Tugas Hukum Perikatan Klausula Pembatalan Dan Kebatalan
Tugas Hukum Perikatan Klausula Pembatalan Dan Kebatalan
Kebatalan atau pembatalan perikatan menghapuskan suatu perikatan. Ketentuan tentang batal atau
pembatalan perikatan diatur dalam pasal 1446 sampai dengan pasal 1456 KUH Perdata. Yang dimaksud
“batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah “dapat dibatalkan”. Misalnya, suatu
perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang belum dewasa (belum cakap hukum) perjanjian tersebut bisa
dimintakan kebatalannya melalui pengadilan. Dan saat dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian
tersebut pun berakhir.
Pasal 1446 BW, berbunyi : 1. Semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-
orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang
dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelum-
dewasaan atau pengampuannya.
Pasal 1449 BW, berbunyi : Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau
penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
Ketentuan pasal 1449 BW tersebut, menjelaskan bahwa batal atau pembatalan suatu perikatan dapat
dilakukan, apabila terhadap perjanjian tersebut mempunyai unsur-unsur paksaan (dwang), kekhilafan
(dwaling), atau penipuan (bedrog).
Pasal 1450 BW, berbunyi : Dengan alasan dirugikan, orang-orang dewasa dan juga orang-orang belum
dewasa, apabila mereka ini dianggap sebagai orang dewasa, hanyalah dapat menuntut pembatalan
perikatan-perikatan yang telah mereka perbuat, dalam hal-hal khusus yang ditetapkan oleh undang-
undang.
Ketentuan pasal 1450 BW tersebut, menjelaskan bahwa pembatalan suatu perikatan dapat dilakukan
apabila perjanjian tersebut bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Konklusi/Kesimpulan
Batalnya suatu perikatan dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu :
Batal demi hukum. Disebut batal demi hukum, karena kebatalannya terjadi berdasarkan
undang-undang. Pada umumnya ketentuan-ketentuan yang sehubungan dengan kebatalan
ini menyangkut perjanjian-perjanjian obligatoir. Batal demi hukum berakibat bahwa
perbuatan hukum yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak pernah terjadi.
Dapat dibatalkan. Baru mempunyai akibat setelah ada putusan hakim yang membatalkan
perbuatan tersebut. Sebelum ada putusan hakim, perbuatan hukum yang bersangkutan tetap
berlaku.
Undang-undang menentukan bahwa perbuatan hukum adalah batal demi hukum jika terjadi
pelanggaran terhadap syarat yang menyangkut bentuk perbuatan hukum, ketertiban umum, atau
kesusilaan. Jadi pada umumnya untuk melindungi ketertiban masyarakat. Sedangkan perbuatan
hukum dapat dibatalkan, jika undang-undang ingin melindungi seseorang terhadap dirinya sendiri.