Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Antara
Institut Sejarah Sosial Indonesia
Sebagai Penggugat
Melawan
1
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Kepada Yth :
Majelis Hakim PTUN Jakarta
Dalam Nomor Perk: 40/G/2010/PTUN.JKT
Di
Jakarta
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Institut Sejarah Sosial Indonesia sebagai Penggugat
berdasarkan surat kuasa No. 1/SK/II/2010 tanggal 25 February 2010, perkenankanlah
Kami Kuasa Hukum Penggugat yang tergabung dalam Tim Advokasi Menentang
Pelarangan Buku menyampaikan Tanggapan atas Jawaban/Eksepsi yang diajukan
oleh Jaksa Agung Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili kuasanya DR.
Fachmi, S.H, M.H., dkk., yang disampaikan dalam persidangan tertanggal 27 April
2010, sebagai berikut :
I. DALAM EKSEPSI
A. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BERWENANG MEMERIKSA, MENGADILI
DAN MEMUTUS PERKARA A QUO
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No. 5 tahun 1986 Jo UU No. 9 tahun
2004 Jo UU No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara :
“Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara”;
2
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
3
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Indonesia, Jl. Pinang Ranti No. 3 Jakarta 13560, HASTA MITRA Jl. Duren Tiga
Selatan No. 36 Jakarta selatan di Seluruh Indonesia;
7. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Peradilan Tata Usaha Negara Jakarta
berwenang memeriksa, mengadili dan memutus Perkara A quo;
4
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
5
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
6
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
7
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
8
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
9
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
vi. Bahwa sejak diterbitkannya buku tersebut pada tanggal 25 Maret 2008
hingga hari ini tidak ada gangguan ketertiban umum yang disebabkan
oleh penerbitan, peredaran dan penggandaan Buku Dalih
Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto.
Sehingga tidak ada situasi atau keadaan mendesak yang dapat
dijadikan alasan pelarangan Buku Dalih Pebunuhan Massal, Gerakan
30 September dan Kudeta Suharto;
vii. Bahwa alasan "demi ketertiban umum" yang digunakan Tergugat
untuk melarang buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto sangatlah kabur. Sebab definisi "demi
ketertiban umum" tersebut ditafsirkan berdasarkan subyektifitas
Tergugat sendiri tanpa melibatkan institusi lain di luar institusi
Pemerintah yang bisa dinilai sebagai representasi "umum", dalam hal
ini DPR misalnya ataupun orang/badan yang akan terkena dari
dikeluarkannya KTUN Obyek Sengketa;
viii. Bahwa dengan demikian, Tergugat telah keliru dalam memahami
makna “kepentingan umum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004;
10
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
3. Bahwa Ketentuan Pasal 30 ayat (3) huruf (c) UU No 16 Tahun 2004 telah
mengubah ketentuan dalam UU Kejaksaan yang lama yakni UU No. 5 Tahun
1991.
4. Bahwa Pasal 27 ayat (3) huruf (c) UU No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan
(UU yang lama) menyebutkan:
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
c. pengamanan peredaran barang cetakan;
5. Bahwa adanya penggantian istilah dari “Pengamanan” menjadi
“Pengawasan” bukanlah tanpa alasan. Perubahan tersebut dilandasi
semangat untuk menyesuaikan norma UU menjadi sesuai dengan norma
Perubahan UUD 1945 yang memiliki semangat demokrasi dan penghormatan
terhadap HAM.
6. Bahwa meskipun tidak secara tegas menyebutkan bahwa UU No 16 Tahun
2004 Tentang Kejaksaan RI mencabut UU No 4/PNPS/1963, namun dengan
ditiadakannya kewenangan Kejaksaan melakukan “Pengamanan” barang
cetakan telah membuat kewenangan kejaksaan dalam UU No 4/PNPS/1963
menjadi hilang daya berlakunya.
7. Bahwa dengan demikian, “aturan baru” dan “nilai-nilai baru” inilah yang
seharusnya digunakan dalam melakukan “seleksi” terhadap UU yang dibuat
dalam masa darurat yang jelas-jelas menunjukkan sifat kedaruratannya dan
tidak lagi sesuai dengan konteks, suasana dan norma konstitusi pasca
Perubahan UUD 1945.
11
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
4. Bahwa peraturan perundangan-undangan lain, dan hukum internasional tentang
hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia ini secara
progresif telah berkembang ke arah yang sangat baik yang dlihat dari adanya
kerangka hukum yang baik dan sistematis dalam upayanya melakukan pemajuan,
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia yang landasannya dapat dilihat
dari berbagai instrumen hukum yang dikeluarkan pasca reformasi 1998, seperti
amandemen terhadap UUD 1945, pembentukan Tap MPR tentang Hak Asasi
Manusia, pembentukan undang-undang Hak Asasi Manusia, pembentukan undang-
undang Pers, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait, serta ratifikasi
terhadap beberapa instrumen hak asasi manusia internasional yang melindungi hak
asasi manusia;
12
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
5. Bahwa secara tegas dan jelas Pasal 28 UUD 1945 memberi hak kepada warga
negara Indonesia kemerdekaan “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.”
6. Bahwa selanjutnya ketentuan Pasal 28 UUD 1945 tersebut ditegaskan lagi dalam
perubahan kedua UUD 1945, Pasal 28 E ayat (3) menyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”.
7. Bahwa hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat secara lisan dan
tulisan telah pula dikuatkan dan dilindungi dalam Pasal 14 dan Pasal 19 TAP MPR
No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia:
Pasal 14 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nurani”.
Pasal 19 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”.
8. Bahwa implementasi terhadap hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan
pendapat telah secara kondusif dijamin dan dilindungi oleh UU No 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 23 ayat (2), Pasal 20 UU No. 40 tahun
1999 tentang Pers, dan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 12 tahun 2005 tentang
Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
Pasal 23 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan
pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak
maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
9. Bahwa perlindungan hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat
juga semakin nyata melalui adanya ketentuan Pasal 20 UU No. 40 tahun 1999,
tentang Pers yang menyatakan :
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
13
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
14
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
2. Bahwa untuk buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto, Tergugat telah melakukan Clearing House pada tanggal 3 Desember 2009
bersama dengan lembaga/instansi terkait . Pada proses ini, Penggugat tidak pernah
diberitahu atau diundang untuk memberikan tanggapan ataupun klarifikasi berkaitan
dengan substansi yang terdapat di dalam buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto yang dianggap 'bermasalah' oleh
Tergugat. Padahal UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme memerintahkan dan
mewajibkan kepada penyelenggara Negara agar dalam menyelenggarakan
pemerintahan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan serta melaksanakan
asas-asas umum pemerintahan yang baik;
3. Bahwa berdasarkan "Asas Keterbukaan", setiap Pejabat TUN/penyelenggara
negara wajib membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif tentang penyeienggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara. Dalam kaitan ini, Tergugat sama sekali tidak membuka diri terhadap
Penggugat selaku pihak yang akan terkena dampak dengan adanya KTUN Obyek
Sengketa. Tergugat juga tidak memperhatikan perlindungan atas hak asasi dari
Penggugat yang secara nyata dan jelas dilindungi Konstitusi dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penggugat mengetahui adanya
KTUN Obyek Sengketa dari media massa bahwa buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto yang diterbitkan oleh Penggugat
dilarang peredaran dan penggandaannya oleh Tergugat.
4. Bahwa berdasarkan "Asas Proporsionalitas", setiap Pejabat TUN/penyelenggara
negara wajib mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara. Dalam kaitan ini, Tergugat hanya memperhatikan hak-nya
selaku Pejabat TUN dan mengabaikan kewajibannya untuk menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia Penggugat yang
telah dijamin dan dilindungi dalam peraturan perundangan-undangan dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik
15
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
16
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
provokasi. Selain itu, Tergugat juga tidak bisa membuktikan siapa yang terprovokasi
dengan isi buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto. Atau jangan-jangan justru Tergugat sendiri yang merasa terprovokasi
dengan buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto.
3. Bahwa selain itu, dalil yang diajukan Tergugat mencerminkan bahwa Tergugat telah
salah “membaca” substansi dari buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto
4. Bahwa setelah tumbangnya Rezim Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi,
penulisan buku-buku yang menceritakan pembantaian massal yang terorganisir
secara sistematis telah banyak dilakukan, baik oleh lembaga atau individu
(sejarawan maupun korban). Apa yang dianggap 'tabu' oleh Rezim Orde Baru,
menjadi hal yang wajar ketika rezim itu tumbang. Sejarah Peristiwa G 30 S yang
semula hanya menceritakan seputar peristiwa penculikan 7 (tujuh) perwira Angkatan
Darat, berkembang ke arah penulisan apa yang terjadi setelah Peristiwa G 30 S.
Sejarah yang semula hanya mencatat rangkaian peristiwa dari perspektif penguasa,
bergeser kepada penulisan sejarah yang memiliki perspektif korban. Dengan kata
lain, sejarah tidak lagi menjadi milik mereka yang menang (berkuasa), namun juga
milik mereka yang ditindas.
5. Bahwa mengkritisi kebenaran tunggal versi resmi (pemerintah) seputar Peristiwa G
30 S merupakan hal wajar dalam iklim demokrasi yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia sejak Reformasi 1998. Tidak diputarnya lagi film "Pengkhianatan G 30
S/PKI" karya Arifin C. Noor pada malam setiap tanggal 30 September adalah salah
satu bukti bahwa kebenaran sejarah yang berasal dari sumber resmipun patut
dipertanyakan. Padahal kita tahu, bahwa film Pengkhianatan G 30 S/PKI adalah film
yang wajib ditonton oleh seluruh bangsa Indonesia, lebih-lebih bagi murid-murid
sekolah (SD, SLTP, SLTA). Film tersebut seolah menjadi kebenaran "tunggal"
mengenai Peristiwa G 30 S. Sehingga tidak sedikit dari kita setelah menyaksikan
film tersebut memiliki dendam dan kebencian terhadap PKI, sekalipun kita tidak tahu
17
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
secara persis apa yang sesungguhnya terjadi pada Peristiwa G 30 S dan juga tidak
mengerti apa itu PKI.
6. Bahwa dalam negara yang demokratis seperti Indonesia, tidak ada larangan bagi
seseorang untuk berbeda pendapat dengan siapapun, termasuk dengan
pemerintahnya. Lebih-lebih berbeda pendapat mengenai fakta sejarah. Peristiwa
sejarah adalah peristiwa yang (pada umumnya) melibatkan banyak kelompok atau
individu. Masing melihat peristiwa sejarah tersebut dari sudut pandangnya masing-
masing. Jika berbeda pendapat dilarang atau merupakan pelanggaran hukum, maka
rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan akan penuh dengan mereka yang
berbeda pendapat. Karena hampir setiap hari terjadi aksi demonstrasi yang isinya
adalah perbedaan pendapat dengan pemerintah.
7. Bahwa walaupun buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan
Kudeta Suharto memiliki pendapat yang berbeda mengenai siapa yang bertanggung
jawab dalam Peristiwa G 30 S. Pendapat ini bukanlah pendapat yang berdiri sendiri,
karena didukung oleh fakta sejarah yang kuat dan dibangun melalui proses
penelitian yang sangat ilmiah. Jika pendapat buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto mengenai siapa yang bertanggung
jawab dalam Peristiwa G 30 S berbeda dengan penulisan sejarah yang berasal dari
sumber resmi negara, adalah sebuah keniscayaan. Sebab sumber atau dokumen
yang digunakan oleh penulis buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto bukanlah sumber yang selama ini digunakan oleh
pemerintah dalam menuliskan sejarah G 30 S.
8. Bahwa Pengadilan (Mahmilub) terhadap tokoh-tokoh pimpinan PKI hanya
memutuskan bahwa mereka telah bersalah karena terlibat dalam perencanaan dan
pelaksanaan G 30 S. Tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa PKI
sebagai organisasi bersalah, karena terlibat dalam Peristiwa G 30 S. Tidak adanya
perlawanan dari pimpinan atau anggota PKI di daerah-daerah ketika mereka diburu,
ditangkap dan dibunuh. Padahal PKI memiliki jutaan anggota dan terkenal militan;
kebingungan karena tidak memperoleh informasi yang jelas mengenai Peristiwa G
30 S, adalah indikator lain lagi bahwa tidak ada kebijakan resmi dari
18
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
19
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
III. PETITUM
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang telah dipaparkan oleh PENGGUGAT, maka
PENGGUGAT meminta kepada Majelis Hakim yang Mulia.
Dalam eksepsi :
1. Menerima Tanggapan/Replik Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menolak Jawaban/Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
3. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara a quo;
20
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (et aequo
et bono).
21
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519
Hormat Kami,
KUASA HUKUM PENGGUGAT
22