Anda di halaman 1dari 6

BUDAYA DOWRY SEBAGAI OPRESI LAKI-LAKI TERHADAP PEREMPUAN DI

INDIA
(Dowry Culture as a Men’s Oppressions Against Women in India)

Diajukan guna melengkapi tugas dan memenuhi syarat Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah
Sosiologi Politik (A1)

Oleh

Alvirena Sifatul Lela

NIM 160910101020

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS JEMBER

2019
PENDAHULUAN

India merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar kedua di
dunia. Munculnya India sebagai kekuatan ekonomi baru pada tahun 1990-an, juga menjadikan
militer India semakin menguat serta India menjadi salah satu negara yang berpengaruh pada dunia
perpolitikan internasional. India terus berkembang sebagai negara demokratis dengan
pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Di balik pertumbuhan India di bidang ekonomi dan politik
di dunia internasional, ternyata India malah menjadi salah satu negara yang dianggap paling
berbahaya bagi wanita. Tingginya tingkat diskriminasi dan kesenjangan hak wanita di India ini
berakar dari adanya tradisi dan budaya di India, yang mengagungkan laki-laki dan menomor
duakan wanita dalam sistem sosial mereka. Tradisi dan budaya yang bersifat diskriminatif terhadap
wanita ini masih saja banyak dianut masyarakat India.

Dowry ialah suatu pemberian yang dilakukan oleh pihak pengantin wanita kepada pihak
pengantin laki-laki ketika menikahkan anaknya,dowry bisa berupa uang tunai, barang-barang
berharga seperti perhiasan, alat elektronik, furniture dll, tergantung permintaan dari pihak laki-
laki. Terkadang semakin tinggi status sosial dan pendidikan dari calon pengantinlaki-laki, maka
akan semakin tinggi pula jumlah dowry yang diminta. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence1 ,ada hubungan yang kuat antara status hirarki dan jumlah
transfer dari keluarga wanita kepada pihak laki-laki,pengantin laki-laki yang berasal dari kasta
yang lebih tinggi akan menerima jumlah dowry yang tinggi pula dibanding dowry bagi pengantin
laki-laki dari kasta yang lebih rendah. Seringkali permintaan keluarga pengantin laki-laki ini tidak
berhenti saat awal pernikahan,namun terus berlanjut ketika anak-anak mereka sudah menikah.
Pihak perempuan menjadi diharuskan memberikan apa yang diminta oleh pihak keluarga laki-laki
jika ingin anak mereka diperlakukan dengan baik oleh keluarga pihak laki-laki. Budaya dowry ini
telah menyebar hampir ke seluruh lapisan masyarakat India, jika pada empat abad yang lalu system
dowry hanya dijalankan di kalangan tertentu umat Hindu yaitu pada kelompok kasta kelas atas.
Saat ini tradisi dowry telah menyebar ke dalam kalangan kelas menengah dan bawah masyarakat

1
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. The Institutions of Dowry in India : Why it Continues to Prevail The Jounal
of Developing Areas Vol.38 No.2. 2005.
Hindu, Kristen dan muslim di India.2 Di India bagian utara, masyarakat muslim mulai
mempraktekkan dowry sejak puluhan tahun yang lalu. Dowry ini dianggap sebagai kompensasi,
karena anak perempuan tidak mendapatkan hak waris seperti anak laki-laki. Karena adanya sistem
dowry inilah anak perempuan dianggap sebagai beban bagi keluarga, mereka akan membebani
keluarga secara finansial di kemudian hari.

Pemberian mahar dari mempelai pria kepada mempelai wanita selain saat ini dilakukan di
seluruh India, pemberian mahar tersebut juga mengalami perubahan dalam esensi dasar pemberian
mahar, jumlah, dan sistemnya. Mahar yang diberikan maupun yang diminta bukan lagi atas dasar
agama, tetapi karena keserakahan dan keinginan meningkatkan status sosial.

Perspektif Feminis Sosialis dalam Tradisi Mahar di India

Dalam studi bidang gender, setidaknya ada tiga perspektif yang paling terkenal. Satu
diantaranya adalah perspektif feminis sosialis. Menurut perspektif tersebut, perempuan
tersubordinasi karena adanya kapitalisme dan budaya di masyarakat yang patriarkial. Perspektif
yang merupakan penggabungan antara perspektif feminis radikal dan feminis marxis ini
berpendapat bahwa kapitalisme dan patriarki saling mendukung. Inilah yang terjadi di masyarakat
India. Subordinasi perempuan yang terjadi di India dengan adanya tradisi mahar modern ini jika
dilihat dari perspektif sosialis ini disebabkan adanya budaya patriarki dan penerapan sistem
ekonomi kapitalis di India. Budaya patriarki merupakan budaya yang sering dikaitkan dengan
budaya patrilineal. Keduanya sama-sama memberikan otoritas dan dominasi kepada laki-laki
dalam kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat. Dua budaya tersebut di India terlihat
dengan adanya favoritisme terhadap anak laki-laki sebagai pewaris harta keluarga. Hal ini
menyebabkan subordinasi terhadap perempuan dimana perempuan tidak mempunyai hak untuk
mendapatkan warisan harta keluarga. Perempuan dibiarkan bergantung pada suami dan mertua,
terutama dalam hal ekonomi. Budaya ini awalnya tumbuh di kalangan kasta tertinggi dalam agama
Hindu, karena dalam kasta-kasta lain terutama kasta budak wanita bersifat independen meski
hanya bekerja di ladang. Adanya budaya tersebut menyebabkan munculnya mahar dalam

2
Muhammadullah Khalili Qasmi. Mahar : a Social Heinous Crime diakses dari http://id.hicow.com/india/dalveer-
bhandari/muslim-175164.html
perkawinan dengan kedua jenis yang telah disebutkan di atas yang kemudian mengalami
perkembangan dan perubahan serta memunculkan subordinasi dalam taraf yang lebih jauh
terhadap perempuan. Hal ini turut diperparah dengan semakin tersebarnya tradisi tersebut di
seluruh India yang juga menganut budaya patriarki.

Adanya budaya patriarki yang menyebabkan adanya tradisi mahar di India dan berkembang
menjadi tradisi mahar yang ada saat ini tidak bisa dipisahkan dari adanya sistem ekonomi kapitalis
di India. Munculnya ekonomi kapitalis di India dan didukung dengan adanya budaya patriarki,
menjadikan laki-laki yang mengontrol produksi yang kemudian menyebabkan terbentuknya kelas
dalam masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme tumbuh di India sejak adanya liberalisasi ekonomi
pada awal tahun 1990an setelah dari kemerdekaannya hingga tahun 1991 India menerapkan
kebijakan proteksionis yang dipengaruhi oleh sistem ekonomi sosialis dan menghasilkan
perekonomian yang jauh dari dunia luar serta krisis akut dalam pembayaran saldo di tahun 1991.
Liberalisasi ekonomi tersebut kemudian menyebabkan terbentuknya kelas baru dalam masyarakat
India berupa status sosial yang tinggi dengan didasarkan pada jumlah kekayaan keluarga. Selain
itu, sistem ekonomi kapitalis yang diiringi gelombang globalisasi memunculkan konsumerisme,
materialistik dalam masyarakat India. Permintaan mahar yang sangat besar tersebut, status sosial
calon mempelai pria yang lebih tinggi dinilai dari harta yang mereka miliki, dan keinginan
keluarga mempelai wanita meningkatkan status sosial mereka seringkali menyebabkan keluarga
mempelai wanita berada dalam kesulitan keuangan yang besar karena harta yang digunakan
sebagai mahar untuk menarik calon mempelai pria biasanya habis. Ketidakinginan keluarga untuk
jatuh miskin dan besarnya biaya yang ditanggung keluarga ketika memiliki anak perempuan anak
laki-laki membawa harta ke dalam keluarga menyebabkan keluarga di India menolak memiliki
anak perempuan lagi jika anak pertama mereka juga perempuan. Penolakan ini seringkali dalam
bentuk pembunuhan bayi perempuan, kesengajaan keluarga menelantarkan bayi perempuan
mereka, dan semenjak ada teknologi baru yang dapat mengetahui jenis kelamin janin jauh sebelum
janin dilahirkan, penolakan keluarga seringkali melalui aborsi janin perempuan. Selain itu, karena
tidak ingin menanggung malu akibat anak perempuannya belum menikah, di India anak
perempuan dinikahkan bahkan saat mereka masih di bawah umur dan biasanya mereka dinikahkan
dengan dijodohkan oleh keluarga mereka. Subordinasi terhadap perempuan melalui tradisi
pemberian mahar kepada mempelai pria akibat budaya patriarki dan sistem ekonomi kapitalis
memburuk ketika mahar yang diberikan tidak sesuai dengan yang diminta oleh keluarga mempelai
pria atau mahar tidak dibayarkan pada tenggat waktu yang telah ditentukan. Ketika hal tersebut
terjadi, pembunuhan terhadap istri-istri yang masih muda menjadi fenomena yang biasa di India
meski ilegal. Pembunuhan tersebut biasanya dilakukan dengan membakar istri hidup-hidup dan
dibuat seperti kecelakaan. Aksi pembunuhan inipun diketahui dan disetujui oleh keluarga
mempelai pria. Tujuan pembunuhan terhadap istri mereka yang masih muda adalah kesempatan
bagi suami untuk mendapatkan istri baru beserta harta dari mahar yang diberikan oleh keluarga
mempelai wanita.

Kesimpulan

Meski merupakan negara dengan perkembangan demokrasi tercepat, India terbukti masih
memiliki cacat dalam hal gender. Tradisi pemberian mahar dari pihak mempelai wanita kepada
pria yang awalnya berdasarkan agama dan keadilan, saat ini berubah menjadi alat subordinasi
perempuan di India. Hal ini diperparah dengan adanya budaya patriarki dan sistem ekonomi
kapitalis yang ada di India. Apalagi dengan adanya gelombang globalisasi, memunculkan
masyarakat yang konsumerisme dan materialistik. Pemberian mahar tidak lagi bersifat sukarela
tetapi karena permintaan dari keluarga pria dikarenakan mereka memiliki status sosial yang tinggi
dikaitkan jumlah kekayaan mereka sehingga mereka memiliki kendali atas mahar yang akan
diberikan. Sistem ekonomi kapitalis memunculkan hal tersebut. Budaya patriarki yang ada di India
mendukung bagi pelaksaanaan tradisi yang saat ini telah berubah dari esensi dasarnya. Meskipun
telah ada upaya dari pemerintah dan gerakan-gerakan feminis, tradisi yang telah mengakar kuat
tersebut tidak bias dihilangkan begitu saja. Mengikuti resep yang diberikan oleh perspektif feminis
sosialis mengingat akar permasalahan ada pada budaya patriarki dan sistem ekonomi kapitalis di
India, hal yang bisa dilakukan adalah menghapuskan hak milik privat dan model produksi kapitalis
serta menyetarakan beban dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan.
Daftar Pustaka

Srinivasan, P. dan Lee, G.R., “The Dowry System in Northern India: Women's Attitudes and
Social Change”, Journal of Marriage and Family, vol. 66, no. 5, Desember 2004.

Nelson, D., Indian gender gap widen due to number of female foetus abortions, 24 Mei 2011,
<http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/india/8533467/Indian-gender-gap-widens-
due-to-number-of-female-foetus-abortions.html>, 2 Juni 2011.

Anda mungkin juga menyukai