Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIDROKEL DI


RUANG IBS RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
IFTITAHUR ROHMAH, S. Kep
NIM 182311101077

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
OKTOBER, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan kasus


Hidrokel di Ruang IBS RSD dr. Soebandi telah disetujui dan disahkan pada :

Hari, Tanggal :

Tempat:

Jember, Oktober 2018

Mahasiswa

Iftitahur Rohmah, S.Kep.


NIM 182311101077

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Fakultas Keperawatan Ruang IBS
Universitas Jember RSD dr. Soebandi

……. …….
NIP. …………………….. NIP. ……………………
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori tentang Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi
Testis merupakan dua organ glandula yang memproduksi semen, terdapat
di dalam skrotum dan digantung oleh fenikulus spermatikus. Pada janin, testis
terdapat dalam kavum abdominalis di belakang pertonium. Sebelum kelahiran
akan turun ke kanalis inguinalis bersama dengan fenikulus spermatikus kemudian
masuk ke dalam skrotum. Testis merupakan tempat dibentuknya spermatozoa dan
hormon laki-laki, terdiri dari belahan-belahan disebut lobulus testis (Syaifuddin,
2011).
Testis menghasilkan hormon testosteron yang menimbulkan sifat
kejantanan setelah masa pubertas, di samping itu folicle stimulanting hormone
(FSH) dan lutein hormone (LH). Testis dibungkus oleh:
a. Fasia sprematika eksterna, suatu membran yang tipis memanjang ke arah
bawah di antara fenikulus dan testis, berakhir pada cincin subkutan inguinalis.
b. Lapisan kresmasterika, terdiri dari selapis otot. Lapisan ini sesuai dengan M.
Obliqus abdominis internus dan kasies abdominus internus.
c. Fascies spermatika interna, suatu membran tipis dan menutupi fenikulus
spermatikus. Fasia ini akan berakhir pada cincin inguinalis interna bersama
dengan fasia transversalis. Lapisan otot ini sesuai dengan M. Obliqus
abdominis internus dan fasianya.
Pembuluh darah testis :
a. Arteri pudenda esterna pars superfisialis merupakan cabang dari arteri
femoralis
b. Arteri perinealis superfisialis cabang dari arteri pudenda interna
c. Arteri kremasterika cabang dari arteri epigastrika inferior.
Skrotum adalah sepasang kantong yang menggantung di dasar pelvis, di
depan skrotum terdapat penis dan di belakang terdapat anus. Skrotum atau
kandung buah pelir berupa kantong terdiri dari kulit tanpa lemak dan memiliki
sedikit jaringan otot. Pembungkusnya disebut tunika vaginalis yang dibentuk dari
peritonium skrotum yang mengandung pigmen, di dalamnya terdapat kantong-
kantong, setiap kantong berisi epididimis fenikulus (Syaifuddin, 2011).
Secara embriologis, lapisan visceral dari tunika vaginalis berasal dari
peritoneum perut dan mencakup anterior dua pertiga dari testis, membentuk ruang
potensial yang merupakan rangkaian rongga intra-abdominal (Parks & Leung,
2013). Skrotum kiri tergantung lebih rendah dari skrotum kanan. Skrotum
bervariasi dalam beberapa keadaan, misalnya pengaruh panas pada lansia, dan
keadaan lemah, skrotum akan memanjang dan lemas. Sedangkan dalam keadaan
dingin dan pada orang muda akan memendek dan berkerut. Skrotum terdiri dari
dua lapisan :
a. Kulit: warna kecoklatan, tipis dan mempunyai flika / rugae, terdapat folikel
sebasea dikelilingi oleh rambut keriting yang akarnya terlihat melalui kulit.
b. Tunika dartos: berisi lapisan otot polos yang tipis sepanjang basis skrotum.
Tunika dartos ini membentuk septum yang membagi skrotum menjadi dua
ruangan untuk testis yang terdapat di bawah permukaan penis.

2. Definisi
Hidrokel adalah kumpulan cairan di dalam ruang potensial diantara kedua
lapisan membrane tunika vaginalis. Hidrokel kongenital terjadi akibat adanya
prosesus vaginalis yang menetap (hubungan antara kantong scrotum dan rongga
peritoneum, sehingga cairan peritoneum dapat terkumpul di dalam scrotum. Pada
orang dewasa, hodrokel tidak berhubungan dengan rongga peritoneum, kumpulan
cairan terbentuk sebagai reaksi terhadap infeksi, tumor, atau trauma, yaitu akibat
produksi cairan yang berlebihan oleh testis maupun obstruksi aliran limfe atau
vena di dalam funikulus spermatikus. Cairan yang terkumpul dan massa yang
terbentuk dapat berbentuk lunak, kistik, atau keras (Price dan Wilson, 2005).
3. Epidemilogi
Kejadian hidrokel kronik umumnya terjadi pada laki-laki yang berusia di
atas 40 tahun (Price dan Wilson, 2005). Insiden hidrokel 60%-80% terjadi pada
bayi baru lahir laki-laki, akan tetapi menurun hingga di bawah 0,8% pada anak
usia di atas 2 tahun. Pada umumnya hidrokel non komunikan terjadi hampir 60%
pada bayi baru lahir dan biasanya secara spontan menyerap kembali sebelum usia
2 tahun. Rasio perbandingan kejadian hidrokel pada laki-laki dan perempuan
secara keseluruhan 500: 1 (Faurie dan Banieghbal, 2017).

4. Etiologi
Penyebab pada anak-anak (Price dan Wilson, 2005):
a. Belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis
b. Belum sempurnanya system limfatik di daerah skrotum
Penyebab pada orang dewasa (Price dan Wilson, 2005):
a. Idiopatik
b. Akibat adanya tumor, infeksi, trauma atau kelainan pada testis atau epididimis

5. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Hidrokel komunikan

Melibatkan PPV yang memanjang hingga ke dalam skrotum. Pada kasus ini
PPV bersambung dengan tunika vaginalis yang mengelilingi testis. Defek
pada hidrokel ini lebih kecil sehingga hanya terjadi akumulasi cairan (Jenkins,
2008 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012). Terjadi karena adanya prosesus
vaginalis yang terbuka yang mengarah ke berbagai jumlah cairan serosa dalam
testis cavum vaginalis. Risiko jangka panjang hidrokel berkomunikasi adalah
pengembangan hernia inguinalis. (Borgmann, 2014)

b. Hidrokel non komunikan

Berisi cairan yang terperangkap dalam tunika vaginalis pada skrotum.


Prosesus vaginalisnya tertutup sehingga cairan tidak dapat terhubung dengan
ruang abdomen. Hidrokel ini umum terjadi pada bayi, dan biasanya cairan
akan direabsorbsi sebelum umur 1 tahun.

6. Patofisiologi/Patologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis
yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran
mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan demikian
cairan dari rongga peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar
kembali ke rongga peritoneum. Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat
berbentuk kantong yang mencapai scrotum. Ujung bawah kantong ini
mengelilingi testis dan disebut tunika vaginalis. Apabila terjadi atrofi pada ujung
proksimal dan tengah sehingga bagian distal yang mengelilingi testis tetap
terbuka, maka terjadi hidrokeltestikularis. Hidrokel dapat ditemukan dimana saja
sepanjang funikulus spermatikus, juga dapat ditemukan di sekitar testis yang
terdapat dalam rongga perut pada undensensus testis. Hidrokel infantilis biasanya
akan menghilang dalam tahun pertama, umumnya tidak memerlukan pengobatan,
jika secara klinis tidak disertai hernia inguinalis. Hidrokel testis dapat meluas ke
atas atau berupa beberapa kantong yang saling berhubungan sepanjang processus
vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih besar dan kencang pada sore hari
karena banyak cairan yang masuk dalam kantong sewaktu anak dalam posisi
tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya setelah anak tidur
semalaman.
Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau
epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorpsi cairan
di kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor, infeksi atau trauma
pada testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang berada di dalam
rongga tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi dan
reabsorpsi dalam sistem limfatik.

7. Manifestasi Klinis
Tanda gejala yang dapat dimunculkan pada gangguan hidrokel adalah
sebagai berikut.
a. Pembesaran skrotum dan perasaan berat (Price dan Wilson, 2005)
b. Nyeri ringan kecuali di sebabkan oleh infeksi epididimis akut (Price dan
Wilson, 2005).
c. Cairan yang terkumpul dan massa yang terbentuk dapat berbentuk lunak,
kistik, atau keras (Price dan Wilson, 2005)
d. Sekitar kulit terlihat translusen, tegang, berkilat, dan sedikit merah (Delf,
1996)
e. Lunak, berfluktuasi, sangat bertansiluminasi, testis dapat sangat sulit diraba
(Grace dan Borley, 2006)

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada gangguan hidrokel adalah:
a. Transiluminasi
Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan
massa skrotum. Dilakukan di dalam suatu ruang gelap, sumber cahaya
diletakkan pada sisi pembesaran skrotum (ADAM, 2013) Struktur vaskuler,
tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi
cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung
cairan serosa, seperti hidrokel.Ultrasonografi
b. Ultrasonografi
Jenis pemeriksaan ini akan mengirimkan gelombang suara melewati skrotum
dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena
abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pre operasi hidrokel
Hidrokel dapat sembuh dengan sendirinya karena penutupan spontan dari
PPV (patent processus vaginalis) sesaat setelah lahir. Residu pada hidrokel
nonkomunikan tidak bertambah maupun berkurang dalam volume, dan tidak
terdapat tanda silk glove. Cairan pada hidrokel biasanya terserap kembali ke
dalam tubuh sebelum bayi berumur 1 tahun. Observasi sering diperlukan untuk
hidrokel pada bayi. Hidrokel harus diobati apabila, tidak menghilang setelah
berumur 2 tahun menyebabkan rasa tidak nyaman, bertambah besar atau secara
jelas terlihat pertambahan atau pengurangan volume, apabila tidak terlihat, dan
terinfeksi (Mahayani dan Darmajaya, 2012).
Hydrocelectomy adalah operasi untuk memperbaiki pembengkakan
skrotum yang terjadi ketika seseorang memiliki hidrokel. Pasien akan menerima
anestesi umum dan akan tertidur dan bebas rasa sakit selama prosedur. Dalam bayi
atau anak: dokter bedah membuat sayatan kecil di lipatan pangkal paha, dan
kemudian menguras cairan kantung (hidrokel). Indikasi dilakukan pembedahan
pada hidrokel menjadi terlalu besar, pembesaran volume cairan hidrokel yang
dapat menekan pembuluh darah, terinfeksi dan gagal untuk hilang pada umur 1
tahun. Sebelum Prosedur anak akan diminta untuk berhenti makan dan minum
setidaknya 6 jam sebelum prosedur pembedahan (ADAM, 2013).

Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel


Pemulihan dari operasi hidrokel umumnya tidak rumit. Untuk kontrol rasa
nyeri, pada bayi digunakan ibuprofen 10 mg/kgBB setiap 6 jam dan asetaminofen
15 mg/kgBB setiap 6 jam, hindari narkotik karena beresiko apnea (Van Veen, dkk,
2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012). Untuk anak yang lebih tua
diberikan asetaminofen dengan kodein (1 mg/kgBB kodein) setiap 4-6 jam. Untuk
dua minggu setelah operasi, posisi straddle harus dihindari untuk mencegah
pergeseran dari testis yang mobile keluar dari skrotum dan menyebabkan
cryptorchidism sekunder. Pada anak dalam masa berjalan, aktifitas harus dibatasi
sebisa mungkin selama satu bulan. Pada anak dalam masa sekolah, aktivitas
peregangan dan olahraga aktif harus dibatasi selama 4-6 minggu (Van Veen, dkk,
2007 dalam Mahayani dan Darmajaya, 2012).
B. Clinical Pathway
C.
Kelainan pada testis,
(tumor, infeksi, trauma)

Sistem sekresi terganggu

Produksi cairan berlebih


\

Penumpukan cairan pada


testis

Obstruksi aliran limfe

Nyeri akut Resiko infeksi Menekan pembuluh darah

Atrofi testis

Pembengkakan

Resiko kerusakan
integritas kulit
D. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien yang mencakup nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaaan.
2) Anamnese
Anamnese berkaitan tentang lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran pembengkakan itu bervariasi baik pada
waktu istirahat maupun pada keadaan emosional (menangis,ketakutan).
3) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, hidrokel dirasakan sesuatu yang oval atau bulat, lembut dan tidak nyeri atau nyeri tekan. Hidrokel
dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara:
a) Pada saat pemeriksaan fisik dengan Transiluminasi/diaponaskopi hidrokel berwarna merah terang, dan hernia
berwarna gelap.
b) Hidrokel pada saat di inspeksi terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, dan hernia di lipatan paha.
c) Auskultasi pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus, tetapi pada hernia terdapat suara bising usus.
d) Pada saat di palpasi hidrokel terasa seperti kistik, tetapi pada hernia terasa kenyal.
e) Hidrokel tidak dapat didorong, hernia biasanya dapat didorong.
f) Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen, pada hernia tidak.
4) Kaji sistem perkemihan
5) Kaji setelah pembedahan: infeksi, perdarahan, disuria, dan drainase
6) Lakukan transluminasi test: ambil senter, pegang skrotum, sorot dari bawah; bila sinar merata pada bagian skrotum maka
berarti isinya cairan (bila warnanya redup).

b. Diagnosa
Diagnosa yang dapat dimunculkan:
1) Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan skrotum
2) Resiko infeksi akibat penumpukan cairan
3) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya gesekan dan peregangan jaringan kulit skrotum.

c. Intervensi
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Pengkajian nyeri
perwatan pasien dapat: PQRST
1. Mengontrol nyeri 2. Kaji kemampuan
2. Mampu mengenali klien mengenal
nyeri (skala, nyeri
intensitas, frekuensi, 3. Berikan informasi
dan tanda nyeri) mengenai nyeri
3. Menyatakan rasa 4. Ajarkan teknik
nyaman non farmakologi
5. Lakukan
kolaborasi
pemberian obat

Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pertahankan


perwatan pasien dapat: teknik isolasi
1. Bebas dari tanda- 2. Gunakan APD
tanda infeksi 3. Lakukan teknik
2. Mampu sesuai dengan
menunjukkan prosedur
perilaku hidup 4. Monitor tanda
sehat gejala infeksi
5. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda
integritas kulit perwatan pasien dapat: kerusakan
1. Bebas dari tanda- integritas kulit
tanda kerusakan 2. Berikan posisi
integritas kulit yang nyaman
3. Berikan salep jika
ada kerusakan
atau luka
4. Anjurkan klien
untuk memakai
pakaian yang
longgar
DAFTAR PUSTAKA

Delf, M. H. 1996. Major Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC.

Grace, P. A., dan Borley, N. R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Ed. 3. Jakarta: Penerbit Erlangga

Faurie, N., dan Banieghbal, B. 2017. Pediatric Hydrocele: A Comprehensive Review. Clinics in Surgery. 2: 1-6.

Anda mungkin juga menyukai