Kelas X
SOSIOLOGI
Ragam Gejala Sosial
dalam Masyarakat
Tujuan Pembelajaran
Gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat secara umum dibedakan menjadi dua
bentuk.
Pertama, gejala sosial yang bersifat positif
Jenis gejala ini memengaruhi munculnya fenomena-fenomena sosial yang bersifat
positif.
Sosiologi sebagai suatu ilmu, menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat, seperti
norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga-lembaga kemasyarakatan,
proses sosial, perubahan sosial, dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua
gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki masyarakat
bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal
atau gejala patologis. Hal itu disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan
penderitaan. Gejala abnormal tersebut dinamakan masalah-masalah sosial (Soerjono
Soekanto: 309).
Menurut Martin S. Weinberg, masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan oleh
sebagian besar warga masyarakat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan norma-
norma, sehingga mereka menyepakati dibutuhkannya suatu tindakan untuk mengubah
situasi tertentu.
Gejala sosial berbeda dengan permasalahan sosial itu sendiri. Namun bukan berarti
keduanya tidak berkaitan. Keduanya justru berhubungan erat. Sebagai contoh kasus
tawuran pelajar yang kerap terjadi dapat dianggap sebagai permasalahan sosial. gejala
sosialnya terjadi karena faktor keluarga yang tidak harmonis, atau kontrol sekolah yang
lemah terutama dalam penerapan aturan sekolah.
Simple rates adalah angka laju gejala-gejala abnormal dalam masyarakat. Misalnya
angka-angka bunuh diri, perceraian, kejahatan anak, dan seterusnya.
Social distance adalah jarak sosial di mana apabila individu merasa dirinya jauh dari
individu lainnya, terdapat tanda akan goyahnya hubungan-hubungan sosial yang
harmonis.
Dari begitu banyak kriteria yang berasal dari lembaga nasional maupun internasional
dan juga kriteria para ahli tentang kemiskinan, maka pada dasarnya kemiskinan
adalah suatu kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan seseorang dalam
mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup diartikan tidak hanya dari sudut
pandang ekonomi, tetapi juga dari sudut pandang budaya.
a. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang terjadi ketika orang tidak bisa
mendapatkan kebutuhan untuk mendukung tingkat kesehatan fisik dan efisiensi
minimum dalam tingkat ketercukupan nutrisi.
b. Kemiskinan relatif
Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang ditentukan oleh standar hidup umum
dalam berbagai masyarakat dan apa yang secara kultural didefinisikan sebagai
miskin daripada tingkat kemiskinan secara absolut.
Pada masyarakat modern yang rumit, kemiskinan menjadi suatu masalah sosial
karena sikap yang membenci kemiskinan tadi. Seseorang merasa miskin bukan
karena kurang makan, pakaian, atau perumahan, tetapi karena harta miliknya
dianggap tidak cukup untuk memenuhi taraf kehidupan yang ada. Hal ini terlihat
di kota-kota besar di Indonesia seperti, Jakarta; seseorang dianggap miskin karena
tidak memiliki radio, televisi, atau mobil sehingga lama kelamaan benda-benda
sekunder dijadikan ukuran bagi keadaan sosial ekonomi seseorang, yaitu apakah
dia miskin atau kaya. Dengan demikian persoalannya mungkin menjadi lain, yakni
tidak adanya pembagian kekayaan yang merata.
Persoalan menjadi berbeda bagi mereka yang melakukan urbanisasi, tetapi gagal
mencari pekerjaan. Bagi mereka, pokok persoalan kemiskinan disebabkan tidak
memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer sehingga timbul tuna karya, tuna susila,
dan lain sebagainya.
Ledakan penduduk pada kota-kota besar akibat dari urbanisasi dan laju
kelahiran yang tidak terkendali, menjadi penyebab terbentuknya permukiman
kumuh (slum area). Permukiman kumuh terbentuk ketika terjadi kesenjangan
antara pertambahan penduduk dengan ketidakmampuan pemerintah dalam
menyediakan permukiman baru yang layak. Oleh karena itu, kawasan yang
sesungguhnya tidak diperuntukan bagi permukiman pun akhirnya digunakan
sebagai area permukiman, seperti bantaran sungai, pinggir rel kereta api, tanah-
tanah kosong di sekitar pabrik atau pusat kota, bahkan kolong-kolong jembatan
yang menjadi penyebab muncul kawasan permukiman kumuh di perkotaan.
Masalah sosial seperti gizi buruk juga merupakan gejala sosial masyarakat
yang miskin, di mana masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan
gizi keluarga sehingga menciptakan perangkap kemiskinan. Mereka biasanya
menerapkan prinsip ‘asal kenyang’ dalam konsumsi pangannya. Hal tersebut
akan berdampak pada rendahnya produktivitas keluarga.
Jadi, terdapat perbedaan yang kontras perspektif antarberbagai sudut pandang ilmu
dalam mengkaji fenomena korupsi. Dalam perspektif hukum, korupsi dipandang
sebagai tindakan kejahatan yang harus diberantas. Kemudian dalam perspektif
politik, korupsi dipandang sebagai tindakan penyalahgunaan kekuasaan dan
wewenang yang dilakukan oleh birokrat. Selanjutnya dalam perspektif agama,
korupsi dipandang sebagai tindakan tercela yang diakibatkan oleh lemahnya iman.
Sementara itu, dalam sudut sosiologi, korupsi dipandang sebagai masalah sosial,
masalah institusional, masalah struktural, dan penyakit sosial yang terjadi di tengah-
tengah masyarakat. Sementara dari sudut pandang kultur atau budaya, tindakan
korupsi dianggap sesuatu yang biasa karena terjadi pembiaran sebagai akibat dari
keadaan untuk menghindari konflik dalam hubungan sosial.
a. Bidang demokrasi
Praktik korupsi dalam bentuk suap terdapat saat peristiwa pemilu yang dilakukan
tiap lima tahun sekali. Pesta demokrasi yang seharusnya menjadi proses
masyarakat dalam kebebasan menyampaikan pendapat dan memilih pemimpin
yang amanah kemudian menjadi ajang praktik suap yang dilakukan oleh calon
legislatif atau pemimpin untuk mendapatkan suara dengan cara memberi uang
sogokan pada masyarakat agar terpilih. Jika hal tersebut terus terjadi maka kita
telah memilih calon pemimpin yang akan korup ketika menjabat. Sendi-sendi
demokrasi akan hancur dengan praktik-praktik korupsi.
b. Bidang ekonomi
Tingkat korupsi yang tinggi dapat menyebabkan rendahnya perekonomian
suatu negara. Negara yang tingkat korupsinya tinggi akan sulit meningkatkan
ekonomi karena uang negara yang seharusnya digunakan untuk pelaksanaan
pembangunan justru malah digunakan pribadi atau kelompok untuk memperkaya
diri. Dampak yang paling luas dari korupsi adalah tingginya kemiskinan.
Kebijakan dari negara atau pemerintah yang tidak pro rakyat dan justru pro
pada pengusaha kaya dengan melakukan praktek korupsi akan berdampak pada
tingkat kesejahteraan rakyat yang rendah. Anggaran negara yang seharusnya
dimanfaatkan untuk program kesejahteraan malah disalahgunakan oleh oknum
pejabat dan pengusaha untuk memperkaya diri.
d. Krisis kepercayaan
Dampak korupsi yang tinggi, menjadikan masyarakat mengalami krisis
kepercayaan pada lembaga negara dan penegak hukum. Para oknum pejabat
dan penegak hukum yang telah menyelewengkan uang negara mendapatkan
hukuman yang ringan membuat masyarakat tidak lagi percaya pada penegakkan
hukum dan negara.
Secara singkat, Brinkerhoff dan White (1988: 128) merangkum tiga teori utama
dalam sosiologi dalam menjelaskan masalah perilaku menyimpang.
a. Teori fungsional
Dalam teori ini dikatakan alasan seseorang melakukan perilaku menyimpang
adalah adanya dislokasi antara tujuan dan sarana untuk mencapainya dalam
masyarakat. Dijelaskan dalam teori ini kelas pekerja dan kelas bawah yang tidak
mampu mencapai tujuan yang diharapkan dengan cara-cara yang dianjurkan
mengakibatkan terjadi perilaku menyimpang. Teori ini berasumsi bahwa perilaku
menyimpang merupakan karakteristik dari ketidakharmonisan struktur sosial.
c. Teori konflik
Menjelaskan bahwa perilaku menyimpang terjadi karena terdapat
ketidakmerataan dan kompetisi dalam memperebutkan sumber daya yang
terbatas. Teori ini menggambarkan semua kelas sosial bawah didorong untuk
berperilaku menyimpang dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan untuk
keluar dari frustasi sedangkan kelas atas melakukan penyimpangan untuk
mempertahankan hak-hak istimewa mereka.
Terjadi sosialisasi yang tidak sempurna pada anak dalam keluarga yang
mengalami disorganisasi keluarga. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang mengalami
disorganisasi keluarga akan cenderung melakukan perilaku menyimpang.
Orang tua yang tidak mampu menjaga konsistensi antara ucapan dan
tindakan, sehingga tidak dapat menjadi teladan bagi anak akan memicu
anak untuk melakukan perilaku menyimpang.
Masalah kenakalan remaja ini menjadi penting dikaji dalam berbagai disiplin ilmu
karena menyangkut keberlangsungan suatu generasi yaitu generasi muda. Kenakalan
remaja adalah bentuk aktivitas atau perbuatan yang melanggar nilai dan norma
sosial yang dilakukan oleh anak usia antara 13 - 18 tahun (kategori usia remaja).
Gejala sosial tentang pudarnya nilai luhur Pancasila tampak pada seringnya kita
melihat dan mendengar bahkan mungkin mengalami tindakan diskriminasi suku,
keturunan, agama, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
Kekerasan yang terjadi di masyarakat cenderung meningkat.
Masyarakat Indonesia saat ini semakin mudah terpancing untuk berkonflik dan
melakukan kekerasan. Kekerasan seolah menjadi sesuatu hal yang biasa. Hal tersebut
terjadi karena tidak adanya kesadaran bahwa kekerasan tidak akan menyelesaikan
masalah tetapi malah memperumit keadaan.
Ada 4 kelompok anak jalanan dilihat dari hubungan dengan orang tua.
Anak yang masih bersekolah atau sudah putus sekolah, tetapi sangat rentan
menjadi anak jalanan karena dibelit kondisi kemiskinan atau tidak adanya
orang dewasa yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Maraknya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi karena masih
adanya ketimpangan gender, di mana laki-laki dianggap lebih berkuasa dari
perempuan.
Sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi Konvensi ILO tersebut,
Indonesia memiliki UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal 68
disebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Namun, pada pasal
69 tentang beberapa pengecualian di antaranya adalah anak usia 13 - 15 tahun
dapat melakukan pekerjaan ringan asalkan tidak mengganggu perkembangan
dan kesehatan fisik, mental, dan sosialnya.
2. Korupsi
Korupsi merupakan masalah sosial bangsa Indonesia saat ini. Dampak negatif
tindakan korupsi ini menjadikan hambatan besar bagi pembangunan di Indonesia.
Menurut sosiolog Ibnu Khaldun, korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah dalam
kelompok yang memerintah. Oleh karena itu, pelaku korupsi berasal dari kalangan
penentu kebijakan atau penguasa suatu daerah dan pelaku usaha (pengusaha).
Budaya atau pandangan tradisional bahwa kaum birokrat adalah kaum yang terbiasa
‘dilayani’ atau patron menjadi penyebab maraknya korupsi di Indonesia.
3. Penyimpangan Sosial
Berkaitan dengan penyimpangan sosial, teori-teori sosiologi baik yang klasik
maupun modern telah memberikan sudut pandang yang dapat dijadikan pijakan
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang
menurut teori kontrol yang dikemukakan oleh Brinkerhoff dan White. Teori kontrol
menjelaskan kontrol diri terjadi karena individu menginternalisasikan nilai-nilai
dan norma kelompok mereka. Dukungan yang kuat terhadap kontrol diri diberikan
oleh masyarakat yang bersifat informal, jika kontrol ini tidak cukup, maka kontrol
sosial yang bersifat formal dapat dilakukan. Kontrol sosial informal dapat berupa
pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, sedangkan kontrol sosial formal
berupa hukum tertulis yang berasal dari negara.
4. Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja merupakan suatu masalah sosial yang harus diupayakan
penanggulangannya. Dari sudut pandang sosiologi, terdapat usaha pencegahan
kenakalan remaja di antaranya sebagai berikut.
a. Tindakan preventif
Dimulai dari keluarga, remaja menyerap dan menerapkan nilai-nilai dan norma
dari keluarga sehingga remaja dapat memiliki keseimbangan diri yang serasi
antara aspek rasio dan aspek emosi. Peran orang tua dan kerabat dekat sangat
dibutuhkan dalam pembentukan pribadi yang baik. Sekolah juga memiliki andil
cukup penting dalam mencegah kenakalan remaja dengan melakukan program
“monitoring” pembinaan melalui kegiatan keagamaan, ekstrakulikuler, dan
kegiatan positif lainnya.
b. Tindakan represif
Usaha menindak pelanggaran norma sosial dapat dilakukan dengan mengadakan
hukuman terhadap setiap perbuatan yang melanggar. Penegakan hukuman
atau sanksi harus dilakukan tanpa pandang bulu. Pemberian sanksi bagi
yang melakukan pelanggaran dilakukan di lingkungan keluarga dan sekolah.
Kekonsistensian dalam penegakan hukum harus dilakukan.
Menghindari tindakan kekerasan fisik dan psikis pada anak dengan alasan
memberi pendidikan.
Perlu ada pengaturan teknis dari pemerintah yang menjelaskan secara lebih
detail tentang syarat dan ketentuan mempekerjakan anak.
Terdapat perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali.
Sekolah baik negeri maupun swasta dari tingkat SD sampai SMA dapat
menerima siswa yang mengalami difabel atau berkebutuhan khusus agar
dapat bersosialisasi dengan siswa pada umumnya.