Bangsa Indonesia telah memilih Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai sebuah dasar negara,
ia merupakan “barang” sakral, dan tidak bisa diubah. Mengubah dasar negara, sama saja
dengan merubah tatanan dan nilai negara Indonesia itu sendiri.
Oleh sebab itulah, di dalam konstitusi negara yaitu UUD Negara Republik Indonesia tahun
1945, bagian pembukaan tidak dapat diubah atau diamandemen apapun kondisinya. Hal
tersebut telah menjadi kesepakatan bersama. Di dalam pembukaan konstitusi negara, terdapat
rumusan dasar negara Republik Indonesia, Pancasila.
Sebagai dasar negara, Pancasila berisi nilai – nilai yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila merupakan konsensus bersama untuk
menyelenggarakan kehidupan di tanah air tercinta, Indonesia (hlm.2)
Namun akhir – akhir ini, generasi muda seperti memandang Pancasila hanya sebagai susunan
kata tanpa makna. Pancasila selalu diucapkan di setiap upacara bendera dan kegiatan – kegiatan
lainnya. Akan tetapi, sikap dan perkataan manusianya, seperti tidak mencerminkan bahwa ia
paham tentang makna Pancasila.
Begitulah sang penulis, Abdul Haris N. memberi pengatar terhadap bukunya. Buku yang ditulis
berdasarkan pengalaman serta kegundahan hati terhadap situasi yang terjadi di Indonesia ini
patut menjadi renungan bagi kita semua, khususnya generasi pemuda.
Buku yang terbagi ke dalam empat bagian ini, dapat dijadikan rujukan bagi generasi muda
dalam merenungi, menghayati serta mengamalkan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari – hari. Ada beberapa poin penting yang diuraikan di dalam buku Pancasila for The Next
Generation ini.
Sila Pertama
Sila atau dasar yang menempati urutan pertama merupakan nilai yang mempunyai kedudukan
sangat penting bagi bangsa Indonesia. Sila tersebut merupakan refleksi daripada keyakinan
bangsa Indonesia akan adanya Tuhan. Sejarah mencatat bagaimana religiusnya bangsa ini, jauh
sebelum proklamasi kemerdekaan dikumandangkan (hlm. 32)
Sila Kedua
Konsekuensi nilai yang terkandung dalam kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa
membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama (hlm. 36)
Sila Ketiga
Dalam memaknai persatuan Indonesia, maka dalam hal pengambilan keputusan, terutama yang
terkait dengan kelangsungan hidup bersama sebagai suatu bangsa, kepentingan bersama
(bangsa) harus diutamakan dan didahulukan ketimbang urusan pribadi dan golongan (hlm. 39)
Sila Keempat
Sebagai negara yang telah merdeka dan mandiri, Indonesia berhak menerapkan sistem
demokrasi dalam menjalankan urusan pemerintahannya, sesuai dengan nilai – nilai dan
kepribadian bangsa. Oleh sebab itulah, di dalam sila yang keempat tersebut, dinyatakan bahwa
demokrasi (kerakyatan) yang dianut dan diterapkan di Indonesia, adalah demokrasi yang
didasarkan kepada perwakilan dan permusyawaratan (hlm. 41)
Sila Kelima
Menurut Bung Karno, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan indikator
untuk mencapai negara yang adil dan makmur. Terciptanya keadilan merupakan cita – cita
segenap bangsa Indonesia (hlm. 44)
Sejumlah orang – orang PKI melakukan pembunuhan terhadap beberapa orang jenderal
angkatan darat beserta keluarganya. Peristiwa yang dikenang sebagai gerakan G30S PKI
tersebut, justru menjadi awal bagi kehancuran partai berlambang palu arit itu (hlm. 59)
Oleh sebab itulah, dengan melihat sejarah dan konsep pemikiran serta praktik pelaksanaan dari
ajaran Marxisme/Komunisme tersebut, maka adanya larangan bagi perkembangan ajaran
Marxisme serta partai komunisme indonesia merupakan hal yang tepat (hlm. 60)
Terorisme merupakan salah satu kejahatan yang sering mendapat sorotan media. Terorisme
telah menjelma menjadi kejahatan transnasional. Terorisme merupakan kejahatan yang harus
ditangani secara khusus, sebab ia merupakan kejahatan serius yang dapat membahayakan
ideologi Pancasila (hlm. 63)
Paham Sekularisme/Liberalisme
Dalam konteks Indonesia, doktrin sekularisme tidak sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Secara filosofis ia bertentangan dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara ini
mengakui adanya Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, negara juga “memaksa” warganya
untuk memilih agama dan kepercayaan yang diyakini (hlm. 89)
Dengan melihat berbagai perkembangan yang ada , buku dengan tema seperti ini sangat cocok
menjadi bahan bacaan, terutama bagi generasi muda. Dengan gaya bahasa yang santai serta
jumlah halaman yang tidak tebal, buku Pancasila for The Next Generation patut dijadikan
referensi untuk memperkuat identitas nasional, serta menangkal berbagai paham yang
berbahaya dan bertentangan dengan Pancasila.