Anda di halaman 1dari 43

Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)

Asri Wijayanti

Bab

Tiga

Argumentasi
Hukum

Tujuan instruksional umum.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 97


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Dengan mempelajari Bab Dua ini diharapkan akan dapat dipahami


mengenai garis besar materi Argumentasi Hukum.

Tujuan instruksional khusus :

Setelah mempelajari Bab Tiga tentang “Argumentasi Hukum” ini,


mahasiswa diharapkan mampu untuk memahami, menjelaskan dan menganalisa
secara garis besar Argumentasi Hukum, yang meliputi tujuan mata kuliah
Argumentasi Hukum, kesalahpahaman terhadap peran logika, kekhususan logika
Hukum dan Legal Concept.

1. Tujuan Mata Kuliah Argumentasi Hukum

Bab Tiga Argumentasi Hukum 98


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan


oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum.
Tujuan mata kuliah Argumentasi Hukum adalah untuk memberikan bekal
kepada mahasiswa untuk siap kerja apabila telah lulus nanti, mempunyai
kompetensi untuk menerapkan atau pembentuk hukum selalu
memperhatikan antara pertimbangan hukum dan amar putusan.

Argumentasi hukum berasal dari istilah argumenteren ( Belanda ), atau


argumentation ( Inggris), yang selanjutnya diterjemahkan ke dalam argumentasi
hukum atau nalar hukum. Argumentasi hukum bukan merupakan bagian dari
logika , tetapi merupakan bagian dari teori hukum. Hal ini mengingat ilmu hukum
adalah ilmu yang memiliki kepribadian yang khas (sui generis). Argumentasi
hukum yang disebut juga dengan legal reasoning merupakan sutu proses berpikir
yang terikat dengan jenis hukum, sumber hukum, jenjang hukum. Dalam hal ini
berarti selalu berkaitan dengan pemahaman konsep hukum yang terdapat di dalam
norma – norma hukum, dan asas-asas hukum.

Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan


oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Mereka secara
umum dapat dibedakan dalam kelompok akademisi dan praktisi. Pada kelompok
akademisi meliputi dosen, mahasiswa dan peneliti. Kelompok praktisi dapat
dibedakan dalam hakim, jaksa, polisi, notaris dan advokat.

Pada kelompok akademisi meliputi dosen, mahasiswa dan peneliti sangat


besar perannya dalam perkembangan hukum di Indonesia. Dosen meletakkan
dasar keilmuan tentang hukum pada anak didiknya tidak hanya mentranfer ilmu

Bab Tiga Argumentasi Hukum 99


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

tetapi juga harus meletakkan dasar moralitas kebenaran. Mahasiswa nantinya akan
mengambil bagian yang penting di masyarakat pada penegakan hukum. Nilai
positif harus betul – betul ditanamkan pada saat masa studi. Peneliti sangat besar
perannya dalam perkembangan ilmu hukum. Kebijakan Pendidikan Tinggi
Nasional menempatkan Dosen sebagai unsur peneliti melalui tridharma perguruan
tinggi diharapkan dapat melakukan penelitian dan pengabdian disamping
melakukan pendidikan dan pengajaran. Hasil dari penelitian dan pengabdian yang
telah dilakukan diharapkan dapat dijadikan bahan penyempurnaan materti
perkuliahan.

Ahli hukum sangat membutuhkan pengetahuan tentang argumentasi


hukum. Putusan yang dibuat oleh seorang ahli hukum harus benar dari sisi norma
hukum, teori hukum dan filsafat hukum. Kebenaran harus dijadikan dasar sertiap
pertimbangan dan putusan yang dibuatnya. Calon ahli hukum yaitu mahasiswa
yang sedang belajar ilmu hukum. Terhadap calon ahli hukum ini, dasar
pertimbangan, penguasaan pembuatan argumentasi hukum harus sejak awal
dipelajari. Mulai semester satu, mahasiswa Fakultas Hukum sudah harus
mempunyai dasar pijakan pertama akan legal concept Yang diajarkan pada mata
kuliah dasar keahlian Pengantar Ilmu Hukum, Pengantar Hukum Indonesia
maupun ilmu Negara. Ketiga mata kuliah itu menjadi dasar berpijak mahasiswa
dalam belajar membuat suatu argumentasi hukum. Seiring dengan bertambah
lamanya masa studi penguasaan legal concept terus bertambah. Hal ini menjadi
tambahan penguasaan keilmuan hukumnya. Pada saat ujian atau pada saat
mahasiswa menuangkan jawaban atas soal-soal yang diajukan dosen secara tidak
disadari sejak itulah sudah mulai pembelajaran argumentasi hukum dilakukan oleh
mahasiswa. Tinggal penyempurnaan sampai mahasiswa menjelang kelulusan dan
mendapat gelar Sarjana Hukum.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 100


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Pada kelompok praktisi hukum meliputi hakim, jaksa, polisi, notaries dan
advokat. Mereka seringkali disebut dengan penegak hukum. Penegak hukum juga
sangat membutuhkan penguasaan argumentasi hukum. Diantara penegak hukum
itu misalnya Polisi sebagai penyidik. Kebutuhan akan pemahaman argumentasi
hukum sangat dibutuhkan. Apabila sejak dini Polisi (diantaranya masih terdapat
yang belum Sarjana Hukum) sudah dibekali pengetahuan akan ilmu hukum dan
argumentasi hukum, dapat diharapkan berita acara pemeriksaan yang dibuat akan
lebih efisien karena akan mengurangi tingkat kesalahan isinya. Para advokat, atau
pengacara/ penasihat hukum, sangat membutuhkan pemahaman penalaran hukum
dalam argumentasi hukum. Adakalanya pendapat miring tentang advokat yang
melakukan pembelaan terhadap kliennya tanpa melihat prosentasi kemungkinan
kebenarannya. Seolah hukum dengan mudah dapat diputar-balikkan dengan
mengesampingkan kebenaran yang ada. Melalui pemahaman argumentasi hukum
ada harapan advokat menjalankan profesinya dengan mengedepankan nilai – nilai
kebenaran. Tentang siapa saja yang membutuhkan pengetahuan dan pemahaman
argumentasi hukum dapat digambarkan dalam Skema 30, yaitu :

Pihak yang membutuhkan pengetahuan, pemahaman argumentasi hukum :

Akademisi Dosen

Bab Tiga Argumentasi Hukum 101


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Mahasiswa

Peneliti

Praktisi Hukum Hakim

Jaksa

Polisi

Advokat

Notaris

Skema 30 : Pihak yang membutuhkan pengetahuan, pemahaman


argumentasi hukum

Argumentasi hukum merupakan mata kuliah baru di Fakultas Hukum.


Dahulu mahasiswa Fakultas Hukum menempuh mata kuliah Logika. Kemudian
mata kuliah Logika diubah namanya menjadi mata kuliah Penalaran Hukum atau
sebagai Argumentasi Hukum. Argumentasi hukum merupakan mata kuliah yang
sulit dipahami oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum. Kesulitan
pemahaman materi Argumentasi hukum tidak akan terjadi apabila mahasiswa
telah mempunyai pemahaman yang cukup mengenai legal concept dan logika
sebagai dasar pemikirannya.

Materi mata kuliah Argumentasi Hukum meliputi logika, asas pemikiran,


legal concept, pengertian,definisi dan putusan, ilmu hukum suigeneris, dasar
argumentasi hukum dan legal opinion.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 102


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Antara Argumentasi hukum dengan logika tidaklah sama. Berpikir adalah


obyek material logika. Argumentasi Hukum merupakan suatu hasil dari proses
berpikir mengenai suatu problem hukum. Suatu proses berpikir ini didasarkan
pada dua hal yaitu obyek dan cara. Obyek yang dijadikan sebagai bahan kajian
dalam Argumentasi Hukum adalah legal concept atau konsep hukum. Konsep
hukum bersifat spesifik yang didasarkan pada teori hukum yang ada. Sedangkan
cara berpikir untuk memperoleh kebenaran hukum dilakukan melalui suatu
penalaran dalam logika.

Proses untuk menghasilkan suatu argumentasi hukum yang berkaitan


dengan legal concept dijalankan secara bertahap. Tahapan awal dimulai dari
pengertian. Dari pengertian yang diberikan oleh hukum berdasarkan teori hukum
dibuatlah suatu putusan. Tahap akhir dari argumentasi hukum adalah merumuskan
suatu putusan. Putusan yang didapat haruslah putusan yang benar. Bukan suatu
putusan yang baik atau buruk. Putusan baik atau buruk lebih menunjuk pada nilai
moralitas. Sedangkan putusan hukum bukan putusan yang baik atau buruk tetapi
putusan itu harus benar. Kriteria suatu putusan benar apabila putusan itu sesuai
dengan teori dan filosofi hukum. Disamping proses pembentukannya melalui
logika dan penggunaan bahasa hukum yang ada dalam legal concept.

Suatu putusan yang benar, akan dapat mudah dicapai apabila tidak
melupakan kerangka dasar asas pemikiran. Keseluruhan proses mulai dari
konsep hingga putusan yang benar, tentunya harus mendasarkan pada
pemahaman bahwa ilmu hukum sebagai ilmu suigeneris. Pemahaman ilmu
hukum sebagai ilmu suigeneris. Haruslah tetap memperhatikan dasar-dasar

Bab Tiga Argumentasi Hukum 103


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Argumentasi Hukum, serta langkah pemecahan masalah hukum dan


legal opinion. Tujuan pemberian mata kuliah Argumentasi Hukum untuk
memberikan bekal kepada mahasiswa suapaya siap kerja apabila telah lulus
nanti, mempunyai kompetensi untuk menerapkan atau membentuk hukum,
berdasarkan pemahaman legal concept dengan selalu memperhatikan antara
pertimbangan hukum dan amar putusan .

Selama mahasiswa menempuh studinya di Fakultas Hukum, mereka akan


belajar tentang Ilmu Hukum mulai dari pengetahuan dasar sampai dengan
pengetahuan penerapan dan pengembangan hukum. Materi yang dipelajari di
Semester Satu menjadi dasar untuk mempelajari perkuliahan di semester dua.
Begitu seterusnya sampai mahasiswa tersebut duduk di semester akhir.
Pemahaman yang terus bertambah menjadi dasar analisis bagi pemecahan kasus
hukum atau disebut legal problem solving.

Prinsip dasar dari legal problem solving adalah adanya suatu putusan yang
benar. Benar tidaknya suatu putusan atau pemecahan masalah hukum tergantung
pada ada tidaknya kekuatan pembuktian dalam setiap kasus. Adanya kesesuaian
antara pertimbangan dan putusan berdasarkan alat bukti yang kuat menjadikan
suatu putusan itu lebih mendekati kepada kebenaran. Analisis yang tajam dalam
pertimbangan dengan mendasarkan pada norma dan teori hukum menjadikan
suatu putusan dapat diterima.

Selama perkuliahan berlangsung, mahasiswa selalu belajar tentang


bagaimana cara membuat putusan yang benar. Latihan dimulai dari menjawab
soal-soal ujian yang diberikan kepada mahasiswa. Setiap memberikan jawaban

Bab Tiga Argumentasi Hukum 104


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

soal latihan atau ujian, mahasiswa Fakultas Hukum diwajibkan untuk mencari
kerangka dasar pemikiran atas kasus yang sedang dihadapi dengan menyebutkan
adakah aturan hukum yang dilanggar. Apabila ada aturan yang dilanggar, maka
pertanyaan selanjutnya adalah aturan manakah yang dilanggar. Dengan
menyebutkan istilah norma dasar apakah yang dijadikan landasan dari pemecahan
kasus yang terjadi.

Penemuan aturan hukum yang berkaitan dengan kasus yang sedang


dihadapi tidak mudah. Mahasiswa terlebih dahulu harus mengetahui posisi kasus
tersebut terletak dalam jenjang hukum apa. Aturan hukum yang berkaitan dalam
kasus yang sedang dihadapi adakalanya tidak cukup hanya satu aturan hukum
saja. Bisa jadi terhadap suatu kasus, terdapat beberapa ketentuan aturan hukum
yang dilanggar. Mahasiswa akan belajar mencari kesesuaian isi aturan hukum dari
ketentuan pasal berapa aturan hukum dalam bentuk apa, nomor dan tahun berapa
tentang apa. Apabila aturan hukum yang dipakai dalam menangani kasus itu tepat,
akan berakibat pertimbangan hukumnya benar dan dapat dipastikan putusan akan
benar. Demikian sebaliknya.

Adakalanya untuk suatu kasus yang sedang dihadapi terdapat beberapa


ketentuan hukum yang seolah–olah antara yang satu dengan yang lain isinya
saling bertentangan. Untuk hal ini maka mahasiswa akan belajar mencari
ketentuan hukum yang lebih tepat dapat diterapkan dengan mengembalikan pada
asas hukum yang ada di dalam teori hukum. Selain itu bisa juga terjadi terhadap
suatu kasus yang sedang ditelaah belum ada ketentuan hukum yang mengaturnya.
Terhadap hal ini melalui Argumentasi hukum diharapkan mahasiswa dapat
menyelesaiakan kasus itu. Tentu saja dengan tetap berpijak pada moralitas hukum.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 105


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Berkaitan dengan moralitas hukum ini, Hans Kelsen menyebutkan

Tidak dapat disangkal bahwa ada konflik-konflik dari norma-norma yang


sejati, yakni situasi-situasi yang didalamnya terdapat dua norma yang valid,
di mana salah satu menetapkan sebagai obligator (kewajiban) seprangkat
tingkah-laku tertentu, sedangkan yang lainnya menetapkan seperangkat
tingkah laku yang inkompatibel dengan yang disebut pertama. Konflik-
konflik antara norma-norma dari suatu moralitas dan norma-norma dari
sistem hukum sudah cukup dikenal oleh semua orang. Misalnya, sebuah
norma sesuai memerintahkan kepada kita untuk tidak membunuh. Sebuah
norma hukum memerintahkan kita untuk membunuh orang untuk
melaksanakan eksekusi hukuman mati, dan musuh dalam perang. Siapapun
yang menaati salah satu dari norma-norma itu, melanggar norma yang
lainnya. Ia mempunyai pilihan untuk mengikuti (menaati) yang mana dari
keduanya itu.1

2. Kiat mudah mempelajari Argumentasi Hukum

Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir dengan


berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman.
“Apabila kita ingin mengetahui dan memahami sesuatu, biarkan pikiran
kita menerawang jauh menembus batas tembok yang berdiri kokoh di
depan kita. Biarkan pikiran kita melayang jauh. Sebaliknya apabila kita
menemukan suatu kesulitan tentang sesuatu maka pangkaslah menjadi
sekecil mungkin untuk mencari kunci jawabnya”.

Argumentasi hukum merupakan suatu kerangka berpikir ahli hukum


dalam membuat legal reasoning. Supaya suatu argumentasi itu mempunyai arti
diperlukan suatu bahan dasar dan cara yang tepat. Bahan dasar yang dibutuhkan
dalam melakukan argumentasi hukum adalah pemahaman mengenai sesuatu hal

1
Hans Kelsen, Essay in legal and moral philosophy, Hukum dan Logika,Bandung, 2006., hal 39-
40

Bab Tiga Argumentasi Hukum 106


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

tentang ilmu hukum yang yang berkaitan dengan ilmu hukum. Kemampuan untuk
memahami bahan dasar saja tidak cukup apabila tidak disajikan dengan cara yang
tepat. Diperlukan suatu penguuasaan untuk melakukan perumpamaan dalam
melakukan proses berpikir itu. Melakukan perumpamaan dalam rangkaian
berpikir akan memudahkan mempelajari Argumentasi Hukum.

Mata kuliah Argumentasi Hukum merupakan suatu mata kuliah yang


sangat penting. Terdapat dasar kerangka berpikir yang dijadikan landasan bagi
mereka yang berada di akademisi maupun yang bergelut di praktek hukum.
Terdapat beberapa nama mata kuliah ini di Fakultas Hukum yaitu Argumentasi
Hukum , Penalaran hukum atau logika.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 107


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Pemberian materi mata kuliah logika, penalaran hukum

dengan argumentasi hukum dianggap oleh sebagian besar mahasiswa Fakultas


Hukum sebagai salah satu mata kuliah yang sulit untuk di mengerti dan dipahami.
Terdapat anggapan bahwa pemberian mata kuliah ini diberikan kepada mahasiswa
yang telah duduk di tahun ketiga. Atau bahkan ada yang menempatkan mata
kuliah ini dalam kurikulum bagi mahasiswa tahun keempat.

Pemberian materi perkuliahan Argumentasi Hukum lebih tepat jika


diberikan pada tahun ke dua dimana mahasiswa sudah menempuh tiga mata kuliah
dasar dan tiga mata kuliah dasar keahlian. mata kuliah dasar yaitu Pengantar Ilmu
Hukum, Pengantar Hukum Indonesia dan ilmu Negara. Sedangkan tiga mata
kuliah dasar keahlian, yaitu mata kuliah Hukum Perdata, Hukum Pidana dan
Hukum Administrasi. Penguasaan dasar ilmu hukum dapat ditunjukkan pada
skema 31, yaitu :

Bab Tiga Argumentasi Hukum 108


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Pengantar Ilmu Hukum


Pengantar Hukum Indonesia
Ilmu Negara

Hukum Perdata
Hukum Pidana
Hukum Administrasi

Kerangka dasar

Untuk melakukan pengkajian


cabang bidang ilmu hukum lainnya

Skema 31 : Penguasahaan dasar ilmu hukum

Bab Tiga Argumentasi Hukum 109


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Mata kuliah Argumentasi Hukum sebagai mata kuliah yang baru bagi
mahasiswa yang sedang belajar di Fakultas Hukum. Dahulu sebelum mata kuliah
ini ditetapkan sebagai mata kuliah wajib local, beberapa Fakultas Hukum
memberikan mata kuliah Penalaran Hukum. Sayangnya materi yang diajarkan
dalam mata kuliah Penalaran Hukum ini bukanlah materi Argumentasi Hukum,
melainkan materi mata kuliah Logika, atau sering disebut dengan mata kuliah
Logika tradisional. Argumentasi Hukum sering diterjemahkan sebagai Penalaran
Hukum. Tetapi apabila Argumentasi Hukum disamakan artinya dengan Logika,
hal ini tidaklah benar. Mengapa demikian ? Untuk memudahkan menjawab dan
dapat memahami pertanyaan ini, kita sebaiknya membuat suatu perumpamaan.

Perumpamaan itu dapat dilakukan oleh siapa saja dan tentang apa saja.
Kata seorang filusuf, “Apabila kita ingin mengetahui dan memahami sesuatu,
biarkan pikiran kita menerawang jauh menembus batas tembok yang berdiri
kokoh di depan kita. Biarkan pikiran kita melayang jauh. Sebaliknya apabila kita
menemukan suatu kesulitan tentang sesuatu maka pangkaslah menjadi sekecil
mungkin untuk mencari kunci jawabnya”.

Beranjak dari kata bijak di atas, kita dapat membuat perumpaan apa saja
untuk memudahkan mempelajari argumentasi hukum. Misalnya perumpamaan
perahu berlayar, membuat roti, menggoreskan cat di atas canvas atau menyajikan
mangga kepada si sakit yang tidak ada selera makan.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 110


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Perumpamaan perahu berlayar, misalnya kita akan berwisata ke sebuah


pulau. Mengantarkan wisatawan merupakan suatu tujuan sebagai ibarat dari kasus
yang sedang kita hadapi. Penggunaan perahu sebagai alat transportasi serta
kualitas perahu dan nahkoda sangat mempengaruhi keberhasilan mengantarkan
wisatawan

Gambar 32 : Perahu

Bab Tiga Argumentasi Hukum 111


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Dengan kecanggihan perahu dan kepiawaian awak kapal maka perahu


dapat berlayar menyeberang samudra nan luas untuk mengantarkan wisatawan ke
pulau itu. Hubungan antara perumpamaan di atas dengan materi ini adalah
wisatawan berhasil diantar sampai ke tujuan merupakan perumpamaan dari kasus
yang sedang dihadapi. Kasus harus terpecahkan, ditemukan pemecahannya
sehingga akan dibuat putusan yang tepat. Sampainya wisatawan ke tempat tujuan
mestilah memerlukan suatu alat dan metode atau cara tertentu. Alat dalam hal ini
adalah perahu dan awak kapal merupakan perumpamaan dari pemahaman kita
pada legal concept dan logika. Semakin kita mempunyai pemahaman yang baik
akan legal concept dan logika, serta teori dan filsafat hukum maka pertimbangan
hukum lebih mengarah kepada kebenaran. Logika merupakan cara kita berpikir
yang akan dijadikan sebagai kerangka berpikir dalam membawa perahu untuk
sampai pada pulau yang dituju. Untuk itulah antara pemahaman akan legal
concept dan logika merupakan kerangka dasar kita melakukan suatu argumentasi
hukum.

Perumpamaan menyajikan mangga kepada si sakit yang tidak ada selera


makan. Adakah hubungannya? Apabila pikiran kita bebas menerawang jauh
untuk memudahkan penelaahan mempelajari argumentasi hukum, adakah yang
dirugikan dengan perumpamaan itu ? Si sakit secara umum akan kehilangan
selera makan. Apapun yang disajikan akan ditolaknya. Tetapi seorang koki yang
cerdik akan mengubah penyajian mangga menjadi sempurna sehingga dapat
menggugah selera makan bagi si sakit.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 112


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Gambar 33 : Mangga yang dikupas dengan sebilah pisau.

Apabila kita mempunyai sebuah mangga yang ranum dan kita akan
menikmatinya, apakah cukup hanya dengan menggunakan gigi-gigi kita untuk
mengupasnya? Apabila kita tidak pernah mementingkan estetika untuk menambah
kenikmatan, pengupasan sebuah mangga dengan gigi- gigi kita sudah cukup. Lain
halnya apabila kita mempunyai alat untuk mempermudah. Alat itu dapat berupa
sebilah pisau. Pertanyaan kemudian adalah apakah cukup dengan mengupas
sebuah mangga dengan sebilah pisau yang tumpul ? Pertanyaan dengan spesifikasi
tertentu, tentunya dapat diperkirakan jawabannya. Mengupas sebuah mangga
dengan menggunakan sebilah pisau yang tajam akan mempermudah sekaligus
memperindah bentuk potongan buah mangga itu. Sebagian orang yang
mementingkan estetika dalam penyajian makanan pasti lebih menyukai dan lebih
dapat menikmati buah mangga itu. Sayangkan apabila buah mangga yang besar
dan ranum hanya dikupas dan dipotong yang buruk sehingga kurang dapat
menggugah selera makan seorang yang sedang sakit ?.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 113


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Selanjutnya kita dapat melakukan perumpamaan dengan obyek yang lain.


Disinilah tampak bahwa hukum merupakan suatu “ars” yang diartikan sebagai
kemampuan berkeahlian hukum.

3. Kesalah pahaman terhadap peran logika

Kesalahpahaman terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum


yaitu :
1. berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik
(sylogistiche logica).
2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan
oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi
keputusan.
3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan.
4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi
hukum
5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat
rasionalitas nilai di dalam hukum.

Argumentasi Hukum pada dasarnya merupakan suatu cara untuk


menganalisis kasusu hukum. Teori Argumentasi hukum pada dasarnya mengkaji
bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara tepat. Teori
argumentasi mengembangkan kriteria yang dijadikan dasar untuk suatu
argumentasi yang jelas dan rasional.2 Permasalahan pokok adalah adakah kriteria
universal dan kriteria yuridis yang spesifik yang menjadikan dasar rasionalitas
argumentasi hukum?

2
Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, UGM Press, Surabaya, 2005
hal 12

Bab Tiga Argumentasi Hukum 114


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Suatu tradisi yang sudah sangat lama dalam argumentasi hukum adalah
pendekatan formal logis. Untuk analisa rasionalitas proposisi dikembangkan tiga
model logika yaitu : 1. Logika silogistis, 2. Logika proposisi, 3. Logika predikat.
Untuk analisa penalaran dikembangkan logika diontis.3

Logika silogistik pada hakekatnya adalah suatu proses berpikir dengan


menggunakan penerapan silogisme dalam pengambilan konklusinya. logika
proposisi menganggap proposisi sederhana (kalimat) sebagai entitas tunggal.
Logika Predikat adalah perluasan dari logika proposisi dimana objek yang
dibicarakan dapat berupa anggota kelompok. 4

Kedudukan logika di dalam argumentasi hukum terdapat perbedaan


pendapat diantara para ahli. Menurut Mac Cormick, logika hanya mempunyai
peran terbatas, bahkan ada yang berpendapat logika tidak penting, seperti
Perelman dan Toulmin.5

Terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum secara umum terdapat


kesalahpahaman, menurut Philipus M Hadjon, terdapat lima kesalahan yaitu :
1. berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik
(sylogistiche logica). Terjadinya kesalahpahaman karena pendekatan
tradisional dalam argumentasi hukum yang mengandalkan model
sillogisme.
2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan keputusan
oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang melandasi
keputusan. Menurut mereka proses pengambilan keputusan tidak selalu
logis, sedangkan bagi mereka yang mendukung logika berpendirian
bahwa antara proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab suatu
keputusan tidak dapat dipisahkan. Bagi proses logika tidak penting,

3
Ibid.
4
www.unsoed.ac.id/cmsfak/UserFiles/File/D3tkj02/PREDIKAT.ppt
5
Philipus M Hadjon, op.cit., hal. 14.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 115


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

tapi bagi pertimbangan logika keputusan sangat penting. Pertanyaan


tentang bagaimanakah merumuskan argumentasi, bukanlah pertanyaan
logika, tapi pertanyaan : de jurisdiche methodenleer en rechtsvinding
theorieen (ajaran metode dan teori penemuan hukum).
3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu kesimpulan.
4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi
hukum
5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang hakikat
rasionalitas nilai di dalam hukum. 6

Lima criteria itu dapat diringkas seperti dalam Skema 34 berikut ini :

Peran logika

Kesalahpahaman di dalam argumentasi hukum yaitu :

1. berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik


(sylogistiche logica).
2. berkaitan dengan peran logika dalam proses pengambilan
keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang
melandasi keputusan.
3. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik suatu
kesimpulan.
4. logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam argumentasi
hukum
5. menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas tentang
hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum.

Skema 34 : Kesalahpahaman logika dalam argumentasi hukum

6
Ibid.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 116


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Dari pendapat Philipus M Hadjon diatas, dapat kita ketahui bahwa


Seringkali argumentasi hukum disamakan dengan logika. Hal ini tidaklah benar.
Argumentasi hukum tidak selalu taat pada sylogisme. Contohnya di dalam suatu
keputusan yang terpenting adalah ada kesesuaian antara pertimbangan dan
keputusan. Yang terpenting dalam membuat argumentasi hukum adalah membuat
bentuk pemikiran. Bentuk pemikiran yang sederhana yaitu :
1. pengertian (konsep),
2. proposisi ( pernyataan) dan
3. penalaran ( ratio cinium , reasoning).

Pada saat melakukan penalaran hukum, seringkali terjadi kesesatan


berpikir. Terhadap criteria adanya kesalahan atau kesesatan berpikir, terdapat
beberapa pendapat dari para ahli. Penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus
M Hadjon ada bebarapa hal, diantaranya adalah :

1. karena sesuatu hal, kelihatan tidak masuk akal dan ia sendiri tidak melihat
kesesatannya, penalaran itu disebut paralogis
2. dengan sengaja digunakan untuk menyesatkan orang lain maka penalaran
ini disebut sofisme.
3. karena bentuknya tidak sahih (tidak valid), hal itu terjadi karena
pelanggaran terhadap kaidah-kaidah logika.
4. karena tidak ada hubungan logis antara premis dan konklusi, merupakan
kesesatan relevansi mengenai manteri penalaran.
5. kesesatan karena bahasa.7

Lebih lanjut, penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus M Hadjon


dalapt ditunjukkan dalam Skema 35 berikut ini :

7
Ibid., hal 15

Bab Tiga Argumentasi Hukum 117


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

1. paralogis

2. sofisme.

Penyebab terjadinya kesesatan


3. pelanggaran terhadap kaidah-
kaidah logika.

4. kesesatan relevansi mengenai


manteri penalaran.

5. kesesatan karena bahasa.

Skema 35 : Penyebab terjadinya kesesatan menurut Philipus M Hadjon

Berbeda dengan Poedjawijatna, memberikan lima criteria adanya


kesalahan berpikir, yaitu :
1. Petitio principii
2. Lingkaran salah (circulus vitiosus).
3. Pertukaran kata dengan pengertian.
4. Metabasis
5. Loncatan dari analogi kepada kesamaan.

Secara lebih lengkap mengenai kelima criteria itu adalah

a. Petitio principii.
Kesalahan ini diadakan orang, jika ada sesuatu dijadikan pangkal berpikir
dan demikian pangkal konklusi, dan pangkal itu dianggap benar,
sedangkan belum tentu benar, jadi mina bukti atas kebenarannya. Jangan
lupa, dalam logika sebetulnya tak ada aksioma, yang ada hukum berpikir
yang sesuai dengan hukum realitas. Tak ada suatu dasar konklusi yang
boleh diterima begitu juga. Daripada itu jika suatu petito principii telah
dinyatakan adanya serta diterima, maka konklusi jatuh.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 118


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Suatu contoh petitio principii : Oleh karena manusia itu ciptaan Allah,
haruslah ada Allah. Kalau dianalisa jalan pikiran ini adalah sebagai berikut
: orang harus (hendak) membuktikan, bahwa Allah ada. Maka dikatakan
sebagai bukti, bahwa manusia itu ciptaan Allah.
Bahwa manusia itu ada, kami terima saja dulu atas dasar evidensi. Bahwa
manusia itu ciptaan Allah, itulah yang harus dibuktikan dulu.
Maka disitu adalah sesuatu, yang dianggap terang dan tak perlu
dibuktikan, dan dijadikan dasar konklusi. Ini merupakan pelanggan hukum
berpikir, yang minta supaya premisse harus dibuktikan dulu kebenarannya,
supaya konklusi benar.

b. Lingkaran salah (circulus vitiosus).


Kalau orang hendak membuktikan sesuatu karena bukti, yang
kebenarannya harus dibuktikan dengan konklusi (yang harus timbul dari
premisse), maka adalah semacam lingkaran. Kalau lingkaran biasa itu
suatu yang tidak salah, tetapi lingkaran dalam jalan pikiran ini, lalu tak ada
ujung-pangkalnya, maka lalu disebut lingkaran salah: jalan pikiran harus
berpangkal pada premisse. Misalnya : orang hendak menerangkan, apa
sebabnya keadaan ekonomi pada suatu daerah jelek. Diajukannya: keadaan
jelek itu disebabkan, karena pegawai tidak jujur. Kalau lalu ditanyakan,
apa sebabnya pegawai tidak jujur, diterangkan : karena keadaan ekonomi
daerah jelek, maka orang ini kembali kepada pangkal yang harus
dibuktikan. Hilanglah ujung-pangkalnya.

c. Pertukaran kata dengan pengertian


Kata memang menunjuk pengertian. Ada kalanya satu kata menunjuk
beberapa pengertian. Kalau ini dipertukar-tukarkan maka kacaulah jalan
pikiran. Ini pelanggaran terhadap hukum silogisme yang kesatu. Dalam
praktek kekacauan pembicaraan kerapkali terjadi, karena orang yang
berbicara satu sama lain mengartikan sepatah kata dengan lain cara, dan
timbullah salah paham atau salah pengertian.

d. Metabasis
Lengkapnya ungkapan ini ialah “metabasis eis allo genos”, artinya : ganti
dasar. Memang dalam metabasis jalan pikiran itu mengalami peralihan
dasar. Misalnya kalau dikatakan : orang itu orang terpelajar, maka daripada
itu orang baiklah ia.Ini mungkin saja benar tetapi bukan oleh karna jalan
pikiran ; terpelajar, jadi baik. “Terpelajar” itu penilaian dalam bidang
pengetahuan, sedangkan “baik’ itu dalam bidang etika (tingkahlaku).

Bab Tiga Argumentasi Hukum 119


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

e. Loncatan dari analogi kepada kesamaan.


Kalau diambil kesimpulan bahwa alam itu hidup karena mempunyai mata
(ialah matahari), itu loncatan dari persamaan kepada kesamaan. Tentu saja
biasanya loncatan itu tidak selalu demikian itu. Kalau sekiranya dikatakan,
bahwa Tuhan itu, kalau menciptakan memerlukan bahan, karena jika
seniman menciptakan sesuatu, juga memerlukan bahan, itupun loncatan
persamaan kepada kesamaan. Kata dan pengertian “menciptakan” pada
manusia dan Tuhan itu pengertian beranalogi.8

Lebih lanjut, penyebab terjadinya kesalahan berpikir menurut Poedjawijatna, dapat


ditunjukkan dalam Skema 36 berikut ini :
Petitio principii

Lingkaran salah (circulus vitiosus).

kesalahan berpikir Pertukaran kata dengan pengertian.

Metabasis

Loncatan dari analogi kepada kesamaan

Skema 36 : kesalahan berpikir menurut Poedjawijatna

Selanjutnya masih terdapat pendapat ahli yang lainnya yaitu Mundiri


tentang kesesatan atau kekeliruan berpikir dan reativitas, dibedakan mejadi tiga
yaitu kekeliruan formal, kekeliruan informal dan kekeliruan penggunaan bahasa.
Lebih jelasnya sebagai berikut :
A. Kekeliruan Formal karena :
1. menggunakan empat term dalam silogisme
2. kedua term penengah tidak mancakup
8
Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Rineka Cipta Jakarta, 2004 hal 93.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 120


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

3. proses yang tidak benar


4. menyimpulkan dari dua premis negatif
5. mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya
6. menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana
7. bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian
mengakui alternatif lain
8. tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya.

B. Kekeliruan Informal yang disebabkan oleh :


1. Membuat generalisasi yang terburu-buru
2. memaksakan praduga
3. mengundang permasalahan
4. menggunakan argumen yang berputar
5. berganti dasar
6. mendasarkan pada otoritas
7. mendasarkan diri pada kekuasaan
8. menyerang pribadi
9. kurang tahu permasalahan
10. pertanyaan yang rumit
11. alasan yang terlalu sederhana
12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan
13. argumen yang tidak relevan
14. salah mengambil analogi
15. mengundang belas kasihan

C. Kekeliruan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh


1. komposisi
2. kekeliruan dalam pembagian
3. kekeliruan karena tekanan
4. kekeliruan karena amfiboli (kalimat yang dapat ditafsirkan
berbeda-beda)
5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam beberapa arti

Bab Tiga Argumentasi Hukum 121


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Permasalahan tersebut merupakan hal-hal yang biasa terjadi pada setiap orang
sehingga orang tersebut dapat mengambil pemecahan masalah yang keliru dan
jauh dari logika. Dengan demikian kesalahan-kesalahan berpikir tersebut
merupakan kesalahan sistematika berpikir. 9

Lebih lanjut, Kesalahan sitematika berpikir menurut Mundiri, dapat


ditunjukkan dalam Skema 37 berikut ini :

Penyebab kesalahan sitematika berpikir

Kekeliruan Formal

1. menggunakan empat term dalam silogisme


2. kedua term penengah tidak mancakup
3. proses yang tidak benar
4. menyimpulkan dari dua premis negatif
5. mengakui akibat kemudian membenarkan pula sebabnya
6. menolak sebab dan menyimpulkan bahwa akibat tidak terlaksana
9
Mundiri, Logika, Rajawali Press bekerjasama dengan Badan Penerbitan IAIN Walisongo Press ,
Cetakan keempat, 2000.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 122


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

7. bentuk disyungtif yang mengingkari alternatif pertama kemudian


mengakui alternatif lain
8. tidak runtutnya peryataan satu dengan yang diakui sebelumnya.

Kekeliruan Informal

1. Membuat generalisasi yang terburu-buru


2. memaksakan praduga
3. mengundang permasalahan
4. menggunakan argumen yang berputar
5. berganti dasar
6. mendasarkan pada otoritas
7. mendasarkan diri pada kekuasaan
8. menyerang pribadi
9. kurang tahu permasalahan
10. pertanyaan yang rumit
11. alasan yang terlalu sederhana
12. menetapkan sifat yang bukan suatu keharusan
13. argumen yang tidak relevan
14. salah mengambil analogi
15. mengundang belas kasihan

Kekeliruan karena penggunaan bahasa yang disebabkan oleh

1. komposisi
2. kekeliruan dalam pembagian
3. kekeliruan karena tekanan
4. kekeliruan karena amfiboli

5. kekeliruan karena menggunakan kata dalam


beberapa arti
Skema 37 : Kesalahan sitematika berpikir menurut Mundiri

Berbeda dengan Poespoprojo bahwa kesalahan logis, yang dalam bahasa


Inggris disebut dengan fallacy, bukanlah kesalahan dalam fakta. Kesalahan-
kesalahan tersebut diantaranya ada sebelas macam yaitu :

Bab Tiga Argumentasi Hukum 123


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

1. Generalisasi yang tergesa-gesa


Kesalahan logis ini sekedar akibat dari induksi yang salah karena berdasar
pada sampling hal-hal khusus yang tidak cukup atau karena tidak memakai
batasan.
2. Non Sequitur (belum tentu)
Kesalahan ini merupakan kesalahan yang terjadi karena premis yang salah
dipakai. Non Sequitur merupakan loncatan sembarangan dari suatu premis
ke kesimpulan yang tidak ada kaitannya dengan premis tadi. Hubungan
premis dan kesimpulan hanya semu, hubungan yang sesungguhnya tidak
ada.
3. Analogi Palsu
Analogi palsu adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba membuat
suatu idea atau gagasan terlihat benar dengan cara membandingkannya
dengan idea atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai
hubungan dengan idea atau gagasan yang pertama tadi.
4. Penalaran Melingkar
Penalaran melingkar adalah kesalahan logis dari karena si penalar
meletakkan kesimpulannya ke dalam premisnya, dan kemudian memakai
premis itu untuk membuktikan kesimpulannya. Jadi kesimpulan dan
premisnya sama.
5. Deduksi Cacat
Penggunaan premis yang cacat sangat sering terjadi hingga seyogyanya di
dalam penalaran atau diskusi yang serius kita berhenti sejenak dan
mempertanyakan premis-premis yang kita pakai.
6. Pikiran Simplistis
Pikiran simplistis adalah kesalahan logis yang teradi karena si penalar
terlalu menyederhanakan masalah. Masalah yang begitu berseluk-beluk
merupakan disederhanakan menjadi dua kutub yang berlawanan, atau
dirumuskan hanya ke dalam dua segi yaitu hitam-putih, atau dirumuskan
sebgaia hanya menjadi dua pilihan ini atau itu.
7. Argumen ad Hominem
Kesalahan logis ini terjadi karena kita tidak memperhatikan masalah yang
sesungguhnya dan menyerang orangnya, pribadinya.
8. Argumen ad Populum
Sasaran kesalahan logis ini adalah kelompok bukan masalahnya, mirip
dengan kesalahan logis Argumen ad Hominem.
9. Kewibawaan Palsu
Kewibawaan terkadang dibutuhkan untuk memberi bobot pada penalaran
kita. Kesalahan logis dari kewibawaan palsu adalah karena dipakainya
kewibawaan bukan yang sesungguhnya.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 124


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

10. Sesudahnya maka karenanya


Kesalahan logis ini terjadi karena salah interpretasi terhadap hubungan
sebabakibat.

11. Tidak relevan


Kesalahan logis ini terjadi karena godaan pada seseorang untuk tetap
memegang teguh pada pokok masalah sehingga menyeleweng dari pokok
masalahnya. 10

Lebih lanjut, Kesalahan logis menurut W. Poespoprojo, dapat ditunjukkan


dalam Skema 38 berikut ini :

Kesalahan logis

Generalisasi yang tergesa-gesa


Non Sequitur (belum tentu)
Analogi Palsu
Penalaran Melingkar
Deduksi Cacat
Pikiran Simplistis
Argumen ad Hominem
Argumen ad Populum
Kewibawaan Palsu
Sesudahnya maka karenanya
Tidak relevan

Skema 38 : Kesalahan logis menurut W. Poespoprojo.

Olson berpendapat lain mengenai kesalahan-kesalahan logis yang sering


dijumpai. Orang yang sedang mencari solusi atas suatu permasalahan sering tidak
mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini disebutnya dengan krisis kreativitas
sehingga Ia menyebutkan hal-hal yang sering terjadi pada setiap orang sehingga
menghambat potensinya untuk menjadi kreatif. Dengan kata lain Ia menyebutkan

10
W. Poespoprojo, Logika Ilmu Menalar, Pustaka Grafika, 1999.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 125


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

bahwa ada jalan pikiran lain yang bisa ditempuh oleh seseorang tanpa
mengingkari logika berpikir. 11

Selanjutnya diuraikan lebih lanjut oleh Mundiri mengenai hal-hal yang


menghambat kreativitas seseorang. Ada Sembilan criteria yaitu :

1. Kebiasaan
Cara-cara memandang objek berdasarkan kebiasaan dapat menemui
berbagai hambatan yang disebut ‘functional fixation’. Hal ini berhubungan
dengan fakta bahwa kita mempunyai beberapa kebiasaan mental dan untuk
beberapa alasan tetap mempertahankannya.
2. Waktu
Kesibukan merupakan alasan untuk menjadi tidak kreatif. Tetapi
sebenarnya banyak orang yang tidak mau menginvestasikan waktunya itu
untuk menajamkan kreativitas mereka atau memanfaatkannya.
3. Dibanjiri masalah
Sebagian dari kita merasa bahwa kita berhadapan dengan begitu banyak
masalah yang penting sehingga kita tidak mempunyai cukup waktu dan
tenaga untuk mengatasi beberapa masalah secara kreatif.
4. Tidak ada masalah
Kita sering merasakan tidak ada masalah dan kesempatan, karena para ahli
telah menemukan semua jawaban atau telah mengatakan bahwa hal
tersebut tidak dapat dilaksanakan.
5. Takut Gagal
Kita dapat menghindari kegagalan dan kreativitas dengan berbagai cara :
dengan menyesuaikan diri, tidak pernah mencoba sesuatu yang berbeda,
meyakinkan diri bahwa kita hanya menggunakan gagasan yang telah
terbukti berhasil dan berjalan pada lorong-lorong yang telah sirintis.
Dengan demikian kita menghindari kegagalan-kegagalan kecil. Namun
kita telah gagal sebagai manusia. Kita menjadi tumbuh secara tidak kreatif
melebihi kebiasaan-kebiasaan lama dan naluri.
6. Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang
Manusia tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memiliki suatu
jawaban langsung. Ketika suatu masalah dikemukakan, secara langsung
kita memberikan sebuah pemecahan. Hanya jika pemecahan pertama tidak
berhasil maka kita mencoba cara yang lain.

11
Jack. W. Olson, Seni Berpikir Kreatif, Erlangga.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 126


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

7. Kesulitan kegiatan mental yang diarahkan


Seringkali secara mental kita menyelipkan perasaan khawatir atau
kekacau-balauan berpikir di dalam jangkauan kita. Dari keadaan serupa itu
kadang-kadang timbul suatu pemikiran yang bernilai. Akan tetapi, karena
dari mula kita memang tidak mencari suatu pemecahan atau jawaban bagi
suatu masalah, maka tidak ada gagasan atau wawasan bagi suatu masalah,
maka tidak ada gagasan atau wawasan yang muncul dari dalam pikiran
kita. Kita seringkali dibingungkan oleh masalah seberapa jauh kita telah
memikirkan atau mencemaskan suatu permasalahan serta bagaimana
mengarahkan dan menghasilkannya.
8. Takut bersenang-senang
Kita dapat menjadi lebih kreatif dengan bersenang-senang. Akan tetapi
banyak orang yang merasa bersalah bila mereka bersenang-senang.
Manusia sering tidak sadar bahwa rileks, bergembira, dan bersantai-santai
merupakan aspek-aspek yang penting dari proses pemecahan masalah
secara kreatif.

9. Kritik orang lain


Secara tak sengaja kreativitas sering terhambat oleh kritik-kritik orang
lain. Bila suatu gagasan baru diperkenalkan, gagasan tersebut sering
dipatahkan dan diobrak-abrik. Seseorang dengan gagasannya ditertawakan
dengan ungkapan-ungkapan sebagai berikut.12

Lebih lanjut, Mundiri mengajukan cara untuk menguji suatu gagasan atau
pemikiran atau hipotesis dalam ukuran-ukuran :

1. Relevansi, pemikiran yang diajukan harus berusaha menerangkan fakta-


fakta yang dihadapi. Oleh karena itu hipotesis harus relevan dengan fakta
yang hendak dijelaskan.
2. Mampu untuk diuji, ini adalah ciri utama yang membedakan antara
hipotesis ilmiah dan hipotesis non-ilmiah. Hipotesis harus memiliki
kemampuan untuk diuji dengan fakta-fakta inderawi atau perhitungan
logis.

12
Mundiri,, op.cit.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 127


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

3. Bersesuaian dengan hipotesa yang telah diterima sebagai pengetahuan


yang benar.
4. Mempunyai daya ramal. Hipotesis yang baik tidak saja mendeskripsikan
fakta fakta, tetapi interpretasi yang dibuatnya mampu menjelaskan fakta-
fakta sejenis yang tidak diketahui atau belum diselidiki.

5. Sederhana. 13

Poespoprojo berpendapat bahwa tujuan pemikiran manusia adalah


mencapai pengetahuan yang benar dan sedapat mungkin pasti. Tapi dalam
kenyataannya hasil pemikiran maupun alasan-alasan yang diajukan belum tentu
selalu benar.14 Jadi ukuran dalam menentukan apakah suatu pemikiran atau
penalaran adalah benar atau salah bukanlah rasa senang atau tidak senang, enak
atau tidak enak, melainkan cocok atau tidak dengan fakta atau tidak.

Terdapat empat Pertanyaan untuk menentukan apakah suatu pemikiran


atau penalaran adalah benar atau salah, yaitu :

1. Apa yang hendak ditegaskan atau apa pokok pernyataan yang diajukan.
2. Bagaimana hal itu : Atas dasar orang sampai pada kesimpulan atau
pertanyaan itu ?
3. Bagaimana jalan pikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan dan
kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-langkahnya ? Apakah
kesimpulan itu sah ?

4. Apakah kesimpulan atau penjelasan itu benar ? Apakah pasti ? Atau hanya
mungkin tidak benar ? 15

Untuk membantu untuk menguji atau menganalisis suatu pemikiran, maka


berguna sekali menyusun jalan pikirannya dalam bentuk sebuah skema, sehingga
tampak jelas mana yang merupakan kesimpulan, mana yang asalan, serta

13
Ibid.
14
W. Poespoprojo, op.cit.
15
Ibid.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 128


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

bagaimana orang tertentu menarik kesimpulan tertentu dari alasan-alasan. Ada


tiga syarat pokok berkaitan dengan pembuatan skema, yaitu :

1. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus


benar
2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat

3. Jalan pikiran harus logis atau lurus/sah. 16

Olson mempunyai caranya sendiri dalam menentukan gagasan yang


terbaik. Antara lain dengan :

1. Memadukan pikiran sadar dan bawah sadar, kita perlu tidak hanya
menarik kesimpulan berdasarkan pikiransadar kita yang terbatas, tetapi
juga berdasarkan pikiran bawah sadar kita yang luas.
2. Keunikan individu, untuk menjadi lebih kreatif kita harus mengakui
keunikan kita dan memanfaatkannya dengan memilih gagasan-gagasan
yang kita anggap bernilai bagi kita berdasarkan tujuan, kebutuhan, dan
pengalaman yang unik.
3. Perasaan dan intuisi yang mendalam, intuisi kita sering tidak jelas dan
tidak rasional malahan lebih merupakan pemikiran mental bawah sadar.
Mungkin kondisi paling intern dari orang yang kreatif adalah sumber
intern penilaian dan seleksi mereka.
4. Kriteria, kita gunakan untuk menentukan gagasan mana yang terbaik dan
merupakan standar sadar yang kita gunakan untuk mengukur nilai
gagasan-gagasan kita. Kriteria ini memperkenalkan suatu unsur yang
sadar, sistematis, berhati-hati, yang memabntu mengorganisasi dan
memfokuskan kemempuan penyeleksian sadar serta bawah sadar kita.

5. Memilih gagasan, untuk memilih gagasan yang terbaik kita menggunakan


kriteria yang telah kita bina untuk membantu mengevaluasi gagasan
pemecahan masalah kita. Kemudian kita menyingkrkan gagasan yang
bukan bukan atau menggelikan dan gagasan sejenisnya. 17

16
Ibid..
17
Jack. W. Olson, op.cit.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 129


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Selanjutnya untuk menggambarkan kesesatan dalam penalaran hukum


R.G. Soekadijo memaparkan lima model kesesatan hukum, yaitu :
1. Argumentum ad ignorantiam
2. Argumentum ad verecumdiam
3. Argumentum ad hominem
4. Argumentum ad misericordian
5. Argumentum ad baculum

Ilustrasi atas lima model kesesatan tersebut juga dikemukakan oleh Irving M.
Copy. Model tersebut kalau digunakan secara tepat dalam bidang hukum justru
bukan kesesatan dalam penalaran hukum yaitu:
1. Argumentum ad ignorantiam
Kesesatan ini terjadi apabila orang mengargumentasi suatu proposisi
sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu proposisi salah
karena tidak terbukti benar.

2. Argumentansi ad verecundiam
Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai
penalarannya, tetapi karena orang yang mengemukakan adalah orang
yang berwibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya. Argumentasi demikian
bertentangan dengan pepatah latin : Tantum valet auctoritas, quantum
valet argumentatio (nilai wibawa hanya setinggi nilai argumentasinya).
Dalam bidang hukum argumentasi demikian tidak sesat jika suatu
yurisprudensi menjadi yurisprudensi tetap.

3. Argumentum and hominem


Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena
penalaran, tetapi karena keadaan orangnya. Menolak pendapat seseorang
karena dia orang Negro adalah suatu contoh argumentum ad hominem.
Dalam bidang hukum, argumentasi demikian bukan kesesatan apabila
digunakan untuk mendiskreditkan seorang saksi yang pada dasarnya
tidak mengetahui secara pasti kejadian yang sebenarnya.

4. Argumentum ad misericordiam
Suatu argumentasi yang bertujuan untuk menimbulkan belas kasihan.
Dalam bidang hukum, argumentasi semacam ini tidak sesat apabila

Bab Tiga Argumentasi Hukum 130


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

digunakan untuk meminta keriganan hukuman. Akan tetapi apabila


digunakan untuk pembuktian tidak bersalah, hal itu merupakan suatu
kesesatan.

5. Argumentum and baculum


Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu ancaman.
Ancaman itu membuat orang takut. Dalam bidang hukum, cara itu tidak
sesat apabila digunakan untuk mengingatkan orang tentang suatu
ketentuan hukum.18

Lebih lanjut, kesesatan dalam penalaran hukum Irving M Copy, dapat ditunjukkan
dalam Skema 39 berikut ini :

Kesesatan dalam penalaran hukum

Argumentum ad ignorantiam

Argumentum ad verecundiam

Argumentum ad hominem

Argumentum ad misericordiam

Argumentum ad baculum

Skema 39 : kesesatan dalam penalaran hukum menurut Irving M Copy


4. Legal Concept

Legal concept yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan


untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misalnya
konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek
hukum , obyek hukum dan sebagainya.

18
Philipus M Hadjon, op.cit., hal. 17.

Bab Tiga Argumentasi Hukum 131


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Konsep hukum sangat dibutuhkan adapila kita mempelajari hukum.


Konsep hukum pada dasarnya adalah batasan tentang suatu istilah tertentu. Tiap
istilah ditetapkan arti dan batasan maknanya setajam dan sejelas mungkin yang
dirumuskan dalam suatu definisi. Istilah dan arti tersebut diupayakan agar
digunakan secara konsisten.

Konsep yuridis ( legal concept) yakni konsep konstruktif dan sistematis


yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum,
misalnya konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek
hukum , obyek hukum dan sebagainya.

Dalam suatu undang- undang, biasanya konsep hukum yang berkaitan


dengan isi undang- undang itu dirumuskan dalam ketentuan Pasal (satu).
Pemahaman mengenai konsep hukum ini sangat penting, terutama di dalam
melakukan suatu argumentasi hukum. Pemahaman legal concept sangat
dibutuhkan dalam upaya menerapkan dan mengembangkan hukum. Apabila ada
ketentuan hukum, tetapi ketentuan hukum itu masih kabur atau belum jelas maka
dibutuhkan suatu interpretasi hukum guna penemuan hukumnya. Apabila dalam
suatu masalah atau kasusu yang sedang dihadapi hakim belum ada peraturan
hukumnya maka dapat dilakukan usaha pembentukan hukum. Kesemua usaha
tersebut merupakan suatu ars yang dimiliki oleh seorang ahli hukum. Atau dapat
dikatakan kemahiran hukum dapat dicapai apabila seseorang memahami betul
tentang legal concept

Bab Tiga Argumentasi Hukum 132


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Subyek hukum adalah pemegang, pengemban atau pendukung hak dan


kewajiban. Subyek hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu orang ( naturlijke
persoon ) dan badan hukum ( rechtspersoon atau legal person). Orang meliputi
janin yang ada dalam kandungan ibu, anak bayi tabung. Pada saat ini timbul suatu
masalah hukum apakah manusia cloning dapat dianggap sebagai naturlijke
persoon ?

Badan hukum adalah subyek hukum bentukan hukum, ia bukan orang atau
manusia tetapi dapat menuntut atau dituntut oleh subyek hukum lainnya di muka
pengadilan. Ciri-ciri badan hukum adalah :
1. Memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan orang-orang yang
menjalankan kegiatan dari badan-badan hukum tersebut
2. memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban orang-
orang yang menjalankan badan hukum tersebut
3. memiliki tujuan tertentu
4. berkesinambungan ( memiliki kontinuitas) dalam arti keberadaannya tidak
terikat pada orang-orang tertentu, karena hak dan kewajibannya tetap ada
meskipun orang yang menjalankannya telah berganti.

Obyek hukum ( rechtsobject) adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan


dapat dikuasai oleh subyek hukum serta dapat dijadikan obyek dalam suatu
hubungan hukum. Pengertian obyek hukum dapat dibedakan dalam urusan –
urusan ( zaken) dan benda. Benda dapat terdiri dari benda berwujud ( misalnya
rumah, tanah, mobil, buku ) dan benda tak berwujud ( misalnya hak atas tagihan,
hak cipta,). Selain itu benda juga dapat dibedakan dalam benda bergerak

Bab Tiga Argumentasi Hukum 133


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

(misalnya buku, pensil) dan benda tak bergerak ( misalnya tanah, rumah, kapal
laut dalam tonanse tertentu).

Peristiwa hukum ( rechtsfeit) adalah peristiwa yang oleh kaidah hukum


diberi akibat hukum, yakni berupa timbulnya atau hapusnya hak dan / atau
kewajiban tertentu bagi subyek hukum tertentu yang terkait pada peristiwa
tersebut. Peristiwa hukum dibedakan dalam peristiwa hukum yang berupa
perbuatan subyek hukum dan peristiwa hukum yang berupa bukan perbuatan
subyek hukum. Yang tergolong ke dalam peristiwa hukum yang merupakan
perbuatan subyek hukum ada dua yaitu yangmerupakan perbuatan hukum,
contohnya wasiat ( merupakan perbuatan subyek hukum tunggal) dan perjanjian
(yang merupakan perbuatan subyek hukum berganda). Sedangkan peristiwa
hukum yang berupa perbuatan subyek hukum tetapi bukan perbuatan hukum
contohnya adalah zaakwarneming dan onrechtmatigedaad. Pembagian peristiwa
hukum yang kedua adalah peristiwa hukum yang berupa bukan perbuatan subyek
hukum. Dibedakan dalam peristiwa kelahiran dan peristiwa kematian. Peristiwa
kelahiran menimbulkan suatu hak dan kewajiban memelihara , mengasuh, dan
mendidik anak. Sedangkan peristiwa kematian menimbulkan adanya hak
pewarisan.

Peristiwa hukum menimbulkan hubungan hukum yang berintikan


hubungan antar subyek hukum yang wujudnya tampil dalam bentuk hak dan
kewajiban antara subyek hukum yang satu dengan yang lainnya. Pengertian antara
hak dan kewajiban adalah korelatif. Antara hak dan kewajiban adalah berbanding
terbalik diantara dua subyek hukum yang saling berrhubungan dalam hubungan
hukum. Hak adalah kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

Bab Tiga Argumentasi Hukum 134


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subyek hukum tertentu atau semua
subyek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun dan kebebasan
itu memiliki landasan hukum dan karena itu dilindungi.

Orang yang berhak adalah orang yang memiliki kewenangan untuk


melakukan perbuatan hukum tertentu ( termasuk menuntut sesuatu ). Hak dapat
dibedakan dalam hak mutlak atau absolut , misalnya hak milik, hak asasi manusia,
dengan hak relatif atau nisbih, misalnya penjual hanya dapat menuntut
pembayaran akan barang yang telah dibeli oleh pembeli.

Kecakapan untuk melakukan perbuatn hukum ( handelings bekwaam heid)


adalah kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum yang sah dan mengikat
yang tidak dapat dipersoalkan atau tidak dapat diganggu gugat. Perbuatan hukum
yang dilakukan oleh orang yang cakap hukum mempunyai akibat hukum..
Terhadap subyek hukum yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum,
dapat ditempatkan di bawah pengampuan ( curatele).

Pada dasarnya subyek hukum yang ditempatkan dibawah pengampuan


atau perwalian adalah mereka yang belum cujup umur, mereka yang mempunya
pembawaan sejak lahir dengan kekurangan kelemahan mental, mereka yang
pemabuk, dan mereka yang pemboros. Apabila dilihat golongan itu maka dapat
dioketahui bahwa mereka yang ditempatkan dibawah pengampuan adalah mereka
yang tidak dapat mengurus dirinya sendiri.

Di dalam tata hukum Indonesia, criteria cukup umur yang menjadi patokan
seseorang untuk dapat dikatakan cakap untuk berbuat hukum adalah beragam,
tergantung dalam lingkup hukum apa. Di bidang perkawinan maka seseorang

Bab Tiga Argumentasi Hukum 135


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

dapat dikatakan cakap untuk melakukan perkawinan adalah mereka yang berusia
minimal 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Dalam bidang
ketata negaraan maka yang cakap untuk menjadi pemilih dalam pemilihan umum
untuk memilih prsiden, - wakil presiden, DPRD, kepala Daerah adalah mereka
yang telah berusia minimal 17 tahun. Hal ini berbeda dengan di bidang
ketenagakerjaan, mereka yang dapat membuat perjanjiankerja secara mandiri
adalah mereka yang berusia minimal 18 tahun.

Kesimpulan
Dari uraian di dalam Bab ….. ini, dapat diketahui bahwa :
- Argumentasi hukum adalah suatu hasil proses berpikir yang dibutuhkan
oleh setiap ahli hukum, calon ahli hukum atau penegak hukum. Tujuan
mata kuliah Argumentasi Hukum adalah untuk memberikan bekal kepada

Bab Tiga Argumentasi Hukum 136


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

mahasiswa untuk siap kerja apabila telah lulus nanti, mempunyai


kompetensi untuk menerapkan atau pembentuk hukum selalu
memperhatikan antara pertimbangan hukum dan amar putusan.
Melakukan perumpamaan selama melakukan proses olah pikir dengan
berargumentasi hukum akan memudahkan pemahaman.

- Kesalahpahaman terhadap peran logika di dalam argumentasi hukum


yaitu :berkaitan dengan keberatan terhadap penggunaan logika silogistik
(sylogistiche logica). berkaitan dengan peran logika dalam proses
pengambilan keputusan oleh hakim dan pertimbangan-pertimbangan yang
melandasi keputusan. berkaitan dengan alur logika formal dalam menarik
suatu kesimpulan.logika tidak berkaitan dengan aspek substansi dalam
argumentasi hukum menyangkut tidak adanya kriteria formal yang jelas
tentang hakikat rasionalitas nilai di dalam hukum.

- Legal concept yakni konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan


untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum, misalnya
konsep-konsep hak, kewajiban, perjanjian, perikatan, sah, batal, subyek
hukum , obyek hukum dan sebagainya.

Latihan

Bab Tiga Argumentasi Hukum 137


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

1. Jelaskan apa yang maksud dengan Argumentasi hukum, dan apakah


tujuan diberikannya mata kuliah Argumentasi Hukum?
2. Jelaskan yang dimaksud dengan kesalahpahaman terhadap peran logika
di dalam argumentasi hukum ! Disertai dengan analisis berdasarkan
pendapat ahli!
3. Jelaskan arti, macam dan contoh dari Legal concept !

Bab Tiga Argumentasi Hukum 138


Argumentasi Hukum (Kerangka Berpikir Ahli Hukum)
Asri Wijayanti

Daftar Pustaka

Bruggink, JJH., alih bahasa, Arief Sidharta, Refleksi tentang hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996.

Hans Kelsen, Essay in legal and moral philosophy, Hukum dan Logika,Bandung,
2006.

Mundiri, Logika, Rajawali Press bekerjasama dengan Badan Penerbitan IAIN


Walisongo Press , Cetakan keempat, 2000.

Philipus M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, UGM Press,
Surabaya, 2005.

Poedjawijatna, Logika Filsafat Berpikir, Rineka Cipta Jakarta

www.unsoed.ac.id/cmsfak/UserFiles/File/D3tkj02/PREDIKAT.ppt

Bab Tiga Argumentasi Hukum 139

Anda mungkin juga menyukai