Anda di halaman 1dari 13

MODULE : 2016

BASIC LIFE SUPPORT


1. Pendahuluan
Basic Life Support (BLS) atau Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan penanganan
awal terhadap henti jantung yang dilakukan baik oleh awam atau tenaga medis
yang terlatih atau terampil dalam menyelamatkan jiwa seseorang yang sedang
terancam kematian akibat henti jantung dan nafas sebelum dapat ditangani oleh
petugas medis atau rumah sakit.

Modul BLS ini mengacu pada American Heart Association (AHA) 2015 karena
didasari oleh proses evaluasi bukti internasional yang melibatkan ratusan peneliti
dan ahli dari seluruh dunia.

Poin penting dalam guideline AHA 2015 terbaru adalah:

 Pengenalan dini henti jantung mendadak yang bisa dikaji pada pasien yang
tidak 
sadar atau tidak bernafas. 

 Mengeliminasi “Look, Listen and Feel” dalam prosedur RJP.
 Urutan tindakan penolong dilakukan C – A – B bukan A – B – C. 

 Penekanan pada kualitas tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) berkenaan
dengan kecepatan dan kedalaman kompresi yang tepat serta interupsi
minimum, serta ventilasi yang tidak berlebih.

Guideline oleh American Heart Association (AHA) 2015 memiliki 5 mata rantai
yang saling berkesinambungan yang disebut sebagai “Chain of Survival”. Kelima
mata rantai ini mengilustrasikan rangkaian tindakan yang penting dalam
penyelamatan korban dengan henti jantung pada orang dewasa dengan latar
belakang diluar lingkungan rumah sakit.

Fig 1.1 AHA Chain of Survival of Out-of-Hospital Cardiac Arrest


Keterangan gambar: 


 Pengenalan dini terhadap henti jantung mendadak dan segera mengaktifkan


pelayanan 
system emergency. 

 Segera lakukan CPR oleh penolong dengan melakukan kompresi dada. 

 Segera lakukan defibrilasi (jika indikasi). CPR dengan defibrilasi 3 – 5 menit
pertama 
sejak pasien kolaps memberikan angka keberhasilan 49 – 75 % 

 Segera lakukan bantuan hidup lanjut oleh petugas kesehatan. Semakin cepat

pertolongan Bantuan Hidup Lajut (BHL), maka angka keberhasilan semakin
tinggi. Dan 
dampak buruk akan minimal jika BHL tiba dalam waktu 5 – 6 menit
setelah kejadian. 

 Perawatan paska henti jantung secara berkesinambungan.
2. Bantuan Hidup Dasar

Fig 2.1 Algoritma Bantuan Hidup Dasar


A. Pengamanan Situasi

Pastikan bahwa daerah disekitar korban aman sebelum penolong mendekati.


Penolong awam harus memindahkan korban hanya jika benar – benar
diperlukan (misalnya jika korban berada dalam posisi yang berbahaya, seperti
gedung yang terbakar).

Untuk persiapan tindakan RJP, letakkan korban pada alas atau tempat yang
keras dalam keadaan terlentang, jika korban yang tidak sadar dalam keadaan
tengkurap, atur posisi ke terlentang.

B. Pemeriksaan Kesadaran

Yakinkan bahwa lingkungan disekitar korban sudah aman. Periksa keadaan


korban dewasa yang tidak sadar dengan mencoba menggoyang dan menepuk
bahunya sambil memanggil korban “Pak! Bu! Apakah anda baik-baik saja?!”
Perhatikan pula respon terhadap rangsangan. Kenali apakah korban tidak
bernafas atau bernafas tidak normal (misal: terengah-engah). Apabila korban
ternyata bereaksi tetapi dalam keadaan terluka atau perlu pertolongan medis,
tinggalkan korban segera mencari bantuan medis atau menelepon ambulance,
kemudian segera kembali dan memantau kondisi korban dengan ketat.

C. Pengaktifan Sistem Gawat Darurat

Apabila hanya terdapat satu penolong, maka penolong harus segera


mengaktifkan sistem gawat darurat, ambil AED (jika tersedia), dan kembali ke
korban untuk melakukan RJP dan menggunakan AED sesegera mungkin jika
diperlukan. Apabila terdapat 2 penolong atau lebih maka satu penolong dapat
segera melakukan RJP sementara yang lain mengaktifkan sistim gawat darurat
serta mengambil AED (jika tersedia).

Ketika meminta bantuan pertolongan, penolong harus dapat menjawab


pertanyaan dari petugas gawat darurat tentang lokasi kejadian, penyebabnya,
jumlah dan kondisi korban, dan jenis pertolongan yang sudah diberikan.
D. Cek Pernapasan dan Denyut Nadi

Penolong segera melakukan pengecekan laju


pernapasan dan denyut nadi secara bersamaan
dalam waktu tidak lebih dari 10 detik. Apabila
dalam 10 detik nadi tidak terdapat atau belum
dapat ditentukan, maka penolong segera
melakukan kompresi dada (asumsikan tidak ada
nadi). Apabila denyut nadi teraba, namun laju
pernapasan tidak terdeteksi atau tidak normal,
beri bantuan pernapasan.

Fig 2.2 Cara perabaan denyut nadi


E. Kompresi Dada

Apabila tidak teraba nadi, maka lakukan kompresi dada. Kompresi


dilaksanakan dengan kecepatan dan kedalaman yang tepat. Kompresi yang
diberikan dengan kedalaman 2 inch (4-5 cm) sampai 2,4 inch (6 cm). Lakukan
kompresi dengan kecepatan setidaknya 100-120 kali/menit. Hindari interupsi
saat mengkompresi dada. Berikan kompresi dada dan ventilasi dengan rasio
30:2.

Fig 2.3 Cara memberikan kompresi dada

Langkah Pelaksanaan Kompresi Dada :

 Lakukan kompresi dada dalam posisi telentang diatas permukaan yang


keras dan datar agar dapat efektif dan maksimal. Posisi penolong
berlutut di sisi korban sejajar dada korban.
 Letakan satu pangkal telapak tangan pada 1⁄2 bagian bawah tulang
dada (os.sternum), telapak tangan yang lain diletakan diatas punggung
tangan yang pertama. Posisi kedua siku lurus dengan kedua tangan akan
saling menumpu.

Pada bayi, Letakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah pada
pertengahan dada, tepat dibawah mammary line.

Fig 2.4
Cara
memberikan
kompresi
dada pada
bayi

 Tekanlah tulang dada sedalam 2 inch (± 4‐5 cm), namun tidak lebih dari
2,4 inch (± 6 cm) dan membiarkan dada kembali ke posisi normal
(recoil).

Pada anak (1-18 tahun) dan bayi (< 1 tahun),


lakukan kompresi dada dengan kedalaman
kurang lebih 1/3 diameter anterior- posterior
dada yaitu sekitar 2 inch (± 5 cm) pada anak-
anak, dan sekitar 1 1⁄2 inch (± 4 cm) pada
bayi.

 Berikan kompresi dengan kecepatan 100-120


kali/menit. Berikan kompresi dada dan
ventilasi dengan rasio 30:2. Pada anak dan
bayi, jika terdapat dua atau lebih penolong,
kompresi dan ventilasi diberikan dengan
rasio 15:2. Fig 2.5
Cara memberikan kompresi
dada pada dewasa
F. Defibrilasi dini dengan AED

Gunakan segera Automated Defibrillation Device (AED) setelah alat tersedia.


Bila terdapat dua penolong atau lebih, satu penolong harus tetap melakukan
RJP selagi penolong lain mempersiapkan AED.

G. Pembukaan Jalan Napas

 Memeriksa Jalan Nafas

Pastikan tidak terdapat sumbatan pada mulut korban. Lakukan dengan


cara menyilangkan ibu jari dengan jari telunjuk. Letakkan jempol pada gigi
bagian bawah korban dan jari telunjuk pada gigi bagian atas korban.
Lakukan gerakan seperti gunting sehingga mulut korban terbuka. Periksa
apakah terdapat obstruksi pada jalan nafas korban.

 Membuka Jalan Nafas

a. Head Tilt-Chin Lift Maneuver

Lakukan metode ini untuk membuka jalan nafas dari korban. Jangan
lakukan Head Tilt-Chin Lift apabila korban dicurigai memiliki cedera pada
leher.

Lakukan dengan cara berlutut di sisi


kepala korban atau bahunya. Lalu
tempatkan tangan yang paling dekat pada
dahinya. Setelah itu beri tekanan pada
dahinya sehingga kepala korban miring
kebelakang. Tempelkan jari tangan dari
tangan yang lain pada bagian tulang dagu
lalu angkat sehingga mulut terbuka.

Fig 2.6 Cara memberikan kompresi dada


b. Jaw-Thrust Maneuver

Lakukan metode ini jika korban dicurigai memiliki cedera pada leher.
Lakukan dengan cara berlutut diatas kepala korban (memandang kearah
kaki korban). Tumpu siku pada tanah atau lantai. Lalu tepatkan satu tangan
pada setiap sisi kepala korban dengan menempatkan telunjuk jari dan jari
tengah di bawah sudut dari rahang korban. Tempatkan ibu jari pada rahang
tepat dibawah setingkat gigi. Lalu angkat jari untuk mengangkat rahang ke
depan (atas). Biasanya tindakan ini membuat kepala korban miring
kebelakang.

Fig 2.7 Jaw-Thrust Maneuver

H. Pemberian Bantuan Pernapasan

Berikan bantuan pernapasan sebanyak 1 napas setiap 6 detik (10


napas/menit), dengan volume yang cukup untuk dapat mengembangkan
dada. Ventilasi berguna untuk mempertahankan oksigen yang adekuat.
Bantuan pernapasan dapat dilakukan dari mulut ke mulut
dan dari sungkup ke mulut.

a. Bantuan Napas Dari Mulut ke Mulut

Buka jalan napas korban dengan cara head tilt-chin


lift atau jaw-thrust, tutup cuping hidung korban, dan
mulut penolong mencakup seluruh mulut korban.
Berikan 1 kali pernapasan setiap 5-6 detik. Pastikan
lubang hidung tertutup dengan cara mencubit
Fig 2.8
Bantuan napas dari
mulut ke mulut
cuping hidung korban agar pemberian nafas tidak gagal. Apabila gagal,
lakukan pada bantuan pernapasan kedua.

b. Ventilasi dengan Bagging/Sungkup

Ventilasi dengan baggi ng/sungkup memerlukan keterampilan untuk dapat


melakukannya. Penolong seorang diri menggunakan alat bagging/sungkup
harus dapat mempertahankan terbukanya jalan napas dengan
mengangkat rahang bawah, tekan sungkup ke wajah korban dengan kuat
dan memompa udara dengan memeras bagging. Penolong harus dapat
melihat dengan jelas pergerakan dada korban pada setiap pernapasan.

Bagging‐sungkup sangat efektif bila dilakukan oleh dua penolong


berpengalaman. Salah seorang penolong
membuka jalan napas dan menempelkan
sungkup ke wajah korban dan penolong lain
memeras bagging. Keduanya harus
memperhatikan pengembangan dada korban.

Alat bagging yang digunakan dengan ukuran (1-2


liter) (untuk dewasa) untuk memberikan volume
tidal yang cukup mengembangkan dada korban.
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih dari 40
Fig 2.9 Ventilasi dengan bagging
% dengan aliran oksigen 10 – 12 liter / menit.

I. Posisi Sisi Mantap (Recovery Position)

Posisi sisi mantap dipergunakan untuk korban dewasa tidak sadarkan diri
dengan napas normal dan sirkulasi yang efektif. Posisi ini dibuat untuk
menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan mengurangi risiko sumbatan jalan
napas dan aspirasi. Korban diletakkan pada posisi miring pada salah satu sisi
badan dengan tangan yang berada dibawah didepan badan.

Fig 2.10
Posisi sisi
mantap
(Recovery
Position)
Fig 2.11 Ringkasan perbandingan Bantuan Hidup Dasar pada Dewasa, Anak, dan Bayi
MODULE : 2016

AIRWAY OBSTRUCTION (CHOKING)


Tersedak merupakan kondisi darurat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan pertolongan pertama yang segera. Biasanya makanan dan benda
asing dapat menyebabkan seorang korban tersedak. Kasus ini banyak terjadi
pada saat sedang pada makan, dan dapat menimpa orang dewasa dan bayi
kapanpun.

Tanda – tanda korban tersedak antara lain kesulitan bernapas, sianosis, sulit
berbicara. Korban biasanya memegang lehernya, segeralah bertanya "apakah
anda tersedak?" jika korban menganggukkan kepalanya atau memberi tanda
positif, prosedur pembebasan sumbatan jalan napas perlu segera dilakukan.

A. Abdominal Thrust (Heimlich Maneuver)

Aksi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat diafragma dan memaksa
paru-paru untuk mendorong benda yang menghalangi jalan nafas sehingga
diharapkan benda tersebur dapat keluar.

Awali dengan memberi tahu korban terlebih


dahulu bahwa anda akan membantu dan
berdiri di belakang korban. Belitkan lengan
anda pada korban lalu buatlah kepalan
tangan dengan menempatkan ibu jari di
bagian tengah perut, sedikit diatas pusar dan
dibawah ujung tulang dada. Genggam
kepalan dengan tangan yang lain lalu dorong
dengan gerakan ke dalam dan atas beberapa
kali, hingga benda yang menyumbat dapat
terdorong keluar atau pasien menjadi tidak
sadar. Minta bantuan korban untuk
membatukkan benda tersebut hingga keluar.
Apabila korban menjadi tidak sadar, hubungi
sistem gawat darurat dan buka jalan napas
dengan jaw-thrust maneuver. Fig A. Cara memberikan Abdominal Thrust
(Heimlich Maneuver)
B. Chest Thrust pada Orang Dewasa yang Besar atau Wanita Hamil

Awali dengan memberi tahu korban terlebih dahulu bahwa


anda akan membantu dan berdiri di belakang korban.
Penolong harus berdiri di belakang korban, melingkari
dada korban dengan kedua lengan, kemudian kepalkan
satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada
dada korban, dibawah ujung tulang sternum. Pegang erat
kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan
dengan hentakan yang cepat kearah atas. Setiap hentakan
harus terpisah dan dengan gerakan yang jelas.

Fig B. Chest Thrust pada wanita hamil


atau penderita obesitas

C. Manuver Heimlich pada Korban Tergeletak (tidak sadar)

Korban harus diletakkan pada posisi telentang dengan wajah menghadap keatas.
Penolong berlutut disisi kaki korban. Letakkan salah satu tangan pada perut
korban di garis tengah sedikit di atas pusat dan jauh dibawah ujung tulang
sternum, tangan kedua diletakkan diatas tangan pertama. Penolong menekan
kearah perut dengan hentakan yang cepat kearah atas. Manuver ini dapat
dilakukan pada korban sadar jika penolongnya terlampau pendek untuk
memeluk pinggang
korban.

Fig C.
Abdominal
Thrust
(Heimlich
Maneuver)
pada korban
dalam
keadaan
tergeletak
D. Manuver Heimlich oleh Korban

Kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada


perut diatas pusat dan dibawah tulang sternum,
genggam kepalan itu dengan kuat dan berikan
tekanan ke atas kearah diafragma dengan gerakan
cepat.

Jika tidak berhasil tindakan dapat dilakukan dengan


menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

Fig D. Abdominal Thrust (Heimlich


Maneuver) pada diri sendiri
dengan bantuan tepian kursi

E. Manuever Heimlich pada Bayi (usia dibawah 1 tahun)

Letakkan bayi dalam posisi telungkup di lengan. Gunakan paha atau pangkuan
sebagai penyangga. Pegang dada bayi dengan salah satu tangan dan pegang
dagu dengan jari-jari. Posisikan kepala bayi kebawah, lebih rendah dari
tubuhnya. Gunakan tumit dari telapak tangan yang bebas untuk menepuk
punggung bayi sebanyak 5 kali, tepat diantara tuliang belikat bayi.

Jangan melakukan langkah-langkah ini apabila bayi batuk-batuk atau menangis


dengan kencang karena sumbatan dapat keluar dengan sendirinya.

Fig E.
Abdominal
Thrust
(Heimlich
Maneuver)
pada bayi

Anda mungkin juga menyukai