Anda di halaman 1dari 68

PERILAKU KONSUMSI SUPLEMEN PADA ANAK

PRASEKOLAH DI KOTA BOGOR

METI RESANTI

PROGRAM STUDI
GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
ABSTRACT
METI RESANTI. Nutrient Supplement Consumption Behavior among Preschool
Children in Bogor. Supervised by HARDINSYAH and AHMAD SULAEMAN.

The objective of this research was to analyzed nutrient supplement


consumption behavior among Preschool Children in Bogor. This study was part
of a research entitled Nutrition Aspect, Food, Health, and Lifestyle of
Kindergarten Children in Bogor. The research design was a cross sectional
study. The research was divided into two steps. The first step was primary study
(weight measured) which was started from August to September 2005. The
second step was collected data by using questionnaire in October 2005. Data
were collected through mail questionnaires to the parents, 401 questionnaires
were distributed to six Kindergardens, 229 questionnaires were returned in, only
195 questionnaires were completely answered. Rank Spearman test indicated
nutrition status was positively correlated with intake of supplement and frequency
of consumption.

Keywords: Nutrition supplement, consumption behavior, preschool children


RINGKASAN

METI RESANTI. Perilaku Konsumsi Suplemen pada Anak Prasekolah di Kota


Bogor. Dibimbing oleh HARDINSYAH dan AHMAD SULAEMAN.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui perilaku konsumsi


suplemen pada anak prasekolah (4 – 6 tahun) di kota Bogor dan faktor-faktor
yang berhubungan. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mengetahui
karakteristik anak prasekolah (jenis kelamin,BB, TB,status gizi dan status
kesehatan), karakteristik ibu (usia, pendidikan, dan status kerja) dan karakteristik
keluarga (besar keluarga dan pendapatan keluarga), (2) mengetahui jenis dan
bentuk suplemen yang dikonsumsi anak prasekolah, (3) mengetahui frekuensi
konsumsi dan jumlah konsumsi suplemen pada anak prasekolah, (4) mengetahui
sumber informasi, atribut utama dan alasan mengkonsumsi produk suplemen
pada anak prasekolah, (5) menganalisis hubungan antara karakteristik ibu,
karakteristik anak dan karakteristik keluarga dengan perilaku konsumsi suplemen
anak prasekolah.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang bertema Aspek Gizi,
Makanan, Kesehatan, dan Gaya Hidup Anak Sekolah Taman Kanak-kanak di
Kota Bogor. Kota Bogor dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian.
Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Penelitian lapang
terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah survei pendahuluan
(penimbangan berat badan anak) yang berlangsung mulai bulan Agustus sampai
September 2005. Tahap kedua adalah pengumpulan data melalui kuesioner
pada bulan Oktober 2005.
Contoh dalam penelitian ini adalah sekolah Taman Kanak-kanak dan
murid-murid yang sekolah di TK tersebut. Penarikan TK dilakukan dengan cara
memilih sejumlah TK dari 118 TK yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kota Bogor
(Diknas Kota Bogor 2005). Kriteria yang digunakan dalam pemilihan TK adalah
(1) jumlah kelas B minimal 2 kelas, (2) total murid kelas B minimal 30 anak, dan
(3) berlokasi di antara 6 kecamatan yang ada di Kota Bogor. Selanjutnya
diperoleh 32 TK yang memenuhi kriteria. Tigabelas TK diantaranya bersedia
dijadikan sebagai tempat penelitian. Sebanyak 811 anak dari 13 TK mengikuti
survei pendahuluan. Penilaian status gizi anak (BB/U berdasarkan nilai z-skor)
menunjukkan hasil sebagai berikut: 7 anak (0.7%) berstatus gizi buruk, 26 anak
(3.2%) berstatus gizi kurang, 626 anak (77.2%) berstatus gizi baik, dan 152 anak
(18.8%) berstatus gizi lebih yang terdiri atas 64 anak (7.9%) berstatus gizi
overweight serta 88 anak (10.9%) berstatus gizi obes.
Semua ibu anak di 6 TK, yaitu TK Pertiwi 3, Mexindo, Insan Kamil,
Mardiyuana, Bina Insani dan Kesatuan mendapat kuesioner penelitian melalui
guru kelas. Kuesioner tidak dibagikan ke 7 TK lainnya, karena TK tersebut tidak
bersedia menerima kuesioner dalam jumlah banyak. Kuesioner yang telah diisi
ibu diperoleh kembali sejumlah 229, selanjutnya berdasarkan kelengkapan data
diperoleh 195 sampel.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
sekunder. Data primer mencakup (1) karakteristik TK (jumlah guru dan murid,
jam belajar, fasilitas, dan kegiatan gizi kesehatan); (2) karakteristik keluarga
(besar keluarga, umur ibu, pendidikan formal ibu dan ayah, pekerjaan ibu dan
ayah, daya listrik rumah, pendapatan per bulan); (3) karakteristik produk (merek
dan bentuk suplemen); (4) perilaku konsumsi suplemen (frekuensi konsumsi
suplemen, jumlah konsumsi suplemen, alasan konsumsi suplemen, tempat
pembelian suplemen, sumber informasi dan atribut utama); (5) karakteristik anak
(BB, nilai z-skor, dan status gizi); (6) status kesehatan anak. Jenis data primer
lainnya dikumpulkan melalui pengisian kuesioner oleh ibu anak (jenis pertanyaan
tertutup, terbuka, kombinasi tertutup dan terbuka serta semi terbuka). Data
sekunder meliputi (1) data TK di Kota Bogor (nama, alamat, nomor telepon,
jumlah kelas, jumlah murid, jumlah guru, dan jumlah pegawai), (2) jenis kelamin
anak, dan (3) tempat tanggal lahir anak. Data TK di Kota Bogor diperoleh dari
Dinas Pendidikan Kota Bogor. Data jenis kelamin dan tempat tangal lahir anak
didapatkan dari TK bersangkutan.
Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer
Microsoft Excel dan SPSS version 11.0 for Windows. Tahap pengolahan data
terdiri atas pengeditan, pemberian kategori, pemberian kode, pengentrian, dan
analisis (statistik deskriptif dan inferensia). Uji statistik inferensia yang digunakan
untuk menganalisis data meliputi chi-square,dan rank Spearman. Sebanyak 43.6
% contoh adalah laki-laki. Rata-rata berat badan contoh adalah 20.2 kg. Rata-
rata tinggi badan contoh 110.8 cm. Sebagian besar anak yaitu 63.1 % pernah
mengalami sakit pada kurun waktu satu bulan terakhir. Sebanyak 154 (79.0%)
anak mempunyai status gizi baik,sisanya sejumlah 34 (17.4%) anak tergolong
berstatus gizi lebih yang terdiri dari 25 (15.5%) anak mengkonsumsi suplemen
dan 9 (26.5%) anak tidak mengkonsumsi suplemen, dan sejumlah 7 anak lainnya
berstatus gizi kurang. Jenis penyakit yang pada umumnya diderita oleh contoh
adalah sakit ringan seperti batuk, pilek, demam, radang tenggorokan dan diare.
Hampir separuh ibu contoh (47.7%) berumur 30-35 tahun. Sebanyak 46.2% ibu
contoh berpendidikan akademi/sarjana. Lebih dari separuh ibu (67.7%) contoh
adalah ibu rumah tangga. Lebih dari 70% termasuk keluarga kecil. Hampir
seluruh keluarga contoh (93.3%) mempunyai pendapatan per kapita yang tinggi.
Rata-rata pendapatan perkapita anak yang mengkonsumsi suplemen sebesar Rp
714 165±563 609 sedangkan anak yang tidak mengkonsumsi suplemen memiliki
rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp 685 497±499 304.
Sebagian besar contoh mengkonsumsi suplemen dalam bentuk sirup
(78.3%) dengan jumlah yang banyak (81.4%) dan frekuensi yang sering (81.4%).
Suplemen yang paling banyak dikonsumsi adalah merk Scott Emulsion
(31.7%).Sebanyak 39.1% memilih sumber informasi dari dokter. Atribut utama
suplemen yang dipertimbangkan ibu dalam membeli adalah label (44.1%) dan
manfaatnya (43.5%). Hampir setengah responden membeli suplemen untuk
menjaga kesehatan (47.2%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa
status gizi contoh berhubungan positif dengan frekuensi dan jumlah konsumsi
suplemen.
Produsen dan instansi terkait seperti BPOM, Departemen Kesehatan dan
Lembaga Swadaya Masyarakat sebaiknya memasyarakatkan kiat-kiat sehat
mengkonsumsi suplemen, karena suplemen makanan hanya pelengkap bukan
pengganti makanan sehari-hari. Penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian
lebih lanjut sebagai basis pengembangan pemasaran produk suplemen anak
yang populer di kalangan konsumen kota besar. Perlu riset lebih lanjut tentang
kemungkinan resiko kelebihan konsumsi suplemen pada anak yang
mengkonsumsi terlalu banyak dan selalu atau sering.
PERILAKU KONSUMSI SUPLEMEN GIZI PADA ANAK PRASEKOLAH
DI KOTA BOGOR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian


pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

METI RESANTI
A54102005

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
JUDUL : PERILAKU KONSUMSI SUPLEMEN GIZI PADA ANAK
PRASEKOLAH DI KOTA BOGOR

Nama Mahasiswa : METI RESANTI

Nomor Pokok : A54102005

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS


NIP 19590807 198303 1 001 NIP 19620331 198811 1 001

Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP 19571222 198203 1 002

Tanggal lulus :
7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 24 Mei 1984


sebagai anak pertama dari tiga bersaudara keluarga Wawan Setiawan dan Ety
Suhaeti. Penulis mengawali pendidikan di TK TUTUKA Cijerah, Cimahi Selatan
pada tahun 1989. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan SD sampai
SMU (1991-2002) di kota Sumedang. Tahun 2002 penulis menyelesaikan
pendidikan tingkat atas di SMU N 1 Cimalaka.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada
Departemen Gizi Masyarakat dan Sum dalam orgberdaya Keluarga melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB
penulis aktif dalam organisasi HPMB (Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Bogor).
8

PRAKATA

Rasa syukur kepada Alloh swt atas limpahan rahmat dan kasihNYA
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Perilaku Konsumsi
Suplemen pada Anak Prasekolah di Kota Bogor”. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terwujudnya skripsi ini.

1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Prof Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan dengan penuh pengertian dan
kesabaran sejak awal penyusunan hingga terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN atas kesediaan menjadi dosen pemandu
seminar skripsi dan memberikan saran bagi perbaikan skripsi ini.
3. Kepala dan staf Kantor Kesatuan Bangsa dan Pemberdayaan Kota
Bogor, Kepala dan staf Dinas Pendidikan Kota Bogor, serta Kepala dan
para guru Taman Kanak-kanak Kota Bogor atas bantuan pemberian izin
pengambilan data di lapang.
4. Para orang tua murid TK Kota Bogor yang telah bersedia memberikan
informasi bagi kepentingan penulisan skripsi ini.
5. Para dosen dan staf Departemen GMSK yang telah memberikan
pelayanan akademik dan perizinan bagi kepentingan penulisan skripsi ini.
6. Mamah dan Bapak atas doa dan restu yang senantiasa mengiringi setiap
proses yang dilalui, pengorbanan, kerelaan, kesabaran dan kelapangan
hati untuk semua hal yang terjadi.
7. Suami dan anakku tercinta untuk dukungan, pengorbanan, kasih sayang
dan doanya.
8. Adik-adikku tercinda Anit dan Iyut atas segala dukungan dan
kepercayaannya.
9. Nene, bapa nene, bi Vety, bi Neng, mang Yaaro, Angga dan seluruh
keluarga besar yang selalu memberi dukungan,semangat dan doa.
10. Bapak dan ibu mertua atas doa, kesabaran dan kerelaan menjaga Rafa.
11. Rian, Alam dan sahabat-sahabat yang telah memberikan bantuan,
perhatian dan semangat.
Penulis berharap skirpsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, juni 2009
Penulis
9

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................. 2
Kegunaan ............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
Suplemen ............................................................................................. 3
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen ....................... 6
Anak Prasekolah .................................................................................. 11
Angka Kecukupan Gizi (Vitamin dan Mineral) ...................................... 13
Keadaan Kesehatan Anak .................................................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 16
METODE ....................................................................................................... 18
Desain, Tempat, dan Waktu ................................................................. 18
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh .................................................... 18
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................................... 21
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 22
Batasan Istilah ...................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 26
Karakteristik Taman Kanak-kanak ........................................................ 26
Karakteristik Anak ................................................................................. 28
Karakteristik Keluarga .......................................................................... 30
Perilaku Konsumsi Suplemen ............................................................... 36
Hubungan Karakteristik Ibu, Karakteristik Anak,
dan Karakteristik Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Suplemen Gizi
Anak Prasekolah .................................................................................. 43

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 46


DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 52
10

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Daftar angka kecukupan vitamin dan mineral pada
anak usia 4-6 tahun ................................................................................. 14
2. Profil anemia gizi besi, besaran masalah sampai dengan tahun 1995 ..... 15
3. Data dan cara pengumpulannya ............................................................... 21
4. Peubah dan kategori peubah karakteristik ................................................ 22
5. Jumlah pendidik, anak didik dan kelas; jam belajar perhari;
serta hari belajar perminggu di tk tempat penelitian ................................ 26
6. Sarana tk tempat penelitian ....................................................................... 27
7. Karakteristik anak ...................................................................................... 29
8. Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit ............................................. 30
9. Sebaran contoh berdasarkan umur ibu (tahun) ......................................... 31
10. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu .......................................... 31
11. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu ........................................... 32
12. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ......................................... 33
13. Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah ....................................... 33
14. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah ....................................... 34
15. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita .............................. 34
16. Sebaran contoh berdasarkan daya listrik rumah (watt) ........................... 35
17. Sebaran contoh berdasarkan merek dan bentuk suplemen
yang dikonsumsi ...................................................................................... 36
18. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jumlah
konsumsi suplemen ................................................................................. 39
19. Frekuensi lima jenis (merek) suplemen yang paling
banyak dikonsumsi ................................................................................... 40
20. Sebaran responden berdasarkan alasan memberi suplemen . ................ 41
21. Sebaran contoh berdasarkan kondisi kesehatan contoh dan
alasan memberi suplemen ....................................................................... 42
22. Sebaran responden berdasarkan sumber informasi
mengenai suplemen yang dikonsumsi .................................................... 43
23. Sebaran contoh berdasarkan atribut utama suplemen ........................... 43
24. Hasil analisis hubungan korelasi Spearman antara konsumsi
suplemen dengan karakteristik anak, karakteristik ibu dan
karakteristik keluarga................................................................................. 44
11

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Perilaku konsumsi suplemen pada anak prasekolah dan
faktor-faktor yang behubungan .................................................................. 17
2. Kerangka penarikan contoh ...................................................................... 20
3. Sebaran contoh berdasarkan jumlah suplemen yang dikonsumsi ............ 38
12

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jenis suplemen berdasarkan frekuensi
dan jumlah konsumsi suplemen ................................................ 53

Lampiran 2 Karakteristik produk yang dikonsumsi contoh……………………. 54


13

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Globalisasi turut mempengaruhi gaya hidup masyarakat dan gaya hidup
yang tidak sehat seringkali dituduh sebagai salah satu penyebab dari terjadinya
masalah gizi seseorang. Sehat menjadi sebuah kebutuhan. Kesehatan adalah
harta yang tak ternilai, demikian kata pepatah bijak. Hal inilah yang membuat
kehadiran obat saja sering dirasakan tidak lagi cukup sehingga berbagai
vitaminpun dikonsumsi. Ketika vitamin dirasakan masih kurang, maka meningkat
lagi ke penggunaan multivitamin. Demikianlah hukum kebutuhan, meningkat dari
satu kebutuhan ke kebutuhan lain (Anonim 2004).
Selain konsumsi multivitamin, masyarakatpun kemudian mengenal food
supplement.. Pengenalannya biasanya bukan dari institusi kesehatan seperti
dokter atau rumah sakit melainkan dari sistem penjualan multilevel marketing.
Kemudian berkembang produk food supplement dengan dosis tinggi (konsentrat)
atau yang mengandung herbal tertentu untuk membantu pengobatan. Produk-
produk tersebut sekarang sudah mudah didapatkan di apotek atau toko obat
dengan berbagai istilah lain yaitu dietary supplement, healthy food, atau
functional food.
Keadaan kesehatan dan gizi baik dewasa maupun anak-anak sangat
dipengaruhi oleh konsumsi pangan, maka upaya peningkatan kualitas
sumberdaya manusia sangat erat kaitannya dengan faktor konsumsi dan
kesehatan. Ada banyak tantangan dan hambatan dalam upaya peningkatan
status kesehatan dan gizi masyarakat khususnya anak-anak, di antaranya
perubahan kebiasaan makan yang erat kaitannya dengan globalisasi di berbagai
bidang, khususnya gaya hidup, industri dan teknologi pangan. Selain itu ada
faktor lain yang mempengaruhi perubahan kebiasaan makan anak, salah
satunya adalah peran ibu. Faktor kepercayaan dan pengetahuan ibu
berpengaruh terhadap macam bahan pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-
hari terutama pemberian makan anak (Khomsan 2003). Begitu pula dengan
pemilihan jenis makanan-makanan tambahan, seperti multivitamin atau
suplemen.
Masa anak-anak adalah masa yang rawan terhadap masalah gizi, baik itu
masalah gizi buruk ataupun masalah gizi lebih. Anak-anak prasekolah sering
dianggap sedang memasuki johny won’t eat. Hal ini membuat orangtua menjadi
was-was sehingga setiap kali anaknya tidak mau makan mereka ribut dan segera
14

membawanya ke dokter. Dokter biasanya memberi obat penambah nafsu


makan atau vitamin-vitamin (suplemen) (Khomsan 2003).
Keluarga yang tinggal di perkotaan dengan gaya hidup yang sangat
dipengaruhi oleh globalisasi informasi menjadi sasaran promosi dari industri
produk makanan termasuk produk suplemen anak. Selain karena pengaruh
informasi, pola pikir orang tua saat ini juga telah berubah. Orang tua tidak lagi
hanya memikirkan kesehatan fisik dari segi bentuk tubuh anak (kurus atau
gemuk), namun lebih berorientasi pada pembentukan otak yang sehat dan
cerdas, di samping sifat-sifat emosional lainnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji
tentang konsumsi suplemen dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
konsumsi suplemen gizi pada anak terutama anak usia prasekolah (4-6 tahun).
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku
konsumsi suplemen pada anak prasekolah (4 – 6 tahun) di kota Bogor dan
faktor-faktor yang berhubungan.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik anak prasekolah (jenis kelamin,BB, TB, status gizi
dan status kesehatan), karakteristik ibu (usia, pendidikan, dan status kerja)
dan karakteristik keluarga (besar keluarga dan pendapatan keluarga).
2. Mengetahui jenis dan bentuk suplemen yang dikonsumsi anak prasekolah.
3. Mengetahui frekuensi konsumsi dan jumlah konsumsi suplemen pada anak
prasekolah.
4. Mengetahui sumber informasi, atribut utama dan alasan mengkonsumsi
produk suplemen pada anak prasekolah.
5. Menganalisis hubungan antara karakteristik ibu, karakteristik anak dan
karakteristik keluarga dengan perilaku konsumsi suplemen anak prasekolah.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah untuk
mengawasi peredaran suplemen. Bagi akademisi hasil penelitian ini dapat
menjadi informasi dan kajian akademik tentang konsumsi suplemen.
15

TINJAUAN PUSTAKA

Suplemen
Secara sederhana suplemen adalah suatu produk yang ditujukan untuk
tambahan atau pelengkap makanan. Suplemen digunakan untuk melengkapi
kekurangan zat gizi atau komponen lain yang diperlukan tubuh, seperti vitamin,
mineral, asam amino (komponen protein), asam lemak (komponen lemak), dan
komponen lainnya yang bermanfaat bagi tubuh. Suplemen tidak disajikan
sebagai menu makanan sehari. Bentuk suplemen bisa saja seperti obat, tetapi
suplemen bukanlah obat (Hardinsyah 2002).
Suplemen makanan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi
kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin,
mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan
tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah
terkonsentrasi (BPOM 2004).
Menurut Gunawan (1999) suplemen adalah suatu zat tambahan, bukan
zat pengganti atau obat, sebab tidak ada suplemen yang dapat menggantikan
khasiat dan keaslian zat-zat gizi yang berasal dari makanan alami. Suplemen
dapat digolongkan menjadi dua yaitu suplemen natural dan suplemen sintetis.
Suplemen natural adalah hasil ekstraksi dari makanan yang mengandung unsur-
unsur alami berasal dari jaringan tubuh hewan dan atau tumbuh-tumbuhan. Data
terakhir menunjukkan bahwa tulang rawan ikan hiu dapat dijadikan sebagai
suplemen. Begitu pula dengan minyak ikan atau bee-pollen yang dihasilkan oleh
lebah. Wijayakusuma (2002) menambahkan kini suplemen juga sudah mulai
dibuat dengan melakukan proses pengekstrakan bahan-bahan alami, sayuran,
buah-buahan dan bahan lainnya yang kaya vitamin serta mineral.
Suplemen sintetis pada umumnya merupakan rekayasa kimiawi di dalam
laboratorium meskipun keduanya dianggap sama efektifnya. Makanan suplemen
buatan berupa senyawa kimiawi yang dibuat sama dengan struktur kimia bahan
alami. Melihat dari kandungan bahannya, produk ini tak beda dengan produk
farmasi lain seperti multivitamin dan tonikum. Secara garis besar isinya terdiri
dari bahan penyedia tenaga, vitamin, stimultant serta flavouring (Effendi 1993).
Perkembangan suplemen makanan sangat pesat sekali di dunia. Pada
awalnya suplemen dibuat dari satu atau lebih zat gizi essensial seperti vitamin,
mineral dan asam amino dengan tujuan untuk meningkatkan angka kecukupan
gizi (AKG). Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, suplemen
16

makanan berkembang selain menggunakan zat gizi essensial juga bahan-bahan


yang berasal dari tanaman, herbal, botanikal dan zat yang berasal dari bahan
tanaman lainnya dan konsentrat, metabolit, konstituent dan ekstrak dari bahan-
bahan tersebut (Hardinsyah 2002).
Berdasarkan sumbernya Wirakusumah (1995) membedakan suplemen
menjadi tiga kategori yaitu suplemen vitamin dan mineral, suplemen asal
tumbuhan atau jamu dan suplemen khusus yang berasal dari bahan-bahan
tertentu, seperti beepolen, sirip ikan paus, cula badak dan lain-lain. Manfaat
suplemen amat beragam, terutama untuk meningkatkan stamina,
kecerdasan/konsentrasi dan pertumbuhan (Hardinsyah 2002). Namun demikian
Sudarisman (1997) menyatakan bahwa pada dasarnya fungsi suplemen adalah
sebagai zat tambahan untuk memperbaiki dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Zat aktif yang dikandung suplemen hanya mempengaruhi struktur atau fungsi
tubuh, tidak dapat mengobati ataupun mencegah suatu penyakit. Oleh karena
itu klaim sebagai obat tidaklah benar.
Fungsi suplemen, baik vitamin maupun mineral hanyalah untuk
melengkapi (kalau ada) kekurangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Jadi
suplemen vitamin sama sekali tidak dapat digunakan untuk menggantikan
vitamin alami (yang diperoleh dari makanan). Satu jenis makanan memiliki
kombinasi berbagai jenis vitamin dan zat-zat lain (seperti nutrisi utama, mineral,
sampai antioksidan) yang diperlukan oleh tubuh. Misalnya, jeruk tidak hanya
kaya akan vitamin C, tapi juga ada asam folat, kalsium, dan serat; lalu telur
selain tinggi protein juga mengandung vitamin D, E, bahkan A dan B (Pujiarto
2005).
Karyadi (1999) menambahkan bahwa fungsi suplemen hanyalah sebagai
pelengkap. Suplemen makanan bukan diartikan sebagai pengganti makanan
kita sehari-hari. Menurut Effendi (1993) makanan suplemen disebut demikian
karena gunanya sebagai zat gizi bagi tubuh. Jadi salah kalau ada anggapan
bahwa makanan suplemen ini sebagai pengganti pamenuhan zat gizi dari satu
satuan waktu makan. Khomsan (2003) menambahkan suplemen tidak bisa
menggantikan menu harian karena mustahil suplemen dapat memenuhi segala
kebutuhan gizi. Makanan tambahan (suplemen) sebaiknya hanya dikonsumsi
saat kondisi seseorang tidak ideal. Selama makanan mampu memenuhi
kebutuhan gizi berimbang, tak perlu suplemen (Wirakusumah 2000).
17

Pujiarto (2005) menambahkan seorang anak diduga membutuhkan


suplemen apabila: 1) Anak mengidap gangguan pencernaan ; 2) Anak
mengalami gangguan penyerapan zat gizi tertentu; 3) Kebutuhan zat gizi anak
sedang meningkat; 4) Anak kehilangan zat gizi yang berlebihan; 5) Anak kurang
porsi makannya atau terbatas pilihan menu hariannya; 6) Anak sering diare sejak
bayi sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel usus dan akhirnya terjadi gangguan
penyerapan zat gizi; 7) Anak sejak lahir mengalami gangguan enzim pencernaan
atau gangguan metabolisme bawaan (inborn error metabolism) sehingga
penyerapan zat gizi dari makanannya tidak sempurna; 8) Bila porsi asupan zat
gizi anak tidak sesuai dengan laju pertumbuhan atau umurnya; 9) Bila anak
menderita sakit yang berat, sakit menahun, atau mengidap penyakit ginjal, hati,
dan perut sehingga metabolisme vitaminnya tidak sempurna; 10) Anak yang
kurang asupan lemak dalam menu hariannya dan berisiko kekurangan vitamin
yang larut dalam lemak (seperti vitamin A, D, E, dan K); 11) Anak dengan
penyakit infeksi; 12) Anak yang sedang mengidap penyakit campak, diare, dan
TBC atau paru-paru yang memerlukan suplemen untuk membantu proses
kesembuhannya.
Tubuh anak memerlukan lebih banyak zat gizi dari biasanya ketika ia
sakit. Padahal anak yang sakit cenderung kurang suka makan, akibatnya asupan
gizinya (termasuk vitamin) berkurang. Pada kondisi seperti itu, tubuh anak perlu
dibantu dengan memberikan suplemen vitamin. Anak yang sedang dalam
pengobatan TBC misalnya, perlu diberi suplemen vitamin untuk membantu
proses penyembuhan. Anak yang baru sembuh dari sakit, dapat diberi suplemen.
Namun bila kondisi kesehatan anak makin membaik, pemberian suplemen
sebaiknya dikurangi dan dihentikan ketika anak sudah benar-benar sehat dan
selera makannya kembali normal (Pujiarto 2005).
Pujiarto (2005) menyatakan kekurangan vitamin membuat tubuh tidak
dapat bekerja sebagaimana mestinya. Terutama bagi anak-anak, kekurangan
vitamin menyebabkan pertumbuhan mereka terganggu. Tetapi, kelebihan asupan
vitamin pun bukannya tak beresiko bagi kesehatan. Kelebihan vitamin yang larut
air, seperti vitamin C, biotin, thiamin (B1), riboflavin (B2), niacin (B3), asam
pantotenat (B5), pyridoxine (B6), asam folat (B9) dan cobalamin (B12), memang
akan dibuang melalui urin. Tetapi ini juga berarti membuat ginjal bekerja lebih
keras. Sementara kelebihan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K) akan
18

disimpan dalam jaringan lemak tubuh dan hati. Akumulasi lebihan vitamin ini
dapat menjadi racun bagi tubuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Suplemen


Perilaku konsumen merupakan bagian dari ilmu perilaku manusia yang
mempelajari bagaimana individu bertindak dalam mengkonsumsi suatu komoditi
atau jasa. Beberapa definisi dari perilaku konsumen diantaranya adalah
tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi,
menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului
dan menyusul tindakan tersebut (Engel et al. 1994).
Sumarwan (2003) menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah
merupakan sebuah studi yang meliputi hal-hal sebagai berikut : 1) apa produk
yang dibeli; 2) mengapa membeli; 3) kapan melakukan pembelian; 4) dimana
membeli; 5) seberapa sering membeli; dan 6) seberapa banyak produk yang
dibeli. Dengan demikian pemahaman mengenai perilaku konsumen dan
karakteristiknya merupakan jalan untuk memahami aspek yang melatarbelakangi
konsumen menggunakan produk tertentu.
Menurut Hardinsyah dan Suhardjo (1987), perilaku konsumsi dapat
ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek keilmuan dan aspek proses. Secara
keilmuan, perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari semua aktivitas
konsumen dalam menilai, membeli dan menggunakan komoditi, dalam hal ini
pangan, serta menjawab mengapa dan bagaimana konsumen bertindak,
sedangkan dari aspek proses, perilaku konsumen disefinisikan sebagai proses
pengambilan keputusan dalam menilai, membeli dan menggunakan pangan.
Karakteristik Ibu
Myers (1995) menyatakan orangtua memiliki tanggung jawab dalam
mendidik dan memenuhi kebutuhan fisik dan non fisik anak, karena orangtua
terutama ibu merupakan orang yang pertama kali dikenal anak ketika lahir dan
memiliki hubungan yang sangat dekat dengan anak terutama dalam hal
hubungan biologis. Oleh karena itu, penyediaan cinta, kasih sayang, kepedulian
gizi dan kesehatan (perhatian) lebih merupakan tanggung jawab seorang ibu
walaupun peran ayah tidak dapat diabaikan begitu saja dalam menciptakan
generasi yang sehat dan berkualitas.
Usia. Kotler dan Amstrong (2006) berpendapat Usia adalah salah satu
faktor demografi yang mempengaruhi persepsi seseorang dalam membuat
19

keputusan serta menerima segala sesuatu sebagai hal yang baru. Oleh karena
itu usia ibu diduga berhubungan erat dengan keputusan pembelian suplemen
untuk anak. Usia juga dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap
beberapa barang dan jasa
Pendidikan. Pendidikan formal sangat penting karena dapat
membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Dengan demikian
semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka ia akan lebih banyak
menyerap pengetahuan gizi, dan hal ini akan berdampak positif terhadap ragam
pangan yang akan dikonsumsi (Soewondo & Sadli 1990).
Keterbatasan pengetahuan karena rendahnya tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap tingkah laku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.
Konsumen yang memiliki pengetahuan gizi baik cenderung memilih makanan
yang lebih baik dari pada konsumen yang berpendidikan rendah (Hardinsyah &
Suhardjo 1987). Syarief dan Husaini (2000) menambahkan pendidikan ibu rumah
tangga berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan, perilaku
memberi makan anak, sanitasi dan higiena, serta dalam mengelola sumber-
sumber (potensi) keluarga.
Latar belakang pendidikan dan pekerjaan orangtua khususnya ibu
merupakan salah satu unsur penting dalam penentuan gizi anak-anak. Dalam
suatu keluarga biasanya seorang ibu yang berperan dalam pemilihan jenis
pangan dan penentuan menu keluarga terutama bagi anak-anak. Peranan ini
dalam pembentukan kebiasaan makan anak sangat menentukan, karena ibu
terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga khususnya dalam
penyelenggaraan makan keluarga (Madanijah 1994). Soehardjo (1989a)
menambahkan faktor kepercayaan dan pengetahuan ibu berpengaruh terhadap
macam bahan pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-hari terutama pemberian
makan pada anak. Anak-anak biasanya meniru apa yang dilakukan oleh
orangtuanya misalnya frekuensi makan yang sering, kelebihan snack makan di
luar waktu makan. Begitu pula dengan pemilihan jenis makanan-makanan
tambahan seperti multivitamin, suplemen dan lain-lainnya.
Status Kerja. Menurut Achir (1985) bekerja adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara teratur dan berlangsung dalam jangka waktu tertentu dengan
tujuan yang jelas untuk mendapatkan uang, benda dan jasa. Engel et al. (1994)
menambahkan pekerjaan yang dilakukan konsumen sangat mempengaruhi gaya
20

hidup mereka dan merupakan satu-satunya basis terpenting untuk


menyampaikan prestise, kehormatan dan respek.
Keluarga dengan isteri bekerja di luar rumah menjadikan pembagian
tugas dalam rumah tangga dan anak lebih sulit (Sumarwan 2003). Hal ini
disebabkan karena walaupun isteri bekerja di luar rumah tetap tidak dapat
meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, pengasuh dan perawat
anaknya (Dagun 1990).
Semakin banyaknya kebutuhan hidup, untuk dapat memenuhi kebutuhan
dasar, sebagian istri di perkotaan menghabiskan waktunya di luar rumah untuk
bekerja, dan keadaan ini tentunya mempunyai dampak terhadap kemampuannya
mengasuh dan menyediakan makanan untuk anak di rumah. Perempuan yang
berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk
bekerja di luar rumah. Hal ini membawa masalah terhadap waktu yang tersedia
untuk mengasuh anak. Dengan meningkatnya pendapatan dan berkurangnya
ketersediaan waktu, ibu-ibu cenderung membeli pangan siap saji dan siap
santap baik untuk keluarga ataupun untuk anak-anaknya (Syarief & Husaini
2000). Perubahan dari makanan tradisional ke makanan olahan (Processed
foods) antara lain disebabkan oleh ketersediaan waktu ibu berada di rumah yang
minim. Begitu pula dengan konsumsi suplemen diduga erat hubungannya
dengan ketersediaan waktu ibu di rumah.
Karakteristik Keluarga
Zanden (1990) mendefinisikan keluarga sebagai bagian dari unit sosial
terkecil yang anggotanya terbentuk melalui ikatan perkawinan atau adopsi dan
tinggal bersama dalam satu rumah, bekerjasama dalam hal ekonomi dan saling
melindungi antar anggotanya. Konsekuensi ekonomi dalam keluarga dengan
hadirnya anak akan menciptakan struktur permintaan berupa pakaian, makanan,
perabotan rumah, perawatan kesehatan, pendidikan dan produk lainnya (Engel
et al. 1994).
Tingkat Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga merupakan faktor
yang tidak langsung yang mempengaruhi konsumsi pangan, dimana terdapat
hubungan yang positif antara pendapatan dan gizi karena pendapatan
merupakan faktor penting bagi pemilihan kuantitas dan kualitas makanan yang
dikonsumsi. Keluarga yang berpendapatan rendah sering kali tidak mampu
membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan sehingga kebutuhan gizi anggota
keluarga kurang tercukupi (Berg 1986). Hal senada diungkapkan oleh Soehardjo
21

(1989b) bahwa jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi keluarga dipengaruhi
oleh status ekonomi.
Namun demikian Soehardjo (1989b) menambahkan bahwa pengeluaran
uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya
konsumsi pangan. Berg (1986) juga mengatakan bahwa peningkatan
pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan karena
walaupun banyak pengeluaran untuk pangan, belum tentu kualitas makanan
yang dikonsumsi lebih baik. Perlu juga diketahui bahwa peningkatan
pendapatan walaupun meningkatkan pengeluaran belum tentu pengeluaran itu
digunakan untuk pangan.
Jumlah Anggota Keluarga. Menurut Soehardjo (1989a), jumlah
anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jenis
dan jumlah makanan yang tersedia di dalam keluarga. Selain itu jumlah anggota
keluarga merupakan penentu dalam memenuhi kebutuhan makanan. Apabila
anggota keluarga bertambah maka semakin tinggi pula kebutuhan akan pangan.
Antara jumlah anggota keluarga dan kurang gizi juga mempunyai hubungan yang
sangat nyata pada hubungan masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga
yang berpenghasilan rendah, pemenuhan makanan akan lebih mudah jika yang
harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu
keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah
dari keluarga tersebut.
Sediaoetama (1993) menambahkan, dengan semakin bertambahnya
anggota keluarga, maka pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari relatif
semakin sulit. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan yang
diperoleh semakin tidak mencukupi untuk masing-masing anggota keluarga,
termasuk anak-anak.
Karakteristik Produk
Produk didefinisikan sebagai suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapat perhatian untuk dibeli, digunakan dan dikonsumsi, yang hasilnya
dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan (Umar 2000). Menurut Peter
dan Olson (1996) produk dengan ciri-ciri yang khas merupakan perangsang
utama yang dapat mempengaruhi afeksi, kognisi dan perilaku konsumen.
Kemudian ciri-ciri produk tersebut dievaluasi konsumen dalam hal kesesuaian
dengan tata nilai, kepercayaan dan pengalaman di masa lampau. Selain ciri-ciri
22

khas dari suatu produk, hal lain yang juga diperhatikan dan dievaluasi konsumen
adalah harga, kemasan, nama merek dan identifikasi merek.
Label dan Klaim. Peter dan Olson (1996) menjelaskan bahwa label
pangan adalah berupa informasi mengenai intruksi penggunaan, kandungan
daftar bahan pembentuk atau bahan baku, peringatan penggunaan, pemeliharan
produk dan lain-lain. Sedangkan dalam UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap
keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan atau kombinasi
keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam,
ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan (Menpangan &
Hortikultura 1996).
Manfaat. Pengembangan suatu produk mengharuskan suatu
perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk
itu. Manfaat-manfaat itu dikomunikasikan melalui atribut produk tersebut yang
meliputi mutu, ciri dan desain produk (Umar 2000).
Mengenai manfaat suplemen makanan, Subarnas (2001) menyatakan
bahwa suplemen makanan akan sangat bermanfaat jika digunakan secara tepat
sesuai dengan kebutuhan. Namun demikian suplemen makanan bukanlah obat,
tetapi berkhasiat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan bukanlah
untuk menyembuhkan penyakit.
Informasi Pangan. Informasi pangan dapat diperoleh melalui iklan,
promosi, pengalaman masa lalu, maupun pengaruh orang-orang terkemuka atau
terpandang dalam masyarakat. Pengaruh yang diterima konsumen pangan
biasanya berupa rasa tertarik, senang, ingin, rasa lapar, haus dan hal-hal lain
yang menarik dari informasi pangan yang diterimanya. Pengaruh yang diterima
oleh konsumen berakumulasi dengan sikap konsumen yang merangsang
konsumen untuk memberikan penilaian tentang pangan yang akan dibeli.
Setelah menerima pengaruh dan menilai, konsumen akan mengambil keputusan
untuk membeli atau tidak pangan tersebut (Hardinsyah & Soehardjo 1987).
Akses ibu terhadap informasi dapat menjadi indikator kemampuan ibu
untuk merawat anaknya lebih baik. Perolehan informasi bisa didapat dari
membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton TV dan selanjutnya
memahami informasi tersebut (Engel et al. 1997).
Pengaruh media massa, terutama dari iklan-iklan perdagangan dan
promosi penjualan sangat berpengaruh pada pemilihan susunan makanan.
23

Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang


dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama
(Berg, 1986).

Anak Prasekolah
Menurut Widjaja (2002), periode sesudah masa bayi hingga berusia 5
tahun disebut periode masa prasekolah. Istilah prasekolah memang tak
sepopuler balita (bawah lima tahun). Padahal keduanya membicarakan anak
dalam kurun waktu usia yang kurang lebih sama. Yang dimaksud dengan anak
prasekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun (Monks et al. 1994). Usia ini
merupakan periode yang cukup berat karena kondisi kesehatan anak masih
belum stabil. Kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan
perkembangan fisiknya harus diperhatikan.
Seorang anak yang sehat dan cerdas tentu menjadi dambaan setiap
orang tua. Untuk membentuk anak yang sehat dan cerdas memang tidaklah
mudah. Masa-masa yang sangat menentukan bagi kesehatan dan kecerdasan
manusia adalah pada usia 0 (nol) sampai dengan 5 (lima). Pada masa-masa ini
penting bagi seorang ibu untuk memberikan perhatiannya, seperti halnya
perawatan jasmani anak dalam bentuk pemberian gizi seimbang (Wahyuni
2001).
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), masa seorang anak yang
berada pada usia kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa yang
tergolong rawan. Pada umumnya anak mulai susah makan atau hanya suka
pada makanan jajanan yang tergolong hampa kalori dan hampa gizi. Perhatian
terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan.
Papalia dan Olds (1978) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap,
yaitu :
1) Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2) Masa Bayi atau Tatih, masa bayi 0-18 bulan sedang masa tatih 18-36
bulan.
3) Masa Kanak-kanak Pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal
juga dengan masa prasekolah.
4) Masa Kanak-kanak Kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai
masa sekolah.
5) Masa Remaja, yaitu masa rentang usia 12-18 tahun.
24

Karakteristik anak prasekolah ditinjau dari teori perkembangan


Psikososial Erikson adalah mampu melakukan partisipasi dalam berbagai
kegiatan fisik dan mampu mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang akan
dilakukan (Latifah & Hastuti 2004). Keinginan anak untuk mengambil tindakan
sendiri tidak selamanya disetujui oleh orangtuanya. Hal ini dapat menghambat
kebebasan mereka, sehingga mereka menjadi ragu dan timbul perasaan
bersalah.
Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional mencantumkan bahwa selain pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, juga terdapat pendidikan
prasekolah (Mendikbud 1989). Menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 tahun 1990, tujuan pendidikan prasekolah adalah untuk
meletakan dasar perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya
cipta anak didik di dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (Mendikbud,
1990). Di samping hal tersebut, pendidikan prasekolah juga membantu untuk
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar
lingkungan keluarga (Hawadi 2001).

Angka Kecukupan Gizi (Vitamin dan Mineral)


Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi dari
konsumsi makanan (Hardinsyah & Martianto 1992). Sedangkan menurut
Wirakusumah (2004), kebutuhan gizi adalah banyaknya zat gizi minimal yang
diperlukan oleh setiap orang untuk mempertahankan hidupnya serta melakukan
kegiatan. Kebutuhan masing-masing individu akan masing-masing zat gizi
berbeda-beda tergantung dari berbagai faktor antara lain tahap perkembangan
kehidupan manusia, kondisi fisiologis (hamil, menyusui), keadaan sakit,
penyembuhan, jenis kegiatan fisik, umur, ukuran tubuh, dan mutu gizi konsumsi
pangan.
Manusia membutuhkan semua zat gizi yang penting dalam seluruh
hidupnya, namun tubuh tersebut memerlukan beberapa diantaranya dalam
jumlah yang berbeda-beda dalam berbagai tahap perkembangan. Dapat
dikatakan bahwa untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
dibutuhkan sejumlah zat gizi yang harus didapat dari makanan dalam jumlah
yang cukup dan sesuai yang dianjurkan setiap harinya (Harper et al. 1986).
25

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan di Indonesia pertama kali


ditetapkan pada tahun 1968 melalui Widya Karya Pangan dan Gizi yang
diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini
kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap
lima tahun sekali (Almatsier 2002).
Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi. Menurut
Almatsier (2002), Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atau
Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zt gizi
essensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi
kebutuhan hampir semua orang sehat. AKG yang dianjurkan didasarkan pada
patokan berat badan untuk masing-masing kelompok umur, gender, dan aktivitas
fisik.
AKG untuk vitamin dan mineral mengacu kepada Widya Karya Pangan
dan Gizi VIII tahun 2004. AKG vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak
usia 4-6 tahun disebutkan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daftar Angka Kecukupan Vitamin dan Mineral pada Anak Usia 4-6 Tahun
No Zat Gizi Besarnya
1 Vitamin A (IU) 450.0
2 Vitamin D (ug) 5.0
3 Vitamin E 7.0
4 Vitamin K (mg) 20.0
5 Thiamin B1 (mg) 0.8
6 Riboflavin B2 (mg) 0.6
7 Niacin (mg) 8.0
8 Vitamin B12 (ug) 0.7
9 Asam Folat (ug) 200.0
10 Vitamin B6 (mg) 0.6
11 Vitamin C (mg) 45.0
12 Kalsium (mg) 500.0
13 Phospor (mg) 400.0
14 Besi (mg) 9.0
15 Seng (mg) 9.7
16 Iodium (ug) 120.0
17 Selenium (ug) 20.0
Sumber : WNPG VIII ( 2004)
26

Keadaan Kesehatan Anak


Menurut WHO, sehat adalah keadaan bebas dari penyakit baik fisik,
mental ataupun sosial. Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah
morbiditas atau angka kesakitan (Pudjiadi 1990). Sedangkan menurut Sukarni
(1989), angka morbiditas menunjukan status kesehatan, akan tetapi data tentang
orang sakit dilaporkan kurang akurat dibandingkan dengan angka kematian, dan
penyakit yang tidak parah (minor ailments) tidak ada laporannya sama sekali.
Defesiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Di Indonesia seperti
juga di negara berkembang lainnya, penyakit infeksi masih sering menghantui
jiwa dan kesehatan anak balita. Bila gangguan gizi dan rawan infeksi merupakan
suatu pasangan yang erat, maka perlu ditinjau kaitannya satu sama lain. Infeksi
bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara : yaitu
mempengaruhi nafsu makan, dapat juga merupakan kehilangan makanan karena
diare atau muntah-muntah, atau mempengaruhi metabolisme makanan dan
banyak cara lain lagi (Kardjati et al. 1985).
Infeksi dan keadaan gizi merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Infeksi dalam tubuh anak akan membawa pengaruh terhadap keadaan gizi anak
tersebut. Adanya infeksi menurunkan nafsu makan anak sehingga anak
menolak makanan yang diberikan ibunya. Penolakan terhadap makanan berarti
berkurangnya masukan zat gizi ke dalam tubuh.
Mekanisme kerja antara status gizi dengan penyakit infeksi cukup
kompleks. Penyakit infeksi melalui penurunan selera makan dan peningkatan
kebutuhan waktu sakit dapat diikuti oleh penurunan keadaan gizi. Sebaliknya
penderita gizi kurang memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga lebih
peka terhadap penularan penyakit infeksi. Penderitanya akan berlangsung lebih
parah dan lama (Kardjati et al. 1985).
Salah satu penyakit yang menyerang anak-anak akibat kekurangan salah
satu vitamin atau mineral adalah anemia. Anemia yang sering terjadi pada anak
adalah anemia gizi besi. Sekitar 47% dari 25 juta anak balita dan 26,5% dari
sekitar 80 juta anak usia sekolah dan remaja di Indonesia mengalami anemia gizi
besi (kurang darah) (Untoro 2005).
27

Tabel 2 Profil anemia gizi besi, besaran masalah sampai dengan tahun 1995
Kelompok umur Prevalensi (%) Jumlah
Balita 40.5 8.1 juta
Anak usia sekolah 47.2 17 juta
Sumber : SKRT (1995) dalam Depkes (2003)

Menurut Untoro (2005) anemia gizi pada balita dan anak akan berdampak
pada peningkatan kesakitan dan kematian, perkembangan otak, fisik, motorik,
mental dan kecerdasan juga terhambat, daya tangkap belajar menurun dan
interaksi sosial berkurang.
28

KERANGKA PEMIKIRAN

Anak sebagai generasi penerus yang menjadi penentu utama kehidupan


suatu bangsa dan negara di masa yang akan datang berada pada masa
pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat, sehingga banyak para
orang tua yang memberikan perhatian lebih terhadap kesehatan dan konsumsi
mereka, salah satunya adalah memberikan makanan yang merupakan pangan
fungsional dan makanan tambahan berupa suplemen gizi.
Masa anak-anak adalah masa yang rawan terhadap masalah gizi, baik itu
masalah gizi buruk ataupun masalah gizi lebih. Anak-anak prasekolah sering
dianggap sedang memasuki johny won’t eat. Hal ini membuat orangtua menjadi
was-was sehingga setiap kali anaknya tidak mau makan mereka ribut dan segera
membawanya ke dokter. Dokter biasanya memberi suplemen yang berisi obat
penambah nafsu makan atau vitamin-vitamin (Khomsan 2003).
Anak-anak adalah masa yang masih mengandalkan arahan dari orang
tua, pengambilan keputusan dalam mengkonsumsi apapun masih sangat
tergantung dari peranan orang tua terutama ibu. Konsumsi suplemen pada anak
prasekolah diduga berhubungan dengan banyak hal, diantaranya adalah
karakteristik ibu (usia, pendidikan dan pekerjaan), karakteristik anak prasekolah
(jenis kelamin, BB, TB, dan status kesehatan), karakteristik keluarga (besar
keluarga dan pendapatan keluarga), dan karakteristik lingkungan (sumber
informasi).
Selain beberapa karakteristik tersebut, karakteristik yang berasal dari
produk suplemen itu sendiri diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen
pada anak. Karakteristik produk suplemen yang diduga berhubungan adalah
harga, merek, bentuk, komposisi, kandungan gizi, klaim dan label (Gambar 1).
29

Karakteristik Ibu :
• Usia
• Pendidikan
• Status Kerja

Karakteristik Keluarga Karakteristik Anak


• Besar Keluarga • Jenis Kelamin
• Pendapatan Keluarga • Keadaan Kesehatan
• Status Gizi

Perilaku Konsumsi
Suplemen
• Jenis/Merek
• Bentuk
• Jumlah
• Frekuensi
• Alasan Pembelian
• Tempat Pembelian
Karakteristik Produk
• Jenis/Merek
• Harga
• Komposisi Karakteristik Lingkungan
• Nomor Registrasi • Sumber Informasi
• Label dan Klaim

Keterangan : Hubungan Antar Variabel yang Dianalisis


Hubungan Antar Variabel yang Tidak Dianalisis
Variabel yang Diteliti

Gambar 1 Perilaku Konsumsi Pangan Fungsional dan Suplemen pada Anak


Prasekolah dan Faktor-faktor yang Berhubungan
30

METODE

Disain, Tempat, dan Waktu


Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang bertema Aspek Gizi,
Makanan, Kesehatan, dan Gaya Hidup Anak Sekolah Taman Kanak-kanak di
Kota Bogor. Kota Bogor dipilih secara purposive dengan pertimbangan lokasi
relatif terjangkau dari tempat peneliti serta kota Bogor memiliki media informasi
yang terkait dengan gizi dan kesehatan.
Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study dengan
metode survei. Penelitian lapang terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama
adalah survei pendahuluan (penimbangan berat badan anak) yang berlangsung
mulai bulan Agustus sampai September 2005. Tahap kedua adalah
pengumpulan data melalui kuesioner pada bulan Oktober 2005.
Rekapitulasi TK di Kota Bogor yang diperoleh dari Dinas Pendidikan adalah
tahun pelajaran 2004/2005. Penarikan TK dilakukan pada bulan Mei 2005
terhadap kelas A dengan asumsi pada saat penelitian lapang dilakukan, jumlah
murid kelas A akan naik menjadi kelas B di TK yang sama.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh


Contoh dalam penelitian ini adalah TK dan anak. Penarikan TK dilakukan
dengan memilih sejumlah TK dari 118 TK yang terdaftar di Dinas Pendidikan
Kota Bogor (Diknas Kota Bogor 2005). Adapun kriteria yang digunakan dalam
pemilihan TK adalah (a) jumlah kelas B minimal 2 kelas, (b) total murid kelas B
minimal 30 anak, dan (c) berlokasi di antara 6 kecamatan yang ada di Kota
Bogor. Pertimbangan dalam penetapan kriteria di atas adalah memperoleh
sejumlah TK dengan jumlah murid yang banyak dan berada di setiap kecamatan
Kota Bogor, sehingga lebih dapat mewakili populasi anak TK di Kota Bogor.
Alasan pemilihan murid kelas B sebagai kelompok yang diteliti adalah
pertumbuhan anak TK kelas B (5 sampai 6 tahun) sudah tidak dipantau oleh
Posyandu.
Selanjutnya diperoleh 32 TK yang memenuhi kriteria. Tigabelas TK
diantaranya bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian. Nama-nama TK
sebagai berikut: TK Insan Kamil dan Pakuan (Kecamatan Bogor Barat); TK Amal
Kasih dan Permata Bunda (Kecamatan Bogor Timur); TK Pertiwi 3, Negeri
Mexindo, BPK Penabur, dan Kesatuan (Kecamatan Bogor Tengah); TK Tiara
Insan dan Kuncup Harapan (Kecamatan Bogor Utara); TK Mardi Yuana
31

(Kecamatan Bogor Selatan); TK Bina Insani dan Dharma Putra (Kecamatan


Tanah Sareal).
Sebanyak 811 anak dari 13 TK mengikuti survei pendahuluan. Penilaian
status gizi anak (BB/U berdasarkan nilai z-skor) menunjukkan hasil sebagai
berikut: 7 anak (0.7%) berstatus gizi buruk, 26 anak (3.2%) berstatus gizi kurang,
626 anak (77.2%) berstatus gizi baik, dan 152 anak (18.8%) berstatus gizi lebih
yang terdiri atas 64 anak (7.9%) berstatus gizi overweight serta 88 anak (10.9%)
berstatus gizi obes.
Semua ibu anak di 6 TK, yaitu TK Pertiwi 3, Mexindo, Insan Kamil,
Mardiyuana, Bina Insani dan Kesatuan mendapat kuesioner penelitian melalui
guru kelas. Kuesioner tidak dibagikan ke 7 TK lainnya, karena TK tersebut tidak
bersedia menerima kuesioner dalam jumlah banyak. Kuesioner yang telah diisi
ibu diperoleh kembali sejumlah 229, selanjutnya berdasarkan kelengkapan
kuesioner diperoleh 195 sampel. Secara skematik bagan penarikan contoh dapat
dilihat pada gambar 2.
32

118 TK dari 6
kecamatan terdaftar di
Dinas Pendidikan Kriteria:
Kota Bogor 1. Jumlah kelas B ≥ 2
kelas
2. Total murid
kelas B ≥ 30 anak
32 TK memenuhi kriteria 3. Berlokasi di antara 6
kecamatan yang ada
di Kota Bogor

13 TK bersedia

Penimbangan BB
811 anak di 13 TK
Indeks BB/U: z-skor

7 Anak 26 Anak 626 Anak 64 Anak 88 Anak


gizi buruk gizi kurang gizi baik overweight obes

401 Kuesioner
dibagikan ke 6 TK

229 Kuesioner
dikembalikan dari 6 TK

195 Anak

Gambar 2 Kerangka penarikan contoh.


33

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Jenis dan
cara pengambilan data dapat dilihat dalam Tabel. 3.
Tabel 3. Data dan cara pengumpulannya
Jenis data Data Cara
pengumpulan
Primer Karakteristik Taman Kanak-kanak Pengisian
formulir oleh
Kepala TK dan
pengamatan
langsung
Karakteristik keluarga Pengisian
a. Besar keluarga kuesioner oleh
b. Umur ibu
ibu anak
c. Pendidikan ibu
d. Pendidikan ayah
e. Pekerjaan ibu
f. Pekerjaan ayah
g. Pendapatan (Rp/bulan)
h. Belanja makanan dan minuman
(Rp/bulan)
i. Daya listrik rumah (watt)
Perilaku konsumsi suplemen Pengisian
a. Frekuensi konsumsi suplemen kuesioner oleh
b. Jumlah konsumsi suplemen
ibu anak
c. Alasan konsumsi suplemen
d. Tempat pembelian suplemen
e. Sumber informasi
f. Atribut utama
Kebiasaan makan anak Pengisian
kuesioner oleh
ibu anak
Status kesehatan anak Pengisian
kuesioner oleh
ibu anak
Karakteristik anak Penimbangan
a. Berat badan berat badan
b. Nilai z-skor
menggunakan
c. Status gizi
timbangan injak
34

Jenis data Data Cara


pengumpulan
Sekunder Data TK Kerjasama
a. Nama dengan Dinas
b. Alamat
Pendidikan
c. Nomor telepon
d. Jumlah kelas Kota Bogor
e. Jumlah murid
f. Jumlah guru
g. Jumlah pegawai
Karakteristik anak Kerjasama
a. Jenis kelamin dengan TK
b. Tempat tanggal lahir
Karakteristik produk Survey produk
a. Merk suplemen
b. Bentuk suplemen
c. Komposisi
d. Harga
e. Klaim
f. Registrasi

Pengolahan dan Analisis Data


Data diolah baik secara manual maupun menggunakan program komputer
Microsoft Excel dan SPSS version 11.0 for Windows. Tahap pengolahan data
terdiri atas pengeditan, pemberian kategori, pemberian kode, pengentrian, dan
analisis. Data dianalisis baik secara statistik deskriptif maupun inferensia.
Statistik deskriptif dengan melihat distribusi frekuensi. Data karakteristik anak
(umur, BB, dan nilai z-skor) ditabulasikan dengan menyertakan nilai rata-rata dan
standar deviasi. Data jenis kelamin anak ditabulasikan dengan menyertakan
persentasenya. Statistik inferensia meliputi uji statistik Chi square dan korelasi
Rank Spearman. Peubah dan kategori peubah data ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Peubah dan kategori peubah karakteristik
No. Peubah No. Kategori peubah
1. Besar keluarga (orang) 1. Kecil (<4)
35

2. Sedang (4-6)
3. Besar (> 6)
2. Usia ibu (tahun) 1. < 30
2. 30-35
3. > 35
3. Pendidikan formal 1. SMP
ibu dan ayah 2. SMU/sederajat
3. Akademi/sarjana
4. Pasca sarjana
4. Status kerja ibu 1. Bekerja
2. Tidak bekerja/ibu rumah tangga

5. Pekerjaan ibu 1. PNS


2. Pegawai swasta/BUMN (karyawan
perusahaan, pegawai PT POS, PLN,
Telkom, dan Pertamina)
3. Guru/dosen/peneliti
4. Advokat
5. Dokter/perawat
6. Wirausaha
6. Pekerjaan ayah 1. PNS
2. Pegawai swasta/BUMN (karyawan
perusahaan, pegawai PT POS, PLN,
Telkom, dan Pertamina)
3. Guru/dosen/peneliti
4. Advokat
5. Dokter/perawat
6. Pegawai (buruh, teknisi, lover koran)
7. Wirausaha/kontraktor
7. Daya listrik rumah (watt) 1. 450
2. 900
3. 1300
4. 2200
5. 3500
6. 4400
7. 5500
8. 6600
8. Pendapatan keluarga 1. 500 000-2 000 000
(Rp/bulan) 2. 2 500 000-4 000 000
3. 4 500 000-6 000 000
4. > 6 000 000
9. Tingkat pendapatan 1. Rendah, < 96 000
keluarga (perkapita) 2. Sedang, 96 000-192 000
3. Tinggi, > 192 000
10. Belanja makanan dan 1. 50 000-400 000
minuman keluarga 2. 450 000-800 000
(Rp/bulan) 3. 850 000-1 200 000
4. 1 250 000-1 600 000
5. 1 650 000-2 000 000
6. > 2 000 000
11. Kondisi kesehatan anak 1. Sehat
2. Sakit ringan
36

12. Bentuk suplemen 1. Sirup/cair


2. Tablet/kapsul
13. Frekuensi konsumsi 1. Jarang, ( 1-3 kali per minggu)
2. Sering, ( 4-6 kali per minggu)
3. Selalu, (≥7 kali per minggu)
14 Jumlah konsumsi 1. Sedikit, ( 1-3 uks per minggu)
2. Sedang, ( 4-6 uks per minggu)
3. Banyak, (≥7 uks per minggu)
15 Alasan memberi suplemen 1. Menjaga kesehatan anak
pada anak 2. Untuk pertumbuhan
3. Meningkatkan nafsu makan
4. Meningkatkan kecerdasan
5. Untuk pertumbuhan dan perkrmbangan
anak
16. Sumber informasi 1. TV/Radio
2. Media cetak (koran/majalah)
3. Tetangga/teman
4. keluarga
5. Dokter
6. Sales/distributor
17. Tempat pembelian 1. Toko/warung
2. Supermarket/swalayan
3. Apotek/toko obat
4. Multi level marketing/MLM
18 Atribut utama 1. Harga
2. Label
3. Manfaat
4. Cita rasa

Batasan Istilah
Suplemen adalah jenis produk yang digunakan untuk melengkapi makanan,
yang mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut : a) vitamin, b)
mineral, c) bahan untuk memenuhi kebutuhan gizi atau d) konsentrat,
metabolit/konstituen, ekstrak atau kombinasi dari butir a, b, c, dan d.
Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
dan ditamatkan oleh responden.
Status Kerja adalah status kegiatan utama responden untuk memperoleh dan
atau membantu memperoleh penghasilan (bekerja/ibu rumah tangga)..
Pendapatan Keluarga adalah jumlah penghasilan seluruh anggota keluarga
yang dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, yang
diperoleh dari usaha selama kurun waktu satu bulan dan dinyatakan
dalam Rp/bulan.
Besar Keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu,
anak, dan anggota keluarga lain yang penghidupannya berdasarkan
pengelolaan sumberdaya yang sama.
37

Status Kesehatan adalah keadaan fisiologis tubuh anak pada satu bulan
terakhir.
Merek Produk adalah klasifikasi suplemen berdasarkan merek suplemen yang
dikonsumsi.
Bentuk Produk adalah klasifikasi suplemen berdasarkan wujud suplemen
berupa kapsul/tablet, cair/sirup, serbuk atau kombinasi.
Jumlah Konsumsi adalah banyaknya suplemen yang dikonsumsi oleh contoh
selama satu minggu berdasarkan ukuran saji.
Frekuensi Konsumsi adalah jumlah berapa kali contoh mengkonsumsi
suplemen selama satu minggu.
Sumber Informasi adalah segala sesuatu yang dijadikan sumber informasi
mengenai produk suplemen.
Harga adalah besarnya nilai rupiah yang ditukarkan untuk memperoleh
suplemen untuk anak.
Alasan Pemberian adalah pertimbangan utama ibu dalam memilih dan
memberikan suplemen pada anaknya.
38

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Taman Kanak-kanak


Jumlah pendidik (guru) di 6 TK tempat penelitian antara 5 sampai 20 orang.
Jumlah anak didik kelas A berkisar 44 hingga 112 anak, sedangkan jumlah anak
didik kelas B berkisar 65 hingga 120 anak. Jumlah kelas A dan B antara 2
sampai 5 ruang tabel 6).
Rasio antara pendidik dan anak didik sebaiknya dirancang secara cermat,
disesuaikan dengan kemampuan pendidik dalam memperhatikan dan melayani
kebutuhan individual anak (Depdikbud 1999). Rasio antara pendidik dan anak
didik menurut kelompok usia anak adalah 1 berbanding 12 untuk usia 3 sampai 5
tahun, yaitu kelas A dan 1 berbanding 20 untuk usia 5 sampai 6 tahun, yaitu
kelas B (Moleong 2004). Berdasarkan table 5 dapat dilihat rasio antara jumlah
pendidik dan anak didik sudah sesuai dengan kriteria diatas.

Tabel 5 Jumlah pendidik, anak didik, dan kelas; jam belajar per hari; serta hari
belajar per minggu di TK tempat penelitian
Jumlah Jumlah Jam Hari
Jumlah
No. Nama TK anak didik kelas belajar belajar
pendidik
A B A B /hari /minggu
1. Mardi Yuana 5 46 65 2 2 2.30 6
2. Pertiwi 3 9 44 73 2 4 3.00 6
3. Negeri Mexindo 11 75 100 3 4 2.45 6
4. Kesatuan 20 112 106 5 4 3.00 5
5. Insan Kamil 18 70 120 3 5 3.00 6
6. Bina Insani 12 54 72 4 4 3.00 5

Tabel 5 menunjukkan bahwa jam belajar per hari di 6 TK tempat penelitian


berkisar 2 hingga 3 jam. Hari belajar dalam seminggu antara 5 sampai 6 hari.
Penjadwalan kelas di TK dirancang secara fleksibel sesuai kondisi dan keperluan
yang ada (Depdikbud 1999).
Seperti ditunjukkan pada Tabel 6, semua TK tempat penelitian memiliki
tempat bermain di dalam dan luar ruangan, kamar mandi atau WC, tempat
mencuci tangan, ruang administrasi, dan ruang tunggu. TK Mardi Yuana,
Kesatuan, Insan Kamil, dan Bina Insani mempunyai dapur. TK Pertiwi 3, Negeri
Mexindo, Kesatuan, Insan Kamil, dan Bina Insani memiliki ruang kesehatan. TK
Pertiwi 3, Kesatuan dan Bina Insani mempunyai perpustakaan.
39

Tabel 6 Sarana TK tempat penelitian


Nama TK
No. Sarana
MY P3 M K IK BI
1. Tempat √ √ √ √ √ √
bermain
dalam
ruangan
2. Tempat √ √ √ √ √ √
bermain luar
ruangan
3. Kamar mandi √ √ √ √ √ √
dan WC
4. Tempat cuci √ √ √ √ √ √
tangan
5. Dapur √ - - √ √ √
6. Ruang - √ √ √ √ √
kesehatan
7. Ruang √ √ √ √ √ √
administrasi
8. Ruang - √ - √ - √
perpustakaan
9. Ruang √ √ √ √ √ √
tunggu
Keterangan:
√ = Memiliki
MY = Mardi Yuana
P3 = Pertiwi 3
M = Negeri Mexindo
K = Kesatuan
IK = Insan Kamil
BI = Bina Insani

Keseluruhan TK tempat penelitian memiliki media pembelajaran untuk


pengembangan kemampuan anak didik yang disarankan oleh Tim PAUD
Propinsi Jawa Barat (2004), yaitu (a) alat permainan untuk pembinaan emosi dan
sosialisasi (lilin, boneka, alat musik, dan sebagainya), (b) alat permainan untuk
pengembangan fisik (ayunan, permainan untuk memanjat, permainan untuk
berputar, papan jungkitan, perosotan, dan sebagainya) serta (c) alat permainan
untuk pengembangan kecerdasan (buku cerita, huruf-huruf, dan sebagainya).
Media pembelajaran dapat digunakan untuk membantu tumbuh kembang potensi
anak secara optimal (Moleong 2004).
Sarana yang diperlukan di TK mencakup fasilitas fisik yang diperlukan
untuk penyelenggaraan layanan pendidikan. Jenis ruangan pokok yang harus
ada di TK adalah (a) tempat bermain di dalam ruangan, (b) tempat bermain di
40

luar ruangan, (c) kamar mandi atau WC, dan (d) tempat mencuci tangan. Ruang
penunjang yang disarankan ada di TK adalah (a) dapur, (b) ruang
administrasi, (c) area baca atau perpustakaan, (d) ruang kesehatan, dan (e)
ruang tunggu (Moleong 2004).
Menurut Santoso dan Ranti (1999), usaha pemeliharaan kesehatan di
sekolah dilakukan untuk mengawasi kesehatan anak didik, memberitahukan
orang tua jika pada anak terjadi kelainan, mencegah penyakit menular, dan
mengaktifkan anak didik dalam meningkatkan kesehatan . TK Negeri Mexindo
dan Kesatuan memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat). KMS merupakan kartu yang
berisi hasil penimbangan berat badan seorang anak, sehingga dapat diketahui
status gizi dan keadaan tumbuh kembangnya (Santoso & Ranti 1999). Hanya
TK Kesatuan yang mempunyai Unit Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dan
petugas khusus kesehatan (dokter sekolah). Petugas kesehatan di 5 TK lainnya
adalah guru. Kegiatan gizi kesehatan di sekolah dapat melibatkan guru dan
orang tua.
Secara umum kegiatan gizi kesehatan yang dilakukan di TK tempat
penelitian terdiri atas makan bersama, minum susu bersama, pengukuran BB
dan TB, pemerikasaan kesehatan (mata, telinga, gigi, dan sebagainya),
imunisasi atau PIN, penyemprotan untuk pencegahan DBD, dan olahraga.

Karakteristik Anak
Jumlah anak yang menjadi contoh dalam penelitian ini adalah 195 anak
dengan 110 anak laki-laki dan 85 anak perempuan. Sebanyak 161 anak yang
terdiri dari 92 anak laki-laki dan 69 anak perempuan mengkonsumsi suplemen
dan sisanya 34 anak yaitu 18 anak laki-laki dan 16 anak perempuan tidak
mengkonsumsi suplemen. Usia anak yang menjadi contoh berkisar antara
56–77 bulan atau 4–6 tahun. Berdasarkan kategori usia Widya Karya Pangan
dan Gizi VI (1998), rentang usia antara 4-6 tahun dikategorikan pada anak usia
prasekolah.
Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang menentukan sedikit atau
banyaknya makanan yang dikonsumsi. Menurut Trexler dan Sargent (1993),
secara umum laki-laki lebih banyak mengkonsumsi makanan dibandingkan
perempuan, karena adanya perbedaan jenis kegiatan, serta besar dan susunan
tubuhnya, sehingga kebutuhan konsumsinya pun berbeda.
41

Tabel 7 Karakteristik anak


Karakteristik anak Mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
Total
suplemen suplemen
Umur (bulan) 63.8±3.5 64.5±3.7 63.9±3.5
BB (kg) 19.8±4.4 22.0±6.5 20.2±4.9
TB (cm) 110.5±5.4 112.3±4.7 110.8±5.3
Z-skor BB/U 0.2±1.8 1.1±2.4 0.4±1.9
Status gizi (%)
Kurang 4.3 0.0 3.6
Baik 80.1 73.5 79.0
Lebih 15.5 26.5 17.4
Total 100.0 100.0 100.0
Status kesehatan (%)
Sakit 65.8 50.0 62.8
Sehat 34.2 50.0 37.2
Total 100.0 100.0 100.0
Jenis kelamin (%)
Laki-laki 57.1 52.9 56.6
Perempuan 42.9 47.1 43.4
Total 100.0 100.0 100.0

Rata-rata berat badan pada kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen


adalah 19.8 kg, sedangkan rata-rata berat badan pada kelompok anak yang tidak
mengkonsumsi suplemen 22.0 kg. Rata-rata tinggi badan pada kelompok anak
yang mengkonsumsi suplemen adalah 110.5 cm., sedangkan rata-rata tinggi
badan pada kelompok anak yang tidak mengkonsumsi suplemen 112.3 cm Rata-
rata nilai z-skor pada kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen adalah 0.2,
sedangkan rata-rata nilai z-skor pada kelompok anak yang tidak mengkonsumsi
suplemen adalah 1.1 (Tabel 7).
Sejumlah 34 (17.4%) anak tergolong berstatus gizi lebih yang terdiri dari 25
(15.5%) anak mengkonsumsi suplemen dan 9 (26.5%) anak tidak mengkonsumsi
suplemen. Status gizi lebih terjadi karena kelebihan intik makanan atau
komponen makanan tertentu, sehingga tubuh mengalami kelebihan energi dan
zat gizi dalam jangka waktu tertentu (Riyadi 2001). Berat badan kelompok anak
yang mengalami overweight melebihi berat badan normal atau seharusnya.
Penimbunan lemak tubuh yang berlebihan menyebabkan berat badan kelompok
anak yang mengalami obesitas melebihi berat badan normal dan dapat
membahayakan kesehatan. Sejumlah 154 anak termasuk ke dalam kelompok
42

berstatus gizi baik dan sejumlah 7 anak lainnya berstatus gizi kurang. Status gizi
baik tercapai jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas (Santoso & Ranti 1999).
Kondisi kesehatan merupakan kondisi kesehatan anak dalam kurun
waktu satu bulan treakhir. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak yaitu
sebesar 63.1 % pernah mengalami sakit pada kurun waktu satu bulan terakhir,
sedangkan sisanya sebesar 36.9 % dalam kurun waktu satu bulan terakhir tidak
mengalami sakit.
Persentase terbesar kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen
(65.8%) pernah mengalami sakit pada kurun waktu satu bulan terakhir. Anak
yang tidak mengkonsumsi suplemen memiliki persentase yang sama (50%)
antara sakit dan tidak pernah sakit pada kurun waktu satu bulan terakhir.Jenis
penyakit yang pada umumnya diderita oleh contoh adalah sakit ringan seperti
batuk, pilek, demam, radang tenggorokan dan diare. Kondisi tersebut menurut
sebagian besar responden dapat menurunkan nafsu makan pada anak dan
menurunkan stamina. Dengan alasan tersebut orangtua memberikan anaknya
suplemen untuk meningkatkan kembali nafsu makan dan menjaga daya tahan
tubuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Khomsan (2000) bahwa
suplemen makanan seharusnya dikonsumsi pada kondisi tertentu. Suplemen
sebaiknya hanya dikonsumsi pada saat kondisi seseorang tidak ideal, seperti
saat terlalu sibuk sehingga kurang makan, baru sembuh dari sakit atau anak-
anak yang sulit makan.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jenis penyakit
Mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
Total
suplemen suplemen
Jenis penyakit
N % n % %
n
Tidak sakit/sehat 56 34.8 17 50.0 73 37.4
Batuk-pilek 79 49.0 14 41.2 93 47.7
Panas/demam 15 9.3 2 5.9 17 8.7
Radang/infeksi 8 5.0 1 2.9 9 4.6
Diare 3 1.9 0 0.0 3 1.5
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Karakteristik Keluarga

Umur Ibu

Secara umum kisaran umur ibu berada pada 23 sampai 49 tahun. Seperti
ditunjukkan pada Tabel 9, separuh ibu (50.9%) pada kelompok anak yang
43

mengkonsumsi suplemen berumur 30-35 tahun. Separuh ibu (50.0%) pada


kelompok anak yang tidak mengkonsumsi suplemen berumur lebih dari 35 tahun.
Dilihat dari umur ibu yang menjadi responden pada penelitian ini, secara
keseluruhan sebagian besar berada pada kategori dewasa muda (21-40 tahun)
dan dewasa madya (40-60 tahun) (Gunarsa & Gunarsa 1991).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan umur ibu (tahun)
Mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
Umur ibu Total
suplemen suplemen
(tahun)
n % n % n %
< 30 20 12.4 6 17.6 26 13.3
30-35 82 50.9 11 32.4 93 47.7
> 35 59 36.7 17 50.0 76 39.0
Total 161 100 34 100 195 100

Dewasa muda mempunyai ciri di antaranya mulai bekerja dan membentuk


keluarga, sehingga ibu mulai mengembangkan karier dan belajar menjadi orang
tua. Sedangkan ciri dewasa madya di antaranya sudah mencapai kestabilan
ekonomi dan kematangan kepribadian menjadi orang tua. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tua umur ibu, maka ibu akan memberikan perhatian terhadap
perilaku makan termasuk pemberian suplemen dan aktivitas fisik anak dengan
lebih baik.

Pendidikan Ibu
Lebih dari separuh ibu (55.9%) pada kelompok anak yang tidak
mengkonsumsi suplemen berpendidikan SMU/sederajat sedangkan hampir
separuh ibu (47.8%) pada kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen
berpendidikan akademi atau sarjana. Sebagian kecil ibu pada kedua kelompok
anak berpendidikan SD dan pasca sarjana (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ibu
Mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
Total
Pendidikan suplemen suplemen
n % n % n %
SD 2 1.2 0 0.0 2 1.0
SMP 9 5.6 1 2.9 10 5.1
SMU/sederajat 72 44.7 19 55.9 91 46.7
Akademi/sarjana 77 47.8 13 38.3 90 46.2
Pasca sarjana 1 0.6 1 2.9 2 1.0
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Tabel 10 menunjukkan bahwa proporsi terbesar dari pendidikan formal


ibu pada kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen adalah akademi atau
44

sarjana, artinya ibu berpendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan


formal seseorang maka ia akan lebih banyak menyerap pengetahuan gizi, dan
hal ini akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang akan dikonsumsi
(Soewondo & Sadli 1990).

Pekerjaan Ibu
Lebih dari setengah ibu pada kelompok anak yang mengkonsumsi
suplemen (68.3%) dan tidak mengkonsumsi suplemen (64.7%) adalah ibu rumah
tangga. Selanjutnya 14.2 persen ibu pada kelompok anak mengkonsumsi
suplemen dan 20.6 persen ibu pada kelompok anak tidak mengkonsumsi
suplemen adalah pegawai swasta atau BUMN. Proporsi terendah dari profesi
ibu pada kedua kelompok anak adalah advokat dan dokter atau perawat (Tabel
11).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu


Tidak
Mengkonsumsi mengkonsumsi Total
Pekerjaan
suplemen suplemen
n % n % n %
PNS 12 7.5 1 2.9 13 6.7
Pegawai swasta/BUMN 23 14.3 7 20.6 30 15.4
Guru/dosen/peneliti 3 1.9 3 8.8 6 3.1
Advokat 1 0.6 0 0.0 1 0.5
Dokter/perawat 2 1.2 1 2.9 3 1.5
Wirausaha 10 6.2 0 0.0 10 5.1
Ibu rumah tangga 110 68.3 22 64.7 132 67.7
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Ibu yang tidak bekerja di luar rumah (ibu rumah tangga) akan memiliki
alokasi waktu yang lebih banyak untuk keperluan keluarga. Kebiasaan makan
anak dapat lebih diperhatikan oleh ibu, sehingga anak diharapkan akan
mempunyai perilaku makan yang baik. Terlebih lagi jika ibu memiliki
pengetahuan gizi yang baik, maka anak akan tumbuh optimal dan sehat (Susanti
1999).
Jumlah Anggota Keluarga
Persentase terbesar kelompok anak yang mengkonsumsi suplemen
(66.5%) dan tidak mengkonsumsi suplemen (73.5%) memiliki keluarga kecil.
Sebagian kecil kedua kelompok anak mempunyai keluarga besar (Tabel 12).
Jumlah anggota keluarga adalah faktor penentu dalam memenuhi kebutuhan
makanan untuk keluarga, termasuk kebutuhan suplemen untuk anak.
45

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga (orang)


Tidak
Mengkonsumsi
mengkonsumsi Total
Besar keluarga (orang) suplemen
suplemen
n % n % n %
Keluarga kecil (≤ 4) 107 66.5 25 73.5 132 67.7
Keluarga sedang (5-6) 47 29.2 8 23.5 55 28.2
Keluarga besar (> 6) 7 4.3 1 3.0 8 4.1
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Pendidikan Ayah
Lebih dari separuh ayah pada kelompok anak yang mengkonsumsi
suplemen (53.5%) berpendidikan akademi atau sarjana dan pada anak yang
tidak mengkonsumsi suplemen (52.9%) berpendidikan SMU/sederajat. Sebagian
kecil ayah pada kedua kelompok anak berpendidikan SMP dan pasca sarjana
(Tabel 13).
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan pendidikan ayah
Mengkonsumsi Tidak mengkonsumsi
Total
Pendidikan Suplemen suplemen
n % n % n %
SD 1 0.6 0 0.0 1 0.5
SMP 4 2.5 1 2.9 5 2.6
SMU/sederajat 55 34.2 18 52.9 73 37.4
Akademi/sarjana 86 53.5 15 44.2 101 51.8
Pasca sarjana 15 9.4 0 0.0 15 7.7
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Jika tingkat pendidikan ibu dan ayah pada kedua kelompok konsumsi
suplemen dilihat secara bersama-sama (Tabel 10 dan 13), maka kombinasi
terbanyak adalah ibu dan ayah yang berpendidikan akademi atau sarjana.
Secara umum, pendidikan orang tua pada kedua kelompok anak tinggi. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan memudahkan penyerapan informasi dan
mengimplementasikannya dalam perilaku serta gaya hidup sehari-hari,
khususnya dalam hal gizi dan kesehatan (Atmarita & Fallah 2004). Soehardjo
(1989a) menambahkan faktor kepercayaan dan pengetahuan ibu berpengaruh
terhadap macam bahan pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-hari terutama
pemberian makan pada anak. Anak-anak biasanya meniru apa yang dilakukan
oleh orangtuanya misalnya frekuensi makan yang sering, kelebihan snack makan
46

di luar waktu makan. Begitu pula dengan pemilihan jenis makanan-makanan


tambahan seperti multivitamin, suplemen dan lain-lainnya.

Pekerjaan Ayah
Lebih dari separuh ayah pada kelompok anak yang mengkonsumsi
suplemen (56.5%) dan tidak mengkonsumsi suplemen (58.8%) adalah pegawai
swasta atau BUMN. Hampir seperempat ayah (23.6%) pada kelompok anak
yang mengkonsumsi suplemen adalah wirausahawan. (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah


Tidak
Mengkonsumsi
mengkonsumsi Total
Pekerjaan suplemen
suplemen
n % n % n %
PNS 22 13.7 4 11.8 26 13.3
Pegawai swasta/BUMN 91 56.5 20 58.8 111 56.9
Guru/dosen/peneliti 5 3.1 1 2.9 6 3.1
Advokat 1 0.6 0 0.0 1 0.5
Dokter/perawat 2 1.2 0 0.0 2 1.0
Pensiunan 2 1.2 0 0.0 2 1.0
Wirausaha 38 23.6 9 26.5 47 24.1
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Pendapatan per Kapita Keluarga


Hampir seluruh keluarga memiliki pendapatan per kapita yang tinggi. Rata-
rata pendapatan perkapita anak yang mengkonsumsi suplemen sebesar Rp 714
165±563 609 sedangkan anak yang tidak mengkonsumsi suplemen memiliki
rata-rata pendapatan per kapita sebesar Rp 685 497±499 304. Hanya sebagian
kecil keluarga dari kedua kelompok anak yang memiliki pendapatan per kapita
rendah. (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita


Tidak
Mengkonsumsi
Kategori pendapatan per mengkonsumsi Total
suplemen
kapita suplemen
n % n % n %
Rendah (< Rp 96 000) 1 0.6 1 2.9 2 1.0
Sedang (Rp 96 000-192 000) 8 5.0 3 8.8 11 5.6
Tinggi (> Rp 192 000) 152 94.4 30 88.2 182 93.3
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Bila dilihat berdasarkan Batas Garis Kemiskinan Kota Bogor tahun 1999
yaitu sekitar Rp 96 000 per kapita per bulan (BPS 2000) keluarga contoh
47

mempunyai pendapatan per kapita per bulan di atas Batas Garis Kemiskinan
Kota Bogor.
Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumberdaya manusia,
sehingga orang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang
relatif tinggi pula (Guhardja et al. 1992). Pendapatan keluarga tergantung dari
jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan
relatif lebih besar jika ibu bekerja di luar rumah (Susanti 1999).
Pendapatan keluarga merupakan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi konsumsi pangan, namun faktor penentu utama baik atau
buruknya keadaan gizi seseorang atau kelompok (Riyadi 2001). Terdapat
hubungan positif antara pendapatan dan status gizi (Subardja 2004).
Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan kemampuan membeli beragam
bahan pangan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas (Suhardjo 1989a).

Daya Listrik Rumah


Daya listrik rumah pada kedua keluarga status gizi anak antara 450 hingga
6600 watt. Setengah dari keluarga (49.7%) pada kelompok anak yang
mengkonsumsi suplemen memiliki daya listrik rumah 900 watt. Hampir separuh
keluarga (44.1%) pada kelompok anak tidak mengkonsumsi suplemen
mempunyai daya listrik rumah 900 watt. Tidak terdapat keluarga pada kelompok
anak yang tidak mengkonsumsi suplemen yang memiliki daya listrik rumah 5500
dan 6600 watt (Tabel 16).

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan daya listrik rumah (watt)


Tidak
Mengkonsumsi
mengkonsumsi Total
Daya listrik (watt) suplemen
suplemen
n % n % n %
450 16 9.9 5 14.7 21 10.8
900 80 49.7 15 44.1 95 48.7
1300 38 23.6 8 23.5 46 23.6
2200 25 15.5 6 17.6 31 15.9
5500 1 0.6 0 0.0 1 0.5
6600 1 0.6 0 0.0 1 0.5
Total 161 100.0 34 100.0 195 100.0

Daya listrik rumah merupakan salah satu indikator pendapatan suatu


keluarga. Umumnya semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin tinggi daya
listrik rumah yang dimiliki. Daya listrik rumah juga menunjukkan alokasi
pengeluaran suatu keluarga.
48

Perilaku Konsumsi Suplemen

Merek dan Bentuk Suplemen


Merek suplemen yang dikonsumsi contoh dapat menggambarkan variasi
merek yang dipilih. Pada penelitian ini didapat sebanyak 23 merek suplemen
yang dikonsumsi contoh. Sebanyak 31.7 persen contoh mengkonsumsi merek
Scott emulsion, 7.5 persen Curcuma plus dan 6.2 persen merek Biolysin dan
Cerebrofort. Merek yang dikonsumsi paling sedikit adalah Kolivit dan Miki Prune
Ekstract yaitu 0.6 persen.
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan merek dan bentuk suplemen yang
dikonsumsi
Jumlah (n=161)
No Merek suplemen Bentuk
N %
1 Becombion plus Sirup 6 3.7
2 Biolysin Sirup 10 6.2
3 Calcidol Sirup 2 1.2
4 Cerebrofort Sirup 10 6.2
5 Curcuma Plus Sirup 12 7.5
6 Curvit Sirup 3 1.9
7 Elkana Sirup 3 1.9
8 Enervon C Sirup 9 5.6
9 Fitkom Tablet 9 5.6
10 Igastrum Sirup 7 4.3
11 Imunos Sirup 2 1.2
12 Kolivit Sirup 1 0.6
13 Lysmin Sirup 3 1.9
14 Miki Prune Ekstract Sirup 1 0.6
15 Nutilite Sirup 3 1.9
16 Sakatonik Abc Tablet 10 6.2
17 Scott Emulsion Sirup 51 31.7
18 Seven Seas Sirup 3 1.9
19 Stimuno Sirup 3 1.9
20 Supradyn Jr Tablet 2 1.2
21 Vidoran Smart Tablet 4 2.5
22 Vitaplex Sirup 3 1.9
23 Vitasigi Tablet 4 2.5

Dari beberapa merek suplemen yang dikonsumsi contoh sebagian besar


suplemen merupakan suplemen multivitamin. Hal ini sesuai dengan kebutuhan
anak-anak yang memerlukan banyak vitamin dan mineral untuk pertumbuhan
dan perkembangan fisiknya. Menurut Widjaja (2002) suplemen berupa vitamin
dan mineral dibutuhkan oleh anak, seperti vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin
49

E dan berbagai mineral seperti kalsium, zat besi dan seng untuk membantu
pertumbuhannya.
Hasil penelitian di Amerika dari tahun 1999-2000 menunjukkan 52 persen
penduduk dewasa mengkonsumsi suplemen dalam satu bulan terakhir, 35
persen diantaranya dilaporkan mengkonsumsi multivitamin dan multimineral
suplemen. Data konsumsi suplemen multivitamin dan multimineral pada anak
dilaporkan memiliki prevalensi yang hampir sama dengan dewasa (Rock 2000).
Bentuk merupakan wujud dari berbagai jenis merek suplemen yang
beredar di pasaran. Effendi (1993) menyebutkan bentuk-betuk suplemen
bermacam-macam, ada yang berbentuk bubuk, kapsul, tablet, tablet hisap, tablet
kunyah, tablet efervesen, granula, pastiles dan produk cair berupa sirupa tau
larutan.Pada penelitian ini bentuk suplemen yang dikonsumsi oleh contoh terdiri
atas sirup (cair) dan tablet atau kapsul, sedangkan bentuk serbuk tidak ditemui
hal ini dikarenakan suplemen dalam bentuk tersebut yang diperuntukkan untuk
anak-anak sulit ditemui. Sebagian besar contoh mengkonsumsi suplemen dalam
bentuk sirup (81.4 %) hal ini diduga karena sirup lebih mudah dikonsumsi oleh
anak-anak dan rasanya yang bervariasi.
Jumlah konsumsi
Jumlah konsumsi adalah jumlah suplemen yang dikonsumsi oleh contoh
menurut ukuran kemasan saji (uks) dalam kurun waktu satu minggu. Persentase
terbesar contoh mengkonsumsi suplemen pada kategori banyak (81.4 %),
kemudian sedikit (14.3 %) dan sisanya sebanyak 4.3 persen pada kategori
sedang. Berbeda dengan hasil penelitian Habibi (2003) bahwa persentase
terbesar (40.8 %) contoh mengkonsumsi suplemen pada kategori sedikit,
kemudian 30.8 persen contoh berada pada kategori banyak dan sisanya
sebanyak 28.3 persen contoh pada kategori sedang. Sebaran contoh
berdasarkan kategori jumlah suplemen yang dikonsumsi dalam seminggu
disajikan pada gambar 3.
Menurut AAP (American Academy of Pediatrics) dalam Pujiarto (2005)
satu dosis suplemen multivitamin per hari tidak membahayakan. Dengan catatan,
tiap dosis suplemen tersebut tidak melebihi angka kecukupan gizi
(RDA/Recommended Daily Allowance), meskipun kelebihan itu hanya untuk satu
jenis vitamin atau mineral. Dan jangan pilih suplemen yang memiliki kandungan
megadosis (dosis besar). Bahkan idealnya, suplemen multivitamin itu
(seharusnya) kandungannya lebih rendah dari AKG (angka kecukupan gizi).
50

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan jumlah suplemen yang dikonsumsi


Pujiarto (2005) menyatakan kekurangan vitamin membuat tubuh tidak
dapat bekerja sebagaimana mestinya. Terutama bagi anak-anak, kekurangan
vitamin menyebabkan pertumbuhan mereka terganggu. Tetapi, kelebihan asupan
vitamin pun bukannya tak beresiko bagi kesehatan. Kelebihan vitamin yang larut
air, seperti vitamin C, biotin, thiamin (B1), riboflavin (B2), niacin (B3), asam
pantotenat (B5), pyridoxine (B6), asam folat (B9) dan cobalamin (B12), memang
akan dibuang melalui urin. Tetapi ini juga berarti membuat ginjal bekerja lebih
keras. Sementara kelebihan vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E, K) akan
disimpan dalam jaringan lemak tubuh dan hati. Akumulasi lebihan vitamin ini
dapat menjadi racun bagi tubuh.
Secara umum rata-rata jumlah konsumsi suplemen berada pada kategori
banyak yakni ≥7 uks/mgg, persentase terbesar sebanyak 39.8 persen ibu contoh
berada pada kelompok umur 30-35 tahun, berdasarkan tingkat pendidikan ibu
39.8 persen berpendidikan akhir akademi/sarjana, berdasarkan status kerja ibu
54.7 persen pada ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga), berdasarkan jenis
pekerjaan ayah 44.7 persen pada ayah yang bekerja swasta/BUMN,
berdasarkan tingkat pendapatan per kapita adalah keluarga dengan tingkat
pendapatan tinggi (75.8 %) dan berdasarkan keadaan kesehatan anak dalam
satu bulan terakhir adalah anak yang pernah mengalami sakit sebanyak 52.8
persen.
51

Alasan yang diutarakan oleh responden berdasarkan jumlah konsumsi


adalah alasan untuk menjaga kesehatan anak (36.6 %) dan sebanyak 16.8
persen beralasan untuk dapat menambah nafsu makan anak. Berdasarkan
pertimbangan utama dalam memberikan suplemen pada anaknya sebanyak 36.6
persen responden menjadikan label yang diperoleh sebagai suatu pertimbangan
utama dalam memberikan anaknya suplemen disusul dengan manfaat sebanyak
34.8 persen. Kondisi kesehatan anak pada satu bulan terakhir bila dikaitkan
dengan jumlah suplemen yang dikonsumsi terlihat bahwa sebanyak 65.8 persen
contoh yang mengkonsumsi suplemen pernah mengalami sakit dan sisanya
sebanyak 34.2 persen contoh tidak mengalami sakit pada satu bulan terakhir.
Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan jumlah konsumsi
suplemen
Jenis Kategori jumlah konsumsi suplemen Jumlah
kelamin Sedikit Sedang Banyak
n % n % n % n %
Laki-laki 9 5,6 5 3,1 78 48,4 92 57,1
Perempuan 14 8,7 3 1,9 52 32,3 69 42,9
Jumlah 23 14,3 8 5,0 130 80,7 161 100

Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah


suplemen yang dikonsumsi maka dilakukan tabulasi silang dan analisis Chi
square. Kategori jumlah konsumsi suplemen terbanyak adalah laki-laki (57.1%)
dibanding perempuan (42.9%). Namun hasil analisis Chi square menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan (X2 hitung = 0.167 < X2 tabel = 3.574 dengan
db=2) antara jumlah suplemen dengan jenis kelamin yang dikonsumsi pada
p=0.05. Anak usia pra sekolah dalam mengkonsumsi suplemen lebih dipengaruhi
oleh kondisi kesehtan dan lingkungan keluarganya, terutama ibu.
Frekuensi konsumsi
Frekuensi konsumsi suplemen merupakan jumlah dari berapakali contoh
dalam mengkonsumsi suplemen dalam seminggu. Frekuensi suplemen contoh
dalam penelitian ini diketegorikan menjadi tiga yaitu kategori jarang (1-3 kali
seminggu), sering (4-6 kali seminggu), dan selalu (≥7 kali seminggu). Data
frekuensi konsumsi suplemen pada penelitian ini merupakan cara atau
parameter dasar untuk mengetahui perilaku konsumsi suplemen selain jenis
suplemen dan jumlah suplemen yang dikonsumsi. Sebanyak 81.4 persen pada
ketegori selalu kemudian 14.3 persen contoh pada kategori konsumsi jarang dan
selebihnya 4.3 persen dengan frekuensi sering.
52

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Habibi (2003) yaitu


sebagian besar (46 %) contoh mengkonsumsi suplemen dengan frekuensi jarang
disusul dengan selalu dan sering masing-masing 27 persen. Berikut ini frekuensi
lima merek suplemen yang paling banyak dikonsumsi contoh.

Tabel 19 Frekuensi lima jenis (merek) suplemen yang paling banyak dikonsumsi
Kategori frekuensi
Jenis (merek) Total
Jarang Sering Selalu
suplemen
n % n % n % n %
Biolysin 1 0.6 1 0.6 8 5.0 10 6.2
Cerebrofort 1 0.6 0 0.0 9 5.6 10 6.2
Curcuma plus 0 0.0 2 1.2 10 6.2 12 7.5
Sakatonik ABC 0 0.0 0 0.0 10 6.2 10 6.2
Scott’s emultions 7 4.3 3 1.9 41 25.5 51 31.7

Secara umum rata-rata frekuensi konsumsi suplemen berada pada


kategori banyak yakni ≥7 kali/mgg, persentase terbesar sebanyak 39.8 persen
ibu contoh berada pada kelompok umur 30-35 tahun, berdasarkan tingkat
pendidikan ibu 39.8 persen berpendidikan akhir akademi/sarjana, orangtua yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung mampu memilih makanan
yang lebih baik untuk anak-anaknya dibandingkan dengan orangtua yang
berpendidikan rendah. Berdasarkan status kerja ibu 54.7 persen pada ibu tidak
bekerja (ibu rumah tangga),hal ini menunjukkan bahwa status ibu sebagai ibu
rumah tangga yang mempunyai waktu luang lebih banyak dapat meningkatkan
frekuensi konsumsi pangan khususnya suplemen.
Berdasarkan jenis pekerjaan ayah 44.7 persen pada ayah yang bekerja
swasta/BUMN, berdasarkan tingkat pendapatan per kapita adalah keluarga
dengan tingkat pendapatan tinggi (75.8 %) dan berdasarkan keadaan kesehatan
anak dalam satu bulan terakhir adalah anak yang pernah mengalami sakit
sebanyak 52.8 persen. Ketika anak sakit, tubuhnya memerlukan lebih banyak zat
gizi dari biasanya. Padahal anak yang sakit cenderung kurang suka makan,
akibatnya asupan gizinya (termasuk vitamin) berkurang. Pada kondisi seperti itu,
tubuh anak perlu dibantu dengan memberikan suplemen vitamin. Anak yang
sedang dalam pengobatan TBC misalnya, perlu diberi suplemen vitamin untuk
membantu proses penyembuhan. Anak yang baru sembuh dari sakit, dapat
diberi suplemen. Namun bila kondisi kesehatan anak makin membaik, pemberian
suplemen sebaiknya dikurangi dan dihentikan ketika anak sudah benar-benar
sehat dan selera makannya kembali normal (Anonim 2005).
53

Konsumsi yang sering dan dalam jumlah yang banyak dapat disebabkan
oleh kekhawatiran orang tua mengenai pertumbuhan anaknya dan menginginkan
anaknya terjaga kesehatannya serta mempunyai nafsu makan yang baik.
Padahal menurut Anonim (2005) suplemen vitamin bukan untuk meningkatkan
nafsu makan anak, karena memang tidak ada vitamin yang membuat anak jadi
doyan makan. Banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi susah/tidak mau
makan. Mungkin anak bosan dengan menu hariannya, mau tumbuh gigi, sedang
ada masalah psikologis, atau sedang sakit. Anak yang mengalami gangguan
jantung atau terkena silent ISK (infeksi saluran kemih), juga dapat mengalami
gangguan selera makan atau sulit naik berat badan. Bila kondisi kesehatan anak
baik maka nafsu makannya pun akan baik.
Alasan memberi suplemen pada anak
Alasan ibu agar anaknya mengkonsumsi suplemen menjadi salah satu
faktor yang dipertimbangkan dalam pembelian suplemen. Alasan-alasan yang
diungkapkan responden berhubungan dengan pola konsumsi suplemen anak,
antara lain untuk meningkatkan kecerdasan, menambah nafsu makan, menjaga
kesehatan anak, untuk pertumbuhan dan perkembangan anak dan sebagai
pelengkap.
Tabel 20 Sebaran responden berdasarkan alasan memberi suplemen
Jumlah
Alasan memberi suplemen pada anak
n %
Meningkatkan kecerdasan 19 11.8
Menjaga kesehatan 76 47.2
Menambah nafsu Makan 31 19.3
Pelengkap 10 6.2
Pertumbuhan dan perkembangan 25 15.5
Total 161 100.0

Hampir setengah orang tua contoh membeli suplemen untuk menjaga


kesehatan anak dan nafsu makannya meningkat. Menurut Hardinsyah dan
Martianto (1992), masa seorang anak yang berada pada usia kurang dari lima
tahun termasuk salah satu masa yang tergolong rawan. Pada umumnya anak
mulai susah makan atau hanya suka pada makanan jajanan yang tergolong
hampa kalori dan hampa gizi. Perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi
anak pada usia ini sangat diperlukan.
Ketika anak sakit, tubuhnya memerlukan lebih banyak zat gizi dari
biasanya. Padahal anak yang sakit cenderung kurang suka makan, akibatnya
54

asupan gizinya (termasuk vitamin) berkurang. Pada kondisi seperti itu, tubuh
anak perlu dibantu dengan memberikan suplemen vitamin. Anak yang baru
sembuh dari sakit, dapat diberi suplemen. Namun bila kondisi kesehatan anak
makin membaik, pemberian suplemen sebaiknya dikurangi dan dihentikan ketika
anak sudah benar-benar sehat dan selera makannya kembali normal (Anonim
2005).
Alasan pemberian suplemen pada anak diduga mempunyai hubungan
dengan kondisi kesehatan anak dalam satu bulan terakhir. Untuk mengetahui
terdapat hubungan atau tidak antara alasan pemeberian suplemen pada anak
dengan kondisi kesehatan, dilakukan tabulasi silang dan analisis Chi square.
Table 21 Sebaran contoh berdasarkan kondisi kesehatan contoh dan alasan
memberi suplemen
Alasan memberi suplemen pada anak
Kondisi
Kecerdasa Kesehata Nafsu Pelengka Pertumbuha Jumlah
kesehata
n n makan p n
n
n % n % n % n % n % n %
Sehat 10 52.6 2 34.2 7 22.6 4 40.0 9 36.0 56 34.8
6
Sakit 9 47.4 5 65.8 2 77.4 6 60.0 16 64.0 10 65.2
0 4 5
Jumlah 19 100. 7 100. 3 100. 1 100. 25 100.0 16 100.
0 6 0 1 0 0 0 1 0

Tabel 21 di atas menunjukkan hampir dari setiap alasan yang diutarakan


oleh responden jumlah contoh yang sakit selalu lebih banyak (kecuali alasan
untuk kecerdasan). Hasil analisis Chi square menunjukkan bahwa alasan
pemberian suplemen dengan kondisi kesehatan anak dalam satu bulan terakhir
tidak menunjukkan adanya hubungan pada p=0.05, dengan X2 hitung=0.302 < X2
tabel=4.850, yang berarti H0 diterima atau dengan kata lain tidak terdapat
perbedaan alas an yang diutarakan ibu dalam memberikan suplemen kepada
anaknya berdasarkan kondisi kesehatan.
Sumber informasi
Dokter merupakan sumber informasi yang lebih dipilih oleh orang tua
contoh karena dokter dapat memberikan infomasi mengenai kegunaan dan dapat
memberikan alternatif sulpemen yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
contoh. The American Academy of Pediatrics (AAP) dalam Zoelandari (2007)
menganjurkan sebaiknya orangtua berkonsultasi terlebih dulu dengan dokter
anak sebelum memberi suplemen.
Selain itu orang tua contoh juga mendapat informasi megenai suplemen
dari media elektronik, teman, dan media massa. Engel et al (1997) mengatakan
55

bahwa akses ibu terhadap informasi dapat menjadi indikator kemampuan ibu
untuk merawat anaknya lebih baik. Perolehan informasi bisa didapat dari
membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton TV dan selanjutnya
memahami informasi tersebut.

Tabel 22 Sebaran responden berdasarkan sumber informasi mengenai suplemen


yang dikonsumsi
Jumlah
Sumber Informasi
n %
Dokter 63 39.1
Media Elektronik 46 28.6
Media Massa 16 9.9
MLM 3 1.9
Seminar 1 0.6
Teman 32 19.9
Total 161 100

Atribut utama
Berbagai atribut utama yang perlu diperhatikan oleh konsumen seperti
harga, manfaat, label dan cita rasa dari suatu produk suplemen anak akan
menentukan pengambilan keputusan pembelian . Responden membeli suplemen
dengan mempertimbangkan label dan manfaatnya. Peter dan Olson (1996)
menjelaskan bahwa label pangan adalah berupa informasi mengenai intruksi
penggunaan, kandungan daftar bahan pembentuk atau bahan baku, peringatan
penggunaan, pemeliharan produk dan lain-lain.
Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan atribut utama suplemen
Jumlah
Atribut Utama Suplemen
n %
Harga 6 3.7
Label 71 44.1
Manfaat 70 43.5
Rasa 14 8.7
Total 161 100.0

Hubungan Karakteristik Ibu, Karakteristik Anak dan Karakteristik Keluarga


dengan Konsumsi Suplemen Gizi Anak Prasekolah.
Hubungan konsumsi suplemen dengan karakteristik ibu, karakteristik anak
dan karakteristik keluarga dapat dilihat berdasarkan jumlah dan frekuensi
suplemen yang dikonsumsi contoh dengan berbagai variabel pada karakteristik
56

ibu, anak dan keluarga. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa usia ibu
tidak berhubungan nyata dengan frekuensi dan jumlah konsumsi, artinya dengan
bertambahnya umur ibu belum tentu akan memberikan anaknya suplemen lebih
banyak.
Pendidikan terakhir ibu juga tidak mempunyai hubungan yang bermakna,
namun mempunyai pola arah hubungan positif. Ini berarti bahwa ibu dengan
pendidikan yang lebih tinggi belum tentu akan memberikan anaknya suplemen
lebih banyak. Begitu pula sebaliknya ibu dengan tingkat pendidikan lebih rendah
juga belum tentu memberikan anaknya suplemen lebih sedikit untuk dikonsumsi.
Status gizi contoh berhubungan positif dengan konsumsi suplemen
(frekuensi dan jumlah). Kebutuhan gizi usia prasekolah semakin besar sejalan
dengan perkembangan fisiknya. Untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal dibutuhkan sejumlah zat gizi yang harus didapat
dari makanan dalam jumlah yang cukup dan sesuai yang dianjurkan setiap
harinya (Harper et al. 1986). Manfaat suplemen amat beragam, terutama untuk
meningkatkan stamina, kecerdasan/konsentrasi dan pertumbuhan (Hardinsyah,
2002). Subarnas (2001) menyatakan bahwa suplemen makanan akan sangat
bermanfaat jika digunakan secara tepat sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 24 Hasil analisis hubungan korelasi Spearman antara konsumsi suplemen
dengan karakteristik anak, karakteristik ibu dan karakteristik keluarga.
Peubah Umur Pendidikan Status Besar Jumlah Frekuensi
Pendapatan
ibu ibu gizi keluarga konsumsi konsumsi
Jumlah .138 .027 . 257** .137 .011 1
konsumsi .081 .732 .001 .083 .889

Frekuensi .058 .015 .246** .040 .054 .822** 1


konsumsi .423 .830 .001 .580 .457 .000
*
Berhubungan nyata pada p<0.05
**
Berhubungan nyata pada p<0.01

Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah anggota keluarga


dengan frekuensi ataupun jumlah konsumsi suplemen pada anak, namun pola
arah yang terbentuk adalah positif, hal ini menunjukkan bahwa contoh dengan
jumlah angota keluarga yang sedikit belum tentu anak akan mengkonsumsi
suplemen lebih banyak. Demikian pula sebaliknya contoh dengan dengan jumlah
keluarga yang lebih banyak belum tentu mengkonsumsi suplemen lebih sedikit.
Menurut Sediaoetama (1993), dengan semakin bertambahnya anggota keluarga,
maka pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari relatif semakin sulit.
57

Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan yang diperoleh semakin
tidak mencukupi untuk masing-masing anggota keluarga, termasuk anak-anak.
Pendapatan keluarga tidak menunjukkan hubungan nyata terhadap
frekuensi dan jumlah konsumsi hal ini senada dengan pendapat Berg (1986)
yang mengatakan bahwa peningkatan pendapatan tidak selalu membawa
perbaikan pada konsumsi pangan karena walaupun banyak pengeluaran untuk
pangan, belum tentu kualitas makanan yang dikonsumsi lebih baik. Perlu juga
diketahui bahwa peningkatan pendapatan walaupun meningkatkan pengeluaran
belum tentu pengeluaran itu digunakan untuk pangan.
58

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Rata-rata berat badan contoh adalah 20.2 kg. Rata-rata tinggi badan contoh
110.8 cm. Sebagian besar anak (63.1 %) pernah mengalami sakit pada kurun
waktu satu bulan terakhir. Sebagian besar (79.0%) contoh mempunyai status
gizi baik. Jenis penyakit yang pada umumnya diderita oleh contoh adalah
sakit ringan seperti batuk, pilek, demam, radang tenggorokan dan diare.
Hampir separuh ibu contoh (47.7%) berumur 30-35 tahun. Hampir separuh
(46.2%) ibu contoh berpendidikan akademi/sarjana. Lebih dari separuh ibu
(67.7%) contoh adalah ibu rumah tangga. Lebih dari separuh (70%) termasuk
keluarga kecil. Hampir seluruh keluarga contoh (93.3%) mempunyai
pendapatan per kapita yang tinggi.
2. Terdapat 23 merek suplemen yang dikonsumsi contoh. Sebagian besar
contoh mengkonsumsi suplemen dalam bentuk sirup (78.3%). Merek
suplemen yang paling banyak dikonsumsi adalah Scott emulsion (31.7%).
3. Sebagian besar contoh mengkonsumsi suplemen dalam jumlah yang banyak
(81.4%) dan frekuensi yang sering (81.4%).
4. Sebanyak 39 persen responden memilih sumber informasi dari dokter. Atribut
utama suplemen yang dipertimbang adalah label (44.1%) dan manfaatnya
(43.5%). Hampir setengah responden membeli suplemen untuk menjaga
kesehatan (47.2%).
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi contoh dengan
frekuensi dan jumlah konsumsi suplemen (p<0.05).

Saran
1. Produsen dan instansi terkait seperti BPOM, Departemen Kesehatan dan
Lembaga Swadaya Masyarakat sebaiknya memasyarakatkan kiat-kiat sehat
mengkonsumsi suplemen, karena suplemen makanan hanya pelengkap
bukan pengganti makanan sehari-hari.
2. Penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut sebagai basis
pengembangan pemasaran produk suplemen anak yang populer di kalangan
konsumen kota besar.
59

3. Perlu riset lebih lanjut tentang kemungkinan resiko kelebihan konsumsi


suplemen pada anak yang mengkonsumsi terlalu banyak dan selalu atau
sering.

DAFTAR PUSTAKA

Achir, Y. 1985. Wanita dan Karya Suatu Analisis dari Segi Psikologi. Jakarta :
Universitas Indonesia.

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

[Anonim]. 2004. Seluk-Beluk Food Supplement. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di
dalam: Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19
Mei 2004. Jakarta: LIPI. hlm 149.

Berg, A. 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : CV


Rajawali.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2001. Lokakarya Kajian


Penyusunan Standar Pangan Fungsional. Bogor.

__________________________________________. 2004. Keputusan kepala


BPOM RI Nomor HK: 00.05.23.3644 tahun 2004, Tentang Ketentuan Pokok
Pengawasan suplemen Makanan. Jakarta : BPOM.

[BPS] Badan Pengawas Statistik. 2002. Batas Garis Kemiskinan Kota Bogor
1999. Badan Pusat Statistik.

Dagun, S. M. 1990. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rieka Cipta Bulan Bintang.

[Depdikbud] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Petunjuk Teknis


Proses Belajar Mengajar di Taman Kanak-kanak. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal


Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta.

Effendi F. 1993. Minuman Kebugaran Benarkah Bikin Bugar?. Di dalam :


Majalah Warta Konsumen, November, hlm. 21-25.

Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen (F.X. Budianto,
penerjemah). Jakarta : Binapura Aksara.

. 1997. Care and Nutrition.


International Food Policy Reseach Institute. Washington D. C.

Gunawan, A. 1999. Food Combining. Jakarta : Gramedia.


60

Guhardja S, Puspitawati H, Hartoyo, Hastuti D. 1992. Manajemen Sumberdaya


Keluarga [diktat]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gunarsa S, Gunarsa YSD. 1991. Psikologi Praktis. Anak, Remaja dan


Keluarga. Jakarta: Gunung Agung.

Habibi YN. 2003. Perilaku konsumsi suplemen pada anak prasekolah [skripsi].
Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah. 2002. Manfaat dan Kiat Memilih Suplemen. Makalah yang


disajikan dalam Seminar Nuansa Pangan, Gizi, Keluarga VI, Bogor, 22
September.

_________& Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi [Diktat yang tidak dipublikasikan]. .


Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Pertanian.

_________& Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.

Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1986. Pangan, Gizi, dan Pertanian.
Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press.

Hawadi, R.A. 2001. Psikologi Perkembangan Anak, Mengenal Sifat, Bakat, dan
Kemampuan Anak. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kardjati, S., Alisyahbana & Kusin. 1985. Kekurangan Energi dan Protein.
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Karyadi, E. 1999. Suplemen Makanan Untuk Siapa?. Di dalam : Majalah Intisari,


Oktober, hlm 120-127.

Khomsan A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Jurusan Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Kotler P & Amstrong G. 2006. Prinsip-prinsip Pemasaran, Jilid 1 Edisi 12.


Jakarta: Erlangga.

Larasati, V.R. 2002. Kajian Proses Standardisasi Produk Pangan Fungsional di


Badan Pengawas Obat dan Makanan [Skripsi]. Bogor ; Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian.

Latifah, M. & D. Hastuti. 2004. Perkembangan Anak Usia Prasekolah. [Diktat]


Mata Kuliah Tumbuh Kembang Manusia yang tidak dipublikasikan.
Bogor : Jurusan gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakulatas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Madanijah, S. 1994. Masalah Makan pada Anak Sekolah. Makalah yang


disajikan dalam Pelatihan dan Penyuluhan Pangan dan Gizi di Kalangan
61

Pendidik Sekolah Dasar dan Menengah, Bandar Lampung, 24-28


Oktober.

[Menpangan & Hortikultura] menteri Pangan dan Hortikultura. 1996. Undang-


Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Kantor
Menteri Negara Urusan Pangan dan Hortikultura, Jakarta.

[Mendikbud] Menteri Pendidikan dan kebudayaan. 1989. Undang-undang


Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendididkan
Nasional. Kantor Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.

Moleong LJ. 2004. Standar Nasional dan Kerangka Dasar Kurikulum


Pendidikan Anak Usia Dini pada Jalur Non Formal. Di dalam: Abdoellah,
Ekko Y, Enah S, Ida A, Mareta W, Nugroho, editor. Buletin PADU Jurnal
Ilmiah Anak Usia Dini. Ed khusus 2004. Seminar dan Lokakarya
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini; Universitas Negeri Jakarta, 8-12
Oktober 2004. Jakarta: Direktorat PADU. hlm 3-38.

Monks, F.J., A.M.P. Knoers, & S.R. Haditono. 1994. Psikologi Perkembangan.
Yogyakarta: UGM Press,.

Muchtadi, D. 2001. Potensi Pangan Tradisional sebagai Pangan fungsional dan


Suplemen. Bogor : Pusat kajian Makanan Tradisional, Institut Pertanian
Bogor.

Myers, R. 1995. The Twelve Who Survive : Strengthenging programmes of


early childhood development in the third world. USA : High/Scope Press.
.

Papilia D.E. & S.W. Olds. 1987. Human Development 3th ed. USA : Mc-Hill
Publishing.

Peter P & Olson J. 1996. Consumen Behavior. Perilaku Konsumen dan


Strategi Pemasaran Jilid I. Jakarta : Erlangga.

Pudjiadi, S. 1990. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI.

Pujiarto, P.S. 2005. Bayiku Anakku: Panduan Praktis Kesehatan Anak.


Jakarta :Gramedia.

Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi secara Antropometri. Bogor:


Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Rock CL. 2007. Multivitamin-Multimineral : Who Uses Them? http//www.ajcn.org


[22 Juli 2008].

Sanjur, D. 1982. Social and Cultur Prespective in Nutrition. USA : Prentice Hall.

Santoso S, Ranti AL. 1995. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sediaoetama, A. D. 1993. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat.


62

Soekanto, S. 1981. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : UI Press.

Soekirman. 1991. Dampak Pembangunan terhadap Keadaan Gizi Masyarakat.


Pidato Penerimaan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Ilmu Gizi di Institut
Pertanian Bogor, 26 Oktober 1991.

Soewondo, A & S. Sadili. 1990. Gizi, Perilaku dan Pendidikan di Sekolah. Di


dalam : Makalah disajikan pada Simposium Pangan dan Gizi. Pusat
Penelitian Gizi Bogor. Jakarta: Depkes RI.

Subardja D. 2004. Obesitas Primer pada Anak. Bandung: PT Kiblat Buku


Utama.

Subarnas A. 2001. Peran Suplemen dan Pengobatan.


www.pikiranrakyat.com/prcetak/05001/27/08/htm. [20 April 2006].

Sudarisman. 1997. Dietary Supplement. Majalah Warta Konsumen. Februari,


hlm 9-13.

Suhardjo. 1989a. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Bogor : Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

. 1989b. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor : Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sukarni, M. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor : PAU, IPB.

Sumarwan, U. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta : Ghaha Indonesia.

Susanti L. 1999. Kebiasaan makan dan aktivitas fisik dalam hubungannya


dengan gizi lebih pada murid taman kanak-kanak di Kotamadya Bengkulu
[tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syarief, H. & Husaini. 2000. Dimensi Pangan dan Gizi dalam Tumbuh Kembang
Anak Balita. Makalah yang disajikan dalam Seminar Tumbuh Kembang
Anak Balita. Bogor, 16 September.

Trexler Ml, Sargent R. 1993. Assesment of Nutrition Risk Knowledge and It’s
Relationship to The Dietary Practices of Adolescent. Journal of Nutrition
education, 25 (3), 102-106.

Tim PAUD Propinsi Jawa Barat. 2004. Rambu-rambu belajar sambil bermain
pada Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD [makalah]. Disampaikan
dalam Pelatihan Pengelola PAUD; Bandung, 8 Juni 2004.

Umar, H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta : Gramedia.

Untoro, R. 2005. 47 % Balita Indonesia alami Anemia Gizi Besi. http//www.


Info-sehat.com/content php ? s_sid=792 [20 juni 2005].

Widjaja, M.C. 2002. Gizi Tepat untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan
Balita. Jakarta : Kawasan Pustaka.
63

[WNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Jakarta : Lembaga
Ilmu Penelitian (LIPI).

Wahyuni, E. 2001. Cara Praktis Mengasuh dan Membimbing Anak, Agar


Menjadi Cerdas dan Bahagia. Jakarta : Pionir Jaya.

Wijayakusuma, H. 2002. Sehat, Bugar, dan Cantik dengan Suplemen Alamiah.


Makalah yang disajikan dalam seminar Nuansa Pangan, Gizi, Keluarga
VI, Bogor, 22 September.

Wirakusumah, E.S. 1995. Suplemen Vitamin dan Mineral Kapan Diperlukan?.


Selera No. 9 tahun XIV. Desember. Jakarta.

_______________. 2000. Perlukah Suplemen Makanan?. Majalah Bisnis


Indonesia. 9 November. Jakarta

_______________. 2004. Buah dan Sayur untuk Terapi. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Zanden, J.W.V. 1990. Sociology The Core 2th ed. USA : McGraw-Hill Publishing.

Zoelandari M. 2007. Pilih-pilih Suplemen Anak.


http//www.inspiredkidmagazine.com/ArtikelNutrition.php?artikelID=160.
[12 November 2007].
64

LAMPIRAN
65

Lampiran 1 Frekuensi dan jumlah konsumsi suplemen


Jumlah (n=161) Jumlah konsumsi
No Merek suplemen Bentuk Frekuensi konsumsi
N %
1 Becombion plus Sirup 6 3.7 7.0±0.0 9.3±5.7
2 Biolysin Sirup 10 6.2 6.2±1.7 6.9±3.0
3 Calcidol Sirup 2 1.2 7.0±0.0 7.0±0.0
4 Cerebrofort Sirup 10 6.2 6.6±1.3 8.7±5.1
5 Curcuma Plus Sirup 12 7.5 6.6±1.0 7.8±3.1
6 Curvit Sirup 3 1.9 5.3±2.9 5.3±2.9
7 Elkana Sirup 3 1.9 5.7±2.3 5.7±2.3
8 Enervon C Sirup 9 5.6 5.6±2.2 5.6±2.2
9 Fitkom Tablet 9 5.6 4.8±2.2 5.6±3.7
10 Igastrum Sirup 7 4.3 6.1±2.3 9.0±3.4
11 Imunos Sirup 2 1.2 7.0±0.0 7.0±0.0
12 Kolivit Sirup 1 0.6 7.0±0.0 7.0±0.0
13 Lysmin Sirup 3 1.9 7.0±0.0 7.0±0.0
14 Miki Prune Ekstract Sirup 1 0.6 7.0±0.0 7.0±0.0
15 Nutilite Sirup 3 1.9 7.0±0.0 7.0±0.0
16 Sakatonik Abc Tablet 10 6.2 7.0±0.0 9.3±4.0
17 Scott Emulsion Sirup 51 31.7 6.2±1.7 7.1±3.6
18 Seven Seas Sirup 3 1.9 7.0±0.0 7.0±0.0
19 Stimuno Sirup 3 1.9 4.0±2.5 4.0±2.5
20 Supradyn Jr Tablet 2 1.2 7.0±0.0 7.0±0.0
21 Vidoran Smart Tablet 4 2.5 5.7±2.5 6.0±2.0
22 Vitaplex Sirup 3 1.9 5.3±2.9 10.0±9.8
23 Vitasigi Tablet 4 2.5 4.7±2.6 4.7±2.6
 

Lampiran 2 Karakteristik produk yang dikonsumsi contoh

No Merek Berat isi Harga (Rp) Komposisi Distributor Registrasi Klaim


Becombion 100 ml 16 000 – Vitamin A, B1, B2, B3, B6, Merck Jakarta BMD Membantu
plus 17 000 B12, C, D, E, cod liver. Indonesia 162709005246 pertumbuhan dan
1
perkembangan sel otak

Biolysin 100 ml 11 000 – Vitamin A,B1, B2, B3, B5, Dernofarm DBL Menambah nafsu
11 500 B6, B12, C, D3, E, D- Pharmaceutical 7202322137AI makan pada masa
2 pantotenol, L-lysin HCL. Company pertumbuhan atau
Sidoarjo setelah sakit
Indonesia
Cerebrofort 100 ml 10 700 – Asam dokosaheksanoat, Kalbe Farma BMD Membantu masa
11 200 asam L-glutamat, thiamin Bekasi 862710004502 pertumbuhan dan
HCl, riboflavin, niasinamida, Indonesia pemulihan setelah sakit
piridoksin, sianokobalamin,
asam askorbat, C-pantom
3 askorbat, C-pantotenat,
vitamin A, D, Ca, P,
nipagin, sakarin, sodenat,
vitamin A, D, Ca, P,
nipagin, sakarin, sodium,
siklamat.
Curcuma Plus 60 ml 9 000 – Kurkuminoid, Vitamin B1, _ BTR Multivitamin dan
10 000 B2, B6, B12, betakaroten, 001601381 mineral, menambah
4
deksapantotenol nafsu makan

Curvit 60 ml dan 11 000 – Kurkuminoid, Vitamin B1, Soho Industri BTR Menambah nafsu
120 ml 11 500 dan B2, B6, B12, betakaroten, Pharmasi 001600491 makan dan stamina
5
15 700 – D-pantotenol, kalsium Jakarta
16 200 glukonoat Indonesia
54 

 
 

Elkana 60 ml 11 500 – Vitamin A, B1, B2, B6, B12, Sanbe Farma D 7813423 Membantu masa
12 000 C, D, nikotinamid, Ca Bandung pertumbuhan dan
pantotenat, cholin, inositol, Indonesia perkembangan,
6
Ca glukonoat, lysin HCl membantu
pertumbuhan tulang dan
gigi
Fitkom 30 tablet 8 000 – Vitamin A, B1, B2, B6, B12, Soho Industri MD Multivitamin dan mineral
hisap @ 8 800 C, D3, E, nikotinamida, Pharmasi 862709033202
7 750 mg kalsium pantotenat, FD & C Jakarta
Red 3 (C1-45430), dan Indonesia
pengisi aroma
Igastrum 60 ml dan 15 000 – Colostrum bovini, Vitamin Pharos Jakarta BMD Meningkatkan daya
100 ml 15 500 dan A, B1, B2, B6, B12,D, Indonesia 862709029060 tahan tubuh
8
35 000 – nikotinamida, D-
35 500 Pantotenol
Lysmin 60 ml dan 13 000 dan Vitamin A, B1, B6, B12, D, Armixindo SD 611600671 Membantu mencegah
125 ml 20 000 fosfat, niasinamida, L-lysin farma Cianjur dan mengatasi
HCl Indonesia kekurangan vitamin
9
dalam masa
pertumbuhan dan
setelah sakit
Sakatonik Abc 30 tablet 10 800 – Vitamin A, B1, B2, B6, B12, Saka Farma BMG Menjaga kesehatan,
hisap @ 11 500 C, D3, E, nikotinamida, Laboratories 262711007102 multivitamin dan mineral
10 750 mg kalsium pantotenat dan Semarang lengkap, memulihkan
essens Indonesia kondisi tubuh setelah
sakit
Scott 200 ml 22 000 dan Vitamin A dan D, Ca- Glaxo Smith MD Membantu daya tahan
Emulsion dan 400 32 000 hipofosfit, minyak ikan kod Kline Indonesia 862710003026 tubuh, mencegah
11
ml dan jus jeruk kekurangan vitamin A
dan D, membantu

55 

 
 

pertumbuhan tulang,gigi
Stimuno 100 ml 24 000 Phyllantus niruri extract Dexa Medica FF 041600421 Merangsang tubuh
Indonesia memproduksi lebih
12 banyak antibody dan
mengaktifkan system
kekebalan tubuh
Vidoran Smart 30 tablet 7 500 – Vitamin A, B1, B2, B6, B12, Tempo Scan MD Multivitamin dan
@ 860 8 500 C, D3, E, nikotinamida, Pasifik Jakarta 862706031156 mineral, menjaga
13 mg kalsium pantotenat, taurin, Indonesia kesehata dan sebagai
sakarin dan siklamat nutrisi jaringan otak

Supradyn Jr 30 tablet 15 800 – Vitamin A, B1, B3, B5, B6, Roche Bogor MD Multivitamin dan mineral
@ 743 16 200 B12,C, D, E, biotin, asam Indonesia 862710001378 untuk pertumbuhan dan
mg folat, Fe, potassium, Ca, perkembangan atau
14
Mg, Mn, P, Zn, pengisi sesudah sakit/operasi
aroma, pewarna ferrice
okside C1 77491

56 

Anda mungkin juga menyukai