Makalah Fito2 - Kelompok 2-Reviewed
Makalah Fito2 - Kelompok 2-Reviewed
Disusun oleh :
Agnes Tanubrata 1706034092
Fadel Muhammad R. 1706034312
Farah Salsabila 1706974416
Frederick 1706034180
Hana Kristina T. 1706034363
Hanna C. Ginting 1706034350
Irene Melinia 1706974441
Rosalina Mesusi S. 1706022666
Sarah A. Kherid 1706026020
Willy Leopatti J. 1706034464
Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia
2019
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah untuk mata kuliah Fitokimia II mengenai
Isolasi Flavonoid pada waktu yang telah ditentukan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Nuraini Puspitasari, M.Farm., Apt.
selaku dosen pengampu mata kuliah Fitokimia II yang telah membimbing penulis dalam
menyusun makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi tugas mata kuliah Fitokimia II. selain
itu, makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kami sebagai
penulis, maupun bagi pembaca, dan juga diharapkan dapat memenuhi harapan dosen selaku
pemberi tugas.
Di samping itu, penulis menyadari segala kekurangan dan ketidaksempurnaan pada
penyusunan makalah ini. Maka dari itu, penulis sangat terbuka dengan saran dan kritikan demi
perbaikan makalah di masa mendatang.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 3
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
1.1 Latar Belakang 5
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan 5
1.4 Manfaat 6
BAB II 7
ISI 7
2.1 Ekstraksi 7
2.1.1 Ekstraksi Flavonoid Secara Umum 7
2.1.2 Ekstraksi Konvensional 9
2.1.2.1 Ekstraksi Maserasi 9
2.1.2.2 Ekstraksi Perkolasi 10
2.1.2.3 Ekstraksi Soxhlet 10
2.1.2.3 Ekstraksi Reflux 10
2.1.3 Ekstraksi Modern 11
2.1.3.1 Ultrasound Assisted Extraction (UAE) 11
2.1.3.2 Microwave Assisted Extraction (MAE) 11
2.1.3.3 Ekstraksi Ion Liquid 12
2.1.3.4 Supercritical Fluid Extraction 12
2.2 Fraksinasi 13
2.2.1 Kromatografi Kertas 13
2.2.2 KLT (Kromatografi Lapis Tipis) 15
2.2.3 HPLC (High Performance Liquid Chromatography) 18
2.3 Kristalisasi 21
2.3.1 Prinsip Kristalisasi 22
2.3.2 Proses Kristalisasi 22
2.3.3 Jenis Kristalisasi 23
2.3.4 Kristalizer 23
2.4 Jurnal Isolasi Flavonoid 24
2.4.1 Isolasi Flavonoid dari Senna siamea Lamk 24
3
2.4.1.1 Pendahuluan 24
2.4.1.2 Isolasi Flavonoid 25
2.4.1.3 Identifikasi 26
2.4.2 Isolasi Flavonoid dari Eichhornia crassipes 27
2.4.2.1 Pendahuluan 27
2.4.2.2 Isolasi Flavonoid 28
2.4.2.3 Identifikasi 28
BAB III 30
PENUTUP 30
3.1 Kesimpulan 30
3.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
5. Mengetahui proses kristalisasi senyawa Flavonoid secara umum
1.4 Manfaat
6
BAB II
ISI
2.1 Ekstraksi
2.1.1 Ekstraksi Flavonoid Secara Umum
Flavonoid terdapat di hampir semua bagian tanaman, antara lain terdapat pada
akar, kayu, kulit kayu, daun, buah dan bunga, dan metode ekstraksi tergantung pada
tingkat tertentu baik pada bahan sumber maupun Jenis flavonoid yang diekstraksi
Adapun Flavonoid dalam simplisia segar/tidak dikeringkan dapat terdegradasi
oleh aktivitas enzimatis. oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut, maka untuk
ekstraksi sebaiknya digunakan simplisia yang telah dikeringkan.
Langkah-langkah Ekstraksi
Pra Pengeringan Bahan Tanaman
● Pra-pengeringan biasanya dilakukan untuk meningkatkan hasil ekstraksi
dengan memecah struktur dari sel sehingga dapat meningkatkan akses
pelarut yang digunakan.
● Memilih pelarut yang digunakan berdasarkan polaritasnya.
● Biasanya pelarut yang kurang polar digunakan untuk ekstraksi aglikon
dari flavonoid.
● Aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan
dihidroflavanon, atau flavon dan flavonol yang dimetilasi tinggi
biasanya diekstraksi dengan pelarut seperti benzene, kloroform, eter atau
etil asetat.
● Pelarut yang polar digunakan untuk mencari flavonoid glikosida atau
antosianin.
● Pra-ekstraksi dengan petroleum atau heksana sering dilakukan untuk
menyingkirkan bahan tanaman sterol, karotenoid, klorofil, dll.
Ekstraksi Flavonoid (secara umum) Commented [U1]: Buat bagannya agar lebih mudah
dimengerti
● Dengan Pelarut Alkohol
Untuk bahan yang masih segar diekstraksi dengan etanol 95%
didihkan selama 5-10 menit, sedangkan serbuk tanaman yang telah
dikeringkan dapat diekstraksi dengan etanol 80% pada temperatur kamar
8-24 jam. Ekstraksi yang didapat diuapkan, kemudian ditambah air
7
panas dengan tujuan memisahkan klorofil, lemak dan lilin dari senyawa
flavonoid. Setelah dipisahkan, filtrate yang diperoleh dapat langsung
dipakai untuk isolasi.
● Dengan pelarut air
Ekstraksi dengan pelarut air merupakan prosedur umum untuk
ekstraksi glikosida flavonoid dari daun,bunga,dan buah. Selain itu
ekstraksi dengan air panas dari ekstrak kental alkohol dapat
menghilangkan klorofil,lemak dan lilin.Kemudian ekstrak air yang encer
diekstraksi dengan pelarut etil asetat atau n-butanol. Fase etil asetat atau
n-butanol dipekatkan, maka kadang-kadang akan timbul Kristal
glikosida flavonoid secara langsung.
● Metode charaux-paris
Metode ini cocok digunakan untuk ekstraksi flavonoid karena
pada metode ini hasil dari ekstraksi yang diperoleh dapat dipisahkan
berdasarkan kelarutannya. Larutan pengekstraksi yang digunakan adalah
metanol karena flavonoid mudah larut dalam metanol.
Langkah-langkah ekstraksi dengan metode ini adalah:
1. Serbuk tanaman diekstraksi dengan metanol kemudian ekstrak
metanol diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kental.
2. Ekstrak kental yang diperoleh ditambah air panas dalam jumlah
yang sama sehingga → didapatkan ekstrak air yang encer.
3. Ekstraksi air ditambah eter dan dilakukan ekstraksi kocok.
4. Selanjutnya fase eter dipisahkan dari fase airnya.
5. Fase eter diuapkan →akan diperoleh ekstrak eter yang kering
(dari ekstrak kering ini kemungkinan didapatkan flavonoid
dalam bentuk bebas).
6. Sedangkan fase air dari hasil pemisahan tersebut ditambah
pelarut etil asetat →dilakukan ekstraksi kocok→ kedua fase
dipisahkan.
7. Fase etil asetat diuapkan sampai kering dan kemungkinan
didapatkan flavonoid dalam bentuk o-glikosida. Sedangkan fase
air ditambah pelarut n-butanol dan dilakukan ekstraksi kocok,
kemudian kedua fase dipisahkan.
8
8. Fase n-butanol diuapkan maka akan didapatkan ekstrak n-
butanol yang kering dan kemungkinan di dalam ekstrak tersebut
terdapat flavonoid dalam bentuk c-glikosida dan
leukoantosianin.
9. Dari ketiga fase yang didapatkan tersebut →dapat langsung
dipisahkan.
2.1.2 Ekstraksi Konvensional
9
5) Setelah waktu yang ditentukan, ekstrak cair tersebut disaring dan akan
diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak kental.
Ekstraksi maserasi memberikan beberapa keuntungan, seperti: proses
dan peralatan sederhana, biaya operasional relatif rendah, dapat mencegah
rusaknya zat yang bersifat termolabil. Selain keuntungan, terdapat juga
beberapa kerugian, seperti: waktu yang dibutuhkan cukup lama, beberapa
senyawa yang sulit diekstraksi pada suhu kamar.
10
selesai maka maserat dapat diambil dan disaring. Kelebihan metode ini adalah
waktu singkat dan pelarut yang digunakan relatif sedikit jumlahnya sedangkan
kekurangan dari ekstraksi secara refluks adalah zat yang bersifat termolabil akan
cenderung terdegradasi.
2.1.3.1 Ultrasound Assisted Extraction (UAE) Commented [U6]: Berikan contoh jenis flavonoid yang
diekstraksi
2.1.3.2 Microwave Assisted Extraction (MAE) Commented [U7]: Berikan contoh jenis flavonoid yang
diekstraksi
11
bertujuan untuk mempersingkat waktu ekstraksi, meningkatkan efektivitas kerja
ekstraksi, dan menurunkan banyaknya pelarut yang digunakan. Pemanasan dari
gelombang mikro mengakibatkan air pada sel bahan menguap dan mengalami
swelling sehingga meregang dan akhirnya pecah. Hal tersebut menyebabkan
analit mudah keluar dan terekstrak oleh pelarut. Keuntungan dari penggunaan
metode Microwave Assisted Extraction (MAE) adalah penggunaan pelarut yang
lebih sedikit sehingga metode lebih efisien, ramah lingkungan, dan rendah
energi serta lebih efektif daripada metode maserasi karena rendemen yang
dihasilkan lebih tinggi.
2.1.3.3 Ekstraksi Ion Liquid Commented [U8]: Berikan contoh jenis flavonoid yang
diekstraksi
2.1.3.4 Supercritical Fluid Extraction Commented [U9]: Berikan contoh jenis flavonoid yang
diekstraksi
12
ekstraksi senyawa-senyawa polar sangat dibatasi dengan kekuatan dari pelarut
CO2. Komponen dari metode Supercritical Fluid Extraction adalah
13
pelarut dalam bejana namun totolan sampel jangan terendam. Pelarut akan
merambat ke atas melalui totolan sampel menggunakan daya kapiler. Laju
perambatan yang terjadi cenderung pelan tetapi hal tersebut dapat memperbesar
kemungkinan mencapai keadaan keseimbangan dan sering menghasilkan bercak
yang jelas.
Hitung Rf-nya dan tentukan berapa komponen yang terdapat dalam zat sampel.
Cara untuk mendapatkan nilai Rf dengan menggunakan rumus dibawah ini:
14
4. Kertas: jenis kertas akan mempengaruhi kecepatan alir dan kesetimbangan
partisi
5. Sifat dari campuran
15
maupun non polar. Pada fase diam polar merupakan silica gel yang dibebaskan
dari air, bersifat sedikit asam dan untuk fase diam non polar terbuat dari silika
yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin, minyak
silikon raber gom, atau lilin. Untuk silica gel sebagai fase diam non polar dapat
menggunakan fase gerak air yang polar dapat digunakan sebagai eluen. Fase
diam ini dapat memisahkan banyak senyawa, namun elusinya sangat lambat dan
hasil uji ulangnya kurang bagus (Sumarno, 2001). Silica gel memiliki berbagai
macam ukuran seperti 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. Silica gel terkadang
ditambah senyawa fluoresensi sehingga saat disinari dengan sinar UV dapat
berfluoresensi sehingga dikenal dengan silica gel GF254 yang berarti silica gel
dengan fluoresensi pada 254 nm. Selanjutnya untuk fase diam selulosa memiliki
polaritas yang tinggi sebagai pemisah secara partisi, baik dengan bentuk kertas
maupun bentuk lempeng (sering digunakan untuk pemisahan flavonoid),
memiliki ukuran partikel yang digunakan kira-kira 50 µm, maka elusinya lebih
lambat. Fase diam ini sekarang sudah diganti dengan bubuk selulosa yang dapat
dilapiskan pada kaca seperti halnya fase diam yang lain sehingga lebih efisien
dan lebih banyak digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa polar atau
isomer (Sumarno, 2001).
16
Commented [U11]: Ketik ulang
Andersen, O.M. & Markham, K.R., 2006, Flavonoid Chemistry, Biochemistry and Commented [U13]: Dituliskan dalam daftar pustaka,
bukan dalam isi makalah
Applications, halaman 10-13, CRC Press.
Setelah dilakukan elusi oleh fase gerak pada plat kromatografi lapis tipis,
selanjutnya memeriksa hasil elusi pada UV. Deteksi flavonoid pada plat
kromatografi lapis tipis yang mengandung indikator fluoresen UV, seperti gel
silika GF254 biasanya dilakukan di bawah sinar UV pada 254 nm kemudian
senyawa flavonoid muncul sebagai bintik-bintik gelap dengan latar belakang
hijau neon. Pada sinar UV 366 nm senyawa flavonoid menunjukkan fluoresensi
kuning, hijau, atau biru gelap. Fluoresensi dapat dintensifkan dengan
menggunakan berbagai pereaksi semprotan. Reagen yang digunakan untuk
17
menghasilkan fluoresensi intens di bawah sinar UV 365 nm yaitu dengan
penyemprotan dengan Diphenylboric acid-b-ethylamino ester
(diphenylboryloxyethylamine) dalam methanol kemudian melakukan
penyemprotan selanjutnya dengan larutan 5% dari polietilen glikol-4000 (PEG)
dalam etanol menurunkan batas deteksi dari 10 mg (batas deteksi TLC rata-rata
untuk flavonoid) menjadi sekitar 2,5 mg. Warna yang diamati dalam sinar UV
365 nm adalah sebagai berikut:
● Quercetin, myricetin, dan 3- dan 7-O-glikosida nya : oranye-kuning.
● Kaempferol, isorhamnetin, dan 3- dan 7-O-glikosida nya : kuning-
hijau.
● Luteolin dan 7-O-glikosida nya: oranye.
● Apigenin dan 7-O-glikosida nya: kuning-hijau
Selanjurnya pereaksi semprotan yang dapat digunakan yairu Aqueous atau
methanolic ferric chloride adalah pereaksi semprot umum untuk senyawa
fenolik dan memberikan warna biru-hitam dengan flavonoid. Kemudian sitro
borat, AlCl3, NaOH, amoniak adalah pereaksi semprot yang berfluoresensi
kuning kehijauan untuk senyawa flavanoid (Harbone, 1987).
HPLC merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair. HPLC
memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya. Cairan yang akan
dipisahkan merupakan fase cair dan zat padatnya merupakan fase diam
(stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa
sekaligus karena setiap senyawa memiliki afinitas selektif antara fase diam dan
fase gerak tertentu. HPLC paling sering digunakan karena memiliki keuntungan
banyak yaitu, waktu analisis cepat (seringkali hanya 15 – 30 menit), daya
18
pisahnya baik, peka (tergantung pilihan detektor dan eluen yang digunakan),
pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi, kolom dapat dipakai kembali,
dapat digunakan untuk molekul besar dan kecil, serta ion, mudah untuk
memperoleh kembali cuplikan, Dapat menghitung sampel dengan kadar yang
sangat rendah, resolusi dan kepekaan yang tinggi, metodenya mudah, cepat, dan
efisien, serta dapat membantu peneliti untuk mendeteksi sampel dalam
konsentrasi kecil.
19
yang dapat memberikan ketelitian tinggi dan waktu integrasi yang
singkat.
● Kemurnian tinggi
● Kompatibel dengan detektor
● Kompatibel dengan sampel
● Viskositas rendah
● Harga masuk akal
20
Commented [U14]: Ketik ulang
HPLC menggunakan fase gerak dan fase diam dalam fase balik dan balik
yaitu seprti tabel dibawah: memungkinkan peneliti menganalisis komponen
flavonoid secara kuantitatif pada resolusi dan kepekaan yang tinggi.
2.3 Kristalisasi
Kristalisasi adalah perubahan fisik/ perubahan fase dari bentuk cairan, larutan,
atau gas menjadi krisal yang merupakan padatan dengan susunan internal molekul, ion,
atau atom yang teratur (Reutzel-Edens. 2003). Dalam kristalisasi terjadi proses
pemisahan padat-cair berdasarkan supersaturasi dari larutan (Kulkarni, 2015).
21
Kristalisasi bertujuan untuk mendapatkan produk dengan derajat kemurnian yang
tinggi.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan kristalisasi adalah suhu,
pengotor, dan kekasaran permukaan. Jumlah pengotor yang sangat kecil saja dapat
menyebabkan perubahan kristal yang terbentuk. Peningkatan kekasaran akan
meningkatkan hidofobisitas.
2.3.1 Prinsip Kristalisasi Commented [U15]: Tambahkan contoh flavonoid
22
berkurangnya pergerakan molekul pembentuk inti kristal dan terhambatnya pindah
panas sebagai energi yang membentuk inti kristal. Parameter yang kelima yaitu
kecepatan pendinginan. Semakin cepat pendingingan yang terjadi maka akan semakin
banyak inti kristal yang terbentuk. Parameter yang keenam adalah kecepatan agitasi.
Proses agitasi dapat meningkatkan laju pembentukan inti kristal dengan menyebabkan
pindah massa dan pindah panas berjalan lebih efisien. Parameter selanjutnya yaitu
bahan tambahan dan pengotor. Bahan-bahan tambahan dapat berperan untuk
membantu ataupun menghambat pembentukan inti kristal. Parameter yang terakhir
adalah densitas massa kristal. Jumlah kristal yang terdapat dalam satu unit volume
larutan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan pada setiap kristal.
2.3.3 Jenis Kristalisasi
23
tangki terbuka. Tipe kristilizer yang kedua yaitu Scraped Surface Crystallizers. Contoh
kristalizer tipe ini adalah Swenson-Walker crystallizer. Bagian luar dinding pada
kristilizer ini dilengkapi dengan jaket pendingin dan sebuah pisau pengeruk yang
mampu mengambil produk kristal yang menempel pada dinding. Tipe kristilizer yang
ketiga adalah Forced Circulating Liquid Evaporator Crystallizer. Tipe kristaliser ini
mampu mengkombinasikan antara pendinginan dan evaporasi untuk mencapai kondisi
supersaturasi. Tipe kristalizer selanjutnya yaitu Circulating Magma Vacuum
Crystallizer. Pada tipe kristaliser ini, baik kristal maupun larutan disirkulasi pada
bagian luar badan kristal. Setelah dipanaskan, larutan akan dialirkan ke badan
kristalizer. Kondisi vakum menjadi penyebab pelarut menguap, sehingga menjadi lewat
jenuh. Tipe kristilizer yang kelima yaitu Continous Laminar Shear Crystallizer.
Tipe kristalizer ini merupakan jenis nanostruktur dengan desain alat yang dilengkapi
dengan sistem pendingin. Tipe krisrilizer yang terakhir adalah Continuous Stirred Tank
Reactor Crystallizer. Pertumbuhan kristal pada kristilizer tipe ini dapat digunakan
untuk meningkatkan ukuran pertambahan luas distribusi dari penyemaian populasi
kristal serta dapat meningkatkan cakupan permukaan kristal.
Jurnal ini berjudul “Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid dari Ekstrak Etanol
Daun Johar (Senna siamea Lamk). Jurnal ini ditulis oleh Dita Widia Ningrum, Dewi Kusrini,
dan Enny Fachriyah. Jurnal ini dipublikasikan oleh Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi pada tahun
2017.
2.4.1.1 Pendahuluan
Tanaman yang digunakan pada uji adalah Senna siamea Lamk atau yang sering
dikenal sebagai tanaman Johar sebagai obat tradisional tanaman ini memiliki beberapa
fungsi seperti penyakit kuning, sakit perut, nyeri haid, mengurangi kadar gula darah,
bioaktivasi antimalaria, antioksidan, antibakteri, dan antidiabetes. Menurut peneliti
kandungan didalam ekstraksi metanol, etanol, dan etil asetat memiliki alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, fenol, antrakuinon, antosianin, dan glikosida jantung.
24
2.4.1.2 Isolasi Flavonoid
25
Fraksi etil asetat tersebut kemudian dilakukan pemisahan dengan kromatografi
vakum cair dengan fase diam silika gel 60 GF254 dan fase gerak kloroform, etil asetat
dan etanol. Eluat kemudian ditampung dalam botol vial dan masing-masing botol vial
dianalisis menggunakan KLT dan diberi penampak bercak uap ammonia. Hasil KLT
tersebut kemudian dilihat pada sinar UV. Pola noda yang sama digabung menjadi satu
(Fraksi I). Setelah itu fraksi I dipisahkan dengan kromatografi kolom gravitasi dengan
fase diam silika gel 60 H, fase gerak kloroform, etil asetat, dan butanol dengan
perbandingan (7:2,5:0,5). Eluat yang dihasilkan ditampung dan dianalisis kembali
menggunakan KLT. Pola noda yang sama pada hasil analisis KLT digabung menjadi
fraksi-fraksi besar (Fraksi A,B,C,D,E, dan F). Kemudian dilakukan analisis
menggunakan KLT dan diberi penampak bercak uap ammonia. Fraksi yang positif
flavonoid dipisahkan dengan KLT preparatif sehingga didapatkan isolat flavonoid.
Isolat flavonoid dilakukan uji kemurnian dengan KLT berbagai eluen tunggal dan
campuran serta KLT dua dimensi.
2.4.1.3 Identifikasi
Isolat flavonoid yang didapat diidentifikasi strukturnya menggunakan alat
Spektrofotometer UV-VIS dan FTIR. Spektrum yang dihasilkan oleh alat
spektrofotometer UV-VIS menunjukkan bahwa terdapat tiga serapan panjang
gelombang, yaitu pita I (350 nm) dan pita II (255 nm dan 267 nm). Pita I pada flavonoid
menunjukkan absorbsi pada cincin B sinamoil dan pita II adalah absorbsi cincin A
26
benzoil. Diduga bahwa flavonoid tersebut memiliki struktur dasar flavon karena flavon
memiliki rentang serapan pita I (310-350 nm) dan pita II (255-280 nm). Menurut
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, flavonoid yang terdapat pada daun johar
adalah luteolin, yang merupakan senyawa yang termasuk golongan flavon. Peneliti lain
juga menemukan bahwa luteolin memiliki panjang gelombang pada pita I (348 nm) dan
pita II (254 dan 266 nm).
Kemudian isolat flavonoid diidentifikasi menggunakan FTIR untuk mengetahui
gugus fungsinya lalu dibandingkan dengan spektrum luteolin yang didapatkan oleh
peneliti sebelumnya. Isolat flavonoid memiliki kemiripan pola spektrum dan serapan
panjang gelombang pada pita I dan pita II dengan senyawa luteolin hasil penelitian,
namun isolat flavonoid menunjukkan adanya pita serapan pada 2926,95 dan 2858,88
cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus C-H alifatik, sedangkan pada spektrum
FTIR luteolin standar tidak menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang
tersebut. Dengan keberadaan gugus C-H alifatik tersebut diduga isolate flavonoid
memiliki struktur dasar luteolin yang tersubstitusi. Akan tetapi, posisi gugus O-H yang
tersubstitusi tidak dapat diketahui sehingga struktur lengkap dari isolate flavonoid
belum dapat diajukan.
2.4.2.1 Pendahuluan
Tanaman yang digunakan pada uji adalah eceng gondok atau Eichhornia
crassipes. Eceng gondok dikenal masyarakat sebagai tanaman gulma karena
pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga menutupi permukaan air. Hal ini menjadi
tantangan bagi masyarakat untuk mengubah fungsi eceng gondok menjadi sumber daya
yang bermanfaat dan berdaya jual tinggi. Berdasarkan penelitian sebelumnya, eceng
gondok diketahui mengandung metabolit sekunder seperti tanin, saponin, flavonoid
(yaitu luteolin, apigenin, trisin, krisoeriol, kaempferol, azaeletin, gossipetin, orientin,
kuersetin, dan isovitexin), steroid, terpenoid, fenol, kuinon, antrakuinon, dan alkaloid.
27
Adapun metabolit sekunder ini memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, penyembuh
luka, antiinflamasi, antipenuaan, antialga, antijamur, dan antibakteri.
2.4.2.3 Identifikasi
28
analisis, isolat flavonoid A4a memiliki pita serapan pada bilangan gelombang 3425,58
cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur O-H yang dapat membentuk ikatan
hidrogen. Pita serapan 3040, 10 cm-1 dan 1651,01 cm-1 menunjukkan masing - masing
vibrasi ulur =C-H dan vibrasi ulur C=C aromatik yang menandakan struktur benzena.
Kemudian pita - pita serapan pada bilangan gelombang 1743,65 cm-1, 1411,89 cm-1,
1111,00 cm-1 masing - masing menunjukkan vibrasi ulur C=O, vibrasi tekuk CH3, dan
vibrasi ulur C-O eter.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap tumbuhan memiliki senyawa yang memiliki khasiat dan fungsi tertentu. Senyawa
- senyawa yang memberikan efek tersebut harus diisolasi terlebih dahulu agar senyawa
tersebut menjadi murni dan dapat memberikan efek yang maksimal. Salah satu senyawa
yang berkhasiat adalah flavonoid. Flavonoid yang merupakan senyawa polifenol terdapat
pada bagian - bagian tumbuhan baik akar, batang, maupun daun. Isolasi flavonoid
diperlukan agar mendapatkan senyawa yang murni dan dapat memberikan efek yang
maksimal. Isolasi flavonoi dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, fraksinasi, dan
kristalisasi.
3.2 Saran
Flavonoid terdiri dari beberapa golongan. akan lebih baik jika isolasi flavonoid yang
diuji lebih spesifik terhadap beberapa golongan flavonoid sehingga dapat terlihat jelas
perbedaan setiap golongan flavonoid. Selain itu, proses isolasi menjadi hal yang penting,
sehingga optimalisasi dari kondisi saat isolasi flavonoid perlu diperhatikan lebih lanjut.
30
DAFTAR PUSTAKA
Harborne J.B., Nature, distribution and function of plant flavonoids, in plant flavonoids in
biology and medicine. In: Biochemical, Pharmacological and Structure- Activity
Relationships (Eds.) Cody, V., Middleton, E., Jr and Harborne, J.B., Alan R. Liss, Inc.
New York 1986; 15-24.
Ningrum, D. W., Kusrini, D., & Fachriyah, E. (2017). Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa
Flavonoid dari Ekstrak Etanol Daun Johar (Senna siamea Lamk). Jurnal Kimia Sains
Dan Aplikasi, 20(3), 123. https://doi.org/10.14710/jksa.20.3.123-129
Dewi, Shinta R, dkk. 2018. Kandungan Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Pleurotus
ostreatus. Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya, Indonesia.
Januarti, Ika Buana. EKSTRAKSI SENYAWA FLAVONOID DAUN JATI (Tectona grandis L.)
DENGAN METODE ULTRASONIK (KAJIAN RASIO BAHAN : PELARUT DAN
LAMA EKSTRAKSI). Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Sultan Agung.
Elvira, K., Fachriyah, E., & Kusrini, D. (2018). Isolation of Flavonoid Compounds from Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes) and Antioxidant Tests with DPPH (1,1-Diphenyl-2-
Picrylhydrazyl) Method. Jurnal Kimia Sains Dan Aplikasi, 21(4), 187. doi:
10.14710/jksa.21.4.187-192
Marwanta, Edy dkk. 2012. SINTESIS DAN APLIKASI IONIC LIQUID UNTUK EKSTRAKSI
ANTIBIOTIK. Diakses pada
http://biofarmaka.ipb.ac.id/biofarmaka/2013/PIRS%202012%20-%20file-KO-
TeX_01.pdf tanggal 6 September 2019.
Sondari, Dewi dan Puspitasari, Eka Dian. 2017. TEKNOLOGI EKSTRAKSI FLUIDA
SUPERKRITIS DAN MASERASI PADA ZINGIBER OFFICINALLE ROSCOE :
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KANDUNGAN FITOKIMIA.
31
Kramer, H. J. M., & van Rosmalen, G. M. (2000). CRYSTALLIZATION. Encyclopedia of
Separation Science, 64–84. doi:10.1016/b0-12-226770-2/00031-4
Kulkarni SJ. A review on studies and research on crystallization. Int J Res Rev. 2015;
2(10):615-618.
32