitas Pasien .........................................................................................................................
B. Anamnesis.................................................................................................................................
C. Pemeriksaan Fisik.....................................................................................................................
D. Diagnosis.................................................................................................................................
E. Penatalaksanaan......................................................................................................................
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................
A. Definisi....................................................................................................................................
B. Epidemiologi...........................................................................................................................
C. Etiologi....................................................................................................................................
D. Patofisiologi............................................................................................................................
E. Manefestasi klinis....................................................................................................................
F. Diagnosa..................................................................................................................................
G. Penatalaksanaan......................................................................................................................
H. Diskusi Kasus..........................................................................................................................
BAB IV KESIMPULAN...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Fungsi medula spinalis adalah sebagai jalan informasi sensorik dan motorik
antara otak dan tubuh. Dua jalur sensorik utama adalah kolumna posterior dan traktus
spinotalamikus. Jalur motorik utama adalah traktus kortikospinalis. Kolumna posterior
menyampaikan informasi rasa getar, raba halus, dan propriosepsi ipsilateral. Traktus
spinotalamikus membawa informasi nyeri, suhu, dan raba kasar ke kontralateral (serabut
menyilang 1-2 korpus vertebra di atas levelinervasi sensorik). Serabut motorik turun dari
korteks serebri ke tubuh kontralateral melalui traktus kortikospinalis. 1
Myelitis transversa merupakan inflamasi medula spinalis yang ditandai dengan kerusakan
neuronal dan aksonal serta memunculkan manifestasi klinis kelemahan otot, defisit sensorik, dan
gangguan autonom. Insidensi pada populasi umum sebesar 1-4 kasus per 1 juta populasi per tahun.
Dari berbagai penyebab mielitis transversa, penyakit autoimun sistemik memegang peranan kunci
dan systemic lupus erythematosus (SLE) merupakan yang paling sering.2
Myelitis Transverse juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit sifilis, measles,
beberapa vaksinasi seperti chickenpox dan rabies. Myelitis Transverse bisa terjadi secara idiopatik.
Beberapa infeksi seperti infeksi virus varicella zooster, herpex simplex, cytomegalovirus, Epstein
barr, influenza, echovirus, HIV, hepatitis A, rubella, dan schistosomiasis. Suplai darah yang
berkurang seperti pada penyakit vaskuler aterosklerosis yang menyebabkan iskemik, sehingga terjadi
penurunan suplai oksigen pada jaringan saraf bisa juga menyebabkan Myelitis Transverse.3
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien :
No. RM : 16-27-79
Nama : Nn. P
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Alamat : KM 20 Kijang, RT/RW 003, Kel : gunung lengkuas, Kec : Bintim
B. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada 16 Juni 2023, jam 13.12 WIB di HCU RSUD Raja
Ahmad Tabib Provinsi Kepulauan Riau.
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Pasien rujukan dari RSUD Bintan, datang dengan keluhan seluruh anggota
badan terasa kebas, keempat anggota gerak sulit digerakkan. Awalnya pasien merasa
nyeri, tegang, kebas dibagian belakang leher pada Jumat 9 Juni 2023, kemudian
menjalar ke punggung, pinggang, ke tangan, serta ke kaki.
Pasien mengatakan terbangun pada pukul 03.30 WIB pada hari Jumat 9 Juni
2023 karena merasa panas seperti terbakar pada daerah punggung, kemudian pasien
berjalan dan terasa sempoyongan, kaki dan tangan juga terasa berat untuk digerakkan,
lemas dan kemudian terjatuh terduduk.
2
Riwayat Penyakit Dahulu:
- Riwayat jatuh / trauma kepala disangkal
- Riwayat terpapar pestisida dan herbisida disangkal
- Riwayat infeksi otak sebelumnya disangkal
- Riwayat lemah anggota gerak sebelumnya disangkal
- Riwayat DM dan Hipertensi disangkal
Anamnesis Sistem:
- Sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
- Sistem neurologi : nyeri, tegang, kebas pada leher, menjalar
ke punggung, pinggang, tangan, serta kaki. Rasa panas seperti terbakar
pada punggung.
- Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan
- Sistem respirasi : tidak ada keluhan
- Sistem gastroinstestinal : tidak ada keluhan
- Sistem integumen : tidak ada keluhan
- Sistem urogenital : tidak ada keluhan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak
baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6= 15
Tanda Vital
3
- TD : 117/59 mmHg
- Nadi : 84 x/menit, Reguller
- Pernapasan : 20 x/menit, Reguller
- Suhu : 40,1 oC
- Spo2 : 98 %
2. Status Generalis
• Kepala: Normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
• Leher: Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher.
• Wajah: Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies
• Mata: Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (-/-),
refleks cahaya tidak langsung (-/- ), refleks kornea (+/+)
• Telinga:
AD: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan(-) /
AS: Bentuk telinga normal, membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan(-)
• Hidung: Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret.
Tidak tampak nafas cuping hidung.
• Mulut: Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-), perdarahan gusi (-), sianosis (-),
perot (-)
• Thorax / Pulmo:
Inspeksi: Normochest, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan supraclavicula (-)
Palpasi: Taktil fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Kesan : Paru dalam batas normal
• Cor:
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi: Batas kiri bawah: ICS 5 mid axilaris anterior sinistra. Batas kiri atas: ICS 3 mid
clavicularis sinistra. Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra. Batas kanan atas:
ICS 2 parasternal dekstra
Auskultasi: Bunyi Jantung I tunggal, intensitas normal. Bunyi jantung II splitting saat
inspirasi dan tunggal saat ekspirasi (split tak konstan), intensitas normal, murmur (-),
gallop (-)
Kesan: Jantung dalam batas normal
4
• Abdomen:
Inspeksi: abdomen datar, supel
Auskultasi: bising usus (+), normal (2-6 x menit)
Perkusi: timpani di semua kuadran abdomen
Palpasi: dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor baik -
Ekstremitas: Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2 detik
3. Status Neurologis
Saraf Kranialis
Refleks kornea + +
Trismus - -
Gerakan mata ke
lateral - -
N. VI. Abdusen Strabismus konvergen
- -
Kedipan mata + +
5
Lipatan nasolabial - -
Sudut mulut N N
N. VII. Fasialis Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring DBN
Reflek muntah DBN
Bersuara DBN
Menelan DBN
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan kepala DBN
Sikap bahu -
Mengangkat bahu DBN
Trofi otot bahu -
6
Kekuatan lidah DBN
Atrofi otot lidah -
Fasikulasi lidah -
Koordinasi
- Bicara : Dapat berbicara dengan jelas
- Menulis : TDP
- Percobaan Apraksia : TDP
- Mimik : TDP
- Test Telunjuk–Telunjuk : TDP
- Test Telunjuk – Hidung : TDP
- Diadokhokinesia : TDP
- Test Tumit – Lutut : TDP
- Test Romberg :-
Vegetatif
- Vasomotorik : TDP
- Sudomotorik : TDP
- Pilo – Erektor : TDP
- Miksi : Normal
- Defekasi : Normal
- Potens dan Libido : TDP
Rangsang Radikuler
- - Laseque : TDP
- - Cross Laseque : TDP
7
- - Test Patrick : TDP
- - Test Lhermitte : TDP
- - Test Naffziger : TDP
Gejala Serebelar
- - Ataksia : TDP
- - Disartria : TDP
- - Tremor : TDP
- - Nistagmus : TDP
- - Fenomena Rebound : TDP
- - Vertigo : TDP
- - Dan lain-lain : TDP
Gejala Ekstrapiramidal
- - Tremor :-
- - Rigiditas :-
- - Bradikinesia :-
Fungsi Luhur
Pemeriksaan Tambahan
- - Myerson sign :-
- - Cogwheel rigidity :-
8
Fungsi
Motorik
Eutrofi Eutrofi
Trofi
Eutrofi Eutrofi
000 000
Hipotoni Hipotoni
Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Refleks Triceps + +
Refleks Ulna dan Radialis - -
Refleks Patella
+ +
Refleks Achilles
- -
Refleks Patologis
Kanan Kiri
Hofman Trommer - -
Babinsksi - -
Follow up :
Hari/Tanggal S O A P
10-06-2023 Badan terasa Kesadaran : Tetraparase tipe Ivfd nacl 0.9%
lemah, susah CM LMN ec susp 20 tpm
digerakkan, TD : 98/56, S : GBS dd acute Inj mecobalamin
nyeri, dan 36.5, HR : 88, myolitis 3x500mg
terasa kebas RR : 26, Inj omz 2x40mg
SPO2 : 100% Gabaxo ivfd 1x1
E4,M6,V3 flash(s/d 5 hari)
Inj dexa 3x5mg
9
(selama 3 hari)
Pct tab 3x1gr
Ca lactat 3x1tab
As.folat 1x1 tab
Gabapentin
300mg 0-0-1
Pemeriksaan Penunjang :
1. Lab 9/6/23
• Darah langkap : MCV : 79.9 fl (80-94)
• Hitung jenis leukosit : Neutrofil : 78.2% (50-70), Monosit 0.4% (1-3)
• Faal Ginjal : Creatinin : 0.49 mg/dl (0.5-0.9)
2. 10/6/23
• Hematologi : MCV : 86.0 fl (87.1-102.4), MCHC : 33.4 g/dl (29.6-32.5)
• Hitung jenis : basophil : 0.2% ( 0.4-1.4), eosinophil 0.00% (0.60-4.90),
neutrophil 79.1% (39.7-71.2), limfosit 20.00% (21.90-50.30), monosit 0.70 %
(4.20-9.60)
• Kimia : GDS : 144mg/dl (70-140)
• Elektrolit : natrium 131mmol/L (136-145)
10
3. RO thorax : 10/6/23
• Corakan bronchovaskuler kedua pulmo tampak meningkat dan prominent
• Hilus tak menebal
• Diafragma dextra dan sinistra tampak lancip
• Cor, CTR <0.56
• Sistema tulang yang tervisualisasi intak
4. RO cervical : 10/6/23
• Trabekulasi tulang baik
• Corpus dan pedicle intak
• Kelengkungan vertebra baik
• DIV tak tampak menyempit maupun melebar
• Tak tampak listhesis osteofit maupun subchondral sklerotik
• Tak tampak diskontinuitas pada Sistema tulang yang tervisualisasi
D. Diagnosis :
Diagnosis Fungsional : Tetraparase tipe LMN
Diagnosis Anatomi : medulla spinalis
Diagnosis Etiologi : idiopatik
Diagnosis kerja : acute myolitis transversal
11
Tab eperison 50mg
Paracetamol tab 3x1gr
Calcium lactat 3x1tab
Asam folat 1x1 tab
Gabapentin 300mg 0-0-1
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Epidemiologi
C. Etiologi
13
D. Patofisiologi8
E. Manifestasi Klinis
Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik,
sensorik, dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla
spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak
selalu seragam dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda.
Pemeriksaan klinis dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang
dan tingkat motorik, akan membantu dalam lokalisasi lesi. ATM terjadi secara akut
(terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu
14
atau dua minggu). Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik
dan otonom. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah,
sakit kepala, demam. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu
kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada jari
kaki, disfungsi kandung kemih dan buang air besar. Gejala sensorik pada ATM yaitu
nyeri. Nyeri merupakan gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari
semua penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap
seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan. Gejala
lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal seperti terbakar,
gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik. Penderita juga
mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan
terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi terhadap
sentuhan misalnya pada saat berpakaian atau sentuhan ringan dengan jari
menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri (disebut allodinia). Beberapa penderita
juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas
dan dingin. Gejala motorik pada ATM yaitu beberapa penderita mengalami tingkatan
kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan
ATM terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyeret salah satu kakinya atau lengan
mereka karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami
penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi
kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan
kursi roda. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering
menjadi paraplegia (kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah). Gejala
otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin dan
buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering terjadi.
Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita
mengalami masalah dengan sistem respiratori. Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian
atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan
tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM
biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren.9,10,11
Gejala dan tanda myelitis transversalis biasanya berkembang selama hitungan
jam dan biasanya bilateral, namun presentasi unilateral atau asimetris dapat terjadi.
Mielitis transversalis terkadang bermanifestasi sebagai onset cepat, paraparesis berat
atau kuadriparesis dengan arefleksia, yang dapat menyebabkan kesulitan diagnostik
15
dengan penyakit lain seperti sindrom Guillain - Barre. Tanda hiperrefleks dan refleks
Babinski mengkonfirmasi penyebab utama kelemahan otot terletak di sentral.11
F. Diagnosis
Diagnosis myelitis transversa dapat dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan dilakukan dengan
menanyakan dari riwayat penyakit medis, riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik
secara umum serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit
autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis. 7
Dari anamnesis ditanyakan riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan pada
tubuh seperti paresis kedua tungkai yang progesif dalam beberapa minggu. Kelainan
fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang, lalu perasaan
perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi yang terjadi secara mendadak pada
tangan pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin,
urinary urgency maupun konstipasi. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya
berkembang selama beberapa jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun dapat
terjadi unilateral atau asimetris.7,8
Pemeriksaan fisik juga harus dilakukan sistemik secara luas sebagai fokus
pada temuan neurologis seperti kelemahan, motorik, perubahan sensasi (sentuhan
ringan, getaran, posisi, rasa, atau suhu), tonus, refleks regangan otot, koordinasi, dan
fungsi usus dan kandung kemih. Adanya tanda-tanda Babinski mengkonfirmasikan
penyebab sentral dari pada penyebab perifer dari kelemahan otot.7
Perubahan yang mempengaruhi otak, seperti disfungsi kognitif dan saraf
kranial dan kelainan visual, umumnya tidak terlihat dengan TM idiopatik. Demam,
takikardia, dan takipnea dapat mengindikasikan infeksi etiologi. Infeksi, autoimun,
dan kondisi lainnya yang menyebabkan peradangan akut pada sumsum tulang
belakang dapat juga bermanifestasi dalam sistem tubuh lainnya. Pernafasan,
kardiovaskular, gastrointestinal, dan saluran genitourinari serta sistem
muskuloskeletal dan integumen harus dinilai sesuai. Temuan akan membantu dalam
menentukan tingkat keterlibatan tulang belakang, panduan pengujian diagnostik,
dan membantu menyingkirkan diagnosis lain.1
16
G. Penatalaksanaan
Imunoterapi Awal
Plasma Exchange
Mielitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut
17
(selama syok spinal ), tetapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan
resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak
sadar (spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat
baclofen, tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan pasien dengan
spastik yang berhubungan dengan gangguan otak dan saraf tulang belakang.
Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan mielitis dan dapat
disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi
(misalnya, nyeri karena gangguan postural), spastik atau beberapa kombinasi
dari faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan agen
antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake inhibitor
serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik.
Steroid intravena
Plasma Exchange
Hal ini sering digunakan untuk pasien-pasien dengan ATM moderat dan
bentuk agresif yang tidak menunjukkan banyak perbaikan setelah dirawat
dengan steroid intravena dan oral.
18
Perawatan lain untuk ATM
Bagi pasien yang tidak berespon baik dengan steroid atau Plex dan terus
menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang, bentuk lain dari
intervensi berbasis kekebalan mungkin diperlukan. Penggunaan imunosupresan
atau agen imunomodulator mungkin diperlukan. Salah satunya penggunaan
siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering digunakan untuk limfoma atau
leukemia). Terapi rehabilitasi (physical therapy, occupational therapy,
vocational therapy).
H. Diskusi Kasus
Pada pasien ini, gejala awal yang dirasakan adalah tubuh terasa kebas dan terasa
kelemahan pada anggota gerak. Pasien mengatakan terbangun pada pukul 03.30
WIB pada hari Jumat 9 Juni 2023 karena merasa panas seperti terbakar pada daerah
punggung, kemudian pasien berjalan dan terasa sempoyongan, kaki dan tangan juga
terasa berat untuk digerakkan, lemas dan kemudian terjatuh terduduk. Awalnya
pasien merasa nyeri, tegang, kebas dibagian belakang leher pada Jumat 9 Juni 2023,
kemudian menjalar ke punggung, pinggang, ke tangan, serta ke kaki. Hal ini
menunjukkan adanya gangguan motorik dan sensorik.
20
refleks di bawah level lesi akan kembali dan menjadi meningkat. Hal ini disebabkan
oleh aktivasi yang disebut silent synapses (sinapsis yang sebelumnya tidak aktif
pada motor neurons terhubung dengan aktivitas refleks segmental). Selain itu,
serabut aferen pada dorsal root akan muncul dan membentuk sinapsis baru. Kedua
mekanisme ini menyebabkan paresis berubah dari flaksid menjadi spastik, dengan
hipertonia dan peningkatan refleks tendon dalam.17
Secara umum, pasien dengan pemulihan motorik yang baik tampaknya juga
memiliki pemulihan kontrol urin yang lebih baik. Alasan untuk ini tidak jelas tetapi
dapat berhubungan dengan acute complete transverse myelitis (ACTM) dan
longitudinally extensive transverse myelitis (LETM) yang lebih umum pada
kelompok usia yang lebih muda. Banyak penelitian sebelumnya melaporkan sedikit
perbaikan setelah 6 bulan, tetapi beberapa penelitian melaporkan bahwa waktu yang
lebih lama untuk tindak lanjut dikaitkan dengan fungsional outcome yang lebih baik,
menunjukan bahwa pemulihan dapat berlanjut bahkan selama beberapa tahun.
Faktor-faktor yang dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk adalah onset gejala
21
yang cepat, kelemahan motorik yang parah, kebutuhan ventilator. ATM yang
berhubungan dengan ensefalomielitis diseminata akut atau MS memilki prognosis
yang lebih baik untuk pemulihan dibandingkan ATM yang idiopatik dan ATM
terkait NMO. Panjangnya lesi dalam konteks ATM idiopatik merupakan
penetu utama prognosis kekambuhan, seperti yang tercermin dari terminology
klasifikasi.20
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Neurol. Spring 2018; 12 (2) : 7 ± 16
17. Holtz A, Levi R. Spinal Cord Injury. New York: Oxford University Press,
2010. 21 ± 22 p
18. Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed Diagnostic Criteria
and Nosology of Acute Transverse Myelitis. Neurology. 2002; 59 : 499 ± 505
19. Nichtweib M, and Wedauer S. Acute Transverse Myelitis: Clinical Features,
Pathophysiology, and treatment options. Chapter 6. Elsevier.2018.p141-161.
20. Wolf VL, Lupo PJ, and Lotze TE. Pediatric acute transverse myelitis overview
and differential diagnosis. Journal of child Neurology. 2011.00(0).1-11.
25