Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


URS ( URETERORENOSCOPY )

Disusun Oleh:

Nurul Alfiyah Cahyani


1120020071

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan ini saya buat sebagai bukti praktik profesi di ruang
makkah RSI A.Yani Surabaya sebagai bukti bahwa saya telah mengikuti kegiatan
praktik Keperawatan Medikal Bedah pada tanggal 22 Maret – 04 April 2021 .

Surabaya, 23 Maret 2021

Nurul Alfiyah Cahyani


NIM : 1120020071

Mengetahui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan

Imamatul Faizah, S.Kep.Ns., M.Tr.Kep Diana Mariani, A.Md.Kep


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat mengerjakan tugas Laporan
Pendahuluan Keperawatan Medikal Bedah dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini dengan baik, meskipun kami juga menyadari segala
kekurangan yang ada di dalam makalah ini.
Laporan pendahuluan ini kami susun berdasarkan beberapa sumber
buku yang telah kami peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini
dengan bahasa yang sederhana dan mudah di mengerti. Selain kami
memperoleh sumber dari beberapa buku pilihan Pada kesempatan ini,
perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Imamatul Faizah,
S.Kep.Ns., M.Tr.Kep Selaku dosen pembimbing Akademik dan Ibu Selaku
dosen pembimbing ruangan yang telah membantu membimbing saya dalam
proses pembuatan laporan dan teman-teman yang telah membantu dan
memberikan dukungan untuk penyelesaian laporan ini. Kami menyadari
bahwa laporan ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang positif dan membangun dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan tugas laporan-laporan
berikutnya. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.

Surabaya, 23 Maret 2021

Penyusun
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
URETERORENOSCOPY

A. Definisi
URS yaitu prosedur spesialistik dengan menggunakan alat endoskopi fleksibel
berukuran kurang dari 30 mm yang dimasukkan melalui saluran kemih ke dalam
saluran ginjal (ureter) kemudian batu dipecahkan dengan pemecah batu litotripsi.
Tindakan ini memerlukan pembiusan umum atau regional dan rawat inap dan
memerlukan waktu kira-kira 30 menit. Alat ini dapat mencapai batu dalam kaliks
ginjal dan dapat diambil atau dihancurkan dengan sarana elektrohidraulik atau
laser. Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan alat melalui uretra ke dalam
kandung kemih untuk menghancurkan batu buli atau ke dalam ureter untuk
menghancurkan batu ureter (Departemen Urology RSCM, 2008).
Ureterorenoscopy diperkenalkan ke praktik klinis pada tahun 1980 dan sejak
itu telah menjadi metode yang diterima secara luas dan dapat diandalkan untuk
pengobatan batu ureter dengan beberapa komplikasi. URS atau Ureterorenoscopy
adalah tindakan menggunakan gelombang kejut dan endoskopi untuk
meghancurkan batu. URS prosedur spesialistik dengan menggunakan alat
endoskopi semirigid atau fleksibel berukuran kurang dari 30 mm yang
dimasukkan dari saluran kemih ke dalam saluran ginjal (ureter) kemuadian batu
dipecahkan dengan pemecah batu litotripsi, tindakan ini memerlukan pembiusan
umum atau regional dan rawat inap dan memerlukan waktu kira-kira 30 menit
(Brunner & Suddarth, 2017).
Batu ureter pada umumnya adalah batu yang terbentuk di dalam sistim kalik
ginjal, yang turun ke ureter. Terdapat tiga penyempitan sepanjang ureter yang
biasanya menjadi tempat berhentinya batu yang turun dari kalik yaitu
ureteropelvic junction (UPJ), persilangan ureter dengan vasa iliaka, dan muara
ureter di dinding buli (Brunner & Suddarth, 2017).
B. Indikasi
1. Ukuran batu ≥ 7 mm. Ukuran ini tidak mutlak karena batu yang kecil kadang-
kadang tidak bisa keluar spontan.
2. Kolik terus-terusan yang tidak ada respon terhadap obat-obatan (intractable
pain)
3. Derajat sumbatan terhadap ginjal (hidronefrosis).
4. Adanya infeksi.
5. Bila secara konservatif 1 bulan tidak berhasil.
C. Komplikasi operasi
1. Trauma pada mukosa saluran kemih
2. Perdarahan
3. Nyeri
4. Infeksi
5. Demam
D. Keuntungan
1. Batu yang keras dapat dipecahkan.
2. Ureter dapat dilebarkan perlahan saat memasukkan endoscopy yang nantinya
akan dilewati oleh batu untuk keluar.
3. Rasa sakit dan perdarahan biasanya minimal.
E. Prosedur
a. Dokter Umum
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan klinis
3. Pemeriksaan foto rontgen
4. Merujuk ke spesialis Urologi
b. Spesialis Urologi
1. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan penunjang
3. Tindakan URS
c. Alat Bahan
1. Baju operasi steril (operator/asistensi/instrumen)
2. Sarung tangan steril
3. Duk steril
4. Duk klem
5. Alat set endoskopi
6. Sheath + optic ukuran bermacam-macam (6 sampai 15 Ch)
7. Optik 0 ͦ atau lainnya
8. Guidewire
9. Kateter ureter
10.Stone basket
11.Forceps
12.Carm (Fluoroscopy)
d. Tindakan URS
1. Anestesi umum atau regional (SAB, peridural)
2. Posisi pasien tergantung letak batu biasanya : litotomi
3. Dilakukan retrograde pyelografi untuk melihat anatomi ureter
4. Bila perlu dilatasi muara ureter
5. Masukkan alat URS secara avue dan bantuan fluoroskopi
6. Lakukan tindakan yang diperlukan
7. Bila batu perlu dihancurkan dipakai transducer Elektro Hidrolik atau
Lithoclast (Pneumatik) atau sarana lainnya
8. Bila perlu pemasangan ureter kateter/ DJ Stent
9. Kateter uretra dipasang bila perlu (anestesi SAB, dsb)
F. Perawatan Perioperatif
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan. Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan. Perawatan
post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang
dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan pasca anaestesi dan berakhir
sampai evaluasi selanjutnya.
Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yang meliputi
persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus
pasien).
1. Persiapan Psikologi
Pada Pre Operatis Psikologis dilakukan Inform consent maka hal hal
yang perlu dikaji sebagai berikut
a. Pengetahuan tentang peristiwa prosedural tindakan sebelum operasi.
b. Pengetahuan alat alat khusus yang diperlukan.
c. Pengetahun prosedur pembedahan dan lingkungan operasi (meliputi
dokter operator, dokter anastesi, dan perawat).
d. Pengetahuan pengobatan setelah operasi.
2. Persiapan Fisiologi
a. Diet sebelum tindakan pembedahan.
b. Persiapan Perut / Pemberian lavement.
c. Persiapan Kulit (pembersihan area bedah dari rambut atau bulu badan)
d. Hasil Pemeriksaan (Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG,
USG dan lain-lain.
e. Persetujuan Operasi / Informed Consent
3. Persiapan Akhir Sebelum Operasi di Kamar Operasi (Serah terima dengan
perawat OK) maka dilakukan Inform to consent dengan hal-hal sebagai
berikut
a. Mencegah Cidera
1) Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).
2) Cek gelang identitas / identifikasi pasien.
3) Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.
4) Lepas perhiasan
5) Bersihkan cat kuku.
6) Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.
7) Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.
8) Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan
pendengaran.
9) Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko
terhadap tromboplebitis.
10) Kandung kencing harus sudah kosong.
11) Catatan tentang persiapan kulit (tanda lokasi pembedahan).
a) Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN)
b) Pemberian premedikasi
c) Pengobatan rutin.
d) Data antropometri (BB, TB)
e) Pemeriksan laboratorium.
f) Pemberian Obat Premedikasi ( Profilasis)
G. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah
1. Data Subyektif
a. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
1) Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
a) Tempat
b) Bentuk operasi yang harus dilakukan.
c) Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit,
keterbatasan setelah di bedah.
d) Kegiatan rutin sebelum operasi.
e) Kegiatan rutin sesudah operasi.
f) Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.
2) Pengalaman bedah terdahulu
a) Bentuk, sifat, roentgen
b) Jangka waktu
b. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah
1) Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah
yang dianjurkan.
2) Metode-metode penyesuaian yang lazim.
3) Agama dan artinya bagi pasien.
4) Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.
5) Keluarga dan sahabat dekat
a) Dapat dijangkau (jarak)
b) Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi
bantuan.
6) Perubahan pola tidur
7) Peningkatan seringnya berkemih.
c. Status Fisiologi
1) Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong
komplikasi-komplikasi pascabedah.
2) Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
3) Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
4) Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
5) Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis,
bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
6) Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
7) Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan
mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.
2. Data Obyektif
a. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan
(cemas), kemampuan berbahasa Inggris.
b. Tingkat interaksi dengan orang lain.
c. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang
sibuk (cemas).
d. Tinggi dan berat badan.
e. Gejala vital.
f. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
g. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
h. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
i. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan
bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan
pada pasca bedah).
j. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer
sebelum bedah vaskuler atau tubuh.
k. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di
tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.
3. Masalah Keperawatan yang Lazim Muncul
a. Takut
b. Cemas
c. Resiko infeksi
d. Resiko injury
e. Kurang pengetahuan
4. Intervensi Keperawatan
a. Monitor TTV
b. Mengindentifikasi tanda-tanda Ansietas
c. Memberikan HE untuk mengurangi cemas
H. Kompetensi Intra Operatif
Pada Intraoperatif salah satu petugas kesehatan yang ada di rungan operasi
melakukan Time Out yaitu kegiatan dimana setiap anggota tim operasi
memperkenalkan diri dan peran masing-masing. Tim operasi memastikan bahwa
semua orang di ruang operasi saling kenal. sebelum melakukan sayatan pertama
pada kulit tim mengkonfirmasi dengan suara yang keras mereka melakukan
operasi yang benar, pada pasien yang benar. Mereka juga mengkonfirmasi bahwa
antibiotik profilaksis telah diberikan dalam 60 menit sebelumnya, pembaca time
out juga harus memastikan bahwa instrument, anestesi dan operator telah siap
untuk dilakukan insisi. Pada stase intra operatif terdapat beberapa hal yang harus
dipahami oleh petugas kamar operasi.
1. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif
Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian.
Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :
a. Anggota steril
a) Ahli bedah utama / operator
b) Asisten ahli bedah.
c) Scrub Nurse / Perawat Instrumen
b. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :
a) Ahli atau pelaksana anaesthesi.
b) Perawat sirkulasi
2. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.
a. Persiapan Psikologis Pasien
b. Pengaturan Posisi
1) Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan
keadaan psikologis pasien.
2) Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi
pasien adalah :
a) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.
b) Umur dan ukuran tubuh pasien.
c) Tipe anaesthesia yang digunakan.
d) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan
(arthritis).
Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :
a) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.
b) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah
dan kakinya ditutup dengan duk.
c) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang
baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang
dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.
d) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk
meyakinkan terjadinya pertukaran udara.
e) Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena
tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang
merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.
f) Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi
karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan
terjadinya kerusakan otot.
g) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
h) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di
lengan.
i) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas
bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak
mengalami dislokasi.
c. Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
d. Penutupan Daerah Steril
e. Mempertahankan Surgical Asepsis
f. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh
g. Monitor dari Malignant Hyperthermia
h. Penutupan luka pembedahan
i. Perawatan Drainase
j. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
3. Pengkajian
a. Selama dilaksanakannya operasi
1) Pengkajian mental (Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien
masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur
yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar
pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.)
2) Pengkajian fisik
a) Tanda-tanda vital
b) Infus
c) Pengeluaran urin
d) Transfusi
4. Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama
pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :
a. Cemas
b. Resiko perlukaan/injury
c. Resiko penurunan volume cairan tubuh
d. Resiko infeksi
e. Kerusakan integritas kulit
5. Intervensi Keperawatan
a. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik)
b. Monitor vital sign
c. Monitor masukan makanan / cairan selama proses pembedahan
d. Monitor status perdarahan
e. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
f. Atur kemungkinan tranfusi
g. Persiapan untuk kemungkinan tranfusi
I. Kompetensi Post Operasi
Pada post operatif salah satu petugas kesehatan yang ada di rungan operasi
melakukan Sign Out yaitu tindakan yang dilakukan oleh tim bedah untuk
meninjau operasi yang telah dilakukan. Dilakukan pengecekan kelengkapan kasa,
penghitungan instrumen, pemberian label pada spesimen, kerusakan alat atau
masalah lain yang perlu ditangani. Langkah akhir yang dilakukan tim bedah
adalah rencana kunci dan memusatkan perhatian pada manajemen post
operasi serta pemulihan sebelum memindahkan pasien dari kamar operasi
(Surgery & Lives, 2008).
1. Fase Pasca Anaesthesi
Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati
dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif
sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum
mulai stabil. Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera
setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang
dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
2. Mempertahankan ventilasi pulmonari
a. Mengatur posisi jalan napas aman.
b. Saluran nafas buatan.
Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian
anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah
kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan
mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.
c. Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat
menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan
nafas dalam setelah pasien sadar.
3. Mempertahankan sirkulasi.
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler
yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan tanda vital
dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting
untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan.
Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.
5. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan
Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat
tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering
diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan
persendian. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan
gelisah sesuai dengan program dokter. Pada pasien yang mulai sadar,
memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian.
Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa
yang sedang dilakukan.
1. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room
Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien
post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk
perawatan / observasi diruang pemulihan :
1) Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien
dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional
posisi semi fowler.
2) Pasang pengaman pada tempat tidur.
3) Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.
4) Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.
5) Beri O2 2-3 liter sesuai program.
6) Observasi adanya muntah.
7) Catat intake dan out put cairan.
8) Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi
krisis
a) Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik <
50 mmHg atau > dari 90 mmHg.
b) HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit
c) Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.
d) Meningkatnya kegelisahan pasien
e) Tidak BAK + 8 jam post operasi.
2. Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :
1) Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.
2) Tanda-tanda vital harus stabil.
3) Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.
4) Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.
5) Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah
sempurna.
6) Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat
dan dilaporkan.
7) Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.
8) Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk
kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada
unit dimana pasien akan dipindahkan.
9) Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk
menyiapkan dan menerima pasien tersebut.
3. Pengangkutan Pasien keruangan
Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara
lain :
a. Keadaan penderita serta order dokter.
b. Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.
c. Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila
muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada
perubahan sewaktu-waktu terlihat.
4. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi
d. Pengkajin awal
1) Status Respirasi, melipuiti :
a) Kebersihan jalan nafas
b) Kedalaman pernafasaan.
c) Kecepatan dan sifat pernafasan.
d) Bunyi nafas
2) Status sirkulatori, meliputi :
a) Nadi
b) Tekanan darah
c) Suhu
d) Warna kulit
3) Status neurologis, meliputi : tingkat kesadaran
4) Balutan, meliputi :
a) Keadaan drain
b) Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.
5) Kenyamanan, meliputi :
a) Terdapat nyeri
b) Mual
c) Muntah
6) Keselamatan, meliputi :
a) Diperlukan penghalang samping tempat tidur.
b) Kabel panggil yang mudah dijangkau.
c) Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.
7) Perawatan, meliputi :
a) Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.
b) Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat
penampung, sifat dan jumlah drainage.
8) Nyeri, meliputi :
a) Waktu
b) Tempat.
c) Frekuensi
d) Kualitas
e) Faktor yang memperberat / memperingan
e. Data Subyektif
Tanyakan apa yang dirasakan setelah pulih sadar meliputi mual, pusing,
lemas, dan nyeri.
f. Data Objektif
1) Sistem Respiratori
2) Status sirkulatori
3) Tingkat Kesadaran
4) Balutan
5) Posisi tubuh
6) Status Urinari / eksresi.
g. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek
samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan
pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk
denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.
h. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan,
riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.
Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :
1) Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah
lengkap.
2) Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko
dehidrasi dan insufisisensi ginjal.
i. Masalah Keperawatan yang Lazim Muncul
1) Diagnosa Umum
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari
anaesthesi.
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d) Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek
anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu
lama.
2) Diagnosa Tambahan
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret.
b) Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis,
dan kurang gerak.
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami
informasi.
d) Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
prosedur pembedahan.
e) Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika,
ketidaseimbangan elektrolit.
f) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
g) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.
h) Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.
j. Intervensi
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk klien
2. Identifikasi kebutuhan keamanan klien, sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif klien dan riwayat penyakit terdahulu klien
3. Pasang side rail tempat tidur
4. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
6. Berikan penjelasan pada klien atau pengunjung adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner Suddarth . 2017. Keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth.


Jakarta: EGC
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai