Anda di halaman 1dari 22

Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku

Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

TANGGAPAN PENGGUGAT ATAS JAWABAN/EKSEPSI TERGUGAT

Dalam Perkara Tata Usaha Negara Nomor : 40/G/2010/PTUN.JKT


Di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta

Antara
Institut Sejarah Sosial Indonesia
Sebagai Penggugat

Melawan

Jaksa Agung Republik Indonesia


Sebagai Tergugat

Jakarta, 5 Mei 2010

1
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Jakarta, 5 Mei 2010

Perihal : Tanggapan Penggugat Atas Jawaban/Eksepsi Tergugat

Kepada Yth :
Majelis Hakim PTUN Jakarta
Dalam Nomor Perk: 40/G/2010/PTUN.JKT
Di
Jakarta

Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Institut Sejarah Sosial Indonesia sebagai Penggugat
berdasarkan surat kuasa No. 1/SK/II/2010 tanggal 25 February 2010, perkenankanlah
Kami Kuasa Hukum Penggugat yang tergabung dalam Tim Advokasi Menentang
Pelarangan Buku menyampaikan Tanggapan atas Jawaban/Eksepsi yang diajukan
oleh Jaksa Agung Republik Indonesia yang dalam hal ini diwakili kuasanya DR.
Fachmi, S.H, M.H., dkk., yang disampaikan dalam persidangan tertanggal 27 April
2010, sebagai berikut :

I. DALAM EKSEPSI
A. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BERWENANG MEMERIKSA, MENGADILI
DAN MEMUTUS PERKARA A QUO
1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 4 UU No. 5 tahun 1986 Jo UU No. 9 tahun
2004 Jo UU No. 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU No. 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara :
“Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara”;

2
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 UU No. 51 tahun 2009 tentang


Perubahan Kedua UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
yang dimaksud Sengketa Tata Usaha Negara adalah:
“sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”;
3. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU No. 51 tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara Keputusan Tata Usaha Negara adalah :
“suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata”;
4. Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan Tergugat dalam
Tanggapan/Eksepsi-nya halaman 2 (dua) huruf d dinyatakan bahwa Tergugat
mengeluarkan KTUN didasarkan pada peraturan perundang-undangan (Vide hal 2
huruf d Tanggapan/Eksepsi Tergugat);
5. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 UU No. 51 tahun 2009 Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara adalah “badan atau pejabat yang melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku”;
6. Bahwa yang menjadi obyek sengketa dalam perkara a quo adalah Keputusan Tata
Usaha Negara yang dikeluarkan TERGUGAT selaku Pejabat TUN yaitu Keputusan
Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor KEP-139/A/JA/12/2009 tanggal 22
Desember 2009 Tentang Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul
Dalih Pembunuhan Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, karangan
John Roosa, Penerjemah Hersri Setiawan, Penerbit Institut Sejarah Sosial

3
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Indonesia, Jl. Pinang Ranti No. 3 Jakarta 13560, HASTA MITRA Jl. Duren Tiga
Selatan No. 36 Jakarta selatan di Seluruh Indonesia;
7. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Peradilan Tata Usaha Negara Jakarta
berwenang memeriksa, mengadili dan memutus Perkara A quo;

B. TENTANG DALIL/ALASAN PELARANGAN PEREDARAN BARANG CETAKAN


8. Bahwa dalam Tanggapan/Eksepsinya halaman 2 (dua) huruf e Tergugat
menyatakan bahwa “…keputusan larangan peredaran obyek sengketa adalah demi
untuk menjaga kepentingan umum sehingga Pengadilan Tata Usaha Negara tidak
berwenang memeriksa, mengadili dan memutus Perkara A quo;
9. Bahwa Penggugat menolak dalil/alasan yang diajukan oleh Tergugat tersebut
dengan alasan sebagai berikut :
a. KTUN Obyek Sengketa Tidak Memuat Dasar Pertimbangan Yang Cukup
Atau Kurang Dasar Pertimbangan
i. Bahwa KTUN Obyek Sengketa tidak memuat dasar pertimbangan
yang cukup atau kurang dasar pertimbangan sehingga KTUN yang
diambil dan dijatuhkan mengandung kekeliruan dan kesalahan
penerapan hukum;
ii. Bahwa pasca reformasi 1998, Indonesia telah memiliki kerangka
hukum yang baik dan sistematis dalam upayanya melakukan
pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia. Berbagai
panduan dan acuan mengenai kerangka tersebut dapat dilihat dari
berbagai instrumen hukum yang dikeluarkan pasca reformasi 1998,
seperti amandemen terhadap UUD 1945, pembentukan Tap MPR
tentang Hak Asasi Manusia, pembentukan undang-undang Hak Asasi
Manusia, pembentukan undang-undang Pers, dan beberapa peraturan
perundang-undangan terkait, serta ratifikasi terhadap beberapa
instrumen hak asasi manusia internasional yang melindungi hak asasi
manusia. Demikian juga dengan rencana kerja pemerintah, baik
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana

4
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) telah disusun dan


dilaksanakan untuk memajukan, melindungi dan menegakkan hak
asasi manusia. (Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, S.H, M.H., Pokok-pokok
Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer,
2008; Suzannah Linton, Mempertanggungjawabkan Kekejaman-
Kekejaman di Indonesia, ELSAM 2010;
iii. Bahwa secara tegas dan jelas Pasal 28 UUD 1945 memberi hak
kepada warga negara Indonesia kemerdekaan “mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan.”
iv. Bahwa selanjutnya ketentuan Pasal 28 UUD 1945 tersebut ditegaskan
lagi dalam perubahan kedua UUD 1945, Pasal 28 E ayat (3)
menyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
v. Bahwa hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat secara
lisan dan tulisan telah pula dikuatkan dan dilindungi dalam Pasal 14
dan Pasal 19 TAP MPR No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia:
Pasal 14 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap
sesuai hati nurani”.
Pasal 19 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”.
vi. Bahwa implementasi terhadap hak atas kebebasan berpikir dan
menyatakan pendapat telah secara kondusif dijamin dan dilindungi
oleh UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia khususnya
Pasal 23 ayat (2), Pasal 20 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, dan
Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi
Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik

5
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Pasal 23 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999


“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan
menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan
atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan
memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan
umum, dan keutuhan bangsa”.
vii. Bahwa perlindungan hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan
pendapat juga semakin nyata melalui adanya ketentuan Pasal 20 UU
No. 40 tahun 1999, tentang Pers yang menyatakan :
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :
(2) Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan
Terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu
Ketertiban Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal
2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin,
surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan
berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
viii. Bahwa UU No. 40 Tahun 1999 menyadari bahwa adanya Undang-
undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap
Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2533), khususnya Pasal
2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan mengenai buletin-buletin,
surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan penerbitan-penerbitan
berkala adalah ancaman terhadap kebebasan pers. Sebagai undang-
undang yang hanya berlaku untuk penerbitan pers, UU No. 40 Tahun
1999 memang tidak membatalkan keseluruhan UU No. 4/PNPS/1963.
Namun demikian, pertimbangan yang digunakan untuk membatalkan
penerapan undang-undang itu terhadap penerbitan pers merupakan

6
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

alasan yang kuat untuk membatalkan pula penerapannya terhadap


penerbitan buku, seperti yang termuat dalam bagian menimbang UU
No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers sebagai berikut:
“…..dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai
dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak
asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan
keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.” (UU no. 40 Tahun 1999, bagian
menimbang).
ix. Pencabutan Pasal 2 ayat (3) UU No 4/PNPS/1963 oleh UU No 40
Tahun 1999 Tentang Pers menunjukkan adanya norma baru yakni
Negara melalui Kejaksaan Agung tidak dapat lagi melakukan
pelarangan terhadap barang cetakan, dalam hal ini yang terkait
dengan pers.
x. Norma baru inilah yang seharusnya menjadi ukuran bagi “seleksi”
aturan hukum setingkat UU yang dibuat dalam keadaan darurat
sebagaimana halnya UU No 4/PNPS/1963.(Permohonan Pengujian
Materil Pasal 1 ayat (1) UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan
terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu
Ketertiban Umum dan Frasa “Pengawasan” dalam Pasal 30 ayat
(3) huruf (c) UU No 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI serta
Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1963 tentang
Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat
Mengganggu Ketertiban Umum terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, TIM ADVOKASI TOLAK
PELARANGAN BUKU, Februari 2010)
xi. Bahwa semangat perlindungan terhadap hak atas kebebasan berpikir
dan menyatakan pendapat tersebut semakin nyata dan aktual dengan
diratifikasinya Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik melalui UU

7
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

No 12 Tahun 2005, sebagaimana tercermin dalam Pasal 19 ayat (1)


dan (2):
1. Setiap orang akan berhak mempunyai pendapat tanpa
dicampur tangani.
2. Setiap orang akan berhak menyatakan pendapat; hak ini
mencakup kebebasan mencari, menerima dan memberikan
informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan
batas, baik secara lisan maupun tulisan atau tercetak, dalam
bentuk seni, atau melalui sarana lain menurut pilihannya
sendiri.
xii. Bahwa perkembangan positif dari pemajuan, perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia tersebut ternyata tidak hanya terlihat
dari adanya berbagai instrument hukum dan hak asasi manusia saja,
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa proses pembangunan hak
asasi manusia sampai dengan tahun 2009 terus menerus
dilaksanakan. Pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi
manusia merupakan bagian integral pembangunan bangsa Indonesia.
(Suzannah Linton, Mempertanggungjawabkan Kekejaman-Kekejaman
di Indonesia, ELSAM 2010);
xiii. Bahwa dengan demikian, dikeluarkannya KTUN Obyek Sengketa
secara jelas Tidak Memuat Dasar Pertimbangan Yang Cukup Atau
Kurang Dasar Pertimbangan, dalam hal ini peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pemajuan, perlindungan dan
penegakan hak asasi manusia.

b. KTUN OBYEK SENGKETA KELIRU MENAFSIRKAN “KEPENTINGAN


UMUM”
i. Bahwa Pasal 49 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 menyatakan bahwa:

8
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

"Pengadilan tidak berwenang memeriksa memutus dan menyelesaikan


sengketa Tata Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang
disengketakan itu dikeluarkan dalam keadaan mendesak untuk
kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. "
ii. Bahwa konsep kepentingan umum disini harus dipandang berjalan
berdampingan dengan tujuan terwujudnya negara. Negara dibentuk
demi kepentingan umum, dan hukum negara merupakan sarana
utama untuk mewujudkan kepentingan umum tersebut.
iii. Bahwa begitu pentingnya arti kepentingan umum dalam kehidupan
bernegara dan dalam praktiknya berbenturan dengan kepentingan
individu maka perlu didefinisikan dengan jelas.
iv. Bahwa permasalahannya kemudian adalah, sejauh mana sifat
“kepentingan umum” tersebut harus melekat pada suatu jenis
kegiatan/kebijakan Pejabat TUN untuk kepentingan umum. Apakah
melekat secara kuat dan dominan, atau hanya sekedarnya? Serta
bagaimana ukurannya. Karena dalam praktiknya, dan ini tercermin
dalam KTUN Obyek Sengketa, suatu kegiatan/kebijakan Pejabat TUN,
dalam hal ini KTUN Obyek Sengketa, sebenarnya hanya sedikit
terdapat (melekat) kepentingan umum, namun disimulasikan seolah-
olah untuk kepentingan umum. (Sunarno,
http://www.umy.ac.id/hukum/download/narno.htm)
v. Bahwa dengan masih adanya permasalahan mengenai sifat
“kepentingan umum” itulah, maka dalil/alasan kepentingan umum
sebagaimana yang dipaparkan Tergugat masih memerlukan
penjelasan yang lebih konkrit, lengkap dan rasional. Dalam hal ini,
istilah kepentingan umum agar jelas dan memenuhi rasa keadilan
masyarakat tidaklah cukup dipahami secara legalistic-formalistik,
namun harus diintegrasikan menurut metode penemuan hukumnya
(Sacipto Rahardjo dalam Maria, 1999: 32);

9
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

vi. Bahwa sejak diterbitkannya buku tersebut pada tanggal 25 Maret 2008
hingga hari ini tidak ada gangguan ketertiban umum yang disebabkan
oleh penerbitan, peredaran dan penggandaan Buku Dalih
Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto.
Sehingga tidak ada situasi atau keadaan mendesak yang dapat
dijadikan alasan pelarangan Buku Dalih Pebunuhan Massal, Gerakan
30 September dan Kudeta Suharto;
vii. Bahwa alasan "demi ketertiban umum" yang digunakan Tergugat
untuk melarang buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto sangatlah kabur. Sebab definisi "demi
ketertiban umum" tersebut ditafsirkan berdasarkan subyektifitas
Tergugat sendiri tanpa melibatkan institusi lain di luar institusi
Pemerintah yang bisa dinilai sebagai representasi "umum", dalam hal
ini DPR misalnya ataupun orang/badan yang akan terkena dari
dikeluarkannya KTUN Obyek Sengketa;
viii. Bahwa dengan demikian, Tergugat telah keliru dalam memahami
makna “kepentingan umum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-undang
Nomor 9 Tahun 2004;

c. UU NO 16 TAHUN 2004 YANG DIBUAT PASCA PERUBAHAN UUD 1945


TIDAK LAGI MEMBERIKAN KEWENANGAN KEJAKSAAN AGUNG
MELAKUKAN “PENGAMANAN” TERHADAP BARANG CETAKAN
1. Bahwa keberlakuan UU No 4/PNPS/1963 telah dikoreksi oleh UU NO 16
Tahun 2004 dengan adanya Pasal 30 ayat (3) huruf (c).
2. Bahwa Pasal 30 ayat (3) huruf (c) menyebutkan sebagai berikut:
“Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
c. pengawasan peredaran barang cetakan;

10
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

3. Bahwa Ketentuan Pasal 30 ayat (3) huruf (c) UU No 16 Tahun 2004 telah
mengubah ketentuan dalam UU Kejaksaan yang lama yakni UU No. 5 Tahun
1991.
4. Bahwa Pasal 27 ayat (3) huruf (c) UU No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan
(UU yang lama) menyebutkan:
Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
c. pengamanan peredaran barang cetakan;
5. Bahwa adanya penggantian istilah dari “Pengamanan” menjadi
“Pengawasan” bukanlah tanpa alasan. Perubahan tersebut dilandasi
semangat untuk menyesuaikan norma UU menjadi sesuai dengan norma
Perubahan UUD 1945 yang memiliki semangat demokrasi dan penghormatan
terhadap HAM.
6. Bahwa meskipun tidak secara tegas menyebutkan bahwa UU No 16 Tahun
2004 Tentang Kejaksaan RI mencabut UU No 4/PNPS/1963, namun dengan
ditiadakannya kewenangan Kejaksaan melakukan “Pengamanan” barang
cetakan telah membuat kewenangan kejaksaan dalam UU No 4/PNPS/1963
menjadi hilang daya berlakunya.
7. Bahwa dengan demikian, “aturan baru” dan “nilai-nilai baru” inilah yang
seharusnya digunakan dalam melakukan “seleksi” terhadap UU yang dibuat
dalam masa darurat yang jelas-jelas menunjukkan sifat kedaruratannya dan
tidak lagi sesuai dengan konteks, suasana dan norma konstitusi pasca
Perubahan UUD 1945.

II. DALAM POKOK PERKARA


A. KTUN YANG DIKELUARKAN TERGUGAT BERTENTANGAN DENGAN
KONSTITUSI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
1. Bahwa penggugat menolak seluruh dalil/alasan yang dikemukakan Tergugat dalam
jawaban/eksepsinya, kecuali yang dinyatakan benar oleh penggugat serta

11
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Penggugat menyatakan bahwa apa yang dinyatakan di dalam “bagian eksepsi’


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkara ini;
2. Bahwa Tergugat telah keliru melihat dan menerapkan kewenangannya terkait
dengan “pelarangan/peredaran barang cetakan”;
3. Bahwa dalam hal ini Tergugat semata-mata hanya melihat hak/kewenangannya
sebagai Pejabat TUN yang merupakan bagian integral dari Pemerintah, namun
tidak melihat dan mempertimbangkan kewajibannya sebagaimana telah ditetapkan
dalam, khususnya UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang
menyatakan bahwa :
Pasal 71
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan,
dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan
perundangan-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia
yang diterima oleh negara Republik Indonesia.

Pasal 72
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain.
4. Bahwa peraturan perundangan-undangan lain, dan hukum internasional tentang
hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia ini secara
progresif telah berkembang ke arah yang sangat baik yang dlihat dari adanya
kerangka hukum yang baik dan sistematis dalam upayanya melakukan pemajuan,
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia yang landasannya dapat dilihat
dari berbagai instrumen hukum yang dikeluarkan pasca reformasi 1998, seperti
amandemen terhadap UUD 1945, pembentukan Tap MPR tentang Hak Asasi
Manusia, pembentukan undang-undang Hak Asasi Manusia, pembentukan undang-
undang Pers, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait, serta ratifikasi
terhadap beberapa instrumen hak asasi manusia internasional yang melindungi hak
asasi manusia;

12
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

5. Bahwa secara tegas dan jelas Pasal 28 UUD 1945 memberi hak kepada warga
negara Indonesia kemerdekaan “mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.”
6. Bahwa selanjutnya ketentuan Pasal 28 UUD 1945 tersebut ditegaskan lagi dalam
perubahan kedua UUD 1945, Pasal 28 E ayat (3) menyatakan bahwa :
“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”.
7. Bahwa hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat secara lisan dan
tulisan telah pula dikuatkan dan dilindungi dalam Pasal 14 dan Pasal 19 TAP MPR
No XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia:
Pasal 14 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nurani”.
Pasal 19 TAP MPR No XVII/MPR/1998
“Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat”.
8. Bahwa implementasi terhadap hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan
pendapat telah secara kondusif dijamin dan dilindungi oleh UU No 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 23 ayat (2), Pasal 20 UU No. 40 tahun
1999 tentang Pers, dan Pasal 19 ayat (1) dan (2) UU No. 12 tahun 2005 tentang
Ratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik
Pasal 23 ayat (2) UU No. 39 tahun 1999
“Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan
pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak
maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban,
kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
9. Bahwa perlindungan hak atas kebebasan berpikir dan menyatakan pendapat
juga semakin nyata melalui adanya ketentuan Pasal 20 UU No. 40 tahun 1999,
tentang Pers yang menyatakan :
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku :

13
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

(2) Undang-undang Nomor 4 PNPS Tahun 1963 tentang Pengamanan Terhadap


Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2533), Pasal 2 ayat (3) sepanjang menyangkut ketentuan
mengenai buletin-buletin, surat-surat kabar harian, majalah-majalah, dan
penerbitan-penerbitan berkala;
Dinyatakan tidak berlaku.
10. Bahwa semangat perlindungan terhadap hak atas kebebasan berpikir dan
menyatakan pendapat tersebut semakin nyata dan aktual dengan diratifikasinya
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik melalui UU No 12 Tahun 2005,
sebagaimana tercermin dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2):
1. Setiap orang akan berhak mempunyai pendapat tanpa dicampur tangani.
2. Setiap orang akan berhak menyatakan pendapat; hak ini mencakup
kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala
macam gagasan tanpa memperhatikan batas, baik secara lisan maupun
tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui sarana lain menurut
pilihannya sendiri.
11. Bahwa dengan demikian, KTUN Obyek Sengketa bertentangan dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B. KTUN OBYEK SENGKETA BERTENTANGAN DENGAN ASAS-ASAS UMUM


PEMERINTAHAN YANG BAIK
1. Bahwa pelibatan beberapa departemen/institusi sebagai unsur dalam Clearing
House sebagaimana didalilkan Tergugat dalam bagian B poin 3 butir a – k, halaman
6, tidak serta merta mencerminkan telah dilaksanakannya asas-asas umum
pemerintahan yang baik oleh Tergugat. Sebab seluruh unsur-unsur tersebut
merupakan badan pelaksana pemerintahan, bukan badan atau lembaga
independen yang dapat merepresentasikan kepentingan umum dalam pelaksanaan
tugas Clearing House.

14
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

2. Bahwa untuk buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto, Tergugat telah melakukan Clearing House pada tanggal 3 Desember 2009
bersama dengan lembaga/instansi terkait . Pada proses ini, Penggugat tidak pernah
diberitahu atau diundang untuk memberikan tanggapan ataupun klarifikasi berkaitan
dengan substansi yang terdapat di dalam buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto yang dianggap 'bermasalah' oleh
Tergugat. Padahal UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme memerintahkan dan
mewajibkan kepada penyelenggara Negara agar dalam menyelenggarakan
pemerintahan selalu memperhatikan dan mempertimbangkan serta melaksanakan
asas-asas umum pemerintahan yang baik;
3. Bahwa berdasarkan "Asas Keterbukaan", setiap Pejabat TUN/penyelenggara
negara wajib membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi
yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif tentang penyeienggaraan negara dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara. Dalam kaitan ini, Tergugat sama sekali tidak membuka diri terhadap
Penggugat selaku pihak yang akan terkena dampak dengan adanya KTUN Obyek
Sengketa. Tergugat juga tidak memperhatikan perlindungan atas hak asasi dari
Penggugat yang secara nyata dan jelas dilindungi Konstitusi dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penggugat mengetahui adanya
KTUN Obyek Sengketa dari media massa bahwa buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto yang diterbitkan oleh Penggugat
dilarang peredaran dan penggandaannya oleh Tergugat.
4. Bahwa berdasarkan "Asas Proporsionalitas", setiap Pejabat TUN/penyelenggara
negara wajib mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
Penyelenggara Negara. Dalam kaitan ini, Tergugat hanya memperhatikan hak-nya
selaku Pejabat TUN dan mengabaikan kewajibannya untuk menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia Penggugat yang
telah dijamin dan dilindungi dalam peraturan perundangan-undangan dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik

15
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Indonesia (Vide Pasal 71 dan Pasal 72 UU HAM) serta wajib menyediakan,


memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah
kewenangannya, dan wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan
yang diambil untuk memenuhi hak setiap Orang atas Informasi Publik. (vide Pasal
7 ayat 1 dan 4 UU 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK)
5. Bahwa berdasarkan "Asas Kepastian Hukum", setiap Pejabat TUN/Penyelenggara
Negara harus mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan,
dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Dalam hal ini,
Tergugat memperhatikan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan terkait
dengan perlindungan hak asasi manusia yang secara jelas dan terang melindungi
hak atas kebebasan berekspresi, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat dan hak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nurani”.
6. Bahwa dengan demikian, KTUN Obyek Sengketa secara nyata telah bertentangan
dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik.

C. ARGUMENTASI PELARANGAN PEREDARAN TIDAK MEMILIKI DASAR YANG


KUAT DAN TIDAK TERBUKTI
1. Bahwa (salah satu) hasil Clearing House tanggal 3 Desember 2009 adalah
melarang peredaran dan penggandaan buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan
30 September dan Kudeta Suharto, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Buku tersebut bersifat provokasi terhadap kebijakan pemerintah Indonesia
karena menuduh Angkatan Darat Indonesia berkomplot dengan Pemerintah
Amerika Serikat untuk merencanakan percobaan kudeta terhadap Presiden
Sukarno dan kemudian menuduhkannya kepada Partai Komunis Indonesia
(PKI);
2. Dalil bahwa buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto bersifat provokatif sama sekali tidak memiliki dasar yang kuat. Tergugat
tidak dapat membuktikan pada bagian mana dari isi buku tesebut yang bersifat

16
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

provokasi. Selain itu, Tergugat juga tidak bisa membuktikan siapa yang terprovokasi
dengan isi buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto. Atau jangan-jangan justru Tergugat sendiri yang merasa terprovokasi
dengan buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta
Suharto.
3. Bahwa selain itu, dalil yang diajukan Tergugat mencerminkan bahwa Tergugat telah
salah “membaca” substansi dari buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto
4. Bahwa setelah tumbangnya Rezim Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi,
penulisan buku-buku yang menceritakan pembantaian massal yang terorganisir
secara sistematis telah banyak dilakukan, baik oleh lembaga atau individu
(sejarawan maupun korban). Apa yang dianggap 'tabu' oleh Rezim Orde Baru,
menjadi hal yang wajar ketika rezim itu tumbang. Sejarah Peristiwa G 30 S yang
semula hanya menceritakan seputar peristiwa penculikan 7 (tujuh) perwira Angkatan
Darat, berkembang ke arah penulisan apa yang terjadi setelah Peristiwa G 30 S.
Sejarah yang semula hanya mencatat rangkaian peristiwa dari perspektif penguasa,
bergeser kepada penulisan sejarah yang memiliki perspektif korban. Dengan kata
lain, sejarah tidak lagi menjadi milik mereka yang menang (berkuasa), namun juga
milik mereka yang ditindas.
5. Bahwa mengkritisi kebenaran tunggal versi resmi (pemerintah) seputar Peristiwa G
30 S merupakan hal wajar dalam iklim demokrasi yang tumbuh dan berkembang di
Indonesia sejak Reformasi 1998. Tidak diputarnya lagi film "Pengkhianatan G 30
S/PKI" karya Arifin C. Noor pada malam setiap tanggal 30 September adalah salah
satu bukti bahwa kebenaran sejarah yang berasal dari sumber resmipun patut
dipertanyakan. Padahal kita tahu, bahwa film Pengkhianatan G 30 S/PKI adalah film
yang wajib ditonton oleh seluruh bangsa Indonesia, lebih-lebih bagi murid-murid
sekolah (SD, SLTP, SLTA). Film tersebut seolah menjadi kebenaran "tunggal"
mengenai Peristiwa G 30 S. Sehingga tidak sedikit dari kita setelah menyaksikan
film tersebut memiliki dendam dan kebencian terhadap PKI, sekalipun kita tidak tahu

17
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

secara persis apa yang sesungguhnya terjadi pada Peristiwa G 30 S dan juga tidak
mengerti apa itu PKI.
6. Bahwa dalam negara yang demokratis seperti Indonesia, tidak ada larangan bagi
seseorang untuk berbeda pendapat dengan siapapun, termasuk dengan
pemerintahnya. Lebih-lebih berbeda pendapat mengenai fakta sejarah. Peristiwa
sejarah adalah peristiwa yang (pada umumnya) melibatkan banyak kelompok atau
individu. Masing melihat peristiwa sejarah tersebut dari sudut pandangnya masing-
masing. Jika berbeda pendapat dilarang atau merupakan pelanggaran hukum, maka
rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan akan penuh dengan mereka yang
berbeda pendapat. Karena hampir setiap hari terjadi aksi demonstrasi yang isinya
adalah perbedaan pendapat dengan pemerintah.
7. Bahwa walaupun buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan
Kudeta Suharto memiliki pendapat yang berbeda mengenai siapa yang bertanggung
jawab dalam Peristiwa G 30 S. Pendapat ini bukanlah pendapat yang berdiri sendiri,
karena didukung oleh fakta sejarah yang kuat dan dibangun melalui proses
penelitian yang sangat ilmiah. Jika pendapat buku Dalih Pembunuhan Massal,
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto mengenai siapa yang bertanggung
jawab dalam Peristiwa G 30 S berbeda dengan penulisan sejarah yang berasal dari
sumber resmi negara, adalah sebuah keniscayaan. Sebab sumber atau dokumen
yang digunakan oleh penulis buku Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto bukanlah sumber yang selama ini digunakan oleh
pemerintah dalam menuliskan sejarah G 30 S.
8. Bahwa Pengadilan (Mahmilub) terhadap tokoh-tokoh pimpinan PKI hanya
memutuskan bahwa mereka telah bersalah karena terlibat dalam perencanaan dan
pelaksanaan G 30 S. Tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa PKI
sebagai organisasi bersalah, karena terlibat dalam Peristiwa G 30 S. Tidak adanya
perlawanan dari pimpinan atau anggota PKI di daerah-daerah ketika mereka diburu,
ditangkap dan dibunuh. Padahal PKI memiliki jutaan anggota dan terkenal militan;
kebingungan karena tidak memperoleh informasi yang jelas mengenai Peristiwa G
30 S, adalah indikator lain lagi bahwa tidak ada kebijakan resmi dari

18
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

organisasi/partai untuk terlibat dalam Peristiwa G 30 S. Sekalipun pimpinan dan elit


partai terlibat dalam Peristiwa tersebut.
9. Bahwa seharusnya sebelum melakukan penilaian terhadap Buku Dalih
Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, Tergugat harus
menguji kebenaran informasi dari sumber-sumber yang digunakan penulis buku
Dalih Pembunuhan Masssal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto. Sebab
seluruh pendapat dan argumentasi dalam buku tersebut dibangun berdasarkan data
dan sumber yang diperoleh, bukan imajinasi pribadi penulisnya.

C. 1 PENULISAN ISITILAH G 30 S TIDAK DISERTAI DENGAN "/PKI" (TIDAK


SESUAI DENGAN TAP MPRS/XXV/1966)
1. Bahwa sampai sekarang tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang
menuliskan istilah G 30 S tanpa disertai "/PKI". Juga tidak ada peraturan
perundang-undangan yang mengharuskan penulisan "/PKI" pada akhir istilah "G 30
S".
2. Bahwa apabila Tergugat mendalilkan bahwa penulisan G 30 S tidak disertai dengan
"/PKI" adalah tidak sesuai dengan Tap MPRS/XXV/1966, maka dalil tersebut
merupakan penyesatan informasi kepada siapapun yang membaca Jawaban
Tergugat. Sebab isi dari Tap MPRS/XXV/1966 sama sekali tidak mengatur
penulisan G 30 S tanpa "/PKI" atau dengan "/PKI".
3. Bahwa secara garis besar, Tap MPRS/XXV/1966 berisi pembubaran Partai Komunis
Indonesia, Pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Negara
RI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan faham
atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
4. Bahwa dengan demikian, argumentasi yang dikemukakan Tergugat untuk
melakukan pelarangan peredaran Buku “Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30
September dan Kudeta Suharto” tidak memiliki dasar yang kuat dan tidak terbukti.

19
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

III. PETITUM
Bahwa berdasarkan dalil-dalil yang telah dipaparkan oleh PENGGUGAT, maka
PENGGUGAT meminta kepada Majelis Hakim yang Mulia.

Dalam eksepsi :
1. Menerima Tanggapan/Replik Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menolak Jawaban/Eksepsi Tergugat untuk seluruhnya;
3. Menyatakan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta berwenang memeriksa,
mengadili dan memutus perkara a quo;

Dalam Pokok Perkara:


1. Menerima gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor KEP-139/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang Larangan
Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Dalih Pembunuhan Massal
Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, karangan John Roosa, Penerjemah
Hersri Setiawan, Penerbit Institut Sejarah Sosial Indonesia, Jl. Pinang Ranti No.
3 Jakarta 13560, HASTA MITRA Jl. Duren Tiga Selatan No. 36 Jakarta selatan di
Seluruh Indonesia;
3. Memerintahkan TERGUGAT untuk mencabut Keputusan Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor KEP-139/A/JA/12/2009 tanggal 22 Desember 2009 Tentang
Larangan Beredar Barang Cetakan Berupa Buku Berjudul Dalih Pembunuhan
Massal Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, karangan John Roosa,
Penerjemah Hersri Setiawan, Penerbit Institut Sejarah Sosial Indonesia, Jl.
Pinang Ranti No. 3 Jakarta 13560, HASTA MITRA Jl. Duren Tiga Selatan No. 36
Jakarta selatan di Seluruh Indonesia;

20
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

4. Memerintahkan TERGUGAT untuk memulihkan Hak-hak Penggugat, harkat dan


martabat serta kedudukannya sebagai penerbit barang cetakan yang dilarang
TERGUGAT;
5. Menghukum TERGUGAT untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini.

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (et aequo
et bono).

21
Tim Advokasi Menentang Pelarangan Buku
Sekretariat : Jl. Siaga II No. 31 Pejaten Barat No. 31, Jakarta Selatan 12510
Telp : (021) 7972 662 Fax : 79192519

Hormat Kami,
KUASA HUKUM PENGGUGAT

Anggara, S.H Supriyadi Widodo Eddyono, S.H

Zainal Abidin, S.H Hendrayana, S.H

Sholeh Ali, S.H Tandiono Bawor, S.H

Andi Muttaqien, S.H Nur Hariandi, S.H, M.H

Rinto Tri Hasworo, S.H Wahyu Wagiman, S.H

22

Anda mungkin juga menyukai