Abstract
This article attempts to explain the phenomenon of dowry murder as a form of violence against
women in India. Differ from bride price practiced in Indonesia, dowry in India is a wedding gift
in the form of money as well as other goods given by the bride’s family to the groom’s family. The
writers analyze this article by using radical feminism perspective. This perspective argues that
patriarchy system prevailing in India has contributed a lot to the domination of men over women.
This domination is supported by dowry system in India’n marriage which leads the women to be
the victims of symbolic violence.
Key words : dowry, symbolic violence, women, patrilineal, radical feminism
In Accordance with Human Rights Obligations”, Michigan Journal of Gender and the Law, Vol. 6 (2). (2000: 456).
22 SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012
perempuan tersebut karena beberapa dowry ini merupakan warisan kepada anak
alasan4. Pertama, minyak tanah sangat perempuanya untuk tujuan keamanan dan
mudah didapat dan selalu tersedia seba- tidak diberikan kepada keluarga suami.
gai bahan bakar memasak bagi keluarga Dalam konteks budaya India, dejjah atau
kelas menengah ke bawah di India. Kedua, daaj ini merupakan cerminan atas kepemi-
penyiksaan tersebut dilakukan di rumah, likan harta benda oleh anak perempuan.
tepatnya di dapur sehingga seringkali Saat ini pemberian dowry telah menjadi
tidak mencurigakan. Sari yang dikenakan bagian dari kebiasaan pernikahan dari
oleh perempuan India terbuat dari bahan berbagai kasta dan berbagai komunitas di
yang mudah terbakar, api dengan cepat India6. Dowry tidak hanya dilakukan oleh
dapat menjalar dan melalap tubuh perem- kasta Brahmana dan Kshatrya, namun juga
puan tersebut dan membunuhnya dengan dilakukan oleh golongan Sudra dan Dalit
sedikit bukti atau bahkan tidak ada bukti yang awalnya bahkan tidak mengenal
pembunuhan. Pembakaran juga bisa me- praktek dowry. Dowry tidak hanya dilaku-
nutupi tindakan penganiayaan fisik yang kan oleh kaum Hindu, namun juga oleh
ditujukan kepada perempuan tersebut Muslim dan Kristen di India7.
oleh suami atau mertua dan ipar-iparnya Praktik dowry menimbulkan ketakutan
sebelum kematiannya. Dengan demikian, yang luar biasa bagi keluarga India yang
penganiayaan yang berujung pada kema- memiliki anak perempuan dan praktek
tian bisa ditutupi dengan mengakuinya ini merupakan sumber penindasan yang
sebagai sebuah kecelakaan biasa. berlapis kepada perempuan. Di India,
Praktik dowry sudah dikenal sejak karena beban keuangan untuk meny-
lama oleh masyarakat India, tetapi karena ediakan maskawin bagi anak perempuan,
perubahan sosial di India praktek dowry seorang anak perempuan seringkali tidak
yang terjadi saat ini telah banyak mengal- diharapkan atau dianggap tidak berharga
ami perubahan. Dowry yang lebih dikenal bagi keluarga dimana ia dilahirkan. Beban
dengan nama dejjah, daaj, atau sthridhanam dowry menyebabkan anak perempuan ti-
dalam bahasa Hindi secara tradisional dak mendapatkan akses pendidikan dan
merupakan hadiah atau warisan yang kesehatan. Dowry juga menjadi penyebab
diberikan kepada calon pengantin perem- semakin meningkatnya kasus bunuh diri
puan dalam sistem perkawinan yang gadis-gadis muda di India yang takut
dianut oleh kasta atas India. Hadiah yang membebani orangtua mereka dengan ut-
biasanya berupa pakaian, perhiasan, dan ang untuk mendapatkan sejumlah uang
alat- alat rumah tangga tersebut diberikan untuk dowry. Dowry juga menjadi penje-
oleh keluarganya sebelum meninggalkan lasan akan banyaknya transaksi jual beli
orangtuanya untuk hidup dengan keluar- organ tubuh di India sebagai cara untuk
ga sang suami5. Menurut Arunachalam mendapatkan uang dowry8.
dan Logan, (2000:2). Pada awalnya praktik
4 Ibid.
5 Lionel Caplan. “Bridegroom Price in Urban India: Class, Caste and Dowry Evil Among Christians in
Madras”, Jurnal Man, New Series, Vol.19 (2), Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland <http://
www.jstor.org/stable/2802278> (diakses 13 Mei 2010). (1984: 217).
6 Geetanjali Gangoli. Indian Feminism Law, Patriarchies and Violence in India, USA, Ashgate Publishing
Company. (2007:3).
7 Mohd. Umar. Bride Burning in India : A Socio Legal Study, New Delhi : APH Publishing Coorporation.
(1998:140).
8 C.S. Lakshmi. “On Kidneys and Dowry”, Economic and Political Weekly, Vol.24 (January 1989) <http://
dengan perempuan. Kaum feminis radikal legitimasi dowry. Peran dan posisi perem-
mempertanyakan kebenaran teori politik puan dapat menjadi hal yang simbolik
tradisional yang membedakan antara ra- dalam konteks identitas etnis. Keluarga
nah politik dan personal dan mempercayai sebagai tempat berlindung bagi perem-
bahwa keluarga merupakan institusi non puan, ternyata juga dapat menjadi sumber
politis dan personal. Menurut mereka ethnic violence (kekerasan etnis). Dalam
justru keluarga merupakan sebuah ruang kasus dowry di India, perempuan menjadi
dimana eksploitasi secara maksimum ter- korban dalam kekerasan etnis-nya sendiri.
hadap perempuan terjadi. Dowry adalah kekerasan yang dibentuk
Kaum feminis radikal berkeinginan oleh sistem perkawinan yang patriarki.
untuk mendefinisikan ulang identitas in- Kekerasan terhadap perempuan kadan-
dividu, membebaskan bahasa dan budaya gkala berwujud kekerasan fisik dan pen-
dari dominasi maskulinitas, membangun indasan. Penderitaan tersebut didukung
ulang kekuasaan politik, mengevaluasi oleh penegakan atas nama budaya dan
ulang sifat manusia dan perilakunya serta moral16.
menantang nilai-nilai tradisional. Feminis
radikal percaya bahwa jika seksualitas Perempuan dalam Masyarakat Pa-
tidak dikonsep ulang dan dikonstruksi triarki India dan Sistem Dowr y
ulang, maka perempuan akan tetap be- Tradisional
rada pada posisi yang lebih rendah dari Dalam kitab-kitab Hindu yang di-
laki-laki. pegang teguh oleh masyarakat India
Perempuan yang mengalami ke- kuno, perempuan adalah obyek pemujaan
kerasan dalam keluarga menjadi isu pen- sekaligus juga sebagai penyebab dari
ting bagi feminis radikal. Berkaitan dengan semua masalah di dunia. Kita mengenal
kekerasan, Pierre Bourdieu menawarkan Dewi Savitri seorang perempuan yang
teori symbolic violence (kekerasan simbo- dipuja karena telah berkorban untuk me-
lik). Menurut Bourdieu dan Passeron, pen- nyelamatkan nyawa sang suami dan ada
gendalian dan aturan sosial dalam semua juga Dewi Kakeyi yang dihujat karena
masyakat dihasilkan secara tidak langsung dengan keji telah menyebabkan Rama
oleh mekanisme kultural15. Kekerasan dibuang ke hutan Dandaka selama tiga
simbolik adalah beban atau kerugian yang belas tahun. Kode Manu, sebuah kitab
diakibatkan oleh sistem simbolisme dan Hindu merupakan titik awal yang mem-
makna, misalnya budaya. Beban tersebut buat wanita inferior terhadap laki-laki.
dikendalikan oleh kelas atau kelompok Beberapa kalimat seperti ”perempuan
yang memiliki legitimasi kekuasaan. Le- tidak berhak atas kebebasan” dan ”jadilah
gitimasi ini menyembunyikan hubungan ibu bagi laki-laki”, mencerminkan penem-
kekuasaan, sehingga kekuasaan berhasil patan perempuan pada posisi lemah dan
mengendalikan beban tersebut. Dalam lebih rendah dalam Hindu. Perempuan
kasus dowry di India, praktik ini adalah akan lebih berharga jika telah melahirkan
bentuk kekerasan simbolik. anak laki-laki dibandingkan melahirkan
Sistem patriarki mengendalikan na- anak perempuan. Bila kita meneliti se-
sib perempuan dengan menggunakan luruh khasanah agama Hindu, kita akan
15 Richard Jenkins. Pierre Bourdieu. London dan New York: Routledges. (2006:65).
16 Linda McKie. Families, Violence and Social Change. Berkshire: Open University Press. (2005:28).
Putu Titah Kawitri Resen, Ikma Citra Ranteallo, Dowry Murder: Kekerasan Simbolik ... 25
pengantin perempuan tersebut akan uang telah menipis, mereka berada dalam
membawa barang-barang perlengkapan posisi lemah yang rawan akan berbagai
rumah tangga dan apapun yang diberikan kritik, penyiksaan, dan akhirnya menjadi
kepadanya yang secara teori akan digu- korban pembunuhan akibat maskawin.
nakan oleh pengantin perempuan tersebut
untuk memulai kehidupan rumah tangg- Komodifikasi Pernikahan
anya. Hadiah tersebut yang dalam hal ini Perkembangan sistem dowry yang
disebut sebagai stridhana, dejjah atau daaj dikenal saat ini menggambarkan perkawi-
tersebut merupakan sebuah simbol trans- nan tidak ubahnya seperti transaksi
fer kepemilikan terhadap perempuan dari dagang dimana hanya perempuan de-
keluarga yang melahirkan ke keluarga ngan tawaran yang tertinggi yang akan
sang suami. Hadiah tersebut juga berarti mendapatkan laki-laki sebagai suaminya.
terhentinya tanggung jawab keluarga Perubahan pada praktek dowry terjadi
dimana perempuan tersebut dilahirkan sejak kedatangan kolonialisme Inggris19.
untuk menjaga dan melindunginya. Menurut Rudd (2007) dan Lakhani, ada
Sistem kasta yang mensyaratkan dua hal penting yang dilakukan peme-
perkawinan endogamy atau perkawinan rintah Inggris sehingga menyebabkan
dengan kasta yang sama menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem dowry.
hanya perempuan Brahmana yang bisa Pertama, universalisasi nilai-nilai Brah-
menikah dengan pemuda Brahmana, hanya manisme dalam hal ini adalah dengan
perempuan dari kasta Kshatrya yang bisa mendorong dan mengesahkan sistem
menikah dengan pemuda Kshatrya. De- perkawinan yang menggunakan sistem
ngan demikian, sistem perkawinan me- dowry dan kedua, melakukan pemung-
lalui pemberian stridhana atau dowry ini utan pajak dalam bentuk uang.
hanya berlaku di golongan kasta atas pada Sebelum India menjadi koloni Inggris,
masa India kuno karena hanya golongan ada delapan macam cara perkawinan
kasta atas yang diperbolehkan untuk yang dikenal oleh masyarakat India20. Se-
mempelajari kitab-kitab suci dan ilmu mentara Brahmana menggunakan sistem
keagamaan. perkawinan dengan dowry, kasta-kasta
Dengan perubahan sosial yang yang lain menggunakan ritual pernikahan
terjadi India yang dimulai dengan ke- dengan cara yang berbeda salah satu-
datangan penjajah Inggris serta arus glo- nya justru pihak keluarga laki-laki yang
balisasi dan modernisasi , perempuan di memberikan maskawin kepada mempelai
India mulai kehilangan kekuatan ritualnya wanita. Pemerintah Inggris mendorong
sedangkan sistem patriarki tetap menem- pernikahan sistem dowry dan mengang-
patkan perempuan untuk tidak memiliki gap sistem-sistem perkawinan non–Brah-
kontrol terhadap ekonomi. Sebagai hasil- mana tidak sah. Pada pertengahan abad
nya, perempuan menjadi semakin rentan 20, berbagai bentuk tata cara perkawinan
sebagai obyek yang bisa diganti atau lainnya yang pernah ada tidak dipakai lagi
ditukar. Perempuan terlihat sebagai ko- dan hanya perkawinan ala Brahmin yang
moditi, penyedia uang. Ketika simpanan dipakai di seluruh India21. Sumbangan
19 Ranjana Sheel. “Institusionalisation and Expansion of Dowry System”, Economic and Political Weekly,
21 Avnita Lakhani. “Bride-Burning: The “Elephant in the Room” Is Out of Control”, Pepperdine Dispute
22 Veena Talwar Oldenburg. Dowry Murder: The Imperial Origins of A Cultural Crime, New York, Oxford
24 Lionel Caplan. Bridegroom Price in Urban India: Class, Caste and Dowry Evil Among Christians in
Madras”, Jurnal Man, New Series, Vol.19 (2), Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland <http://
www.jstor.org/stable/2802278> (diakses 13 Mei 2010) (1984:221).
28 SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012
dengan 20 rbu rupee. Tentu saja jika si para orangtua mau menyiapkan dowry
perempuan bekerja, permintaannya bisa bagi anak perempuan mereka meskipun
diturunkan. Dosen dan insinyur dengan mereka harus bekerja keras untuk meng-
pendapatan 5 ratus sampai 15 ribu rupee umpulkan uang adalah karena ketika me-
yang tergolong dalam kelas menengah reka sudah membayar dowry mereka akan
namun dalam kategori yang lebih tinggi, menganggap diri mereka lepas dari segala
bisa meminta dowry sebesar 35 ribu sam- tanggung jawab atas kesejahteraaannya.
pai 40 ribu rupee jika calon pengantin Apa yang terjadi pada anak perempuan
perempuan bekerja, namun jika calon mereka setelah pernikahan bukan urusan
pengantin perempuan tidak bekerja maka mereka lagi.
permintaannya bisa jadi lebih tinggi”25.
Sankritisasi dan Brahmanisasi
Ukuran dowry menjadi penentu
status keluarga laki-laki serta menegas- Salah satu penyebab maraknya
kan bahwa laki-laki jauh lebih berharga kasus bride burning akibat maskawin
dibandingkan dengan perempuan26. Keta- adalah sosialisasi nilai-nilai Brahmanisme
makan dan materialisme menjadi simbol dan Sankritisasi pada pertengahan tahun
perkawinan dan tuntutan akan dowry 1980-an. Brahmanisme adalah suatu ide-
bisa terus dilakukan bahkan ketika sang ologi untuk mengembalikan masyarakat
istri yang tidak berdaya tersebut telah India pada sebuah tatanan sosial yang
melahirkan dua sampai tiga anak. Banyak berdasarkan kasta dengan menempatkan
dari perempuan tersebut mencoba me- kaum Brahmana pada posisi tertinggi
larikan diri dari siksaan dengan kembali dalam masyarakat. Sedangkan Sanskriti-
ke rumah orang tuanya, namun sayang sasi merupakan proses perubahan kelom-
seringkali malah orang tua merekalah pok-kelompok kasta dengan mengadopsi
yang mengembalikannya ke rumah sang kebiasan-kebiasaan yang dilakukan oleh
suami. Rasa malu dan takut akan menjadi golongan kasta atas seperti sistem perni-
perbincangan masyarakat atau karena kahan, ritual keagamaan, dan cara pemu-
rasa hormat terhadap keluarga laki-laki jaan28. Ada beberapa peristiwa penting
biasanya menjadi alasan mengapa mereka yang terjadi di India antara pertengahan
tidak mau menerima kedatangan putri tahun 1980-an sampai tahun 1990-an dian-
mereka kembali27. Orang tua perempuan taranya adalah gerakan Ram Janmabhoomi,
tersebut tidak hanya korban dalam kasus Ramayana Fever, dan Hinduisasi Dalit
ini tetapi juga turut merendahkan posisi yang menandai bangkitnya fundamen-
anak perempuannya dengan memberikan talis Hindu yang bercita-cita mendirikan
pandangan bahwa perkawinan adalah negara Hindu India (Hindutva). India
keharusan dan mereka harus tetap be- saat itu menyaksikan berkembangnya
rada dalam ikatan pernikahan meskipun organisasi Hindu nasionalis yang bahkan
mereka harus mengorbankan nyawa me- mendapatkan dukungan dari orang-orang
reka sendiri. Salah satu alasan mengapa India yang berada di luar India29.
25 Jamila Verghese. Gold and Her Body. New Delhi: Vikas (1980:126).
26 Madu Ksihwar. “Continuing The Dowry Debate”, Economic and Political Weekly, Vol 24 (49) <http://
www.jstor.org/stable/4395689> (diakses 13 Mei 2010) (1989:2763).
27 Ranjana Sheel. “Institusionalisation and Expansion of Dowry System”, Economic and Political Weekly,
29 Mary Hancock. . “Hindu Culture for An India Nation”, American Ethnologist, Vol. 22, (4) (November 1995)
Tepatnya pada tahun 1989, kekalahan Ramayana dengan versi Brahmin. Rama
Partai Kongres akibat berbagai isu korupsi dan adiknya Bharata dalam serial tersebut
tidak hanya menjadi akhir dari dinasti digambarkan sebagai pria tampan dengan
Nehru dalam pemerintahan namun juga kulit putih bersih bukan dengan kulit
membantah asumsi bahwa Partai Kongres gelap seperti yang digambarkan dalam
dengan sejarahnya telah merepresentasi- tradisi konvensional33. Serial ini menjadi
kan India dengan seutuhnya30. Berakh- tayangan yang wajib ditonton oleh masya-
irnya era partai Kongres juga menjadi rakat dan ketika serial ini selesai, terjadi
sebuah celah bagi Partai Hindu Bharatiya protes massa yang meminta serial tersebut
Janata yang didominasi oleh golongan ditayangkan ulang. Sebagai gantinya,
kasta atas untuk memenangkan pemili- dibuatlah tayangan Mahabharata yang
han umum untuk pertama kalinya. Partai juga mendapatkan respon yang luar biasa
ini bercita-cita untuk mendirikan negara dari masyarakat. Usaha untuk mengem-
Hindu dengan Brahmanisasi dan Sanskri- balikan India berdasarkan Hindu juga
tisasi menjadi agenda politik utamanya. dilakukan dengan memaksa kaum Dalit
Untuk mewujudkan suatu bangsa yang telah memeluk agama lain untuk
dengan slogan ”Hindu, Hindi, Hindustan kembali memeluk agama Hindu (George,
(one people, one nation, one culture)”, kaum tanpa tahun). Pada tahun 1992, sebanyak
fundamentalis Hindu percaya bahwa 2000 golongan Dalit yang telah memeluk
sejatinya identitas India adalah berdasar- agama lain dipaksa untuk kembali meme-
kan Weda dan sistem kasta31. Menurut luk Hindu.
mereka nilai-nilai Hindu telah tercemar Agenda Brahmanisasi dan Sanskritisasi
akibat kedatangan Muslim dan pemerin- sejak kemunculannya di satu sisi telah
tah kolonial. Gerakan Ram Janmabhoomi menyebabkan kerusuhan dan kekacauan
yang dipimpin oleh L.K. Advani presiden dimana-mana. Salah satunya adalah
BJP bertujuan untuk menggalang dukun- konflik Hindu dan Muslim yang terjadi di
gan untuk merebut kembali kuil Rama Bihar pada tahun 1989 yang menelan kor-
di Ayodyha yang telah berubah menjadi ban 1000 jiwa dan sebanyak 40 ribu orang
Masjid Babri. Tempat dimana masjid terse- kehilangan rumah. Golongan kasta bawah
but berdiri diklaim oleh kaum fundamen- yang menentang Brahmanisasi sering-
talis Hindu sebagai tempat suci, tempat di- kali bentrok dengan golongan kasta atas
mana Rama salah satu avatar Tuhan yang yang mendukung agenda ini. Salah satu
lahir ke dunia. Gerakan tersebut berujung kasus yang terkenal adalah kasus Rajeev
pada kerusuhan besar yang terjadi pada Goswami, seorang mahasiswa kasta atas
tanggal 6 Desember 1992 dimana ratusan yang membakar tubuhnya sendiri karena
orang menjadi korban dalam kerusuhan menentang persamaan antara kasta atas
tersebut baik di pihak Muslim maupun dengan kasta bawah pada tanggal 19 Sep-
di pihak Hindu32. Sanskritisasi juga dilaku- tember 199034. Pembakaran diri tersebut
kan melalui penayangan serial televisi ternyata kemudian diikuti oleh 159 orang
30 Barbara D Metcalf dan Thomas R Metcalf. A Concise History of Modern India, New York, Cambridge.
(2006:273).
31 The Hindu. Hindutva and Multiculturalism, <http://www.geocities.com/Athens/
Parthenon/2104?Hindutva.html> (diakses 18 Mei 2010). 1998.
32 KN Panikkar. Towards a Hindu Nation, <http://www.geocities.com/indianfacism/facism/hindu_nation.
34 Nicholas B Dirks. Castes of Mind, United Kingdom, Princenton University Press (2001:275).
30 SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012
pemuda yang mencoba melakukan yang atas dapat dicirikan dengan enam karak-
sama. teristik sebagai berikut; tanah ladang atau
Namun di sisi yang lain, di pedesaan- sawah yang luas, kuat dalam jumlahnya,
pedesaan dimana masyarakatnya secara posisi tinggi dalam jabatan lokal, pendi-
tradisional masih sangat terikat dengan dikan barat, memiliki pekerjaan di insti-
hubungan jajmani, Brahmanisasi dan tusi pemerintahan, dan pendapatan yang
Sanskritisasi dapat diterima dengan baik. tinggi35. Kasta juga merupakan sebuah
Jajmani adalah sebuah sistem yang men- sistem tertutup karena faktor kelahiran
gatur hubungan antara golongan kasta yang tidak memungkinkan adanya mobili-
tinggi dengan golongan kasta rendah. tas bagi anggotanya36. Dengan demikian,
Sistem jajmani juga bisa diartikan sebagai Brahmanisasi dan Sanskritisasi merupakan
sebuah hubungan patron – klien dimana suatu usaha untuk mempertahankan
kasta bawah tunduk terhadap perintah- hak-hak istimewa yang dinikmati oleh
perintah yang dikeluarkan oleh golongan golongan kasta atas melalui ketergantun-
kasta tinggi karena ketergantungan me- gan ekonomi kasta bawah. Seperti yang
reka secara ekonomi terhadap golongan diungkapkan oleh Marry Hancock :
kasta tinggi. Peniruan terhadap kebiasaan-
“Hindutva kept class, caste, and gender
kebiasaan kasta atas merupakan suatu
distinctions intact by naturalizing them
kebanggan bagi kaum kasta bawah wa-
through Hindu practice. Religious idioms
laupun sebenarnya tidak memberikan
thus helped frame a nationalism that co-
pengaruh apapun pada status mereka.
hered with bourgeois class ideology at the
Citra pasangan suami istri ideal yang
same time as they provided an ideological
digambarkan oleh pasangan Rama dan
cement for dependency relations that per-
Sita menjadi pembenaran bagi keluarga-
petuated social inequalities”.37
keluarga pedesaan yang tergolong kelas
menengah ke bawah untuk melakukan
adopsi terhadap kebiasaan Brahmin, teru- Maskawin dalam Konteks Indonesia
tama sistem pernikahan melalui sistem
Di Indonesia, maskawin lebih jelas
dowry. Adegan Sita yang menceburkan
terlihat dalam perkawinan secara Islam.
dirinya ke api juga menjadi pembenaran
Maskawin yang biasanya digunakan
atas kejadian pembakaran terhadap pen-
antara lain seperangkat alat sholat, per-
gantin perempuan yang tidak mampu
hiasan, Alquran, dan lain-lain. Maskawin
memberikan maskawin tambahan. Kema-
(bride-price) adalah serah-terima kekayaan
tian yang dikaitkan dengan api dianggap
dari mempelai pria atau keluarganya atau
sebagai kematian yang suci.
keduanya kepada keluarga mempelai
Sistem kasta menempatkan golongan wanita. Masyarakat mengenal beberapa
Brahmin dan Kshatrya pada posisi dengan istilah mahar atau maskawin, seperti tukon
segala hak-hak istimewa terlebih-lebih (Jawa), pangolon hodi, tuhor (Batak), beli
ketika Inggris datang ke India. Barmuli (Maluku), belis (Nusa Tenggara Timur)
Natrajan mengatakan bahwa kasta-kasta yang berarti membeli. Seorang antropolog
35 Balmurli Natrajan. “Caste, Class and Community in India : An Ethographic Approach”, Ethnology, Vol.
Ltd. (1975:1).
37 Mary Hancock. “Hindu Culture for An India Nation”, American Ethnologist, Vol. 22, (4) <di http://www.
38 Henny Irawati. “Pundak perempuan Mentawai”, Jurnal Perempuan (57), Jakarta, Yayasan Jurnal
Perempuan. (2008:35-36).
39 Ibid, hlm. 36.
40 David Levinson dan Melvin Ember. Encyclopedia of Cultural Anthropology, New York, Henry Holt and
Company. (1996:152).
41 Yekti Maunati. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. LkiS: Yogyakarta (2004:78-9).
32 SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012
karena itu, penafsiran ulang terhadap untuk mengurangi dan menghentikan ke-
ajaran agama dan budaya dalam keluarga kerasan terhadap perempuan khususnya
dan masyarakat menjadi sebuah cara dalam kasus dowry murder.
Bacaan
Bryson, V. 1996. Feminist Debates: Issues of Theory and Political Practice. London:
Macmillan
Caplan, Lionel. 1984. “Bridegroom Price in Urban India: Class, Caste and Dowry
Evil Among Christians in Madras”, Jurnal Man, New Series, Vol.19 (2), Royal
Anthropological Institute of Great Britain and Ireland <http://www.jstor.org/
stable/2802278> (diakses 13 Mei 2010)
Dirks, Nicholas B. 2001. Castes of Mind. United Kingdom: Princenton University
Press
Galtung, Johan. 1996. Peace by Peaceful Means : Peace and Conflict, Development
and Civilization. Oslo : Sage Publication
Gangoli, Geetanjali. 2007. Indian Feminism Law, Patriarchies and Violence in India.
USA: Ashgate Publishing Company
George, M. Goldy. Tanpa tahun. “Globalisation, Facism, and Dalits” <http://www.
humanscapeindia.net/events/appeal.htm> (diakses 14 Mei 2010)
Hancock, Mary. 1995. “Hindu Culture for An India Nation”, American Ethnologist,
Vol. 22, (4) (November 1995)
<di http://www.jstor.org/stable/646392> (diakses 13 Mei 2010).
Irawati, Henny. 2008. “Pundak perempuan Mentawai”, Jurnal Perempuan (57), Ja-
karta: Yayasan Jurnal Perempuan
Jenkins, Richard. 2006. Pierre Bourdieu. London dan New York: Routledges
Kishwar, Madu. 1989. “Continuing The Dowry Debate”, Economic and Political
Weekly, Vol 24 (49) (9 December 1989)
<http://www.jstor.org/stable/4395689> (diakses 13 Mei 2010)
Lakhani, Avnita. 2005. “Bride-Burning: The “Elephant in the Room” Is Out of Con-
trol”, Pepperdine Dispute Resolution Law Journal, Vol. 5 (2)
<http://digitalcommons.pepperdine.edu/drlj/vol5/iss2/3> (diakses 15 Mei
2010)
Lakshmi, C.S. 1989. “On Kidneys and Dowry”, Economic and Political Weekly ,
Vol.24 (January 1989) <http://www.jstor.org/stable/4394309> (diakses 13
Mei 2010)
Levinson, David dan Ember, Melvin. 1996. Encyclopedia of Cultural Anthropology.
New York: Henry Holt and Company
Mansbach, Richard W. dan Raffert, Kirsten L. 2008. Introduction to Global Politics.
London: Routledge
Putu Titah Kawitri Resen, Ikma Citra Ranteallo, Dowry Murder: Kekerasan Simbolik ... 33
Maunati, Yekti. 2004. Identitas Dayak: Komodifikasi dan Politik Kebudayaan. LkiS:
Yogyakarta
McKie, Linda. 2005. Families, Violence and Social Change. Berkshire: Open Univer-
sity Press
Metcalf, Barbara D dan Metcalf, Thomas R. 2006. A Concise History of Modern In-
dia. New York: Cambridge
Natrajan, Balmurli, “Caste, Class and Community in India : An Ethographic Ap-
proach”, Ethnology, Vol. 44 (3), University of Pittsburgh <http://www.jstor.
org/stable/3774057> (diakses 13 Mei 2010)
Niazi, Suriah. 2008. State of Dowry Death
<http://www.boloji.com/index.cfm?md=Content&sd=Articles&ArticleID=2831> (diakses 15 Mei
2010)
Oldenburg, Veena Talwar. 2002. Dowry Murder: The Imperial Origins of A Cultural
Crime. New York: Oxford University Press
Panikkar, KN., 2004. Towards a Hindu Nation,
<http://www.geocities.com/indianfacism/facism/hindu_nation.htm>
(diakses 15 Mei 2010).
Rajan, Rajeswari Sunder. 2005. Real and Imagined Women. London: Routledge
Rao, Vijayendra dan Bloch, Francis. 2002. “Terror as a Bargaining Instrument : A
Case Study of Dowry Violence in India”, The American Economic Review,
Vol.92 (4) (September 2002)
<http://www.jstor.org/stbale/3083293> (diakses 13 Mei 2010)
Ravikant, Namratha S. 2000. “Dowry Deaths: Proposing A Standard for Implementa-
tion of Domestic Legislation In Accordance with Human Rights Obligations”,
Michigan Journal of Gender and the Law, Vol. 6 (2), pp. 449-497
Ray, Suranjita. Tanpa tahun. Understanding Patriarchy, University of Delhi
Ray, Bharati. 2005. Women of India: Colonial and Postcolonial Periods. New Delhi:
PHISPC
Rudd, Jane. 2007. Urban Women in Contemporary India. India: Sage Publications
Shah, Ghanshyam. 1975. Caste Association and Political Process in Gujarat. Bombay:
Popular Prakashan Private Ltd
Sheel, Ranjana. 1997. “Institusionalisation and Expansion of Dowry System”, Eco-
nomic and Political Weekly, Vol.32 (28) (July 1997)
<http://www.jstor.org/stable/4405621> (diakses 13 Mei 2010).
Steans, Jill. 1998. Gender and International Relations, Cambridge, Polity
Stein, Dorothy. 1998. “Burning Widows, Burning Brides: The Perils of daughterhood
In India”, Pacific Affairs, Vol. 61 (3), Pacific Affairs, Univeristy of British Co-
lumbia
34 SOSIOLOGI REFLEKTIF, Volume 7, Nomor 1, Oktober 2012