Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Bulan Agustus merupakan bulan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada bulan
tersebut, Negara Indonesia telah keluar dari masa penjajahan kolonial Belanda dan Jepang.
Berbagai perjuangan dan pengorbanan dilakukan demi mencapai kemerdekaan. Tidak dapat
digambarkan begitu beratnya usaha yang dilakukan oleh para pahlawan demi
memperjuangkan kemerdekaan itu. Mereka bahkan tidak takut dan tidak peduli jika memang
harus mengorbankan nyawa demi mendapatkan hal penting itu.

Dengan usaha, niat, dan doa, bangsa Indonesia akhirnya mendapatkan kesempatan
untuk memperoleh kemerdekaan ketika Jenderal Koiso memberikan janji kemerdekaan
kepada rakyat Indonesia pada tanggal 7 September 1944. Saat itu, kedudukan Jepang dalam
Perang Pasifik semakin sulit. Kedudukan Jepang yang semakin terdesak di seluruh front
Perang Pasifik mulai menurunkan moral pasukannya, dan menimbulkan krisis ekonomi dan
politik di dalam negeri Jepang sendiri. Untuk memulihkan kewibawaan Jepang di mata
bangsa Asia, Jenderal Koiso menjanjikan kemerdekaan kepada sejumlah negara, termasuk
Indonesia.

Sebagai perwujudan janji, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan


Kemerdekaan (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai dengan tujuan untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal penting berkaitan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka. Badan
ini beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dan
diresmikan pada tanggal 28 Mei 1945.

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak 2 kali, dan berhasil merumuskan dasar negara
Indonesia (Pancasila) dan pembukaan serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Badan
ini sepakat menyetujui isi dari dasar negara sebagai inti dari pembukaan undang-undang
dasar. BPUPKI kemudian dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai penggantinya,
didirikan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Iinkai yang
diketuai oleh Ir. Soekarno. Badan inilah yang kemudian meresmikan pembukaan serta batang
tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Mencapai kemerdekaan benar-benar memerlukan perjalanan yang panjang. Selain,
merumuskan dasar negara dan konstitusi negara, terjadi beberapa peristiwa yang menghias
sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu. Meskipun dirahasiakan, kekalahan itu dapat diketahui oleh
sejumlah tokoh pergerakan bawah tanah dan para pemuda melalui siaran radio luar negeri.
Kekalahan Jepang menimbulkan keinginan kuat dan keberanian untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia sesegera mungkin.

Kekalahan Jepang benar-benar memberikan pengaruh yang besar terhadap para


pemuda Indonesia pada masa itu. Salah satu akibat dari peristiwa ini adalah Peristiwa
Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok merujuk pada peristiwa penculikan Ir. Soekarno
dan Moh. Hatta ke kota kecil Rengasdengklok. Penculikan tersebut dilakukan oleh kalangan
pemuda untuk mempercepat tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Penyebab utama Peristiwa Rengasdengklok adalah perbedaan sikap antara kalangan


tua dan muda. Sikap kalangan tua yang bersikap kooperatif dengan Jepang tidak dapat
diterima oleh kalangan muda yang bersikap radikal terhadap proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Oleh karena itu, mereka bermaksud mengamankan Soekarno-Hatta ke luar Jakarta
agar sama sekali terlepas dari pengaruh Jepang sehingga mereka berani memproklamasikan
kemerdekaan sesuai kemauan kalangan pemuda. Maksud itulah yang melahirkan Peristiwa
Rengasdengklok. Peristiwa ini tentu menghasilkan buah yang manis, yaitu mempercepat
proklamasi Indonesia yang awalnya akan dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 1945
menjadi 17 Agustus 1945. Hal inilah yang menunjukkan bahwa proklamasi kemerdekaan
harus sama sekali lepas dari pengaruh pihak lain.

Meski tidak disetujui oleh Jepang, Soekarna-Hatta tetap yakin untuk


memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah bertemu dengan Jenderal Nishimura,
yang tidak menyetujui tindakan radikal Indonesia, Soekarna-Hatta bersama dengan para
anggota PPKI dan kalangan pemuda merumuskan teks proklamasi kemerdekaan di kediaman
Laksamana Maeda. Setelah berbagai diskusi dan perdebatan, konsep naskah proklamasi
diketik oleh Sayuti Melik dan ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Dengan demikian,
selesailah perumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
dini hari.
Pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pukul 10.00 WIB, Upacara Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pun dilaksanakan. Upacara tersebut dipersiapkan secara spontan
tanpa persiapan yang matang. Namun, hal tersebut tidak mengurangi makna besar upacara
yang akan berlangsung. Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung tanpa
protokol. Setelah pembacaan teks proklamasi, acara dilanjutkan dengan pengibaran bendera
Merah Putih (dijahit oleh Fatmawati) yang diiringi dengan lagu Indonesia Raya.

Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hanya berlangsung sekitar satu jam.


Meskipun singkat dan sederhana, peristiwa tersebut telah membawa perubahan luar biasa
bagi bangsa Indonesia. Peristiwa itu menandai terbentuknya bangsa dan negara Indonesia
yang merdeka.

Namun, perjuangan kemerdekaan Indonesia belum sampai di situ saja. Selain


proklamasi kemerdekaan dan penyebarluasan berita kemerdekaan Indonesia, perlu disusun
tata kehidupan kenegaraan. Hal ini dilakukan agar Republik Indonesia yang baru lahir dapat
terus eksis. Seperti yang tertera dalam teks proklamasi kemerdekaan, perlu dilaksanakan
mengenai hal-hal pemindahan kekuasaan dan tata kehidupan kenegaraan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Tugas berat tersebut dipikul oleh PPKI.
BAB II

ISI

A. Pembentukan Kelengkapan Negara


1. Penyusunan Landasan Kehidupan Bernegara dan Lembaga Pemerintahan
Sehari setelah proklamasi, yaitu tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan rapat
pleno di Pejambon, Jakarta. Rapat tersebut menghasilkan dua keputusan penting,
yaitu pengesahan UUD 1945 dan pemilihan presiden dan wakil presiden.
a. Pengesahan UUD 1945
Satu hari setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan, yaitu pada 18
Agustus 1945, dilaksanakan Sidang PPKI, yang pada saat itu pembahasannya
difokuskan terhadap pembuatan rancangan Undang-Undang Dasar dan disahkan
sebagai dasar hukum bagi penyelenggaraan kehidupan ketatanegaraan Indonesia
yang kemudian dikenal menjadi Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Di dalamnya, berisi tentang berbagai aturan mengenai cara-cara pembentukan
negara dan kelengkapannya, termasuk perumusan bentuk negara dan pemimpin
bangsa Indonesia. Dan disepakati saat itu salah satu ketetapannya ialah “Negara
Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”. Dalam kegiatan
itu juga dirumuskan kriteria tokoh yang menjadi presiden dan didapat ketentuan
“Presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam”. Namun, seperti
perubahan dalam Piagam Djakarta, kalimat ini juga diubah menjadi “Presiden
adalah orang Indonesia asli”.

b. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Indonesia


Setelah pembahasan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia, Otto
Iskandardinata mengemukakan pendapatnya untuk langsung melakukan
pemilihan dan penetapan presiden dan wakil presiden. Beliau mengusulkan agar
yang menjadi presiden adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai
wakilnya. Ternyata, usulan tersebut diterima tanpa ada yang menolak. Mereka
yang hadir setuju secara bulat mengenai calon presiden dan wakilnya yang
diusulkan oleh R. Otto Iskandardinata. Disambut dengan menyanyikan lagu Indonesia
Raya selama dua putaran, kedua tokoh proklamator itu diresmikan menjadi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama pada tanggal 18 Agustus 1945.

2. Penyusunan Kelengkapan Negara Republiik Indonesia


Selain penetapan Undang-Undang Dasar 1945 dan pemilihan presiden dan wakilnya,
sidang PPKI juga berlanjut tentang persiapan dan pembentukan lembaga-lembaga
kenegaraan sebagai pelengkap kehidupan pemerintah bernegara. Pada tanggal 19
Agustus 1945, PPKI melanjutkan rapat pleno.
a. Menetapkan Pembagian Wilayah Provinsi
Sebelum acara dimulai, Ir. Soekarno yang sudah menjadi presiden menunjuk
Ahmad Subardjo, Soetardjo Kartohadikoesoemo, dan Kasman untuk membentuk
panitia kecil yang akan membicarakan bentuk departemen dan bukan
personalnya yang akan menjabat. Rapat kecil itu dipimpin oleh R. Otto
Iskandardinata, dan didapat keputusan sebagai berikut.
1) Pembagian Wilayah
2) Pembentukan Komite Nasional Indonesia
3) Pembentukan departemen dan penunjukan para menteri
4) Pembentukan aparat keamanan Negara
Mengingat kondisi wilayah Indonesia yang sangat luas, maka untuk pelaksanaan
kegiatan pemerintahan di daerah dibentuklah wilayah-wilayah provinsi. Pada saat
itu, berdasarkan kesepakatan, wilayah Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang
masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur. Kedelapan provinsi tersebut,
yaitu:

1) Provinsi Sumatra : Teuku Muhammad Hasan


2) Provinsi Jawa Barat : Soetardjo Kartohadikoesoemo
3) Provinsi Jawa Tengah : R. Panji Soeroso
4) Provinsi Jawa Timur : R.M. Suryo
5) Provinsi Sunda Kecil (Nusa Tenggara) : I Gusti Ketut Puja
6) Provinsi Maluku : J. Latuharhary
7) Provinsi Sulawesi : Dr. Sam Ratulangi
8) Provinsi Kalimantan : Ir. Pangeran Mohammad Noor

b. Pembentukan Komite Nasional Indonesia


Pada malam hari tanggal 19 Agustus 1945, secara terpisah Presiden Soekarno,
Moh. Hatta, R. Otto Iskandardinata, Soekardjo Wirjopranoto, Sartono, Suwirjo,
Buntara, A.G. Pringgodigdo dan dr. Tadjudin berkumpul di Jalan Gambir Selatan
untuk membahas pemilihan orang-orang yang akan diangkat menjadi anggota
Komite Nasional Indonesia (KNI) karena pada saat itu belum terbentuk
MPR/DPR. Dari hasil pertemuan itu, disepakati bahwa KNI Pusat beranggotakan
60 orang. Rapat pertama KNI Pusat dilakukan di Gedung Komedi (sekarang
Gedung Kesenian) pada tanggal 29 Agustus 1945.
Sidang PPKI masih berlanjut, dan pada 22 Agustus 1945 membahas tiga
permasalahan yang sering dibicarakan pada rapat-rapat sebelumnya. Rapat saat
itu dipimpin oleh Wakil Presiden Moh. Hatta, yang menghasilkan keputusan
sebagai berikut.
1) KNI adalah badan yang akan berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
sebelum pemilihan umum terselenggara. KNI ini akan disusun di tingkat
pusat dan daerah.
2) Merancang adanya partai tunggal dalam kehidupan politik negara
Indonesia, yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia) namun dibatalkan.
3) BKR (Badan Keaman Rakyat) berfungsi sebagai penjaga keamanan umum
bagi masing-masing daerah.#

Hari berikutnya setelah peristiwa proklamasi dan sidang PPKI, KNI Pusat
mengadakan rapat pleno pada 16 Oktober 1945. Wakil presiden mengeluarkan
Keputusan Presiden No. X yang isinya memberikan kekuasaan dan wewenang
legislatif bagi KNI Pusat untuk ikut serta dalam menetapkan GBHN sebelum
MPR dibentuk. Kemudian, Sutan Syahrir sebagai ketua Badan Pekerja KNI Pusat
mendesak pemerintah, dan akhirnya pemerintah memberikan maklumat politik
yang ditandatangani oleh wakil presiden. Adapun isi dari maklumat tersebut
adalah pemerintah menghendaki adanya partai-partai politik yang membuka
kesempatan kepada masyarakat untuk menyalurkan aliran atau pahamnya secara
terbuka. Pemerintah berharap supaya partai politik itu telah tersusun sebelum
dilaksanakannya pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang direncanakan
pada Januari 1946. Setelah dikeluarkannya maklumat politik itu, ternyata
bermunculan berbagai partai politik, di antaranya Masyumi, PNI, Partai Buruh
Indonesia, Partai Komunis Indonesia, Partai Kristen, Partai Katholik dan Partai
Rakyat Sosialis.
c. Menetapkan Susunan Kementrian
Pada 19 Agustus 1945, sidang PPKI berhasil membentuk departemen-departemen
dan menunjuk para menterinya. Dari rapat kecil sebelumnya diusulkan dan
disetujui adanya 13 kementerian. Namun, untuk menteri negara terdiri atas 4
orang sehingga personal yang ditunjuk untuk jabatan itu menjadi 16 orang.
Adapun nama-nama departeman dan kementerian tersebut beserta para
menterinya adalah sebagai berikut.
1) Menteri Dalam Negeri : R.A.A. Wiranata Kusumah
2) Menteri Luar Negeri : Mr.Ahmad Subardjo
3) Menteri Keuangan : Mr. A.A. Maramis
4) Menteri Kehakiman : Prof. Dr. Mr. Soepomo
5) Menteri Kemakmuran : Ir. Surachman T. Adisurjo
6) Menteri Keamanan Rakyat : Supriyadi
7) Menteri Kesehatan : dr. Buntaran Martoajmodjo
8) Menteri Pengajaran : Ki Hajar Dewantara
9) Menteri Penerangan : Mr.Amir Syarifuddin
10) Menteri Sosial : Iwa Kusumasoemantri
11) Menteri Pekerjaan Umum : Abikusno Tjokrosujoso
12) Menteri Perhubungan : Abikusno Tjokrosujoso
13) Menteri Negara : Wahid Hasyim
14) Menteri Negara : Dr. M. Amir
15) Menteri Negara : Mr. R. M. Sartono
16) Menteri Negara : Otto Iskandardinata

d. Pembentukan Alat Keamanan Negara


Untuk mewujudkan lembaga yang bertugas menjaga keamanan rakyat, maka
pada tanggal 22 Agustus 1945, PPKI mengusulkan membentuk Badan Keamanan
Rakyat (BKR). BKR ditetapkan sebagai bagian dari Badan Penolong Keluarga
Korban Perang (BPKKP) yang merupakan induk organisasi dengan tujuan untuk
memelihara keselamatan masyarakat serta merawat para korban perang. Jadi, BKR
pada awalnya bukan merupakan kesatuan militer resmi. Hal ini dimaksudkan untuk
tidak membangkitkan permusuhan dari kekuatan asing yang pada waktu itu ada di
Indonesia.
Di dalam BKR itu terhimpun mantan anggota PETA, Heiho, Seinendan, dan
Keibodan. Ketua Umum BKR Pusat adalah Kaprawi yang dibantu oleh Sulaksana dan
Latief Hendraningrat
Pada bulan September 1945, kelompok BKR pusat menghubungi para mantan perwira
KNIL di Jakarta agar mendukung perjuangan bangsa Indonesia dengan segala
konsekuensinya. Di pihak lain, sebagian pemuda Indonesia yang berperan besar
dalam mencetuskan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan membentuk kelompok
politik pada zaman Pendudukan Jepang menyatakan menolak kehadiran BKR.
Mereka langsung menginginkan pembentukan tentara nasional, tetapi usul itu ditolak
oleh Presiden Soekarno. Kelompok itu menyebut dirinya Komite van Aksi.
Setelah mengalami gangguan dari pihak Belanda, pemerintah Republik Indonesia
menyadari bahwa keberadaan suatu tentara reguler merupakan suatu keharusan. Oleh
karena itu, pemerintah akhirnya memanggil mantan Mayor KNIL, Urip Sumohardjo
dari Yogyakarta untuk datang ke Jakarta. Tugas yang dibebankan kepadanya adalah
menyusun Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pada tanggal 5 Oktober dikeluarkanlah Maklumat Presiden yang menyatakan
berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pimpinan TKR yang ditunjuk oleh
Presiden adalah Supriyadi, yaitu tokoh perlawanan PETA terhadap Jepang di Blitar.
Karena Supriyadi sebagai pimpinan TKR tidak pernah hadir menjalankan tugasnya,
Markas Tertinggi TKR mengadakan pemilihan pimpinan TKR yang baru. Kolonel
Sudirman (Komandan Divisi V Banyumas) terpilih menjadi pimpinan TKR. Pada
tanggal 18 Desember 1945, ia dilantik menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat
jenderal.
Pada bulan Januari 1946, TKR berganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia
(TRI). Pergantian nama tersebut merupakan usaha untuk mendirikan tentara yang
percaya pada kekuatan sendiri. Pada bulan Juni 1947, TRI berganti nama menjadi
Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk membentuk tentara kebangsaan yang benar-
benar profesional.
B. Dukungan Spontan terhadap Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah mengetahui dan mendengar tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan
Indonesia, maka penduduk di seluruh penjuru wilayah Indonesia secara spontan dan
gembira mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia.
1. Rapat Raksasa di Lapangan Ikada
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan tanggal 17 Agustus
1945, pada 19 September 1945, para pemuda Jakarta dipelopori oleh Komite Van
Aksi Menteng 31 merencanakan menggerakkan massa dalam suatu rapat raksasa di
Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) dengan tujuan agar Presiden Soekarno
berbicara langsung di hadapan rakyat. Lapangan Ikada terletak di bagian selatan
Lapangan Monas (Monumen Nasional) sekarang. Penjagaan tentara Jepang sangat
ketat, tetapi tidak menggoyahkan rakyat untuk menghadirinya. Presiden Sukarno
tidak jadi berpidato dan hanya menyampaikan beberapa pesan singkat, antara lain
meminta rakyat supaya percaya pada pemimpin dan pulang dengan tenang.
Makna dari rapat raksasa di Lapangan Ikada:
a. Berhasil mempertemukan pemerintah RI dengan rakyatnya.
b. Perwujudan kewibawaan pemerintah RI di hadapan rakyat.
c. Berhasil menggugah kepercayaan rakyat akan kekuatan bangsaIndonesia
sendiri.

2. Tindakan Heroik Mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Berbagai


Daerah
Sejak berkumandangnya proklamasi kemerdekaan di seluruh penjuru Indonesia,
bendera Merah Putih berkibar di mana-mana. Selain itu, pekik “merdeka” dijadikan
salam nasional. Keadaan tersebut menggambarkan dukungan luas rakyat Indonesia
terhadap proklamasi kemerdekaan, sehingga mereka berani merebut tempat-tempat
strategis yang masih dikuasai Jepang, baik melalui kekerasan maupun perundingan.
Tindakan seperti itulah yang meletupkan tindakan heroic di berbagai tempat di
Indonesia.
a. Aksi Mogok Jogjakarta
Perebutan kekuasaaan di Jogjakarta dimulai tanggal 26 September 1945 sejak
pukul 10.00 WIB. Para pegawai pemerintah dan perusahaan yang dikuasai
Jepang melakukan aksi mogok. Mereka menuntut agar Jepang menyerahkan
semua kantor kepada pihak Indonesia. Aksi mogok diperkuat ketika Komite
Nasional Indonesia Daerah (KNID) menegaskan bahwa kekuasaan di daerah
tersebut telah berada di tangan pemerintah RI. Pada hari itu juga di Jogjakarta,
terbit surat kabar Kedaulatan Rakyat. Pada tanggal 7 Oktober 1945, rakyat dan
BKR merebut tangsi Otsukai Butai.
b. Pertempuran di Surabaya dan sekitarnya
Selama bulan September 1945, rakyat dan BKR merebut senjata di gudang
mesiu Don Bosco. Mereka merebut kompleks penyimpanan senjata dan
pemancar radio di Embong, Malang. Dan pada tanggal 1 Oktober 1945, rakyat
merebut Markas Kompetai (polisi rahasia) yang dianggap lambang kekejaman
Jepang.
c. Peristiwa bendera di Surabaya
Pada tanggal 19 September 1945, terjadi insiden bendera di hotel Yamato, yaitu
peristiwa penyobekan bendera Belanda merah putih biru, menjadi bendera merah
putih. Peristiwa itu disebut Insiden Bendera atau Insiden Tunjungan.
Lalu, saat terbunuhnya Jenderal Mallaby pada tanggal 28 Oktober 1945, pihak
sekutu menuduh para pemuda Indonesia yang membunuhnya. Inggris
mengeluarkan ultimatum agar pemuda Indonesia yang merasa membunuh
menyerahkan diri sampai batas waktu tanggal 10 November 1945. Karena
ultimatum tidak ditanggapi maka terjadi pertempuran antar Sekutu dengan Arek-
arek Surabaya yang dipimpin Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo untuk
mempertahankan Surabaya dari gempuran sekutu hampir satu bulan lamanya.
Akhirnya, tanggal 10 November dijadikan sebagai Hari Pahlawan.
d. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pertempuran Lima Hari di Semarang merupakan pertempuran besar yang terjadi setelah
Jepang menyerah kepada Sekutu. Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 – 20 Oktober
1945. Pertempuran Lima Hari di Semarang diawali dari peristiwa kaburnya para
tawanan bekas tentara Jepang yang akan dijadikan buruh pabrik di daerah Cepiring.
Kaburnya tentara-tentara Jepang ke wilayah Semarang ini menimbulkan ketakutan pada
diri rakyat Semarang. Apalagi kemudian Jepang menguasai pusat persediaan air yang
ada di daerah Candi. Keadaan semakin meresahkan rakyat saat tersiar desas-desus
bahwa Jepang telah meracuni persediaan air minum di daerah Candi. Untuk
membuktikan desas-desus itu, Dr. Karyadi memberanikan diri untuk memeriksa air
minum tersebut. Ketika sedang melakukan pemeriksaan, ia ditembak Jepang dan
kemudia gugur. Peristiwa ini menimbulkan amarah rakyat sehingga berkobarlah
pertempuran Lima Hari di Semarang. Dalam pertempuran tersebut, sebanyak 2. 000
rakyat Semarang menjadi korban dan 100 orang Jepang tewas.
Pertempuran ini berhasil diakhiri setelah pimpinan TKR berunding dengan pasukan
Jepang. Usaha perdamaian tersebut akhirnya lebih dipercepat setalah pasukan Sekutu
(Inggris) mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Untuk selanjutnya,
pasukan Sekutu menawan dan melucuti senjata Jepang.
e. Pertempuran di Kalimantan
Di Kalimantan, dukungan Proklamasi Kemerdekaan dilakukan dengan berdemokrasi,
pengibaran Bendera Merah-Putih dan mengadakan rapat-rapat. Pada 14 November 1945,
dengan beraninya sekitar 8000 orang berkumpul di komplek NICA dengan mengarak
Bendera Merah-Putih.
f. Pertempuran di Makassar
Para pemuda mendukung Gubernur Sulawesi, Dr. Sam Ratulangi dengan merebut
gedung-gedung Vital dari tangan polisi. Di Gorontalo para pemuda berhasil merebut
senjata dari markas-markas Jepang pada 13 Sepember 1945. Di Sumbawa pada bulan
Desember 1945, rakyat berusaha merebut markas-markas Jepang. Pada 13 Desember
1945 secara serentak para pemuda melakukan penyerangan terhadap Jepang.
g. Pertempuran di Aceh
Di Aceh pada 6 Oktober 1945 para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan
Pemuda Indonesia (API). 6 hari kemudian Jepang melarang berdirinya organisasi
tersebut. Pimpinan pemuda menolak dan timbulah pertempuran. Para pemuda
mengambil alih kantor-kantor pemerintah Jepang, melucuti senjatanya dan mengibarkan
Bendera Merah-Putih.
h. Pertempuran di Palembang
Di Palembang pada 8 Oktober 1945 Dr. A. K. Gani memimpin rakyat mengadakan
upacara pengibaran Bendera Merah-Putih. Perekutan kekuasaan di Palembang dilakukan
tanpa Insiden. Pihak Jepang berusaha menghindari pertempuran.
i. Pertempuran di Sumbawa
Pada bulan Desember 1945, para pemuda Indonesia di Sumbawa melakukan aksi.
Mereka melakukan perebutan terhadap pos-pos militer Jepang, yaitu terjadi di Gempe,
Sape, dan Raba.
C. Timbulnya Revolusi Sosial
1. Masa Bersiap
“Masa bersiap“ (Bersiap-tijd) merupakan suatu masa yang relatif pendek dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu sekitar empat bulan terhitung sejak
Jepang menyerah tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Masa ini merupakan periode
yang sangat kritis dan menentukan, yang digambarkan sebagai periode yang kacau,
sarat dengan berbagai tindakan kekerasan, penjarahan, bahkan pembunuhan massal
terhadap orang Belanda dan Indo. Hal itu terjadi karena kosongnya kekuasaan
(vacum of power) sehingga tidak ada yang mampu mengontrol keadaan. Pada waktu
itu, pemerintah lama (Jepang) telah runtuh, sementara pemerintahan baru (Republik
Indonesia) masih sangat lemah.
Kebanyakan sejarawan sependapat bahwa periode “Bersiap” itu berlangsung dari 1
September 1945 hingga 1 Januari 1946, tatkala rakyat Indonesia bangkit serentak
menentang kembalinya kolonialisme Belanda. Pekik perjuangan yang terdengar
masa itu adalah “Bersiap”. Pemuda beserta rakyat bersenjata bambu runcing, golok,
dan sedikit senjata api menyerang pos-pos tentara NICA-Belanda.

2. Menggulingkan Tatanan Lama


Setelah berakhirnya kekuasaan Jepang, terjadi serangan terhadap para sultan dan
pejabat lainnya di beberapa wilayah Kesultanan Melayu, di pesisir Sumatra dan
Kalimantan. Mereka dianggap sebagai feudal, baik itu raja, bupati atau orang kaya,
akan diserang atau dibunuh. Pemerkosaan menjadi senjata yang digunakan terhadap
para wanita feudal. Di Aceh, para uleebalang sebagai tulang punggung pemerintah
Belanda dieksekusi atau digulingkan. Oleh karena itu, Aceh menjadi salah satu
benteng republik terkuat selama perang kemerdekaan. Di sebagian besar kesultanan
lainnya, pengalaman traumatis selama revolusi sosial membuat anggota istana
bersedia bekerja sama ketika Belanda dating kembali. Mereka bekerja sama untuk
memperoleh kembali kekuasaan atau sekadar mengamankan diri sendiri dan
keluarganya.
3. Peristiwa Tiga Daerah
Revolusi sosial mewarnai hampir setiap daerah di Indonesia. Salah satu yang
terkenal adalah Peristiwa Tiga Daerah di Tegal, Brebes, dan Pemalang yang terjadi
pada bulan Oktober-Desember 1945. Peristiwa Tiga Daerah adalah salah satu bentuk
rasa sakit hati rakyat terhadap pejabat dan penguasa daerah. Tidak hanya kepada
penguasa daerah, rasa sakit hati juga timbul kepada para perangkat desa dan camat.
Rasa ketidakadilan dan sakit hati dalam diri rakyat Tiga Daerah terjadi karena
monopoli pangreh praja (pejabat pemerintah daerah) dalam birokrasi. Salah satu
kasus yang terjadi adalah tidak meratanya pengaturan irigasi oleh pangreh praja
setempat yaitu isensitas pengairan lebih ditujukan kepada pengusaha ladang tebu
daripada ke petani padi lokal. Kasus tersebut terjadi ketika Hindia Belanda masih
berdiri. Sementara pada zaman pendudukan Jepang kesenjangan masyarakat
semakin menjadi terutama ketika diterapkan penjatahan kepemilikan barang-barang
pokok. Kondisi ini dimanfaatkan para pejabat untuk mengkorupsi jatah milik rakyat.
Kasus-kasus inilah yang melatarbelakangi kondisi masyarakat yang sudah tidak
stabil menjelang kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, situasi di Tiga Daerah semakin tidak stabil karena sikap
pemimpin daerah yang masih bingung dalam memilih bergabung dengan
pemerintahan Indonesia atau tidak. Sementara di lain pihak, rakyat berkehendak
untuk bergabung dengan pemerintah Indonesia. Tuntutan rakyat Tiga Daerah ini
bukan tanpa alasan. Rakyat Tiga Daerah memandang kemerdekaan sebagai jalan
untuk kesetaraan sosial antara rakyat dengan pangreh praja. Propaganda dan
kampanye dari kaum nasionalis (terutama orang PKI) setempat turut menyulut
tuntutan rakyat tadi.
Sikap dari pemerintah daerah yang lamban dan juga rasa ketidakadilan dalam rakyat
Tiga Daerah akhirnya menimbulkan pecahnya Peristiwa Tiga Daerah. Peristiwa Tiga
Daerah diawali dengan pembunuhan para wedana dan pejabat desa di daerah Tegal.
Sementara di Brebes sasaran amuk masyarakat ditujukan kepada orang China dan
Indo-Eropa. Alasan dari penyerangan orang China dan Indo-Eropa lebih berdasar
atas kesenjangan ekonomi dan posisi orang nonlokal tersebut sebagai saudagar atau
pengusaha yang di mata rakyat sebagai salah satu penindas mereka. Lain halnya
dengan Pemalang, selain menyerang kantor pemerintah setempat, rakyat Pemalang
juga menyerang markas BKR di Pemalang. Pada saat itu, rakyat memandang BKR
tidak memperdulikan mereka karena tidak ikut dalam revolusi sosial di Tiga Daerah
tersebut.

4. Revolusi Sosial di Indonesia


Timbulnya pergolakan sosial di berbagai daerah di Indonesia merupakan bentuk dari
dampak perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tepat setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Perubahan dari sistem masyarakat yang dahulu terikat kuat
dengan masyarakat ke kondisi masyarakat yang telah merdeka dan berada di bawah
pemerintah baru yang demokratis menimbulkan berbagai pergolakan sosial dan
konflik dalam masyarakat. Pergolakan sosial setelah proklamasi lebih sering terjadi
antara mereka rakyat yang dahulu terjajah dalam segala aspek dengan penguasa
daerah yang dahulu berkolaborasi dengan para penjajah. Rasa balas dendam dan
ketidakadilan menjadi hal yang mendorong mereka yang dahulu terjajah untuk
melakukan revolusi sosial melawan mereka yang dianggap menindas kaum lemah.
Faktor semangat kemerdekaan juga menjadi pendorong terjadinya revolusi sosial di
berbagai daerah. Lamban dan enggannya para pejabat daerah dan pemerintah daerah
dalam mendukung proklamasi menjadikan rakyat pendukung proklamasi kehabisan
kesabaran dan melakukan pergerakan secara fisik dalam mendorong para pejabat dan
pemerintah daerah mendukung kemerdekaan. Selain itu sentimen masyarakat daerah
terhadap ras dan golongan tertentu juga mendorong masyarakat melakukan
perlawanan dalam rangka merubah pranata sosial yang sudah ada sejak dahulu. Akan
tetapi, perlawanan tersebut lebih sering terjadi dengan menggunakan jalan radikal
(kekerasan).
Revolusi sosial dipandang sebagai bentuk dari citra buruk dari bangsa Indonesia oleh
para pemimpin bangsa pada saat itu. Karena pada saat setelah proklamasi para tokoh
bangsa seperti Soekarno, Muhammad Hatta, dan H. Agus Salim sedang
mengupayakan diplomasi dengan pihak Barat agar mendukung kemerdekaan
Indonesia. Tepat pada saat Perang Dunia II berakhir Sekutu, yang diwakili Inggris,
datang ke Indonesia untuk mengambil tawanan Jepang dan tentara Jepang. Oleh
karena itu para pemimpin bangsa pada saat itu berupaya membuat Sekutu
memandang baik citra orang Indonesia. Akan tetapi, kedatangan Sekutu kian
memperparah situasi sosial dalam masyarakat karena kedatangan Sekutu juga diikuti
oleh NICA yang berusaha mengambil alih kendali di Hindia Belanda. Hal ini
menjadikan kondisi sosial di Indonesia kian memanas dan kacau.
http://www.materisma.com/2015/01/pembentukan-kelengkapan-negara-setelah.html

https://www.pelajaran.id/2016/20/4-tahap-pembentukan-badan-badan-kelengkapan-negara.html

https://jihanryanandha.blogspot.com/2012/02/dukungan-spontan-terhadap-proklamasi.html

https://mimundounlibro.blogspot.com/2016/07/sambutan-dan-dukungan-spontan-rakyat.html

https://www.edukasippkn.com/2016/09/dukungan-spontan-terhadap-proklamasi.html

https://www.kompasiana.com/nurama/54f3a21a745513a12b6c7be3/revolusi-sosial-
pascaproklamasi

https://serbasejarah.wordpress.com/2011/02/19/masa-bersiap/

Anda mungkin juga menyukai